Anda di halaman 1dari 4

Perempuan Sebagai Pilar Demokrasi dan Pilar Domestik

Isu pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender menjadi salah satu perhatian khusus
dari tujuan pembangunan berkelanjutan atau kita kenal dengan istilah Sustainable
Development Goals (SDGs). Dari 17 goals dan 169 target yang tertuang dalam SDGs,
banyak poin yang mengatur tentang pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender hingga
hak asasi perempuan dan anak perempuan.

Artinya, sudah banyak regulasi dan kebijakan yang terus mendorong pemberdayaan
perempuan hingga bagaimana meminimalisasi kesenjangan antara peran laki-laki dan
perempuan serta semua permasalahan perempuan yang kita kenal dengan kesetaraan
gender.

Namun yang menjadi titik berat permasalahan bukanlah di soal kebijakan. Akan tetapi,
implementasi dari kebijakan yang belum bisa diterjemahkan seutuhnya oleh masyarakat.
Pemahaman masyarakat soal kebijakan terkait perempuan, termasuk kesetaraan gender,
terasa masih belum maksimal

Ketika berbicara perempuan dalam kehidupan, kita dapat melihat dari perannya diranah
domestik dan publik. Peran domestik perempuan erat kaitannya dengan posisinya sebagai
istri sekaligus ibu. Sedangkan peran publik perempuan berkaitan dengan kegiatan mereka
di luar rumah atau di luar urusan rumah tangga.

Kualitas anggota keluarga sangatlah bergantung bagaimana manajemen yang dimiliki


seorang perempuan yang notabene sebagai istri sekaligus ibu. Ketahanan keluarga saat
pandemic Covid-19 seperti inipun sangatlah penting. Ibu harus mampu memastika asupan
gizi seluruh keluarga terjaga demi menjaga imunitas dalam melawan terjangkitnya virus
Covid-19 ini.

Kedua peran ini sama pentingnya, tak bisa ditinggalkan salah satunya tetapi harus tetap
seirama. Tidak dikatakan seorang perempuan berhasil melaksanakan peran publiknya
ketika peran domestiknya berantakan, begitupun sebaliknya. Kunci dari suksesnya dua
peran tersebut tak terlepas dari dukungan lingkungan, khususnya keluarga.
Salah satu peran publik perempuan adalah kiprahnya di dunia politik. Peran politik
perempuan pada dasarya sama dengan peran laki-laki. Hanya saja ada beberapa kebijakan
yang mengatur hal tersebut secara spesifik.

Beberapa aktivis pejuang afirmasi gender selalu mengatakan bahwa kebijakan laki-laki
dan perempuan masih memerlukan aturan yang mengikat. Hal ini dikarenakan sejak awal
politik selalu diidentikkan dengan laki-laki. Kondisi ini yang kemudian membuat
perempuan sedikit ketinggalan untuk mengejar kiprah politik kaum lelaki.

Lambat laun, anggapan tersebut coba terus digerus. Beberapa kebijakan diranah politik
dibuat untuk memaksimalkan peran perempuan. Misalnya, pemenuhan kuota 30 persen
perempuan dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 atau di Undang Undang Partai
politik Nomor 2 tahun 2011.

Peran Perempuan di dunia Politik secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi empat
peran.

Pertama, sebagai penyelenggara. Dalam Undang – Undang Pemilu Nomor 7 tahun 2017
disebutkan untuk memperhatikan 30 persen kuota perempuan 30% sebagai
penyelenggara, baik di Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun di Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu). Bahkan dalam Undang-undang tersebut, mengatur keterwakilan
perempuan mulai tingkatan KPU RI hingga di tingkat paling kecil yakni Kelompok
Penyeleggara Pemungutan Suara (KPPS) atau Pengawas Tempat Pemungutan Suara
(TPS) untuk Bawaslu.

Kedua, peran sebagai peserta. Peran perempuan dalam kepesertaan politik sangatlah
berpengaruh. Dalam aturan pemilihan legislatif bahkan disebutkan jika kuota 30 persen
keterwakilan perempuan tak terpenuhi dalam satu daerah pemilihan (dapil) mampu
menggalkan kepesertaan yang lainnya.

Ketiga, peran sebagai pemilih. Perempuan mempunyai segmen tersendiri dalam peranan
sebagai pemilih. Dari beberapa data bisa disimpulkan partisipasi perempuan lebih tinggi
dibanding laki-laki. Hal ini juga bisa dilihat dari hasil persentase partisipasi Pemilu 2019
di Kabupaten Bogor yang menyatakan bahwa tingkat partisipasi laki laki sebesar 49
persen dan 51 persen untuk perempuan.
Keempat, peran sebagai pemantau. Sejauh ini, memang masih terbilang sedikit
perempuan yang terjun sebagai pemantau secara kelembagaan. Padahal jika dilihat dari
fungsi kontrolnya sangatlah penting. Peran perempuan sebagai pemantau bisa
memperkuat pengawasan dalam penegakkan aturan yang berpihak pada kaum
perempuan.

Jika dilihat dari peluang dan tantangan, kiprah perempuan dalam peran domestik dan
publik masih sangat beragam. Perbedaan sosial, budaya, ekonomi dan politik sangat
berpengaruh terhadap aktualisasi perempuan.

Namun di tengah segala tantangan yang ada, perempuan harus mampu membuatnya
menjadi peluang tersendiri. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perempuan dalam
menyelaraskan antara peran domestic dan peran publik sebagai penjaga pilar demokrasi
dan pilar domestik. Yang jelas, peningkatan kapasitas perempuan harus dilakukan terus
menerus. Masih banyak perempuan dianggap second line atau lapis kedua karena
memang dari sisi kemapuannya perempuan belum mampu bersaing. Artinya,
peningkatan kapasitas menjadi hal utama yang harus ditanamkan.

Peningkatan kapasitas perempuan dapat dilakukan dengan berbagai cara, tak mesti hanya
lewat pendidikan formal. Saat ini, sudah banyak forum dan komunitas yang secara terus
menerus konsisten membantu peningkatan kapasitas perempuan. Selain itu, berjejaring
atau melakukan gerakan kolektif menjadi hal penting lainnya untuk semakin
membumikan peran perempuan. Gerakan kolektif juga mampu membantu perempuan
dalam menghadapi tantangan selama berkiprah.

Gerakan kolegtif penyadaran bersama dalam kebaikan juga mampu meningkatkan


kepedulian sesama perempuan sehingga gerakan apapun yang dilakukan perempuan
untuk perempuan menjadi Gerakan masih yang berkesinambungan. Dan Gerakan ini bisa
disenamakan Gerakan saling peduli perempuan.

Kita masih selalu diingatkan kata–kata dari pejuang perempuan asal Aceh, Cut Nyak
Dien. Ia berujar ‘cuma sedikit orang yang rela menjadi kecil, sehingga bisa dipakai oleh
Allah untuk melewati lubang-lubang ujian yang sempit’. Artinya, segala tantangan dan
hambatan akan membuat seseorang naik kelas ketika mampu mengubah cara pandangnya
dengan menempatkan masalah sebagai peluang.
Tak kalah penting, saling medukung satu sama lain dalam berbagai hal positif akan
mampu mengoptimalkan potensi setiap perempuan. Maka sudah saatnya kaum
perempuan saling bergandengan untuk terus memberikan manfaat untuk diri dan
lingkungannya.

*Ummi Wahyuni
Seorang Istri, Ibu dua orang anak dan Perempuan Bekerja

Anda mungkin juga menyukai