Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan
family Flaviviridae.DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
terutama Aedes aegypti1.Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat
menyerang seluruh kelompok umur.Munculnya penyakit ini berkaitan dengan
kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat2.
Penyakit demam berdarah dengue pertama kali dilaporkan di Asia
Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya menyebar keberbagai
negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD,
namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara,
diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan
Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus DBD. Jumlah kasus di
Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta kasus ditahun
2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat
sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DBD
berat. Perkembangan kasus DBD di tingkat global semakin meningkat, seperti
dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni dari 980 kasus di hampir
100 negara tahun 1954-1959 menjadi 1.016.612 kasus di hampir 60 negara tahun
2000-20093.
Indonesia adalah daerah endemis DBD dan mengalami epidemik sekali
dalam 4-5 tahun.Faktor lingkungan dengan banyaknya genangan air bersih yang
menjadi sarang nyamuk, mobilitas penduduk yang tinggi dan cepatnya trasportasi
antar daerah, menyebabkan sering terjadinya demam berdarah dengue. Indonesia
termasuk dalam salah satu Negara yang endemik demam berdarah dengue karena
jumlah penderitanya yang terus menerus bertambah dan penyebarannya semakin
luas4,5.
Kemenkes RI mencatat di tahun 2015 pada bulan Oktober ada 3.219 kasus
DBD dengan kematian mencapai 32 jiwa, sementara November ada 2.921 kasus

1
dengan 37 angka kematian, dan Desember 1.104 kasus dengan 31 kematian.
Dibandingkan dengan tahun 2014 pada Oktober tercatat 8.149 kasus dengan 81
kematian, November 7.877 kasus dengan 66 kematian, dan Desember 7.856 kasus
dengan 50 kematian2.
Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai apa itu demam berdarah
dengue (DBD), penyebab berkembang biaknya nyamuk aedes aeygepti dan
penanggulangan terhadap nyamuk aedes aeygepti mempengaruhi angka kejadian
demam berdarah. Seorang dokter diharapkan memahami bagaimana cara
menanggulangi DBD melalui pendidikan masyarakat maupun secara klinis.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi
a. Nama : Tn. FP
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Tanggal Lahir/Umur : 30 November 1994, 25 Tahun
d. Alamat : Jl. SULTAN M MASNYUR
e. Pekerjaan :Pegawai swasta
f. Agama : Islam
g. No. RM : 58:66:61
h. Tanggal Pemeriksaan : 18-07-2019
i. Ruang : Penyakit dalam kelas III, Ruang Infeksi
j. Dokter Pemeriksa : dr. Edy Saputra, Sp. PD, FINASIM
k. Co. Asisten : Ghiffary Alif Miraza
l. Tanggal Masuk : 7 Januari 2020

Anamnesis
2.2 Keluhan Utama
Os mengeluh demam 4 hari SMRS.

2.3 Riwayat Perjalan Penyakit


Os datang dengan keluhan demam 3 hari SMRS. Os merasakan demam
naik turun, tinggi terutama malam hari, keluhan demam disertai dengan
menggigil. Adapun keluhan tambahan lainnya adanya mual, muntah 1x
sebanyak 1 cangkir teh. Os mengatakan dia juga mengeluh sakit kepala, nyeri
otot dan nyeri sendi, os juga mengeluh batuk tapi tidak berdahak. Pasien
menyangkal adanya pendarahan hidung, pendarahan gusi, BAB berdarah,
BAK berdarah dan kejang.

3
2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit sama sebelumnya : Tidak ada
Riwayat penyakit hipertensi : Tidak ada
Riwayat penyakit diabetes melitus : Tidak ada
Riwayat penyakit ginjal : Tidak ada
Riwayat penyakit paru : Tidak ada
Riwayat penyakit lambung : Tidak ada
Riwayat penyakit metabolik : Tidak ada
Riwayat alergi : Tidak ada

2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


 Hipertensi disangkal
 Diabetes mellitus disangkal
 Penyakit lambung disangkal
 Alergi disangkal
 Asma disangkal

a. Riwayat Kebiasaan
Merokok : Tidak ada
Kopi : Jarang.
Teh : Setiap pagi, 1 gelas ukuran sedang.
Obat-obatan: Tidak ada, konsumsi obat selama 6 bulan di sangkal
Tidur : tidur >6jam/hari, teratur.
Gizi : 1 piring tiap makan, 3x/hari. 1 porsi laengkap dengan lauk
pauk, jarang makan sayur dan buah – buahan.

4
b. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pegawai swasta di pabrik semen dan di sekitar pabrik
banyak rawa di sertai genangan air.

2.6 Pemeriksaan fisik


a. Keadaan umum:
1. Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Berat badan : 64 kg
4. Tinggi badan : 169 cm
5. Keadaan Gizi : Cukup
6. Bentuk tubuh : Astenicus
7. Tekanan darah : 120/90 mmHg
8. Nadi
- Frekuensi : 104 x/menit
- Irama : Reguler
- Isi : Cukup
- Tegangan : Kuat
- Kualitas : Baik
9. Pernafasan
- Frekuensi : 23 x/menit
- Irama : Reguler
- Tipe : thoraco-abdominal
10. Temperatur : 37,8°C

5
b.Keadaan Spesifik:
1. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk : Normocephali
- Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut
- Simetris Muka : Simetris
- Ekspresi : Sesuai
2. Pemeriksaan Mata:
- Eksophtalmus : Tidak ada (-/-)
- Endophtalmus : Tidak ada (-/-)
- Palpebra : Tidak ada edema (-/-)
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : Tidak ikterik (-/-)
- Pupil : Isokor, refleks cahaya ada kiri dan kanan (+/+)
- Pergerakan mata : Kesegalah arah baik

3. Pemeriksaan Telinga :
- Liang Telinga : Lapang
- Serumen : ada
- Sekret : Tidak ada
- Nyeri Tekan Tragus : Tidak ada
- Gangguan Pendengaran: Tidak ada

4. Pemeriksaan Hidung :
- Deformitas : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Epitaksis : Tidak ada
- Mukosa Hiperemis : Tidak ada
- Septum Deviasi : Tidak ada

5. Pemeriksaan Mulut dan Tengorokan:


- Bibir : Sianosis tidak ada, stomatitis tidak ada
- Gigi –geligi : Lengkap

6
- Gusi : Hiperemis (-/-), Normal.
- Lidah : Sariawan (-), atrofi papil lidah (-), coated tongue(-)
- Tonsil : T1/T1 tenang
- Faring : Hiperemis.

6. Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan
- Palpasi : Pembesaran Tiroid tidak ada, Pembesaran KGB tidak ada
- JVP : 5-2cm H2O

7. Kulit
- Hiperpigmentasi : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada
- Ptekhie : Rumple leed (-)
- Sianosis : Tidak ada
- Pucat pada telapak tangan : Tidak ada
- Pucat pada telapak kaki : Tidak ada
- Turgor : Kembali cepat<3 detik

8. Pemeriksaan Thorax
Bentuk dada : Simetris, Sela iga tidak tampak melebar.
Pembuluh darah : Spider nevi tidak ada, venektasi tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
Krepitasi : Tidak ada
Paru Depan
- Inspeksi : Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru
kiri tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi tidak
ada, Sela iga tidak tampak melebar. Jejas tidak ada.
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama. Sela iga tidak
melebar.
- Perkusi : Sonor padakedualapangparukanandankiri,
nyeri ketok tidak ada.

7
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler normal, ronchi basah (-),
wheezing (-)

Paru Belakang
- Inspeksi :Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru
kiri tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi tidak
ada. Jejas tidak ada.
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri,
nyeri ketok tidak ada.
- Auskultasi :Suara nafas vesikuler normal, ronchi basah (-), wheezing
(-)

9. Jantung
- Inspeksi : Iktuscordis tidak terlihat.
- Palpasi :Iktus cordis tidak teraba, thrill(-).
- Perkusi :Batas jantung normal.
-Auskultasi :Bunyi jantung S1- S2 reguler
murmur(-), gallop tidak ada.

10. Pembuluh Darah


- Temporalis : Teraba, kuat, reguler.
- Carotis : Teraba, kuat, reguler.
- Brachialis : Teraba, kuat, reguler.
- Radialis : Teraba, kuat, reguler.
- Femoralis : Teraba, kuat, reguler.
- Poplitea : Teraba, kuat, reguler.
- Tibialis Posterior : Teraba, kuat, reguler.
- Dorsalis Pedis : Teraba, kuat, reguler.

8
11. Pemeriksaan Abdomen
-Inspeksi: simetris, datar, venektasi tidak ada, caput medusa
tidak ada, spider naevi tidak ada, benjolan tidak ada
- Palpasi : lemas, nyeri tekan (+), hepar lien tidak teraba.
- Perkusi : Tympani,shifting dullness tidak ada, nyeri ketok tidak ada
- Auskultasi : Bising usus normal, bruit tidak ada.

12. Pemeriksaan Ekstremitas


Superior : Eutoni, eutrofi, gerakan bebas, kekuatan 5, nyeri sendi
tidak ada, palmar eritem tidak ada, edema pada kedua
lengan dantangan tidak ada.
Inferior : Eutoni, eutrofi, gerakan bebas, kekuatan 5, nyeri sendi
tidak ada, palmar eritem tidak ada, edema pada kedua
tungkai tidak ada.

9
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaa Laboratorium
1. Hematologi
Tanggal : 14 Juli 2019
Parameter Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12.5 12.0 – 14.0
Leukosit 13.3 5.0 – 10.0
Trombosit 51 150 – 400
Hematokrit 36 37.0 – 43.0
Hitung Jenis
Basofil 0 0.0 – 1.0
Eusinofil 0 1.0 – 3.0
Batang 0 2.0 - 6.0
Segmen 91 50.0 – 70.0
Limfosit 7 20.0 – 40.0
Monosit 2 2.0 – 8.0

2. Hematologi
Tanggal : 15 Juli 2019
Parameter Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11.9 12.0 – 14.0
Trombosit 44 150.0 – 400.00
Hematokrit 34 37.0 – 43.0

3. Hematologi
Tanggal 18 Maret 2019 pukul 07.08
Parameter Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13.2 12.0 – 14-0
Trombosit 65 150.0 – 400.00
Hematokrit 40 37.0 – 43.0

4. Hematologi
Tanggal 16 Juli 2019
Parameter Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11.6 12.0 – 14.0
Leukosit 11.5 5.0 – 10.0

10
Trombosit 59 150 – 400
Hematokrit 34 37.0 – 43.0
Hitung Jenis
Basofil 0 0.0 – 1.0
Eusinofil 4 1.0 – 3.0
Batang 6 2.0 - 6.0
Segmen 62 50.0 – 70.0
Limfosit 10 20.0 – 40.0
Monosit 8 2.0 – 8.0

5. Hematologi
Tanggal 17 Juli 2019
Parameter Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12.1 12.0 – 14-0
Trombosit 74 150.0 – 400.00
Hematokrit 36 37.0 – 43.0

6. Hematologi
Tanggal 18Juli 2019
Parameter Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 10.9 12.0 – 14.0
Trombosit 89 150 - 400
Hematokrit 32 37.0 – 43.0

2.8 Resume
Os datang dengan keluhan demam 3 hari SMRS. Os merasakan demam
tinggi terutama sore dan malam hari, keluhan demam disertai dengan
menggigil. Adapun keluhan tambahan lainnya adanya mual, muntah 1x
sebanyak 1 gelas belimbing dan muntahapa yang dimakan. Os mengatakan dia
juga mengeluh sakit kepala, nyeri belakang bola mata, nyeri otot dan nyeri
sendi. Os juga mengatakan timbul bercak merah di lengan kanan sebanyak 1-3

11
buah dan semakin lama semakin banyak. Os juga mengeluh nyeri didaerah
perut terus menerus dan lidah terasa pahit sehingga pasien tidak nafus makan.
Pasien menyangkal adanya pendarahan hidung, pendarahan gusi, BAB
berdarah, BAK berdarah dan kejang.

Pemeriksaan Fisik yang didapatkan:


KU : Tampak sakit sedang
Tanda Vital:
- TD : 110/70 mmHg
- HR : 102 x/menit
- RR : 24x/menit
- T : 37.5ºC
Leher : JVP 5-2 cmH2O

Paru-paru :
Paru Depan
- Inspeksi :Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru kiri
tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi (-), Sela iga
tampak melebar. Jejas (-).
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama. Sela igamelebar.
- Perkusi :Sonor padakedualapangparukanandankiri,nyeri ketok
tidak ada.

12
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler normal, ronchi basah (-),
wheezing (-).

Paru Belakang
- Inspeksi :Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru
kiri tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi (-).
Jejas (-).
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri.
- Auskultasi :Suara nafas vesikuler normal, ronchi (-), wheezing (-).

Jantung
- Inspeksi : Iktuscordis tidak terlihat.
- Palpasi :Iktus cordis tidak teraba, thrill(-).
- Perkusi :Batas jantung normal.
-Auskultasi : Bunyi jantung S1- S2 reguler
murmur(-), gallop tidak ada.
Hasil pemeriksaan laboratorium terlampir dan rumple leed (+).

2.9 Diagnosa Kerja


Demam berdarah dengue derajat II.

2.10 Diagnosa Banding


- Demam typhoid
- Malaria
- ITP (idiophatic thrombocytopenic purpura)

13
2.11 Penatalaksanaan
Non Farmakologis
- Istirahat tirah baring.
- Diet makanan lunak

Medikamentosa
- IVFD RL gtt xx/menit
- Injeksi omeprazole 1 amp
- Paracetamol 3 x 500mg

2.12 Pemeriksaan Penunjang


- Cek Darah Rutin
- Widal Test

2.13 Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia

2.14 FOLLOW UP

7 Januari 2020
S : Demam (+), Sakit kepala
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 120/70 mmHg
Nadi 88 x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 18 x /m

14
Temperatur 37,2ºC

Keadaan Spesifik
Kepala conjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Leher JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Thorax Cor :
Batas jantung normal
Pulmo :
Vesikuler (+) normal, Ronkhi Basah Halus (-) di
kedua basal paru, Wheezing (-), murmur (-)
Abdomen Datar, lemas, undulasi (-), Shifting dullness (-),
hepar dan lien tidak teraba, Tympani, Nyeri
tekan epigastrium (+), Bising usus (+) normal.
Ekstremitas Edema pretibial (-)
A : DBD derajat II
P : - Istirahat tirah baring.
- Diet makanan lunak
- IVFD RL gtt XX/menit
- Injeksi ceftriaxone 1 vial
- Neurodex 2x1 tab
- Paracetamol 3 x 500mg

8 Januari 2020
S : Demam (+)
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 110/90 mmHg
Nadi 83 x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 24x / m
Temperatur 36,8ºC

Keadaan Spesifik

15
Kepala conjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Leher JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Thorax Cor :
Batas jantung normal
Pulmo :
Vesikuler (+) normal, Ronkhi Basah Halus (-) di
kedua basal paru, Wheezing (-)
Abdomen Datar, lemas, undulasi (-), Shifting dullness (-),
hepar dan lien tidak teraba, Tympani, Nyeri
tekan epigastrium (+), Bising usus (+) normal.
Ekstremitas Edema pretibial (-)
A : DBD derajat II
P : - Istirahat tirah baring.
- Diet makanan lunak
- IVFD RL gtt xx/menit
- Injeksi ceftriaxone 1 vial
- Neurodex 1x1 tab
- Paracetamol 3 x 500mg

9 Januari 2020
S : Demam (+)
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 120/90 mmHg
Nadi 85 x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 23x / m
Temperatur 36,7º C

Keadaan Spesifik
Kepala conjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)

16
Leher JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Thorax Cor :
Batas jantung normal
Pulmo :
Vesikuler (+) normal, Ronkhi Basah Halus (-) di
kedua basal paru, Wheezing (-)
Abdomen Datar, lemas, undulasi (-), Shifting dullness (-),
hepar dan lien tidak teraba, Tympani, Nyeri
tekan epigastrium (+), Bising usus (+) normal.
Ekstremitas Edema pretibial (-)
A : DBD derajat II
P : - Istirahat tirah baring.
- Diet makanan lunak
- IVFD RL gtt xx/menit
- Injeksi ceftriaxone 1 vial
- Neurodex 1x1 tab
- Paracetamol 3 x 500mg

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga
ditularkan oleh Aedes albopictus, yang ditandai dengan : Demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7
hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji Tourniquet positif,
trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/µl), hemokonsentrasi

17
(peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai dengan atau tanpa perbesaran
hati13.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam
family virus Flaviviridae dan terdiri dari 4 serotipe.Virus ini ditransmisikan
ke manusia melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.Nyamuk
ini merupakan vektor utama dari virus dengue.Setelah inkubasi virus selama
4-10 hari, nyamuk yang terinfeksi mampu mentransmisikan virus sepanjang
hidupnya3.
DBD merupakan penyakit infeksi yang endemis di daerah tropis
seperti Indonesia.Penyakit infeksi ini berlangsung sepanjang tahun dan
mencapai puncaknya pada saat musim hujan.Hal ini disebabkan karena
banyaknya tempat yang menjadi sumber genangan air yang merupakan
sarana perkembangbiakan jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti14.

B. EPIDEMIOLOGI
Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali masuk Indonesia pada
tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta.Dilaporkan pada saat itu terdapat 58 kasus
dengan jumlah kematian 24 kasus.Sejak itu, kasus DBD di Indonesia terus
meningkat dan penyebarannya juga sangat cepat. Pada tahun 1994 dilaporkan
DBD sudah tersebar ke seluruh Indonesia.Pada tahun 1998 terjadi kejadian luar
biasa (KLB)/wabah besar di Indonesia, tercatat terdapat 72.133 kasus dengan
1.411 kematian. Sedangkan untuk data terakhir pada tahun 2012 dilaporkan
terdapat 90.245 kasus dengan 816 kasus dengan setiap 100.000 penduduk
terdapat 37 kasus. Dibandingkan dengan tahun 2011 terdapat peningkatan
jumlah kasus sebesar 65.72515.

18
Di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri, jumlah rata-rata penderita 5
tahun terakhir (2008-2012) adalah 2.203 penderita (Dinkes DIY, 2013). Pada 4
kabupaten di DIY pada tahun 2010 tercatat jumlah kasus DBD untuk Kota
Yogya, Bantul, Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul masing-masing 759,
628, 551, 292 dan 290 kasus16.

C. ETIOLOGI
Virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dan famili
Flaviridae adalah virus penyebab DBD.Virus dengue membentuk susunan
yang kompleks dalam genus Flavivirus berdasarkan pada karakteristik
biologis dan antigen.Terdapat empat serotipe virus, yaitu DENV-1, DENV-2,
DENV-3 dan DENV-4.Infeksi oleh salah satu serotipe tersebut menimbulkan
imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun keempat
serotipe tersebut secara antigen hampir sama, tetapi serotipe-serotipe tersebut
cukup berbeda untuk mendapatkan cross-protection untuk beberapa bulan
setelah terinfeksi oleh salah satu dari serotipe tersebut17.
Terdapat kemungkinan variasi genetik dalam masing-masing serotipe
dalam bentuk filogenetis sub-tipe atau genotipe yang berbeda.Saat ini, tiga
sub-tipe dapat diidentifikasi untuk DENV-1, enam untuk DENV-2, empat
untuk DENV-3 dan empat untuk DENV-4.12 virus dengue dari empat
serotipe telah diakitkan dengan epidemi demam dengue (dengan atau tanpa
DBD) dengan tingkat keparahan yang beragam17.
Virus dengue adalah anggota dari genus Flavivirus dan famili
Flaviviridae.Virus kecil (50nm) ini mengandung satu untai RNA sebagai
genome.Virionnya terdiri dari nukleokapsid dengan kubik simetrisnya
tertutup didalam envelope lipoprotein. Genome virus dengue sepanjang
11.644 nekleotid dan tersusun dari tiga gen protein struktural yang mengkode
nukleokaptid atau protein inti (C), protein membrane-associated (M), protein
envelope (E), dan tujuh protein gen non struktural (NS)17.
Diantara protein non struktural, glikoprotein envelope, NS1,
digunakan untuk kepentingan diagnostik dan patologik. Ukurannya 45kDa
dan terkait dengan aktivitas viral hemaglutinasi dan netralisasi. Infeksi kedua

19
oleh serotipe yang lain atau infeksi multiple oleh serotipe yang berbeda
menyebabkan bentuk dengue yang parah (DHF/DSS)17.

D. PATOFISIOLOGI
Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih
diperdebatkan. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah
Hipotesis immune enhancement dan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary hetelogous dengue infection)18,19.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
Imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
sindrom renjatan dengue.Respon imun yang diketahui berperan dalam
pathogenesis DHF adalah:
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel target virus ini adalah sel
monosit terutama dan sel makrofag sebagai tempat replikasi.
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4,
IL-5,IL-6,dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody.
Aktifasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 yang akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.
Hipotesis ”the secondary heterologous infection” yang di rumuskan oleh
Suvatte,1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada seorang pasien, respon antibody anamnestik yang akan terjadi
dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi dengan
menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue18.

20
Gambar 1. Teori heterologous dengue infection

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak


langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DHF berat.
Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor
dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini,
akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok18.

E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau
dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami
demam dengan suhu tubuh 39-40oC, bersifat bifasik (menyerupai Pelana kuda),
fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada hari ke-3 selama
2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi

21
mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak
adekuat18.
Fase Febris: - Demam mendadak tinggi 2-7 hari
- Muka kemerahan, eritema kulit
- Sakit kepala
- Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan,injeksi faring dan konjungtiva,
anoreksia, mual dan muntah.
- Dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan mukosa,
walau jarang terjadi dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan
gastrointestinal.
Fase Kritis: - Terjadi pada hari 3-7 sakit.
- Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas
kepiler dan timbul kebocoran plasma yang biasanya berlangsun 24-48 jam.
- Kebocoran plasma sering didahului leukopeni progresif disertai penurunan
hitung trombosit.
- Dapat terjadi syok.
Fase Pemulihan: - Terjadi setelah fase kritis.
-Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara
perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
- KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis membaik.
Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi, WHO membagi
menjadi 4 derajat20 :
Derajat I : Demam disertai uji tourniquet positif.
Derajat II : Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi perdarahan
(seperti: Epistaksis, perdarahan gusi )
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis,
disekitar mulut, kulitdingin dan lembab, gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan
darah tidak terukur.

F. DIAGNOSIS

22
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris21.
Kriteria klinis :
1. Demam tinggi mendadak,tanpa sebab yang jelas, atau riwayat demam
akut, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik (plana
kuda).
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji torniquet positif.
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa (epitaksis atau perdarahan gusi)
- Hematemesis atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi,kaki dan tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
Kriteria Laboratoris :
1. Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Dibawah ini adalah uji laboratorium yang tersedia untuk mendiagnosis demam
dengue dan DBD menurut WHO17 :

1. Isolasi virus
Isolasi virus dengue dari spesimen klinis adalah mungkin pastikan sampel
diambil selama enam hari pertama dan diproses tanpa penundaan.

23
Spesimen yang cocok untuk isolasi virus meliputi: serum fase akut,
plasma, jaringan otopsi dari kasus yang fatal (terutama hati, limpa,
kelenjar getah bening dan timus), dan nyamuk yang dikumpulkan dari
daerah endemik. Isolasi virus ini digunakan untuk menentukan
karakteristik serotipik/genotipik dari virus dengue.
2. Deteksi asam nukleid virus
Genom virus dengue, yang terdiri dariasam ribonukleat(RNA), dapat
dideteksi dengan uji ReverseTranscriptasePolymerase Chain
Reaction(RT-PCR).RNAadalahheat-labil dan, karena itu, spesimenuntuk
deteksiasam nukleatharus ditanganidan disimpansesuai denganprosedur
yang dijelaskanuntuk isolasivirus.
3. Deteksi antigen virus
Produk gen NS1 adalah glikoprotein yang diproduksi oleh semua
flavivirus dan sangat penting untuk replikasi dan kelangsungan hidup
virus. Protein ini disekresikan oleh sel-sel mamalia tetapi tidak oleh sel
serangga.NS1 antigen muncul pada hari pertama setelah timbulnya demam
dan menurun ke tingkat yang tidak terdeteksi setelah 5-6 hari.Oleh karena
itu, tes berdasarkan antigen ini dapat digunakan untuk diagnosis dini.
ELISA dan tes blot dot ditujukan terhadap antigen envelop/ membran
(EM) dan nonstruktural protein 1 (NS1) menunjukkan bahwa antigen ini
hadir dalam konsentrasi tinggi dalam serum pasien yang terinfeksi virus
dengue selama fase klinis awal penyakit dan dapat dideteksi pada pasien
dengan infeksi dengue primer dan sekunder sampai enam hari setelah
onset penyakit.
4. Tes berdasarkan respon imunologi
Uji kadar antibodi IgM dan IgG
IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat cepat sampai dengan
minggu ke-2, menghilang setelah 60-90 hari.Antibodi IgG terdeteksi
dalam jumlah yang kecil pada akhir minggu pertama selanjutnya
meningkat dan bertahan dalam waktu yang lama.
Pada infeksi sekunder, titer antibodi meningkat secara cepat.
Antibodi IgG terdeteksi pada level yang tinggi, walaupun pada fase

24
initial dan bertahan dalam beberapa bulan hingga seumur hidup. Antibodi
IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14 pada infeksi primer dan pada hari
ke-2 pada infeksi sekunder.Dibawah ini adalah timeline infeksi primer
dan sekunder virus dengue dan metode diagnostik yang digunakan.

H. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan
simtomatis.Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan
akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan.Dalam pemberian terapicairan, hal terpenting yang perlu
dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses
kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi
antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses
kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang
interstitial ke intravaskular.
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan
DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol
ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut22:.
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka DHF tanpa syok.


Seorang yang tersangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan
haemoglobin, hematokrit, dan trombosit, bila :
- Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb,
Ht, lekosit dan trombosit tiap 24 jam ) atau bila keadaan penderita
memburuk segera kembali ke instalansi gawat darurat.

25
- Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
- Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan
dirawat.

Gambar 3. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DHF di ruang rawat.


Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + (20 x( BB-20) ml
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :
- Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah
pemberian cairan tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap
12 jam.
- Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan
Ht>20%.

26
Gambar 4. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
Protokol 3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%.

Gambar 5. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%

27
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF.
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna
(henatemesis dan melena atau hematokesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.

Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue.


Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa (SSD)
maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi
dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera
dilakukan. Angka kematian pada sindrom syok dengue sepuluh kali lipat
dibandingkan dengan penderita DHF tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi
karena keterlambatan penderita DHF mendapatkan pertolongan/pengobatan,
penatalaksanaan tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-
tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat (Corales,
2004).

28
Gambar 6. Tatalaksana sindroma syok dengue

29
Kriteria memulangkan pasien, apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini18:
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distress pernafasan (efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cendrung naik > 50.000/nl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik

I. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa syok
2. Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok
berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan
4. Dengue Shock Syndrome18

J. Prognosis
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya,
Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan
penyakit umumnya lebih ringan dari pada anak-anak22.

30
BAB IV
ANALISA KASUS

Os datang dengan keluhan demam 3 hari SMRS. Os merasakan demam


tinggi terutama sore dan malam hari, keluhan demam disertai dengan
menggigil.Adapun keluhan tambahan lainnya adanya mual, muntah 1x sebanyak 1
gelas belimbing dan muntahapa yang dimakan. Os mengatakan dia juga mengeluh
sakit kepala, nyeri belakang bola mata, nyeri otot dan nyeri sendi. Os juga
mengatakan timbul bercak merah di lengan kanan sebanyak 1-3 buah. Pasien
menyangkal adanya pendarahan hidung, pendarahan gusi, BAB berdarah, BAK
berdarah dan kejang.
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami demam 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Hal ini sesuai dengan teori pada demam berdarah dengue
(DHF) dimana pada fase febris terjadi demam mendadak selama 2-7 hari, sakit
kepala,mual dan muntah, nyeri dibelakang bola mata serta ditemukan petekie
sebagai tanda adanya perdarahan. Dan sesuai dengan teori bahwa gejala yang
dialami pasien merupakan gejala DBD Derajat II.
Os mengatakan untuk meredakan panas Os meminum obat paracetamol
3x1 selama 2 hari.Hal ini sesuai dengan teori bahwa penatalaksanaan untuk
menurunkan demam adalah menggunakan antipiretik.Cara kerja paracetamol
adalah dengan cara menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Saraf
Pusat (SSP) sehingga dapat menurunkan suhu tubuh35.
Os mengatakan disekitar rumah banyak terdapat genangan air, bak rumah
yang belum dikuras, dan banyak gantungan baju.Hal ini sesuai dengan teori
bahwa Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang
seluruh kelompok umur.Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan dan perilaku masyarakat2.Indonesia adalah daerah endemis DBD dan
mengalami epidemik sekali dalam 4-5 tahun.Faktor lingkungan dengan
banyaknya genangan air bersih yang menjadi sarang nyamuk, mobilitas penduduk
yang tinggi dan cepatnya trasportasi antar daerah, menyebabkan sering terjadinya
demam berdarah dengue4.

31
Pasien mengatakan setelah sakit nafsu makan menjadi berkurang.Hal ini
sesuai dengan teori bahwa IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala seperti
timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan sintesis albumin
serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari kerjasama IL-1
danTNF-α. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa.
Peningkatan leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipotalamus
ventromedial yang berakibat pada penurunan intake makanan36.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 14 Juli 2019 didapatkan hasil
leukosit 13.300 dan trombosit 51.000. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada
DBD kriteria laboratoris Trombositopenia (jumlah trombosit
<100.000/ul ).Trombositopenia padainfeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1)
supresi sumsum tulang, 2) destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadi tercapai akan terjadi
peningkatan proses hematopoesis termasuk megakariopoesis. Kadar trombopoetin
dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukan kenaikan, hal ini
menunjukan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama
proses koagulopati dan sekuestrasi perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi
melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-
tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit18.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien adalah istirahat tirah baring, dan
diet makanan lunak serta IVFD RL gtt xx/menit, Lansoprazole1x30mg,
Paracetamol 3 x 500mg, Neurodex 1 x 1 tab, injeksi ceftriaxone 1 vial.
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting.
Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan
oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi. Pada pasien
DBD derajat I tanpa syok dengan rawat inap dirumah sakit dapat diberikan cairan
infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini:
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :

32
1500 + (20 x( BB-20) ml
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :
- Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah
pemberian cairan tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap
12 jam.
- Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan
Ht>20%22.
Diberikan ranitidin untuk mengurangi produksi asam lambung, diberikan
ambroxol untuk mengurangi produksi mukusakibat keluhan batuk, dan pemberian
neurodex pada pasien adalah sebagai multivitamin atau untuk menjaga fungsi
saraf.Pemberian paracetamol sebagai antiperik untuk menurunkan panas35.
Adapun prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam.Prognosis penyakit
ini baik dengan terapi suportif yang adekuat.

33
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus pada seorang perempuan berusia 19 tahun


dirawat di bangsal penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI.Berdasarkan anamnesa didapatkan adanya keluhan demam 3 hari SMRS.Os
merasakan demam tinggi terutama sore dan malam hari,. Adapun keluhan
tambahan lainnya adanya mual, muntah 1x sebanyak 1 cangkir teh. Os
mengatakan dia juga mengeluh sakit kepala. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan trombositopenia. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang diatas, dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini dapat
ditegakkan diagnosis Demam Berdarah Dengue Derajat II.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Achmadi, F.U. 2010. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin


jendela epidemiologi. 2 (1): 1 – 3
2. Bagian Patologi Klinik. (2009). Peran pemeriksaan laboratorium dalam
diagnose Demam Berdarah Dengue. RSUP Dr. Kariadi Semarang.
3. Barakah, V. F. 2012. Demam Berdarah tidak ada obatnya, Hanya andalkan
cairan. Detik Health. Retrieved from:
http://health.detik.com/read/2012/06/15/143241/1942274/763/ 18 April 2013
4. Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S.
(2012). A three-component biomarker panel for prediction of dengue
hemorraghic fever. Am. J. Trop. Med. Hyg. 86(2): 341-348.
5. CDC (Centers for Disease and Prevention). (2010). Dengue Branch.Cañada
SanJuan,PuertoRico.From:http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.ht
ml diakses 20 April 2013
6. Danny, Wiradharma. 2009. Diagnosis cepat demam berdarah dengue. Jurnal
Kedokteran Trisakti., 18 (2): 78 – 79
7. DepKes, RI.,(2005). Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
8. Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Waspadalah penyakit demam berdarah
dengue. Retrieved from www.denpasarkota.go.id. 18 april 2013.

9. Gubler D.J., 1998. The Global Pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic


Fever Current Status and Prospect for the Future. Dengue in Singapore.
Technical Monograph Series No. 2 WHO.
10. IDAI, 2009. Apa itu demam berdarah dengue.
http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel. 18 April 2013
11. Khana M., Chaturvedi UC, Sharma MC, Panday VC, Mathur A., 1990.
Increased Capillary Permeability Mediated by A Dangue Virus Induced
Limphokine. Immunology Mart, 69;33:449-53

35
12. Khie Chen., Herdiman, T., Pohan., Robert., 2009. Diagnosis dan terapi
cairan pada demam berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 22. (1): 5 – 6
13. Kurane I, Ennis E Francis, 1992. Immunity and Immunopathologi in Dangue
Virus Infection. Seminar Imunology vol 4; 121-127.
14. Mujida, A.M., Ridwan, A. 2009. Pemetaan dan analisis kejadian demam
berdarah dengue di kaupaten bantaeng.
15. Phanmeesuk, Y., and Suksin, W. (2009). Nursing Care of Dengue Shock
Syndrome (Case study). Medical Journal of Srisake Surinam Buriram
Hospital Vol 24 No.2.
16. Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan
Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya.
17. Soewandoyo, E. 1997. Demam Berdarah Dangue pada Orang Dewasa. Gejala
Klinik dan Penatalaksanaannya. Folia Medika Indonesia XXXIII. Juli-
September.
18. Suvatte V. Immunological Aspect of Dangue Haemorrhagic Fever Studies in
Thailand. South East asian J. Trop Med. Pub Haealth, 1987; 1:312-5.
19. Syahruman A., 1998. Beberapa Lahan Penelitian untuk Penanggulangan
Demam Berdarah Dangue. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Vol:3:3:87-89.
20. Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M.,
Lee. K. H. (2011). Could peak proteinuria determine whether patient with
dengue fever develop dengue hemorraghic/dengue shock syndrome/- A
prospective cohort study. BMC Infectious Diseases.
21. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
intrevensi NIC dan kriteria hasil NOC. EGC. Jakarta.
22. World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of
dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.

36

Anda mungkin juga menyukai