1. DEFINISI
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin,
2001).
Jadi, berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa asfiksia
merupa suatu keadaan di mana bayi tidak dapat menangis secara spontan setelah lahir.
2. KLASIFIKASI
Tabel Penilaian APGAR SCORE
Skor APGAR
Tanda
0 1 2
Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Jantung
Usaha Tidak ada Lambat tak teratur Menangis kuat
bernafas
Tanus otot Lumpuh Ekstremitas agak fleksi Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/melawan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan, eks Seluruh tubuh
biru kemerahan
3. ETIOLOGI
a. Faktor ibu
Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
Kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal
itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali
atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh
karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.
4. TANDA DAN GEJALA
a. Pernapasan terganggu
b. Detik jantung menurun
c. Refleks/ respons bayi melemah
d. Tonus otot menurun
e. Warna kulit biru atau pucat
f. Kejang
g. Penurunan kesadaran
5. PATOFISIOLOGI
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta
transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran
C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan
lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan
komplikasi, gejala sisa, atau kematian penderita.
Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut
berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen
tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya
keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu
fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang
ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekwensi denyut jantung
6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,
keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya
edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
b. Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )
c. Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi
d. Pengkajian spesifik
8. PENATALAKSANAAN
a. Terapi suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi
gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap
tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
Lakukan rangsangan taktil
Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah (Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah
dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan)
4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
A. Tindakan Umum
1. Pengawasan suhu
2. Pembersihan jalan nafas
3. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
B. Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil
prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada
bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya Apgar.
1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0 – 3)
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi
paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan
intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat
hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB,
diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini
disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini
akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila
setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung,
maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit.
Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali
satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini
tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik
seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.
2) Asfiksia ringan – sedang (nilai Apgar 4 – 6)
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan.
Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka
dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan
frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen.
Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan
tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga
ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari
ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut
penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali
permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan
dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan
frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera
dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit
setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah
dilakukan dengan adekuat.
9. PATHWAY
10. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi) meliputi nama,
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi nama (ayah dan ibu, umur,
agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat,
Riwayat kesehatan, Riwayat antenatal, Riwayat natal, komplikasi persalinan,
Riwayat post natal, Pola eliminasi, Latar belakang sosial budaya, Kebiasaan ibu
merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika,
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, Hubungan psikologis.
2. Data Obyektif, terdiri dari:
3. Keadaan umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko terjadinya
hipothermi. bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh
< 37 ?C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5 C – 37,5 C, nadi normal
antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit.
4. Pemeriksaan fisik.
Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung.
Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap
cahaya.
Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher; perhatikan
kebersihannya karena leher nenoatus pendek
Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus
costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1
sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI
Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan
atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor
dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan
Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeses.
Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya.
Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan
syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan
Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
B. DIAGNOSA
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota
keluarga.
7. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota
keluarga.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
http://bluesteam47.blogspot.com/2010/05/asuhan-keperawatan-asfiksia-
neonatorum.html
http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA-NEONATORUM
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/asfiksia-neonatarum/