Anda di halaman 1dari 16

KASUS KEGAWATDARURATAN Ny.

A DENGAN
PLASENTA PREVIA DI PMB T KARAWANG

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Nama Anggota : 1. Adisya Oktaviani (PO.71.24.1.18.001)
2. Annisa Nur Fadilla (PO.71.24.1.18.003)
3. Deska Lorensia (PO.71.24.1.18.009)
4. Desti Trinanda (PO.71.24.1.18.010)
5. Devisca Vita N. (PO.71.24.1.18.011)
6. Diana Novita (PO.71.24.1.18.012)
7. Irma Diana A. (PO.71.24.1.18.020)
8. Miftahul Farah M.B. (PO.71.24.1.18.025)
9. Sunita Nabilah (PO.71.24.1.18.035)
10. Wulandari (PO.71.24.1.18.038)
Tingkat : 2 Reguler A
Mata Kuliah : Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Dosen Pembimbing : Elita Vasrah, SST., M.Keb.

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PRODI DIII KEBIDANAN
2020
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Kronologi Kasus
1. Antenatal Care
Data bersumber dari hasil wawancara dengan pasien pada hari Jum’at, 28
April 2017, pukul 16.00 WIB di rumah pasien
Ibu mengatakan saat ini berusia 35 tahun, hamil anak ke empat, pernah bersalin
sebanyak 2 kali, keguguran sebanyak 1 kali. Riwayat KB terakhir yang dipakai oleh ibu
yaitu KB suntik 3 bulan selama 4 bulan. Riwayat obstetri yang lalu yaitu tahun 2001,
ibu melahirkan anak 1 jenis kelamin laki-laki, pada usia 9 bulan, tidak ada penyulit saat
kehamilan dan melahirkan, lahir dirumah ditolong bidan, BB lahir 3,5 kg. Anak kedua
lahir tahun 2008, jenis kelamin perempuan, pada usia 9 bulan, tidak ada penyulit pada
hamil dan bersalin, lahir di rumah ditolong oleh bidan, BB 3,5 Kg.
Ibu mengatakan tidak ingat dengan HPHT ibu, sehingga ibu USG saat merasa
hamil dan menurut USG, Hari pertama haid terakhir pada 19-06-2016 dan menurut
taksiran persalinan tanggal 26-03-2017. Ibu mengatakan pertama periksa hamil pada
usia 12 minggu yaitu pada tanggal 20-09-2016 dengan keluhan gatal keputihan,
kemudian bidan melakukan pemeriksaan pada ibu dan didapatkan hasil BB 61,7 kg, TD
100/70 mmHg, Tinggi fundus belum teraba, tidak ada pembengkakan pada kaki ibu. Ibu
mengaku terakhir berhubungan 2 minggu yang lalu. Kemudian bidan memberikan terapi
califar, giovan dan bidan memberikan vulva hygiene yang benar, istirahat yang cukup,
nutrisi yang cukup selama hamil.
Ibu mengatakan rajin memeriksakan kehamilannya ke bidan, dari data buku KIA
didapatkan data ibu melakukan pemeriksakan sebanyak 9 kali selama kehamilan, 1 kali
pada trimester I, 4 kali pada trimester II dan 4 kali pada trimester III (2 kali pada
rentang 28-36 minggu dan 1 kali pada 39 minggu). Data dari buku KIA terlihat masih
dalam batas normal. Selama kehamilan ibu mendapatkan Tablet Fe sebanyak 120 tablet
dan ibu meminum sebanyak 90 tablet sisa 30 tablet, mendapatkan imunisasi TT4 pada
tanggal 10-01- 2017. Berdasarkan buku KIA ibu, selama hamil berat badan ibu naik 8
Kg. Menurut keterangan ibu selama hamil melakukan pemeriksaan laboratorium seperti
Hb 1 kali, USG 2 kali pada usia kehamilan 16 dan 39 minggu. Selama hamil ibu
melakukan pemeriksaan di posyandu, puskesmas, dan BPM.
Nasihat yang sering diberikan oleh bidan yaitu menjaga vulva hygiene yang
benar, istirahat yang cukup, nutrisi yang cukup, tanda bahaya pada kehamilan, tanda dan
persiapan persalinan. Selama hamil, Ny. A setiap hari makan kadang 2 atau 3 kali/ hari
sesuai pendapatan suami sebagai sopir angkot, mengkonsumsi makanan seperti nasi,
sayur, telur, tahu, tempe, kadang buah – buahan . Sedangkan minum setiap harinya
sebanyak ± 8 kali/ hari. Pola hubungan seksual selama hamil sebanyak 1 – 2 kali dalam
sebulan. Suami ibu tidak merokok karena penghasilan sebagai supir angkot digunakan
untuk makan sehari – hari.
Berdasarkan penuturan Ny. A pada tanggal 27 Februari 2017, ibu mengeluh
keluar darah seperti darah haid tanpa disertai rasa nyeri dari jalan lahir jam 02.00 WIB
dengan jumlah sedang tanpa ada rasa mulas saat keluar darah, sehingga ibu pagi harinya
ibu pergi ke bidan. Kemudian bidan I melakukan anamnesa mengenai keluhan ibu,
pemeriksaan tanda-tanda vital, kemudian bidan I melakukan pemeriksaan fisik dan
hasilnya TD 110/70 Kg, BB 70 Kg, usia kehamilan 34 minggu.
Bidan mendiagnosa Ibu G4P2A1 hamil 34 minggu dengan keadaan baik. Bidan
memberikan nasihat kepada ibu untuk menyiapkan kartu BPJS, KTP ibu dan KK untuk
melakukan USG kerumah sakit untuk mengetahui lebih jelas sumber perdarahan yang
ibu alami sehingga akan didapatkan diagnosa yang akurat, serta bidan memberitahu
kepada ibu untuk tidak melakukan aktivitas yang berat.
Berdasarkan penuturan dan buku KIA, ibu terakhir periksa pada tanggal 14
Maret 2017, dengan keluhan keluar darah segar dari pervaginam jam 01.00 WIB dengan
jumlah sedang dan disertai mulas pada pukul 02.00 WIB. Setelah bidan I melakukan
anamnesa, pemeriksaan tanda vital dan fisik. Bidan I menganjurkan ibu untuk pergi ke
rumah sakit untuk USG karena ada tanda bahaya pada kehamilan yaitu pengeluaran
darah pada saat hamil. Ny. A menolak dan memilih pergi ke bidan T.
Ny. A dan suami datang jam 04.30 WIB, Kemudian bidan T melakukan
anamnesa tentang biodata ibu, serta keluhan ibu. Selanjutnya bidan T melakukan
pemeriksaan fisik dan bidan T melakukan USG serta pemeriksaan dalam, dan
didapatkan hasil BB 69 Kg, TD 100/70 mmHG, TFU 31 cm, DJJ 136 x/menit, dan hasil
USG usia kehamilan 39 minggu, bidan T mendiagnosa dengan plasenta letak rendah
dan belum ada pembukaan.
Diagnosa yaitu ibu G4P2A1 hamil 39 minggu dengan plasenta letak rendah.
Bidan T memberikan nasihat untuk istirahat dengan cara tirah baring di ruang nifas
untuk dilakukan pemantauan pengeluaran darah. Setelah 2 jam observasi tidak ada
pengeluaran darah, sehingga ibu meminta untuk pulang dan bidan T megizinkan serta
memberitahu ibu tidak melakukan kegiatan yang berat selama dirumah, dan melakukan
istirahat.

2. Intranatal Care
a. Asuhan dari BPM T
Pada tanggal 17 Maret 2017 berdasarkan anamnesa pada jam 00.30 WIB saat
bangun tidur ibu mengeluh keluar darah dalam jumlah sedang tanpa disertai rasa
mulas, dan ibu baru merasa mulas pada pukul 01.00 WIB setelah keluar darah dalam
jumlah sedang. Karena ada tanda bahaya pada kehamilan pada jam 04.45 WIB, Ny. A
datang ke BPM Bidan T diantar keluarganya, kemudian bidan melakukan pengkajian
data subjektif dimulai dengan bertanya mengenai keluhan yang ibu rasakan. Ibu
mengatakan hamil anak ke empat, pernah melahirkan 2 kali, keguguran 1 kali.
Mengeluh mulas yang sering, keluar darah segar seperti darah haid dengan jumlah
sedang jam 00.30 WIB, ibu merasa mulas dari semalam jam 01.00 WIB, dan
pergerakan janin masih dirasakan ibu.
Bidan melakukan anamnesa dan bertanya kepada ibu apakah ibu membawa
buku KIA atau hasil USG yang lalu dan biasa periksa ke bidan siapa saja. Ibu
memberikan buku KIA dan hasil USG yang lalu, tercantum hasil USG dengan
plasenta letak rendah. Ibu mengatakan selama hamil periksa ke Bidan I, dan posyandu.
Setelah itu bidan melakukan pemeriksaan seperti tanda – tanda vital, dan abdomen
(TFU, Leopold, DJJ), melakukan pemeriksaan dalam serta pengecekan kadar Hb dan
urine. Kemudian bidan menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu, tekanan darah
120/80 mmHg, TFU 30 cm, Penurunan Hodge I, His 2x10 menit durasi 30 detik, DJJ
132 x/menit. Hasilnya pemeriksaan dalam yaitu pembukaan yaitu 1 cm, ketuban masih
utuh. Hasilnya pemeriksaan penunjang yaitu protein urine negatif, glukosa urine
negatif, Hb 11,4 gr%.
Bidan T mendiagnosa ibu G4 P2 A1 hamil 39 minggu inpartu kala I fase laten
dengan plasenta letak rendah. Bidan T menyarankan ibu untuk jalan – jalan dahulu
agar cepat proses penurunan kepala, jika klien tidak sanggup untuk berjalan karena
mulas yang kuat dan sering, maka dianjurkan untuk rebahan atau tidur dengan posisi
miring ke kanan atau miring ke kiri. Anjurkan ibu untuk makan dan minum di sela –
sela rasa mulas.
Pukul 09.30 WIB, ibu mengeluh keluar air banyak seperti buang air kecil, lalu
Bidan T memeriksa tekanan darahnya dan hasilnya TD 110/70 mmHg, his 3 x 10
menit dengan durasi 30 detik, bidan tidak melakukan pengecekan lakmus. Bidan
melakukan PD : v/v tidak ada kelainan, portio teraba tebal kaku, ketuban negatif,
Pembukaan masih 2 cm. Detak jantung janin 130 x/menit. Bidan T mendiagnosa ibu
G4 P2 A1 hamil 39 minggu inpartu kala I fase laten dengan Plasenta letak rendah dan
Ketuban pecah dini. Bidan menyarankan ibu untuk duduk atau tiduran miring ke
kanan atau ke kiri agar ketuban yang keluar tidak banyak, menyarankan ibu untuk
makan makanan yang bidan T sediakan dan minum saat mulas tidak terasa.
Pada pukul 13.30 WIB, ibu mengeluh mulas, dan masih merasa keluar air.
Bidan melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital, his dan DJJ dengan hasil
pemeriksaan tekanan darah 120/ 80 mmHg, N 80 x/menit, His 3x10 menit durasi 30
detik dan DJJ 135 x/menit. Lalu bidan melakukan pemeriksa dalam : v/v tidak ada
kelainan, portio tebal dan kaku, pembukaan 2 cm, ketuban negatif, presentasi kepala,
penurunan Hodge I. Diagnosa bidan yaitu ibu G4 P2 A1 hamil aterm inpartu kala 1 fase
laten dengan plasenta letak rendah dan ketuban pecah dini. Bidan memberitahu kepada
ibu pembukaan 2 cm, his masih jarang, dan memberitahu kepada keluarga untuk
menyiapkan perlengkapan ibu dan bayi, KTP, KK dan surat – surat jaminan kesehatan,
uang untuk administrasi, kendaraan. Bidan memberitahu kepada ibu akan diinfus pada
tangan sebelah kanan sebagai infus jaga dengan no. Abocath 20, cairan RL dengan
kecepatan tetes 20 tpm.
Pada pukul 17.30 WIB, ibu mengeluh mulas berkurang dan ibu merasa lemas.
Bidan melakukan pemeriksaan kepada ibu, sehingga didapatkan hasil pemeriksaan TD
120/80 mmHg, N 82 x/menit, his 2x10 menit durasi 28 detik, DJJ 138 x/menit,
pemeriksaan dalam v/v tidak ada kelainan, portio tebal, pembukaan 3 cm, ketuban
negatif, presentasi kepala. Diagnosa bidan yaitu ibu G4 P2 A1 hamil aterm inpartu kala
I fase laten dengan Ketuban Pecah Dini ± 8 jam. Bidan menyarankan ibu untuk makan
atau minum, menganjurkan ibu untuk miring ke kanan atau ke kiri agar kepala cepat
turun.
Kemudian jam 20.30 WIB, ibu mengeluh mulas berkurang dan lemas, saat
diperiksa TD : 120/80 mmHg, DJJ 136 x/menit, pembukaan 3 cm. Sehingga bidan
mendiagnosa ibu dengan ibu G4 P2 A1 hamil aterm inpartu kala I fase laten memanjang
dan ketuban pecah dini ± 12 jam. Bidan T melakukan informed consent kepada
keluarga untuk dilakukan tindakan rujukan ke RS R karena pembukaan tidak
bertambah dan his ibu kurang baik, sebelumnya bidan T menjelaskan rincian biaya di
RS R dengan persalinan normal atau section caesarea. Setelah keluarga berunding
dengan waktu yang lama ± 15 menit karena keterbatasan biaya dan ibu tidak memiliki
BPJS, akhirnya keluarga setuju untuk dirujuk ke RS R dengan alasan lebih dekat.
Bidan T menghubungi RS R untuk merujuk berdasarkan permintaan keluarga dan
pihak rumah sakit menyetujui rujukan bidan T.
Pukul 20.45 WIB ibu di rujuk ke Rumah sakit, dengan surat rujukan dengan
diagnosa ketuban pecah dini dan kala I fase laten memanjang. Pada saat pra rujukan,
bidan melakukan persiapan surat rujukan, persyaratan rujukan, keluarga, kendaraan
mobil angkot pribadi. Tetapi bidan tidak memberitahu keluarga untuk menyiapkan
pendonor jika diperlukan dan bidan tidak membawa alat saat merujuk kerumah sakit.
Selama perjalanan asisten bidan memantau tetesan infus, his ibu, serta keadaan umum
ibu.
Hasil Observasi Kala I Fase Laten di BPM T

JAM DJJ Kontraksi Lamanya Pembukaan Ketuban Penurunan Tetesan


Infus
05.00 132 2x10’ 30” 1 cm Utuh HI -
07.30 139 2x10’ 28” - - - -
09.30 140 3x10’ 30” 2 cm Negatif HI -
11.30 136 3x10’ 25” - - - -
13.30 135 3x10’ 30” 2 cm - HI 20 tpm
15.30 130 2x10’ 25” - - - -
17.30 138 2x10’ 28” 3 cm Negatif HI 20 tpm
19.30 140 2x10’ 28” - - - -
20.45 136 2x10’ 20” 3 Negatif HI 20 tpm

b. Asuhan dari IGD Rumah Sakit R


Pada tanggal 17 Maret 2017 pada jam 21.15 WIB, Ny. A sampai di RS R
didampingi asisten bidan T, kemudian ibu masuk ke ruang IGD terlebih dahulu.
Bidan RS R melakukan anamnesa pada ibu seperti data lengkap yaitu Ny. A usia 35
tahun, G4P2A1 hamil 39 minggu, HPHT 19 – 06 - 2016 dan keluhan ibu, serta
melihat diagnosa rujukan dari bidan. Ibu mengeluh mulas masih jarang. Bidan
melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan tekanan darah 100/70
mmHg, Nadi 84 x/menit, respirasi 20 x/menit, DJJ 148 x/menit.
Pada pukul 21.30 WIB, bidan melakukan pemeriksaan dalam pada Ny. A,
dan hasilnya pembukaan 3 cm, tiba – tiba keluar darah segar yang banyak tanpa henti
pasca pemeriksaan dalam, bidan lalu memasang tampon untuk menyumbat darah
yang keluar, kemudian bidan melaporkan ke dokter jaga IGD dengan diagnosa Ibu
G4 P2 A1 hamil inpartu Kala I fase laten dengan Plasenta previa.
Pukul 22.05 WIB dokter IGD konsultasi ke dokter Sp.Og dan memberikan
keputusan untuk cito sectio caesarea jam 23.10 WIB dengan diagnosa plasenta
previa dan profuse (perdarahan banyak), perdarahan sebanyak ± 500 cc. Ibu terlihat
gelisah, sebelum di operasi dokter menyarankan ibu untuk puasa selama 1 jam,
diberikan infus RL 500 cc di sebelah ekstremitas kiri, memberikan obat dexametason
2 ampul dan ceftriaxon. Kemudian ibu diambil darah untuk diperiksa ke
laboratorium.
Pukul 22.05 WIB melakukan skin test pada ektremitas kanan, didapatkan
hasil ibu tidak ada alergi obat, kemudian bidan memasukkan ceftriaxon sebanyak
dexametason 2 ampul melalui IV dan ceftriaxon melalui IV, advice dokter sudah
dilakukan oleh bidan jaga. Bidan melakukan informed consent pada suami Ny. A
untuk menyetujui tindakan yang akan dilakukan oleh dokter yaitu operasi sectio
caesarea, sehingga harus menandatangi dan segera mendaftarkan ke pihak
administrasi untuk persiapan tindakan sectio caesarea.

c. Asuhan di Ruang VK RS R
Pukul 22.20 WIB (tanggal 17-03-2017), ibu dibawa keruang VK, bidan
bertanya mengenai keluhan yang ibu rasakan sekarang, lalu ibu menjawab merasa
mulas yang sering. Kemudian bidan memeriksa tanda-tanda vital ibu hasilnya TD:
140/90 mmHg, Nadi : 104 x/menit, respirasi 24 x/ menit, dan dipasang CTG dan
didapatkan hasil janin yaitu 148 x/menit, hasil laboratorium kadar Hb ibu 8,9 gr%
(diperiksa tanggal 17 – 03 – 2017 jam 22.15 WIB). Bidan memasang dower kateter,
mencukur bulu kemaluan, mengganti baju ibu dengan baju OK.

d. Asuhan di Ruang OK RS R
Pukul 22.45 WIB, ibu dibawa ke ruang operasi. Hasil pemeriksaan sebelum
dilakukan operasi yaitu keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, Tekanan
darah 130/80 mmHg, N 86 x/menit, Suhu 36,8 0C, Respirasi 20 x/menit. Diagnosa
yang ditegakkan dokter Sp.OG yaitu ibu G 4P2A1 hamil aterm inpartu kala I dengan

plasenta previa dan perdarahan banyak. Pembedahan dilakukan jam 23.00 WIB,
kemudian dilakukan antiseptik abdomen (antiseptik abdominal), melakukan
resusitasi cairan dengan cairan kristaloid, kemudian dibuat sayatan secara horizontal
di segmen bawah rahim.
Pukul 23.20 WIB bayi lahir dengan ketuban kehijauan, tidak ada lilitan, bayi
menangis kuat, tonus otot kuat, detak jantung > 100 x/menit, rekleks bayi positif,
A/S 8/9. Pada pukul 23.25 WIB dikeringkan, dihisap dengan delee, dan diletakkan di
bawah radiant warmer untuk dihangatkan dan dipakaikan baju. Pukul 23.25 WIB
dokter melakukan pelepasan plasenta. Plasenta di korpus belakang dengan plasenta
berada dibawah menutupi sebagian ostium uteri internum. Kemudian segmen bawah
rahim di jahit 2 jahitan, dinding abdomen dijahit lapis demi lapis. Lamanya operasi
dari jam 23.00 WIB sampai 23.45 WIB.
Pukul 23.45 WIB, dilakukan pemantauan keadaan ibu diruang RR (Recovery
Room). Bidan bertanya apakah ibu ada keluhan dan ibu menjawab merasa pusing
dan mulas pada perutnya. Bidan melakukan pemeriksaan pada ibu dan hasilnya
keadaan umum baik dan kesadaran compos mentis, TD 130/80 mmHg, N : 80
x/menit, R : 18 x/menit. Bidan memberitahu ibu untuk istirahat pasca operasi. Ibu
diberikan terapi yaitu RL + oksitosin 10 IU, ceftriaxon 1x2, ketorolac 3x1,
gentamicin 2x80, zegavit 1x1. Bidan menganjurkan ibu untuk minum apabila terasa
haus.
B. Pembahasan Kasus
1. Antenatal Care
a. Frekuensi Kunjungan ANC
Kasus :
Berdasarkan data dari buku KIA dan wawancara, Ny. A melakukan
pemeriksaan hamil sebanyak 9 kali (1 kali pada trimester I, 4 kali pada trimester II
dan 4 kali pada trimester III pada 2 kali pada rentang 28-36 minggu dan 1 kali pada
39 minggu), tempat pemeriksaan di polindes, BPM, posyandu, dan Puskesmas,
diperiksa oleh bidan.
Pembahasan :
Dalam masa kehamilan ibu harus memeriksakan kehamilan ke tenaga
kesehatan paling sedikit 4 kali :
 Satu kali kunjungan selama trimester I (< 14 minggu)
 Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28)
 Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan sesudah
minggu ke 36)” (Ari Sulistyawati, 2011)

Frekuensi kunjungan kehamilan Ny. A sudah sejalan dengan teori dan standar
pemeriksaan yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu minimal 4 kali kunjungan pada
trimester tertentu. Sesuai yang tertulis dalam buku KIA ibu telah melakukan
kunjungan ANC sebanyak 9 kali di posyandu, BPM. Ibu pertama kali periksa
kehamilan pertama kali pada tanggal 20 – 09 – 2016 pada usia kehamilan 12 – 13
minggu di polindes.

b. Pelayanan ANC
Kasus :
Berdasarkan dokumentasi buku KIA dan wawancara Ny. A selama hamil,
bidan memberikan pelayanan pemeriksaan hamil pada Ny. A seperti : Timbang berat
badan, pemeriksaan tekanan darah, penghitungan tinggi fundus uteri, menentukan
pesentasi dan detak jantung janin, memberikan tablet Fe, pemberian imunisasi TT,
tata laksana kasus dan temu wicara.
Pembahasan :
Pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah sebagai berikut :
• Timbang berat badan dan pengukuran tinggi badan
• Ukur tekanan darah
• Ukur tinggi fundus uteri
• Pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT) lengkap

• Pemberian Tablet Besi minimal 90 tablet selama kehamilan


• Tes terhadap penyakit menular seksual
• Temu wicara (konseling dan pemecahan masalah)
• Tentukan persentasi janin dan hitung DJJ
• Tetapkan status gizi (ukur LILA)
• Tatalaksana Kasus” (Kutipan Didinarifin, 2016 dari Depkes RI, 2009)

Berdasarkan teori dan kasus terdapat kesenjangan dalam memberikan


pelayanan pada Ny. A selama hamil, pelayanan sudah sejalan dengan teori karena
bidan telah memenuhi 9 poin dari total 10 asuhan standar minimal selama melakukan
pelayanan antenatal care pada ibu. Asuhan yang tidak diberikan antara lain adalah tes
terhadap penyakit menular seksual padahal selama hamil ibu mengeluh keputihan.
Setelah dilakukan konfirmasi pada bidan desa setempat ternyata hambatan
pelaksanaan terdapat pada jumlah ketersediaan alat pemeriksaan di puskesmas dan
BPM yang tidak memadai.

c. Pemberian Informasi penting yang diberikan ketika memberikan asuhan


kebidanan
Kasus :
Menurut keterangan dari Ny. A, selama hamil Ny. A periksa ke bidan dan
mengikuti kelas ibu hamil, sehingga Ny. A mendapatkan informasi penting selama
hamil, seperti tanda bahaya kehamilan, nutrisi selama hamil,persiapan yang harus
disiapkan untuk persalinan nanti, tanda – tanda persalinan serta tanda bahaya pada
persalinan, dan tindakan ibu dan keluarga apabila menemukan tanda bahaya segera
pergi ke tenaga kesehatan.
Pembahasan:
Informasi penting yang harus didapatkan ibu hamil selama kunjungan yaitu :
mendeteksi masalah dan menanganinya, mencegah masalah Tetanus Neonaturum
dan Anemia, Persiapan persalinan dan komplikasi, perilaku hidup bersih dan sehat
(seperti kebersihan diri, lingkungan, nutrisi/ gizi, pola istirahat yang benar), tanda –
tanda bahaya pada kehamilan, persiapan persalinan seperti surat – surat yang
diperlukan (BPJS), tempat bersalin, penolong persalinan, tabungan bersalin, calon
pendonor, kendaraan, perlengkapan ibu dan bayi.
Berdasarkan teori dan kasus, terjadi kesenjangan karena bidan memberikan
penyuluhan tentang pentingnya BPJS kurang pada ibu dan bidan tidak memantau
sejauh mana Ny.A memiliki BPJS, serta kurangnya penyuluhuan terhadap pejabat
setempat tentang pentingnya BPJS bagi masyarakat terutama,ibu hamil, sampai
melahirkan ibu tidak memiliki BPJS sehingga Ny. A tidak mau di rujuk ke rumah
sakit saat terdapat tanda bahaya pada persalinan.

d. Penyebab plasenta previa


Kasus:
Berdasarkan hasil anamnesa Ny. A saat hamil anak ke-4, keguguran 1 kali,
serta usia 35 tahun.
Pembahasan:
Menurut Syaifudin dalam buku ilmu kebidanan (2014) yang mengatakan
bahwa kurun reproduksi sehat adalah 20-24 tahun. Sedangkan umur 20 dan 35 tahun
digolongkan menjadi umur beresiko. Wanita yang melahirkan anak pada usia 20
tahun dan 35 tahun merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan antepartum
maupun postpartum yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Karena umur ibu
yang terlalu tua mempengaruhi kerja rahim dimana sering terjadi kekakuan jaringan
yang berakibat mimetrium tidak dapat berkontraksi dan retraksi dengan maksimal.
Selanjutnya yang menjadi faktor predisposisi dari plasenta previa adalah
paritas. Menurut Syaifudin, 2014 pada paritas tinggi, uterus kehilangan elastisitasnya
sehingga miometrium tidak dapat berkontraksi dan retraksi secara maksimal
sehingga menimbulkan terjadinya perdarahan. Hal ini menyebabkan implementasi
plasenta tidak berada di atas atau dibawah, tetapi implementasinya letak rendah
bahkan menutupi jalan lahir (ostium Uteri Internum).
Berdasarkan kasus diatas, diketahui bahwa kejadian plasneta previa pada Ny.
A G4P2A1 kemungkinan disebabkan oleh usia dan paritas. Ibu berusia 35 tahun,
paritas 2 kali, dan 1 kali riwayat keguguran tidak dikuretase.

2. Intranatal Care
a. Tindakan Bidan T di BPM
Kasus :
Pada saat Ny. A datang dengan keluhan keluar darah segar dari jalan lahir,
bidan melakukan pemeriksaan dalam tanpa melakukan inspekulo terlebih dahulu.

Pembahasan:
Menurut Mochtar (2012), penegakan diagnosa plasenta previa yaitu dilakukan
pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril dengan hati – hati untuk mengetahui
sumber perdarahan. Sedangkan pada kasus perdarahan hamil tua (antepartum)
melakukan pemeriksaan dalam harus di meja operasi karena bahaya pemeriksaan
dalam dapat menyebabkan perdarahan yang hebat. Hal ini sangat berbahaya bila
sebelumnya tidak siap dengan pertolongan segera dapat menyebabkan gawat pada ibu
dan janin. Menimbulkan his dan kemudian terjadi persalinan prematurus dan terjadi
infeksi. Berdasarkan kasus dan teori terdapat kesenjangan karena bidan melakukan
pemeriksaan dalam tanpa melakukan inspekulo terlebih dahulu dan dilakukannya
bukan di meja operasi melainkan di klinik yang minim dengan alat dan tindakan
segera.
b. Bidan melakukan USG
Kasus:
Bidan T melakukan USG 3 dimensi pada Ny. A untuk memastikan penyebab
perdarahan serta untuk menentukan penegakan diagnosa pada Ny. A.
Pembahasan:
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938 tahun 2007 tentang standar asuhan
kebidanan. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/III/2007 tentang
standar profesi bidan. Hasil kongres bidan tahun 2012 menyatakan bahwa bidan
diperbolehkan menggunakan USG sesuai dengan batas-batas kompetensinya, hasil
USG tidak boleh digunakan untuk mendiagnosa, hanya untuk memastikan posisi janin
saja kurang lebihnya, dan dalam menggunakannya sangat dianjurkan bahkan harus
bidan melakukan pelatihan, kursus, atau training USG terlebih dahulu. USG yang
boleh digunakan bidan hingga saat ini baru sampai USG 2 dimensi saja (Kompas,
2014).
Berdasarkan kasus dan teori diatas tidak terdapat kesenjangan bidan
melakukan USG. Akan tetapi hasil USG bidan digunakan untuk mendiagnosa pasien,
yang seharusnya tidak dianjurkan USG bidan digunakan utnuk mendiagnosa.
Sehingga yang harus dilakukan Bidan T yaitu berkolaborasi dengan dokter kandungan
di rumah sakit, tindakan awal yang harus dilakukan apabila terdapat tanda bahaya
kehamilan.

c. Menentukan Diagnosa Awal Di BPM


Kasus dengan diagnosa 1 :
Pada saat Ny. A datang ke BPM dengan keluarga jam 04.45 WIB mengeluh
mulas sejak jam 1 malam, dan keluar darah segar seperti haid tanpa ada rasa nyeri
diperut. Kemudian bidan melakukan anamnesa dan menanyakan keluhan ibu,
pemeriksaan tanda vital, dan melakukan pemeriksaan serta melakukan USG sehingga
bidan T mendiagnosa plasenta letak rendah dan bidan tidak melakukan rujukan karena
masih normal.
Pembahasan :
Menurut Mochtar (2012), Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi
pada segmen bawah rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum. Faktor predisposisi plasenta previa adalah ibu sudah berusia lanjut diatas 35
tahun, multiparra, riwayat seksio caesarea sebelumnya, riwayat kuretase.
Diagnosa plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan >22
minggu, perdarahan terjadi tanpa sebab yang jelas, perdarahan pertama berlangsung
sedikit dan berhenti sendiri, perdarahan dapat berulang dan pada setiap pengulangan
terjadi perdarahan yang lebih banyak. Pada plasenta letak rendah, perdarahan baru
terjadi pada waktu mulai persalinan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kesenjangan antara kasus dengan teori
dalam penegakan diagnosa. Bidan T menegakkan diagnosa Ny. A yaitu plasenta letak
rendah, seharusnya plasenta previa karena terdapat tanda gejala perdarahan tanpa
nyeri, berulang serta harus dilakukan rujukan dengan segera. Sedangkan plasenta letak
rendah terdeteksi pada saat memasuki persalinan.

Kasus dengan diagnosa 2:


Pukul 09.30 WIB ibu mengeluh keluar air-air banyak. Bidan melakukan
pemeriksaan dalam dan tidak melakukan pemeriksaan lakmus. Bidan mendiagnosa ibu
G4P2A1 hamil aterm dengan ketuban pecah dini.
Pembahasan:
Menurut Mochtar, 2012 untuk memastikan air ketuban atau bukan yaitu
dengan cara inspekulo dengan speculum steril serta pemeriksaan lakmus berubah dari
merah menjadi biru. Harap diingat bahwa darah, semen, dan infeksi dapat
menyebabkan hasil positif palsu.
Berdasarkan teori dan kasus terdapat kesenjangan yaitu bidan tidak melakukan
pemeriksaan inspekulo dan cek lakmus. Sehingga dalam menegakkan diagnose kurang
akurat.
d. Proses rujukan dari BPM ke Rumah Sakit
Kasus :
Berdasarkan hasil wawancara kepada bidan alasan di rujuk karena Ketuban
pecah lebih dari 12 jam, His berkurang serta Pembukaan tidak bertambah. Ketika
mempersiapkan persiapan rujukan bidan tidak memberitahu keluarga untuk tanda
tangan informed consent rujukan ibu, mempersiapkan pendonor darah, dan bidan tidak
membawa alat ketika merujuk pasien ke Rumah Sakit.
Pembahasan :
Menurut SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 bahwa yang dimaksud
dengan sistem rujukan di Indonesia ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu
kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam
arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.
Menurut dinkes (2009) bahwa kesiapan untuk merujuk ibu dan bayinya ke
fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi
keberhasilan upaya penyelamatan. Setiap penolong persalinan harus mengetahui lokasi
fasilitas rujukan yang mampu untuk penatalaksanaan kasus kegawatdaruratan Obstetri
dan bayi baru lahir dan informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat rujukan,
ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak tempuh ke
tempat rujukan. Persiapan dan informasi dalam rencana rujukan meliputi siapa yang
menemani ibu dan bayi baru lahir, tempat rujukan yang sesuai, sarana transfortasi
yang harus tersedia, orang yang ditunjuk menjadi donor darah dan uang untuk asuhan
medik, transfortasi, obat dan bahan. Singkatan BAKSOKUDAPN (Bidan, Alat,
Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, Uang, Darah, Posisi, Nutrisi) dapat di gunakan
untuk mengingat hal penting dalam mempersiapkan rujukan.
Berdasarkan analisa dari kasus dan teori terdapat kesenjangan, bidan belum
melakukan sistem rujukan sesuai dengan teori karena dalam hal persiapan rujukan
bidan T tidak lengkap menuliskan diagnosa pada surat rujukan, tidak memberitahu
keluarga pasien untuk mempersiapkan pendonor darah padahal hal ini penting jika
sewaktu-waktu terjadi kegawatdaruratan, kemudian bidan tidak membawa alat
kegawatdaruratan ketika merujuk pasien ke Rumah Sakit padahal dalam persiapan
rujukan sistem BAKSOKUDAPN.

e. Penegakan Diagnosa dan penatalaksanaan plasenta previa di RS


Kasus :
Pada pukul 21.15 WIB, Ny. A sampai di RS R di antar oleh keluarga dan
asisten bidan T. Kemudian petugas menerima Ny. A ke ruang IGD dan membaca surat
rujukan bidan dengan diagnosa Ketuban Pecah Dini dan Kala I Fase Laten
memanjang. Bidan RS R melakukan anamnesa ketika pasien pertama datang dengan
ramah dan sopan, melakukan pemeriksaan TTV, abdomen dan melakukan
pemeriksaan dalam tanpa inspekulo terlebih dahulu, cek lakmus yaitu hasilnya negatif.
Terjadi perdarahan hebat dan dokter IGD mendiagnosa plasenta previa sehingga
diperlukan cito yaitu section caesarea.
Pembahasan :
Dalam Standar Prosedur Opersional penatalaksanaan Plasenta Previa di RS R
Karawang yaitu melakukan anamnesa terlebih dahulu, pemeriksaan tanda vital dan
pemeriksaan fisik pada ibu. Pada kasus Plasenta previa dilakukan pemeriksaan
inspekulo dengan spekulum steril untuk mengetahui sumber perdarahan. Jika terdapat
perdarahan banyak dibutuhkan tindakan segera yaitu sectio caesarea.
Berdasarkan kasus ini terdapat kesenjangan antara diagnose bidan dan dokter
yaitu Ibu G4P2A1 hamil aterm dengan Plasenta Previa dan tindakan segera yaitu
sectio caesarea. Penatalaksanaan yang diberikan sudah sesuai dengan yang ditetapkan
oleh SPO/Protap RS R Karawang, sedangkan kesenjangan yang terjadi adalah petugas
tidak melalukan pemeriksaan inspekulo untuk pemeriksaan penunjang agar
mengurangi perdarahan. Setelah dikonfirmasi dengan petugas terkait pemeriksaan
inspekulo untuk memastikan plasenta previa dikarenakan tidak tersedianya alat di
IGD.

Anda mungkin juga menyukai