Anda di halaman 1dari 161

Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan di muka
bumi, karena jika tidak ada air, maka makhluk hidup (manusia, hewan, dan
tumbuhan) tidak dapat melanjutkan kelangsungan kehidupannya. Meskipun
sangat berguna, tidak jarang air dapat berubah menjadi tenaga penghancur yang
hebat seperti banjir, apabila keberadannya tidak dijaga dan dikendalikan dengan
baik. Dengan curah hujan yang tinggi di Indonesia akan sangat memungkinkan
sekali untuk terjadinya banjir. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu
pengelolaan dan pengolahan yang terpadu untuk mencegah efek buruk tersebut.
Semakin berkembangnya daerah perkotaan, semakin dibutuhkannya
fasilitas sistem pembuangan air hujan agar terciptanya lingkungan yang sehat.
Permasalahan ini harus ditangani secara serius terutama bagi daerah yang rawan
banjir setiap kali musim hujan.
Drainase adalah suatu proses yang mengalirkan air hujan ke saluran
pembuangan agar di daerah tersebut tidak tercipta genangan atau banjir. Untuk
mengalirkan air hujan tersebut diperlukan suatu saluran supaya air hujan yang
turun dapat tertampung secara keseluruhan, Selain itu, juga diperlukan bangunan-
bangunan untuk mendukung pengaliran air hujan tersebut.
Kota Probolinggo merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Timur yang
berada di sebelah timur kota Surabaya. Kota Probolinggo memiliki potensi
ekonomi yang cukup besar karena terletak sangat dekat dengan kota Surabaya
sebagai ibukota provinsi. Namun, potensi ekonomi tersebut harus diseimbangkan
dengan adanya perhatian terhadap kondisi lingkungan kota Probolinggo itu
sendiri. Oleh karena itu, diperlukan sebuah perencanaan terpadu mengenai sistem
drainase perkotaan di kota Probolinggo sebagai bahan rekomendasi pembangunan
kota yang sinergis dengan kemajuan ekonomi dan peningkatan populasi.
Untuk itu, maka di kota Probolinggo perlu dilakukan usaha untuk
mengalirkan air yang menggenang dengan suatu perencanaan yang baik.
Perencanaan sistem drainase merupakan suatu upaya untuk menghindari

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 1


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

terjadinya genangan air pada suatu kawasan tertentu yang tidak dapat menyerap
air secara optimal dikarenakan pada kawasan atau areal tersebut telah berdiri
suatu bangunan baik itu sarana transportasi maupun bangunan gedung, yang dapat
mengganggu aktivitas dan menjadi sarang penyakit bagi daerah tersebut. Oleh
karena itu, dalam merencanakan sistem drainase kota Probolinggo, diperlukanlah
data-data hidrologis daerah tersebut, seperti keadaan demografi, tata guna lahan,
keadaan topografi, keadaan geografi, dan sebagainya.
1.2 Maksud dan Tujuan
Sistem drainase dimaksudkan untuk menyalurkan air hujan yang jatuh di
suatu daerah secepat mungkin ke badan air penerima sehingga di daerah tersebut
tidak terjadi genangan yang dapat menyebabkan banjir. Pencegahan banjir ini
penting sekali untuk dilakukan karena banjir akan membawa dampak yang sangat
tidak menguntungkan. Kehidupan masyarakat akan terganggu, kondisi sanitasi
menurun, serta yang terpenting yaitu kesehatan lingkungan menjadi terancam.
Bahkan jauh setelah itu banjir pun dapat membawa korban jiwa, baik manusia,
hewan, maupun tumbuhan pangan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup,
termasuk manusia.
Sejalan dengan maksud tersebut di atas, maka tujuan dari perencanaan
sistem drainase ini adalah untuk merencanakan suatu sistem drainase yang tepat,
khususnya dalam perencanaan di kota Probolinggo. Dengan sistem drainase yang
benar diharapkan beberapa desa atau kelurahan yang rawan akan banjir di kota
Probolinggo dapat teratasi di masa yang akan datang. Selain itu, perencanaan
sistem drainase perkotaan ini juga bertujuan untuk mengendalikan erosi, untuk
konservasi tanah, dan untuk mencegah timbulnya lingkungan yang kurang sehat
akibat adanya genangan air atau banjir.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam tugas perencanaan sistem drainase perkotaan di kota
Probolinggo ini meliputi:
1) Dasar teori yang menunjang atau mendukung perencanaan.
2) Penentuan daerah pelayanan.
3) Melengkapi data hujan yang tidak lengkap.
4) Melakukan Tes Konsistensi dan Homogenitas.

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 2


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

5) Menghitung curah hujan rata-rata dengan menggunakan cara Thiessen.


6) Menghitung hujan harian maksimum dengan metoda:
 Gumbel
 Iwai-Kadoya
 Log-Pearson Tipe III.
7) Menghitung distribusi air hujan dengan metoda:
 Bell
 Van Breen
 Hasper-Weduwen.
8) Menghitung lengkung intensitas hujan untuk tinggi hujan rencana yang
dipilih menggunakan metoda:
 Talbot
 Ishiguro
 Sherman.
9) Perencanaan sistem jaringan drainase yang meliputi:
 Lay out jaringan drainase
 Penentuan sistem pengaliran.
10) Perhitungan beban aliran, meliputi:
 Penentuan blok pelayanan (sub area)
 Perhitungan kapasitas aliran (sesuai tata guna lahan).
11) Pemilihan bentuk dan bahan saluran.
12) Perhitungan dimensi dan elevasi saluran.
13) Rencana bangunan pelengkap.
14) Gambar penunjang perencanaa:
 Peta daerah pelayanan
 Peta area pembagian sub area pelayanan (blok pelayanan)
 Layout jaringan drainase
 Satu jalur profil hidrolis yang dimulai dari saluran sekunder.
 Tipikal bangunan pelengkap yang diperlukan, dilengkapi dengan tabulasi
dimensi beserta lokasi penempatannya.
15) Bill of Quantity (BOQ)

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 3


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diberikan beberapa tinjauan pustaka yang mendukung
perencanaan sistem drainase perkotaan yang meliputi tinjauan pustaka drainase,
analisis hidrologi, kriteria perencanaan drainase, bangunan pelengkap, sistem
pengoperasian dan pemeliharaan.
2.1 Drainase
Hal-hal yang dipelajari dalam drainase, antara lain: pengertian, pola
jaringan, susunan dan fungsi, tata letak, bentuk dan jenis saluran, jalur saluran,
dan prinsip-prinsip pengaliran.
2.1.1 Pengertian Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), sistem drainase
merupakan suatu sistem pembuangan air yang menggenang pada suatu daerah
dimana sistem drainase ini berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air hujan
menuju ke badan air penerima dengan aman, sehingga dapat mengendalikan
terjadinya banjir. Sistem drainase diperlukan untuk melakukan tindakan teknis
dalam mengendalikan :
1) Kelebihan air hujan sehingga dapat dilakukan pengendalian terhadap
kemungkinan–kemungkinan adanya :
 Banjir.
 Genangan air pada lahan produktif.
 Erosi pada lapisan tanah.
2) Masuknya air dari badan air penerima ke saluran drainase yang umumnya
disebut dengan air balik (back water).
3) Elevasi permukaan air tanah diusahakan pada lahan produktif agar lapisan
tanah di atasnya tidak tergenang.
2.1.2 Pola Jaringan Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), pola jaringan drainase
dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk, yaitu:
1) Siku

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 4


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari sungai dan sungai
berperan sebagai saluran pembuangan akhir di tengah kota dapat menerapkan
pola jaringan drainase model siku seperti pada Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Pola Jaringan Drainase Model Siku

Saluran cabang Saluran cabang

Saluran utama Saluran utama

Saluran cabang Saluran cabang


Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002
2) Pararel
Pada model paralel saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang,
dengan saluran cabang yang cukup banyak dan berukuran pendek, apabila
terjadi perkembangan kota, saluran–saluran akan dapat menyesuaikan diri,
dimana pla jaringannya dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Pola Jaringan Drainase Model Paralel

Saluran cabang
saluran cabang
Saluran utama
Saluran cabang

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


3) Grid Iron
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran–
saluran cabang dikumpulkan dahulu pada saluran pengumpul, yang pola
jaringannya dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 5


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Gambar 2.3 Pola Jaringan Drainase Model Grid Iron

saluran cabang

saluran utama

Saluran pengumpul

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


4) Alamiah
Pola jaringan dibentuk sesuai dengan keadaan alaminya, sesuai dengan kontur
tanah dan letak sungainya sebagai saluran pembuangan akhir. Pola jaringan
drainase model alamiah dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.
Gambar 2.4 Pola Jaringan Drainase Model Alamiah

Saluran cabang Saluran cabang

Saluran utama Saluran


utama

Saluran cabang Saluran


cabang
Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002
5) Radial
Pola radial pada Gambar 2.5 cocok diterapkan untuk daerah berbukit,
sehingga pola saluran memencar ke segala arah.
Gambar 2.5 Pola Jaringan Drainase Model Radial

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 6


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


6) Jaring–jaring
Pola jaringan jaring-jaring seperti Gambar 2.6 mempunyai saluran–saluran
pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah dengan
topografi datar.
Gambar 2.6 Pola Jaringan Drainase Model Jaring–Jaring

Saluran cabang

Saluran utama

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


2.1.3 Susunan dan Fungsi Saluran Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), dalam pengertian
jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem kerjanya, jenis saluran
dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Interseptor drain.
Saluran interceptor adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah
terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di
bawahnya dan saluran ini dibangun pada bagian yang relatif sejajar dengan
garis kontur. Oulet saluran ini terletak di saluran collector atau langsung di
natural drainage (drainase alami).
2) Collector drain.
Saluran collector adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit
yang diperoleh dari drainase yang lebih kecil dan akhirnya dibuang ke saluran
conveyor (pembawa).
3) Conveyor drain.
Saluran conveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air
buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membayakan

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 7


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

daerah yang dilalui. Letaknya di bagian terendah lembah dari suatu daerah
sehingga dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang
ada.
2.1.4 Tata Letak Sistem Jaringan Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), agar suatu sistem
drainase agar dapat berfungsi dengan baik, maka perlu diperhatikan hal–hal
sebagai berikut :
1) Pola arah aliran.
Arah aliran dapat ditentukan dengan melihat peta topografinya, yang
merupakan natural drainage system yang terbentuk secara alamiah, dan dapat
mengetahui toleransi lamanya genangan dari daerah rencana.
2) Situasi dan kondisi fisik kota.
Situasi dan kondisi fisik kota yang ada ataupun yang sedang direncanakan
perlu diketahui:
 Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, air minum, telepon dan lain–
lain).
 Bottle neck yang mungkin ada.
 Batas–batas derah pemilikan.
 Letak dan jumlah prasarana yang ada.
 Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan.
 Gambaran prioritas daerah secara garis besar.
Semua hal di atas dimaksudkan agar dalam penyusunan tata letak sistem
jaringan drainase tidak terjadi pertentangan kepentingan. Penentuan tata letak
dari jaringan drainase bertujuan untuk mencapai sasaran sebagai berikut:
 Sistem jaringan drainase dapat berfungsi sesuai tujuan.
 Menekan dampak lingkungan negatif.
 Dapat bertahan lama ditinjau dari segi konstruksi dan fungsinya.
 Biaya pembangunan rendah.
2.1.5 Bentuk dan Jenis Saluran Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), bentuk–bentuk dan
jenis saluran yang dipilih, disesuaikan dengan lingkungan setempat, karena itu
digunakan tipe saluran air hujan sebagai berikut :

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 8


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

1) Saluran tertutup
Saluran ini dibuat dari beton tidak bertulang, berbentuk bulat (buis beton) dan
diterapkan pada daerah dengan lalu lintas pejalan kaki di daerah itu padat
seperti di daerah perdagangan, pusat pemerintahan dan jalan protokol. Sistem
pengaliran air dari jalan ke dalam saluran menggunakan street inlet. Pada
jarak tertentu dibuat suatu rumusan pemeriksaan atau manhole yang
fungsinya selain sebagai sumuran pemeriksaan juga sebagai bangunan
terjunan (drop manhole), untuk tiap perubahan dimensi saluran dan
pertemuan saluran.
2) Saluran terbuka
Saluran ini terdiri dari dua bentuk dengan karakteristik berbeda, yaitu:
a. Saluran yang berbentuk segiempat dan modifikasinya.
Saluran ini dibuat dari pasangan batu kali atau batu belah dan diterapkan
pada daerah dengan ruang yang tersedia terbatas seperti pada lingkungan
permukiman penduduk, dimana ambang saluran dapat berfungsi sebagai
inlet dari air hujan yang turun pada tribury area.
b. Saluran yang berbentuk trapesium dan modifikasinya.
Saluran ini dibuat tanpa pergeseran, diterapkan pada daerah dengan
kepadatan dimana ruang yang tersedia masih luas seperti daerah pertanian
dan lapangan. Pada bagian tertentu, dilakukan pergeseran bila batas
kecepatan maksimum tidak terpenuhi.
Adapun beberapa macam bentuk saluran :
a. Trapesium:
Bentuk saluran trapesium seperti pada Gambar 2.7 dapat menyalurkan
limbah air hujan dengan debit besar yang sifat alirannya terus menerus
dengan fluktuasi kecil dan digunakan apabila: selokan terbuka dan tempat
memungkinkan (cukup luas).
Gambar 2.7 Bentuk Saluran Trapesium

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 9


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


b. Segiempat
Bentuk saluran segiempat seperti pada Gambar 2.8 dapat menyalurkan
limbah cair hujan dengan debit besar yang sifat alirannya terus menerus
dengan fluktuasi kecil pada lokasi jalur saluran tidak atau kurang tersedia
lahan yang cukup dan digunakan apabila : debit besar (Q) dan selokan
terbuka.
Gambar 2.8 Bentuk Saluran Segiempat

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


c. Segitiga
Bentuk saluran segitiga seperti pada Gambar 2.9 dapat menyalurkan
limbah air hujan dengan debit kecil, sampai nol dan banyak endapan dan
digunakan apabila: debit (Q) kec dan saluran terbuka.
Gambar 2.9 Bentuk Saluran Segitiga

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


2.1.6 Jalur Saluran
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), jaringan sistem
penyaluran air hujan yang direncanakan harus sesuai dengan keadaan fisik daerah
pelayanan dimana jalur saluran air hujan direncanakan sebagian terletak di
sebelah kiri dan kanan jalan, diusahakan agar tidak berada di tepi jalan,
melainkan berada jauh dan melintas jalan, agar permukiman yang berada di
sepanjang jalan tersebut, tidak terpaksa harus membuat jembatan persil karena

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 10


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

terlalu mahal. Kapasitas saluran dan perlengkapannya sesuai dengan beban


keadaan medan serta sifat–sifat hidrolis dimana saluran dan perlengkapannya
tersebut ditempatkan.
2.1.7 Prinsip-Prinsip Pengaliran
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), prinsip–prinsip pokok
dari perencanaan sistem penyaluran air hujan adalah sedapat mungkin
memanfaatkan jalur drainase alamiah sebagai badan air penerima. Selain itu
dikenal pula kaidah–kaidah pengaliran adalah sebagai berikut:
1) Limpasan air hujan dari awal saluran (tribury) selama masih belum
berbahaya, dihemat agar ada kesempatan untuk infiltrasi sebesar–besarnya
sehingga dapat mengurangi debit limpasan ke bawah aliran dan sekaligus
berfungsi sebagai konversi air tanah pada daerah atas (upstream).
2) Saluran sebesar mungkin memberikan pengurangan debit limpasannya
melalui proses infiltrasi, untuk mengendalikan besarnya profil saluran (debit
aliran).
3) Kecepatan aliran tidak boleh terlalu besar agar tidak terjadi penggerusan
saluran, demikian pula tidak boleh terlalu kecil agar tidak terjadi
pengendapan atau pengandalan pada saluran.
4) Profil saluran mampu menampung debit maksimum dari pengaliran sesuai
dengan PUH yang telah ditentukan. Demikian pula badan air penerimanya.

2.2 Analisis Hidrologi


Analisis hidrologi tidak hanya diperlukan dalam perencanaan berbagai
macam bangunan air, seperti bendungan, bangunan pengendali banjir, dan
bangunan irigasi tetapi juga diperlukan untuk perencanaan drainase, culvert,
maupun jembatan yang melintasi sungai atau saluran serta komponen transportasi
lainnya. Analisis hidrologi merupakan bidang yang sangat rumit dan kompleks.
Hal ini disebabkan oleh ketidak pastian dalam hidrologi, keterbatasan teori dan
rekaman data dan keterbatasan ekonomi. Hujan adalah kejadian yang tidak dapat
diprediksi. Artinya, kita tidak dapat memprediksi secara pasti seberapa besar
hujan yang akan terjadi pada suatu periode waktu tertentu.

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 11


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Dalam hal perencanaan sistem drainase, analisis terhadap aspek hidrologi


merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Aspek hidrologi ini meliputi
perhitungan untuk melengkapi data hujan dengan melakukan uji konsistensi dan
homogenitas, perhitungan curah hujan rata-rata suatu daerah, analisis curah hujan
maksimum, dan perhitungan intensitas hujan.
Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke
masa. Air di bumi mengalami suatu siklus melalui serangkaian peristiwa yang
berlangsung terus menerus, dimana kita tidak tahu kapan dan dimana berawalnya
dan kapan pula akan berakhir. Serangkaian peristiwa tersebut dinamakan siklus
hidrologi (hidrologic cycle) (Gambar 2.1). Air yang mengalir dalam saluran atau
sungai dapat berasal dari aliran permukaan atau dari air tanah yang merembes di
dasar sungai. Konstribusi air tanah pada aliran sungai disebut aliran dasar
(baseflow), sementara total aliran disebut debit (runoff). Air yang tersimpan di
waduk, danau, dan sungai disebut air permukaan (surface water).
Dalam kaitannya dengan perencanaan drainase, komponen yang terpenting
adalah aliran permukaan. Oleh karena itu komponen inilah yang ditangani secara
baik untuk menghindari bencana, khususnya bencana banjir (Linsley,1991).
Gambar 2.10 Siklus Hidrologi

Sumber : Linsley,1991
2.2.1 Melengkapi Data Hujan yang Hilang

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 12


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), pada suatu stasiun
hujan terkadang terdapat data hujan yang hilang sehingga perlu dilengkapi dengan
bantuan data–data dari stasiun pengukuran hujan lainnya. Metode–metode yang
dipakai untuk melengkapi data hujan yang hilang adalah:
1) Aritmatika Rata–Rata
Jika selisih antara tinggi hujan tahunan normal dari tempat pengukuran yang
datanya kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan tahunan normal dari
stasiun pengukuran terdekat < 10%, maka data yang hilang dapat diambil dari
harga rata–rata hitung dari data stasiun terdekat, dan dianjurkan terdapat lebih
dari dua stasiun pembanding. Cara aritmatika rata-rata dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Rx = 1/n (R1 + R2 +... Rn) ..........................(1)
dimana: R1, R2...Rn = Harga curah hujan rata–rata tahunan pada stasiun 1,
stasiun 2
hingga stasiun ke–n.
Rx = Curah hujan rata–rata dari stasiun X yang datanya
akan
dilengkapi
n = Jumlah stasiun pembanding
2) Rasio Normal
Jika selisih antara tinggi hujan tahunan normal dari tempat pengukuran yang
datanya kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan tahunan normal dari
stasiun pengukuran terdekat > 10%, maka perlengkapan data hujan yang
hilang dilakukan menggunakan cara rasio atau pembanding normal yang
dirumuskan sebagai berikut :
R x r1 r2 r
r x= ( + +.. . .+ n )
n R1 R2 Rn . ....................(2)

dimana: rx = Data hujan yang dicari


Rx = Curah hujan rata–rata tahunan pada stasiun x yang datanya
akan
dilengkapi
n = Jumlah stasiun pembanding

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 13


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

r1..rn = Curah hujan di stasiun 1, 2, 3 sampai ke–n


R1..Rn = Curah hujan rata–rata tahunan pada stasiun 1,2,3 sampai
stasiun ke-n
3) Korelasi
Cara ini digunakan untuk analisis hujan tahunan dengan menggunakan kurva
yang menggambarkan korelasi antara tinggi hujan pada stasiun yang datanya
hilang dengan stasiun index pada periode (tahun) yang sama.
2.2.2 Tes Konsistensi Data Hujan
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), apabila dalam suatu
pengamatan data hujan terdapat non homogenitas dan ketidaksesuaian
(inconsistency), maka dapat mengakibatkan penyimpangan pada hasil
perhitungan. Non homogenitas dapat disebabkan oleh :
1) Pemindahan stasiun pengamat ke tempat baru
2) Pengubahan jenis alat ukur
3) Pengubahan cara pengukuran
4) Kesalahan observasi sejak tanggal tertentu
5) Perubahan ekosistem akibat bencana kebakaran, hujan, tanah longsor dan
sebagainya.
Konsistensi data hujan diuji dengan cara garis massa ganda (double mass
curve technique). Dengan metode ini dapat juga dilakukan koreksi terhadap data–
datanya. Dasarnya adalah membandingkan curah hujan tahunan akumulatif dari
jaringan stasiun dasar.
Stasiun–stasiun dasar dipilih dari tempat–tempat yang berdekatan dengan
stasiun pengamat, jumlah stasiun dasar sedikitnya 5 buah. Data–data stasiun dasar
harus diuji konsistensinya dan kondisi meteorologis yang sama dengan stasiun
pengamatan. Data–data hujan disusun menurut urutan kronologis mundur, dimulai
dengan tahun terakhir. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
tg ( β ) TB
F k= =
tg ( α ) TL ..........................................(3)
Rk = Fk x R .........................................(4)
dimana: Rk = Curah hujan koreksi di stasiun x
R = Curah hujan asli

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 14


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Fk = Faktor koreksi
2.2.3 Tes Homogenitas
Berdasarkan Nemec (1972), data hujan yang dianalisis harus homogen.
Ketidak homogenan data hujan mungkin disebabkan adanya gangguan–gangguan
atmosfer oleh pencemaran udara atau adanya hujan buatan yang sifatnya
insidentil. Langkah-langkah perhitungan homogenitas adalah sebagai berikut :

1) Menghitung R , dengan rumus:


ΣR i
R=
n .......................................................(5)

2) Menghitung standar deviasi ( δ R ), dengan rumus:


1
Σ ( Ri −R )2
δ R= [ n−1 ] 2

.....................................(6)

dimana : R = Curah hujan rata-rata


Ri = Data curah hujan tiap tahun pengamatan
n = Jumlah data curah hujan yang diamati
1
3) Menghitung nilai α , dengan rumus:
1 δR
=
α δ n .........................................................(7)

dimana :
δn = Reduced standar deviasi (Tabel 2.1)
4) Menghitung μ , dengan rumus:
1
μ=R− Y n
α ................................................. (8)
dimana : Yn = Reduced mean (Tabel 2.1)
Tabel 2.1 Nilai Reduced Mean dan Reduced Standard Deviation

n Yn δn
20 0,5236 1,0625
21 0,5252 1,0695
22 0,5268 1,0755
23 0,5282 1,0812

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 15


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

24 0,5296 1,0853
25 0,5309 1,0915
Sumber: Nemec, 1972
1
5) Diperoleh persamaan regresi dengan rumus: R = μ + α Y
6) Diperoleh nilai R1 dan R2, dari subtitusi Y, kemudian diplot pada “Gumbel’s
Probability Paper”, dan ditarik garis penghubung kedua titik tersebut.
7) Dari garis tersebut didapatkan nilai R10 dan Tr
8) Menghitung titik homogenitas, dengan rumus:
R 10
xT r
Ordinat → TR = R .............................(9)
Absis → n

dimana :
R10 = Presipitasi tahunan dengan PUH 10 tahun rencana

Tr = PUH dari R
9) Mengeplotkan pada grafik homogenitas, jika plotting (n, TR) ternyata berada
di dalam grafik, maka data tersebut homogen. Jika tidak homogen, maka
pamilihan data diubah dengan memilih awal dan akhir pendataan lain
sedemikian sehingga titik tersebut berada dalam grafik homogenitas.
Untuk mencari R10 dan Tr perlu memakai regresi. Jika plotting H (n, Tr)
pada kertas grafik homogenitas ternyata berada di luar, maka pemilihan array data
diubah dengan memilih awal dan akhir pendataan lain sehingga titik H (n, Tr)
berada pada bagian dalam grafik. Cara mengubah 1 array data adalah:
1) Ditambah jumlah datanya. Misalnya: data dari 1968 sampai dengan 1998
menjadi dari tahun 1960 sampai dengan 1998.
2) Digeser mundur dengan jumlah data yang sama. Misalnya: data dari tahun
1968 sampai dengan 1998 menjadi dari tahun 1967 sampai dengan 1997.
3) Dikurangi jumlah datanya, tetapi tidak dianjurkan (hanya jika kedua cara di
atas tidak dapat dilakukan).
2.2.4 Analisis Curah Hujan Rata-Rata Daerah Aliran
Data curah hujan yang diperlukan dalam perencanaan drainase adalah data
curah hujan rata–rata, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini
disebut curah hujan wilayah yang dinyatakan dalam satuan mm. Secara

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 16


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

konvensionil, dinas meteorologi melakukan pengukuran curah hujan dengan alat


sederhana yang dinamakan rain-gauge. Pada prinsipnya alat ini seperti kaleng
biasa yang tutupnya terbuka dan dipasang di tempat yang terbuka untuk
menampung air hujan, tidak terhalang oleh pepohonan maupun bangunan. Ukuran
luas dari rain-gauge ini tertentu. Di dalam rain-gauge terdapat ukuran-ukuran,
sehingga tiap kali hujan dapat dicatat berapa tingginya air hujan yang terkumpul
dalam rain-gauge tersebut. Jika catatan ini setiap kali dikumpulkan, maka dalam 1
tahun bisa didapatkan tinggi air hujan yang dinyatakan dalam mm (Chow,1997).
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), definisi dari banyaknya
curah hujan atau istilah lainnya intensitas hujan adalah tinggi air hujan yang
tertampung dalam daerah seluas 1 meter persegi tanpa mengalami penyerapan dan
penguapan. Jadi untuk memperoleh data curah hujan dalam satu tahun misalnya
maka tinggi air hujan yang tercatat di rain-gauge selama satu tahun harus
dikalikan dengan 1 meter persegi dan dibagi dengan luas dari rain-gauge untuk
mendapatkan curah hujan. Curah hujan selama 1 tahun yang dinyatakan dalam
mm/tahun, umumnya dipakai untuk memberikan gambaran cuaca suatu daerah.
Untuk kebutuhan perencanaan selokan air dan sebagainya, yang lebih perlu adalah
curah hujan maksimum per jam.
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk meghitung curah hujan
rata – rata dari suatu daerah, yaitu:
1) Cara Rata–Rata Aritmatik
Cara ini biasanya digunakan untuk daerah datar dan jumlah penakarnya
banyak dan sifat curah hujannya dianggap uniform. Cara rata–rata aritmatik
dapat dirumuskan sebagai berikut:
R = 1/n (R1 + R2+ ...Rn) ....................................(10)
atau
n
1
R= ∑R
n i=1 i . ....................................................(11)

dimana : R1, R2, ... Rn = Tinggi hujan masing – masing stasiun


N = Jumlah stasiun penakar hujan
2) Cara Poligon Thiessen

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 17


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun
penakar hujan yang disebut faktor pembobot atau koefisien thiessen.
Besarnya faktor pembobot (weighing factor) tergantung dari luas daerah
pengaruh yang diwakili oleh stasiun yang dibatasi oleh poligon–poligon yang
memotong tegak lurus ada tengah–tengah garis penghubung dua stasiun (tiap
stasiun terletak pada poligon yang tertutup) seperti pada Gambar 2.11.
Cara membuat poligon–poligon adalah sebagai berikut :
a. Hubungkan masing–masing stasiun dengan garis lurus sehingga
membentuk poligon segitiga.
b. Buat sumbu–sumbu pada poligon segitiga tersebut sehingga titik potong
sumbu akan membentuk poligon baru.
c. Poligon baru ini merupakan batas daerah pengaruh masing–masing stasiun
penakar hujan.
Luas daerah pengaruh masing–masing stasiun (An) dan luas daerah (A) dapat
dihitung dengan planimeter. Sedangkan hujan daerah rata–rata dapat dihitung
sebagai berikut :
Gambar 2.11 Poligon Thiessen

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


A1 A A A
R= R1 + 2 R2 + 3 R3 +¿⋅¿+ n + R n
A A A A .......(12)
n
1
R= ∑ A1⋅R1
A 1=1 ......................................................(13)
dimana :

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 18


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

A1, A2, A3, ... An = Luas daerah yang mewakili stasiun pengamat
R1, R2, R3, ... Rn = Curah hujan di tiap titik pengamatan
R = Curah hujan rata–rata daerah
Cara Thiessen ini lebih teliti dibandingkan cara aritmatik mean (rata-rata).
Namun, penentuan stasiun serta pemilihan ketinggian mempengaruhi
ketelitian hasil.
3) Garis Isohyet
Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat kedudukan dari harga tinggi
hujan yang sama. Isohyet diperoleh dari interpolasi harga tinggi hujan lokal.
Misalnya besarnya isohyet sudah diperkirakan, maka besarnya hujan antara
dua isohyet adalah:
1
R1,2 = I +I
2 ( 1 2 ) .............................................................................................
.................(14)
Pola isohyet berubah dengan harga–harga point rainfall yang tidak tetap,
walaupun letak stasiun penakar hujannya tetap. Untuk menghitung luas antara
dua isohyet (A1,2) dan luas daerah aliran (A) digunakan planimeter.
Rumus hujan rata – rata daerah aliran dapat dihitung sebagai berikut :
A12⋅R12 A23⋅R23 A 34⋅R34 A n, n+1⋅R n, n+1
R= + + +
A A A A ...................(15)
dimana : Ai, i+1 = Luas daerah antara isohyet I1 dan Ii+1
Ri, i+1 = Tinggi hujan rata – rata antara isohyet I1 dan I i+1
2.2.5 Analisis Hujan Harian
Berdasarkan Nemec (1972), untuk analisis curah Hujan Harian Maksimum
(HHM) dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut:
1) Metode Gumbel
Metode ini menyatakan bahwa “Distribusi dari harga ekstrim (maksimum
atau minimum) tahun yang dipilih dari n sampel akan mendekati suatu bentuk
batas bila ukuran sampel meningkat”. Rumus yang digunakan:
τR
RT = R̄+ Y −Y n )
τn ( t ....................................................................... (16)
dimana: R = Tinggi hujan rata–rata

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 19


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

RT = Standar deviasi
n & Yn = Didapat dari tabel reduced mean and standar deviation
(Tabel 2.1)
Yt = Didapat dari tabel reduced variate pada PUHt tahun
(Tabel 2.2)
Rentang keyakinan (Convidence Interval) untuk harga–harga RT. Rumus :
Rk =±¿ t ( a )⋅S e ...................................................................................(17)

dimana: Rk = Rentang keyakinan (convidence interval, mm/jam)


t(a) = Fungsi 
Se = Probability error (deviasi)
Tabel 2.2 Nilai Reduced Variated (YT) pada PUH t Tahun
YT T
0,3665 2
1,4999 5
2,2502 10
3,1985 25
3,9019 50
4,6001 100
Sumber: Nemec, 1972
Untuk:  = 90 %  t (a) = 1,64
 = 80 %  t (a) = 1,282
 = 68 %  t (a) = 1,000
b⋅τ R
S e=
√ N ..........................................................................................(18)

b=√1+1,3k+1,1⋅k 2 .........................................................................(19)
Y t− Y n
k=
τn ............................................................................................(20)
dimana: N = Jumlah data
2) Metode Log Person Type III
Metode Log Person didasarkan pada perubahan data yang ada dalam bentuk
logaritmik. Langkah–langkah perhitungannya :
a. Menyusun data–data curah hujan (R) mulai dari harga yang
terbesar sampai dengan harga terkecil.

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 20


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

b. Mengubah sejumlah N data curah hujan ke dalam bentuk


logaritma.
Xi = log Ri . .......................................................................................(21)
c. Menghitung besarnya harga rata–rata besaran tersebut, dengan
persamaan:

x̄=
∑ xi
n ........................................................................................(22)
d. Menghitung besarnya harga deviasi rata-rata dari besaran logaritma
tersebut, dengan persamaan sebagai berikut:

∑ ( x i − x̄ )2
τ=
√ N −1 ........................................................................... (23)
e. Menghitung harga skew coefficient (koefisien asimetri) dari
besaran logaritma di atas:
3
N⋅∑ ( x i− x̄ )
C s=
( N −1 )( N −2 ) ( τ x )3
. ..............................................................(24)
Kadang-kadang harga Cs disesuaikan dengan besarnya N, sehingga
persamaannya menjadi:
CSH = Cs . (1 + 8,5 / N). ...................................................................(25)
f. Berdasarkan harga skew cofficient (Cs) yang diperoleh dan harga periode
ulang (T) yang ditentukan, dapat diketahui nilai Kx dengan menggunakan
tabel.
g. Menghitung besarnya harga logaritma dari masing–masing data curah
hujan untuk suatu periode ulang T tertentu.
X t = X̄ +Kx⋅τ x ........................................................................................
..................................................................(26)
h. Jadi perkiraan harga HHM untuk periode ulang T (tahun) adalah :
XT
RT =anti log⋅X T atau RT =10 .......................................... (27)
3) Metode Iwai Kadoya
 Disebut juga cara distribusi terbatas sepihak (one site finite distribtion)

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 21


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

 Prinsipnya mengubah variabel (x) dari kurva kemungkinan kerapatan dari


curah hujan harian maksimum ke log X atau mengubah kurva distribusi
asimetris menjadi kurva distribusi normal
 Kemungkinan terlampauinya W (x) dengan asumsi data hidrologi distribusi
log normal
 Harga konstanta b > 0, sebagai harga minimum variabel kemungkian (x)
 Agar kurva kerapatan tidak < harga minimum (-b), maka setiap sukunya
diambil x + b, dimana harga log (a + b) diperkirakan mempunyai distribusi
normal
 Perhitungan cara Iwai Kadoya adalah variabel normal, dihitung dengan
persamaan:
x+ b
ξ=c⋅log
x 0 +b . ............................................................................(28)

dimana:
log ( x o +b ) = x̄ o log ( x i +b )
adalah rata-rata dari
Langkah–langkah perhitungannya:
a. Memperkirakan harga Xo:
n
1
log⋅x o = ∑ log x i
n i=1 ...................................................................... (29)
b. Memperkirakan harga b :
n
1
b= ∑b
m i=1 i ; m  n / 10 . ............................................................. (30)

X s⋅X t − X
02
b=
2 X 0 −( X s + X T )
....................................................................(31)
dimana: Xs = Harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang
terbesar
Xt = Harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang
terkecil
n = Banyaknya data
n
m≃
10 = Angka bulat

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 22


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

W (x) = Kemungkinan terlampaui


ξ = Harga kemungkinan lebih sembarang
c. Memperkirakan harga Xo:
n
1
x̄ o =log⋅( x o +b )= ∑ log⋅( x i +b )
n i=1 .............................................(32)
d. Memperkirakan harga C:
2


n
1 2 ( x i +b )
c
= ⋅∑ log
( n−1 ) i =1 (
( x o +b ) ) . . ..................................................(33)
1
2n 2
=
n−1 [( )(
x̄ −x 2
o )] 2

n
1 2
x̄ 2= ∑ ={ log ( x i +b ) }
dimana : n i=1 .................................................(34)
2 x̄
dengan menggunakan rumus x̄ dan o2 maka 1/c dapat dihitung
dengan rumus:
1 2n
= ( )(
c n−1
⋅ x̄2 − x̄ 2
o ) .......................................................................(35)

Harga ξ yang sesuai dengan kemungkinan lebih sembarang (arbitrary


excess probability) didapat dari tabel dan besarnya curah hujan yang mungkin
dihitung dengan rumus berikut:

log⋅( x +b )=log⋅( x o +b ) + ( 1c )⋅ξ ....................................................(36)


2.2.6 Analisis Distribusi Hujan
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), untuk analisis distribusi
hujan dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut :
1) Metode Bell
Data hujan selama selang waktu yang cukup panjang harus tersedia untuk
keperluan analisis frekuensi hujan. Bila data ini tidak tersedia, bila diketahui
besarnya curah hujan 1 jam (60 menit) dengan periode ulang 10 tahun sebagai
dasar, maka suatu rumus empiris yang diberikan oleh Bell dapat dipakai

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 23


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

untuk menentukan curah hujan dari 5–120 menit dengan periode ulang 2–100
tahun.
Hubungan ini diturunkan dari analisis curah hujan pada 157 stasiun dan tes
statistik yang dapat dipergunakan di seluruh dunia. Rumusnya :
RtT = ( 0 , 21⋅Ln ( T ) +0 , 52 )⋅( 0 , 54⋅t 0 , 25−0 , 50 )⋅R60⋅menit
10⋅tahun ..........................(37)

dimana: R = curah hujan (mm)


T = Periode ulang hujan
t = durasi hujan (menit)
Perhitungan intensitas hujan menurut Bell, menggunakan persamaan sebagai
berikut:

60 mm
I tt = ⋅RtT
t jam ( ) .........................................................................................
...................................................................(38)
2) Metode Van Breen
Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah
terpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90 % dari hujan selama 24
jam.
Hubungannya dapat dituliskan dengan rumus:
24
90 %⋅R
I=
4 ...................................................................................... (39)
dimana: I = Intensitas hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/24 jam)
Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi intensitas
hujan, dimana Van Breen mengambil bentuk kurva Kota Jakarta sebagi kurva
basis. Kurva basis tersebut dapat memberikan kecenderungan bentuk kurva
untuk daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya. Data dalam kurva
intensitas hujan daerah Jakarta dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3 Intensitas Hujan Daerah Jakarta
Durasi Intensitas Hujan (mm/jam) untuk Periode Ulang (tahun)
(menit) 2 5 10 25 50
5 126 148 155 180 191
10 114 126 138 156 168

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 24


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

20 102 114 123 135 144


40 76 87 96 105 114
60 61 73 81 91 100
120 36 45 51 58 63
240 21 27 30 35 40
Sumber: BUDP, Drainage Design For Bandung
3) Metode Hasper Weduwen
Penurunan rumus diperoleh berdasarkan kecenderungan curah hujan harian
dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai distribusi
simetri dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan antara
1 jam sampai 24 jam. Perumusan dari metode Hasper Weduwen adalah:
 1≤t≤24 , maka:

11 .300⋅( t ) X
R=
(√ ( t + 3 ,12 ) )( )
⋅ t
100 ...............................................(40)
 0≤t<1 , maka :

11 .300⋅( t ) Ri
R= (√ ( t + 3 ,12 )
⋅ )( )
100 . ..............................................(41)
1218⋅t +54
Ri= X T⋅
( X T ( 1−t )+1272⋅t ) ..........................................(42)
dimana :t = Durasi hujan (jam)
R, Ri = Curah hujan Hasper - Weduwen (mm)
XT = Curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm)
Untuk menentukan intensitas hujan menurut Hasper–Weduwen, digunakan
rumus:
R
I=
t .......................................................................................(43)
dimana: R = curah hujan (mm)
I = intensitas hujan (mm/jam)

2.2.7 Pemilihan Metode Perhitungan Intensitas Hujan

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 25


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), langkah pertama dalam
perencanaan bangunan air (saluran) adalah penentuan besanya debit yang harus
diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan oleh intensitas
hujan yang terjadi dengan rumus pada persamaan (43) di atas.
Umumnya, makin besar t, intensitas hujan makin kecil. Jika tidak ada waktu
untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau tidak ada alat, maka dapat
ditempuh dengan cara–cara empiris :
1) Metode Talbot
a
I=
t +b . ............................................................................................(44)
dimana :
( ∑ I⋅t ) ( ∑ I 2 )−( ∑ I 2⋅t )( ∑ I )
a= 2
( N⋅∑ I2 )−( ∑ I ) ......................................................... (45)
( ∑ I )⋅( ∑ I⋅t )−N ( ∑ I 2⋅t )
b= 2
( N⋅∑ I 2 )−( ∑ I ) ............................................................(46)
2) Metode Ishiguro
a
I= √t +b ...........................................................................................(47)
dimana :
( ∑ I √ t⋅∑ I 2 )−( ∑ I 2 √t⋅∑ I )
a= 2
N⋅∑ I 2 −( ∑ I ) ........................................................ (48)
( ∑ I⋅∑ I √ t ) −N⋅(∑ I 2 √t )
b= 2
N ∑ I 2 −( ∑ I ) ............................................................(49)
dimana:
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Durasi hujan (menit)
a, b, n = Konstanta
N = Banyaknya data
3) Metode Sherman

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 26


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

a
I=
t n .............................................................................................................
.......................................................................................(50)

dimana :
( ∑ log I )⋅( ∑ log 2 t ) −( ∑ ( log ( t )⋅log ( i ) ) )⋅( ∑ log ( t ) )
a= 2
N⋅∑ ( log 2 ( t ) ) −( ∑ log ( t ) ) ....................(51)
( ∑ log ( I )⋅∑ log ( t ) ) −n⋅( ∑ ( log ( t ))⋅log ( I ) )
n= 2
N ∑ ( log 2 ( t ) )−( ∑ log ( t ) ) ................................. (52)
Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus di atas, maka
harus dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis berdasarkan rumus di atas.
Persamaan intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan
debit.

2.3 Kriteria Perencanaan Drainase


Di dalam perencanaan sistem penyaluran air hujan ini, digunakan beberapa
parameter yang merupakan dasar perencanaan sistem. Dalam menentukan arah
jalur saluran air hujan yang direncanakan terdapat batasan-batasan sebagai berikut
:
1) Arah aliran dalam saluran mengikuti garis ketinggian yang ada sehingga
diharapkan pengaliran secara gravitasi dan menghindari pemompaan.
2) Pemanfaatan sungai atau anak sungai sebagai badan air penerima dari outfall
yang direncanakan.
3) Menghindari banyaknya perlintasan saluran pada jalan, sehingga mengurangi
penggunaan gorong-gorong.
Faktor pembatas juga berhubungan dengan kondisi topografi setempat. Dari
kondisi ini dikembangkan suatu sistem dengan berbagai alternatif dengan
memperhitungkan segi teknis dan ekonomisnya. Pengembangan suatu sistem
mempunyai konsekuensi logis terhadap dampak perencanaan. Tetapi dengan
sedikit mungkin menghindari akibat sosial yang mungkin timbul, maka

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 27


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

diharapkan dapat dicapai perencanaan sistem seperti yang diinginkan. (Takeda,


1993).
2.3.1 Perhitungan Limpasan Air Hujan
Berdasarkan Sunarto (1995), untuk perhitungan debit limpasan, digunakan
metode rasional. Metode ini hanya berlaku untuk menghitung limpasan hujan
untuk daerah aliran sampai dengan 80 ha, sedangkan untuk daerah yang lebih luas
(> 80 ha) digunakan metode rasional yang dimodifikasi.
1) Metode Rasional :
1
Q= C .I . A
3,6 ............................................................................(53)

2) Metode Rasional yang dimodifikasi :


1
Q= Cs. I . A .C
3,6 ........................................................................(54)
dimana :
Q : debit aliran (m3/det).
C : koefisien pengaliran, nilainya berbeda-beda sesuai dengan tata guna
lahan dan faktor-faktor yang berkaitan dengan aliran permukaan di
dalam sungai terutama kelembaban tanah. Harga C biasanya diambil
untuk tanah jenuh pada waktu permulaan hujan.
Cs : koefisien penampungan atau storage coefficient.
2t c
C s=
2 t c +t d ........................................................................(55)
I : rata-rata intensitas hujan (mm/jam).
A : luas daerah tangkap (km2).
Waktu yang diperlukan air hujan dalam saluran untuk mengalir sampai ke
titik pengamatan (td) ditentukan oleh karakteristik hidrolis di dalam saluran
dimana rumus pendekatannya adalah :
L
t d=
V .......................................................................................(56)
dimana :
L : panjang saluran (m).

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 28


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

V : kecepatan aliran (m/det).


Untuk mencari nilai V dapat digunakan rumus kecepatan Manning sebagai
berikut :
2 1
1
V = ⋅R 3⋅S 2
n ...........................................................................(57)
dimana :
n : harga kekasaran saluran
R : radius hidrolis
S : kemiringan medan atau slope (m/m).
Rumus Manning tersebut dianjurkan untuk dipakai dalam saluran buatan
atau dengan pasangan (lining). Untuk saluran alami, dianjurkan untuk memakai
rumus kecepatan de Chezy. Koefisien pengaliran (c) merupakan jumlah hujan
yang jatuh dengan mengalir sebagai limpasan dari hujan, dalam permukaan tanah
tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga koefisien pengaliran ini adalah
adanya infiltrasi dan tampungan hujan pada tanah, sehingga mempengaruhi
jumlah air hujan yang mengalir.
Penerapan koefisien pengaliran (c) dalam pemakaian metode rasional,
disesuaikan dengan tata guna lahan dari rencana pengembangan tananh atau
daerah setempat. Air hujan yang jatuh di suatu tempat pada daerah aliran sungai
memerlukan waktu untuk mengalir sampai pada titik pengamatan.
Lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik pengamatan oleh air
hujan yang jatuh di tempat terjauh dari titik pengamatan disebut waktu
konsentrasi atau time of concentration (tc). Waktu konsentrasi merupakan
penjumlahan antara waktu yang dibutuhkan oleh air hujan yang jatuh di daerah
pematusan untuk masuk kedalam saluran (to) dengan waktu yang dibutuhkan oleh
air yang masuk ke dalam saluran untuk mengalir sampai ke titik pengamatan (td)
sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
t c=t o +t d ……………………………………………………...
(58)
Waktu yang dibutuhkan oleh air hujan yang jatuh di daerah pematusan
untuk masuk ke dalam saluran (to), dipengaruhi oleh :
1) Kekasaran permukaan tanah yang dilewati dapat menghambat pengaliran

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 29


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

2) Kemiringan tanah mempengaruhi kecepatan pengaliran di atas permukaan


3) Adanya lekukan pada tanah menghambat dan mengurangi jumlah air yang
mengalir
4) Ukuran luas daerah aliran dan karak dari street inlet juga berpengaruh
terhadap lamanya waktu pengaliran tersebut.
Dalam mencari besarnya to pada perhitungan kapasitas saluran dapat
digunakan beberapa rumus di bawah ini :
1) Berlaku untuk daerah pengaliran dengan tali air sepanjang  300 m
1
3 , 26⋅( Li−c )⋅( Lo ) 2
t o=
S 1
o 3 ………………………………..…….(59)
dimana :
to : waktu limpasan (menit).
c : angka pengaliran.
Lo : panjang limpasan (m).
So : kemiringan medan / slope (m/m).
2) Berlaku untuk daerah dengan panjang tali air sampai dengan 1000 m
1
3
108 n⋅( Lo )
t o=
S 1
o 5 ……………………………………………
(60)
dimana :
to : waktu limpasan (menit).
n : harga kekasaran permukaan tanah.
Lo : panjang limpasan (m).
So : kemiringan medan atau slope (m/m).
3) Berlaku untuk umum, baik untuk limpasan maupun waktu konsentrasi
92 , 7⋅L
t c=
A 0,1⋅S 0,2
r ……………………………………………….
(61)
dimana :
tc : waktu konsentrasi (menit).
L : jumlah panjang (ekivalen) aliran (Km).

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 30


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

A : luas daerah pengaliran kumulaitf (Ha).


Sr : kemiringan atau slope rata-rata (m/m).
4) Waktu untuk mengalir dalam saluran (td)
L
t d=
V (detik) ……………………………………………... (61)
atau
L 1
t d= ⋅
V 60 (menit) ………………………………………….(62)
dimana :
L : panjang saluran (m).
V : kecepatan aliran (m/detik).
2.3.2 Perhitungan Dimensi Saluran
Berdasarkan Sunarto (1995), rumus yang digunakan untuk perhitungan
dimensi saluran adalah rumus Manning, yaitu:
Q=V⋅A …………………………………………………......(63)

F=√ c×h …………………………………………………….(64)


A b×h
R= =
P b+2 h ……………………………………………….(65)
2 1
3 2
R ⋅S
V=
n …………………………………………………(66)
2 1
1 3 2
Q= ⋅A⋅R ⋅S
n ………………………………………….(67)
dimana : Q : debit air yang disalurkan (m3/det).
V : kecepatan rata-rata dalam saluran (m/det).
n : koefisien kekasaran Manning.
A : luas penampang basah (m2).
R : jari-jari hidrolis (m).
S : kemiringan dasar saluran (m/m).
F : freeboard (m).
c : koefisien, dengan syarat:
Q ≤ 0,6 m3/dt c = 0,14
0,6 m3/dt ≤ Q ≤ 8 m3/dt c = 0,14 – 0,2

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 31


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Q ≥ 8m3/dt c = 0,23
Sesuai dengan sifat bahan saluran yang dipakai untuk kota, maka beberapa
harga n tercantum seperti dalam Tabel 2.4 berikut ini:
Tabel 2.4 Koefisien Kekasaran Manning.
Jenis Saluran n
Saluran tanah 0,022
Saluran galian
Saluran pada batuan, digali merata 0,035
Lapisan beton seluruhnya 0,015
Lapisan beton pada kedua sisi saluran 0,020
Lapisan blok beton pracetak 0,017
Saluran dengan Pasangan batu, diplester 0,020
lapisan perkerasan Pasangan batu, diplester pada kedua sisi 0,022
saluran
Pasangan batu, disiar 0,025
Pasangan batu kosong 0,030
Berumput 0,027
Semak-semak 0,050
Saluran alam Tidak berarutan, banyak semak dan pohon,
batang
Pohon banyak jatuh ke saluran 0,150
Sumber: Sunarto,1995
2.3.3 Perhitungan Kecepatan Aliran
Berdasarkan Sunarto (1995), penentuan kecepatan aliran air di dalam
saluran yang direncanakan berdasarkan pada kecepatan minimum yang
memungkinkan saluran dapat self-cleansing dan kecepatan maksimum yang
diperbolehkan agar konstruksi saluran tetap aman. Tiap kecepatan aliran di
dalam saluran diatur tergantung dengan bentuk dan tipe saluran yang
direncanakan. Berikut adalah batasan aliran dari tiap tipe saluran dapat
dilihat dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Variasi Kecepatan dalam Saluran.
Tipe saluran Variasi kecepatan (m/det)
 Bentuk bulat, buis beton 0,75 – 3,0
 Bentuk persegi, pasangan batu kali 1,0 – 3,0

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 32


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

 Bentuk trapesiodal 0,6 – 1,5


Sumber: Sunarto,1995
2.4 Bangunan Pelengkap
Berdasarkan Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), bangunan
pelengkap dimaksudkan sebagai sarana pelengkap dan pendukung sistem
penyaluran air hujan yang tujuan utamanya adalah membantu melancarkan fungsi
pengaliran sesuai yang apa yang diharapkan dan diperhitungkan. Bangunan
pelengkap yang ada pada sistem drainase antara lain:
2.4.1 Sambungan Persil
Merupakan sambungan saluran air hujan dari rumah–rumah ke saluran air
hujan yang terletak di tepi–tepi jalan. Sambungan ini dapat berupa saluran terbuka
atau tertutup dan dibuat terpisah dari saluran air buangan.
Dalam praktiknya, pertemuan saluran diusahakan mempunyai ketinggian
yang sama untuk mengurangi konstruksi yang berlebihan, yaitu dengan jalan
optimasi kecepatan untuk menghasilkan kemiringan yang diinginkan. Untuk
mengurangi kehilangan tekanan yang terlalu besar dan untuk keamanan
konstruksi, maka dinding pertemuan saluran dibuat tidak bersudut atau dibuat
lengkung serta diperhalus. Untuk pertemuan saluran yang berbeda jenis maupun
bentuknya, maka digunakan bak yang berfungsi sebagai bak pengumpul.
2.4.2 Street Inlet
Street Inlet merupakan lubang di sisi jalan yang berfungsi untuk
menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di sepanjang jalan
menuju ke dalam saluran (Gambar 2.12). Sesuai dengan kondisi dan penempatan
saluran serta fungsi jalan yang ada, maka pada jenis penggunaan saluran terbuka
tidak diperlukan street inlet karena ambang saluran yang ada merupakan bukaan
yang bebas. Peletakan street inlet mempunyai ketentuan-ketentuan, sebagai
berikut:
1) Diletakkan pada tempat yang tidak memberikan gangguan lalu lintas jalan
maupun pejalan kaki.
2) Ditempatkan pada daerah yang rendah di mana limpasan air hujan menuju ke
arah tersebut.
3) Air yang masuk melalui street inlet harus secepatnya mengalir ke dalam
saluran.

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 33


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

4) Jumlah street inlet harus cukup untuk dapat menangkap limpasan air hujan
pada jalan yang bersangkutan.
Rumus yang digunakan, yaitu:
280
D= √S
W ………………………………………....(68)
dimana: D = Distance atau jarak antar street inlet (m)
S = Slope atau Kemiringan (%), D ¿ 50 m
W = Lebar Jalan (m)

Gambar 2.12 Bentuk Street Inlet

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


2.4.3 Manhole

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 34


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Pada saluran yang tertutup, ada 4 fungsi Manhole antara lain sebagai berikut
:Sebagai bak kontrol, untuk pemeliharaan dan pemeriksaan saluran.
1) Untuk memperbaiki saluran bila terjadi perubahan dimensi.
2) Sebagai ventilasi untuk keluar masuknya udara.
3) Sebagai terjunan (Drop Manhole) saluran tertutup.
Penempatan Manhole terutama pada titik-titik dimana terletak Street Inlet,
belokan, pertemuan saluran, di awal dan di akhir saluran pada gorong – gorong.
Dengan pertimbangan perbaikan konstruksi, pembiayaan serta kemudahan
pelaksanaan, maka Manhole direncanakan terbuat dari beton bertulang dan
dipasang sedemikian rupa sehingga rata dengan muka jalan dan dilengkapi dengan
pegangan untuk memudahkan pengangkatan (membuka dan menutup) dengan
ukuran umumnya yaitu 60 x 60 cm. Sedangkan tangga di dalam Manhole
dipasang tertanam pada dinding dan terbuat dari Cast Iron dengan jarak tangga
30-50 cm, serta lebar 30-40 cm. Beberapa bentuk manhole dapat dilihat pada
Gambar 2.13 berikut

Gambar 2.13 Bentuk Manhole

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 35


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


2.4.4 Gorong-Gorong
Gorong–gorong adalah bangunan yang diperlukan untuk menyalurkan air
hujan bila saluran yang akan dibangun menyeberangi atau melintasi jalan
(Gambar 2.14). Perencanaannya tetap didasarkan pada debit yang mengalir pada
gorong–gorong. Selain itu, faktor endapan lumpur yang mungkin timbul saat
pengaliran harus dihindari. Caranya adalah mengatur kecepatan pengaliran lebih
atau sama dengan kecepatan self–cleansing. Dalam perencanaan ini kecepatan
minimal air dalam gorong-gorong yang digunakan adalah 0,5 – 3 m/detik.

Gambar 2.14 Gorong-Gorong

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


Rumus yang digunakan dalam perhitungan gorong-gorong adalah:
k m ( V gorong −V saluran )2
Z1 (kehilangan masuk) = 2g ………........................
(69)
k k (V gorong −V saluran )2
Z2 (kehilangan keluar) = 2g …………....................(70)

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 36


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur


V 2gorong xL gorong
Z3 (kehilangan energi akibat gesekan) = C 2 xR ……...............
(71)
h
R = 2 …………………………………………………….…..
(72)
C = K x R1/6……………………………………………….….(73)
dimana:
Z1 = kehilangan energi pada peralihan masuk.
Z2 = kehilangan energi pada peralihan keluar.
Z3 = kehilangan energi akibat gesekan.
km dan kk = faktor kehilangan energi yang bergantung padahidrolis
peralihan.
Vgorong = kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/detik)
Vsaluran = kecepatan air di dalam saluran (m/detik)
R = jari-jari hidrolis (m)
h = kedalaman air di gorong-gorong (m)
C = koefisien Chezy
K = koefisien kekasaran mikler (= 70 m1/3/detik)
Lgorong = panjang gorong-gorong (m)
2.4.5 Out Fall
Out Fall merupakan ujung saluran air hujan yang ditempatkan pada sungai
atau badan air penerima lainnya. Struktur Out Fall (Gambar 2.15) hampir sama
dengan struktur bangunan terjunan karena biasanya titik ujung saluran terletak
pada elevasi yang lebih tinggi dari permukaan badan air penerima, sehingga
dalam perencanaan, Out Fall ini merupakan bangunan terjunan miring dari
konstruksi pasangan batu kali atau batu belah. Pada pengembangan area di dekat
pantai, sistem drainase dipengaruhi oleh pasang surut. Secara hidrolika, pengaruh
pasang surut pada aliran bagian hilir menyebabkan aliran balik (backwater).
Kondisi ini dapat digabungkan dalam perencanaan struktur Out Fall-nya atau
bagian terminal dari sistem drainase dengan menggunakan metode backwater
yang sederhana. Beberapa model dapat digunakan untuk mengevaluasi pengaruh

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 37


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

pasang surut, antara lain persamaan Saint - Venant dan program computer
SWMM.
Gambar 2.15 Out Fall

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


Bangunan Out Fall sistem drainase yang diletakkan di zona pasang surut
biasanya digunakan bangunan flapgates. Bangunan ini memiliki pintu yang
digantung, yang mencegah air masuk kembali ke dalam sistem drainase. Aliran air
dalam sistem drainase harus mempunyai sisa tekanan yang memungkinkan pintu
secara otomatis terbuka atau tertutup. Pertimbangan dalam membangun Out Fall
pada kondisi terburuk, pada saat air pasang dan hujan juga sangat lebat terjadi
secara bersamaan, harus menjadi perhatian dalam perencanaan sistem drainase.
Kriteria perencanaan dibuat pada kondisi banjir dan seluruh infrastruktur
perkotaan pada saat tersebut tidak mengalami genangan.
2.4.6 Talang
Talang (Gambar 2.16) sebenarnya tidak beda jauh dengan jembatan. Bila
jembatan menyalurkan lalu lintas, maka talang berfungsi untuk menyalurkan air
dan diletakkan di atas pangkal-pangkal. Talang biasanya terbuat dari kayu,
pasangan batu, baja atau beton bertulang.
Talang kayu biasanya hanya digunakan untuk saluran-saluran yang tidak
penting atau yang sifatnya sementara. Talang dari pasangan batu dibuat menjadi

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 38


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

satu dengan tembok-tembok pangkalnya. Talang dari beton bertulang dibuat


cukup untuk memikul beban karena berat air dan berat talang itu sendiri.
Sedangkan talang baja dibuat dari besi plat yang diletakkan pada suatu kerangka
yang bekerja sebagai pemikulnya, dimana pilar-pilarnya juga terbuat dari baja.
Kecepatan air dalam talang dari pasangan batu atau beton biasanya diambil tidak
lebih dari 1,5 – 2,5 m/dt dan untuk talang baja sampai 3,5 m/dt.
Gambar 2.16 Talang

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


2.4.7 Shypon
Syphon merupakan bangunan pelengkap pada suatu sistem drainase yang
digunakan jika selisih antara permukaan kedua trace yang bersilangan kecil dan
tidak memungkinkan untuk membuat talang atau gorong-gorong. Syphon adalah
bangunan bertekanan dimana air yang mengalir di dalamnya harus memiliki
tekanan yang cukup besar dan kecepatan yang tidak kecil sehiungga adanya
kehilangan tekanan dalam syphon tidak menghambat aliran air.
Bangunan syphon (Gambar 2.17) merupakan salah satu bangunan
persilangan yang dibangun untuk mengalirkan debit yang dibawa oleh saluran
yang jalurnya terpotong oleh lembah dengan bentang panjang atau terpotong oleh
sungai. Bangunan syphon berupa saluran tertutup yang dipasang mengikuti bentuk
potongan melintang sungai atau lembah untuk menyeberangkan debit dari sisi
hulu ke sisi hilir. Bangunan syphon (berupa saluran tertutup berpenampang
lingkaran atau segi empat) dipasang di bawah dasar sungai, atau bisa juga
dipasang di atas permukaan tanah jika melintasi lembah (cekungan).
Gambar 2.17 Syphon

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 39


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


Konstruksi syphon jika penampang melintang berupa segi empat biasanya
dibuat dari beton bertulang (reinforced concrete), jika penampang melintang
berupa lingkaran biasanya dibuat dari baja. Untuk mencegah adanya sedimentasi
pada saat debit di dalam syphon mengecil, biasanya digunakan tipe pipa rangkap.
Pada saat debit di dalam siphon mengecil, jalur satu ditutup, jalur lainnya dibuka
sehingga kecepatan aliran di dalam syphon tetap bisa mengangkut sedimen ke
hilirnya. Konstruksi syphon harus dipilih pada lokasi yang panjang bentang
sungainya minimum, agar biaya konstruksinya hemat, serta kehilangan energinya
kecil. Di dalam perencanaan syphon ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan, antara lain: (untuk kasus siphon melintasi dasar sungai)
1) Syphon harus mampu menahan gaya uplift pada saat kondisi airnya kosong.
Penahan yang arahnya vertikal ke bawah yaitu gaya berat akibat berat sendiri
konstruksi syphon dan gaya berat akibat berat lapisan penutup syphon.
2) Syphon harus dibuat pada kedalaman yang cukup di bawah dasar sungai.
Pada kondisi ini konstruksi syphon harus aman terhadap bahaya gerusan
tanah dasar sungai (degradasi) maupun bahaya gerusan lokal akibat dasar
sungai yang terganggu. Jika konstruksi syphon berada terlalu dekat dengan

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 40


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

permukaan dasar sungai, maka tanah penutup di atas syphon kemungkinan


akan terkikis. Untuk itu konstruksi syphon harus dibuat pada kedalaman yang
cukup terhadap dasar sungai. Pada bagian dasar palung sungai, konstruksi
syphon sebaiknya dalam posisi horisontal dan panjangnya ke arah tebing
sungai harus cukup, karena tebing sungai kemungkinan bisa juga terjadi erosi.
Sedangkan pada bagian lereng sungai bisa dibuat miring. Lapisan penutup
dasar sungai (di atas konstruksi siphon) sebaiknya berupa pasangan gabion
(bronjong).
3) Untuk mengurangi kehilangan energi maka lokasi syphon diusahakan pada
bentang sungai terpendek, serta memperkecil jumlah belokan pada konstruksi
siphon.
Kondisi yang paling berbahaya pada konstruksi syphon adalah pada saat
syphon dalam keadaan kosong. Pada saat kondisi ini gaya uplift yaitu gaya yang
disebabkan oleh tekanan hidrostatis dari bawah konstruksi syphon, menekan
konstruksi syphon ke arah atas. Gaya ini cenderung mengangkat konstruksi
syphon. Sedangkan untuk mengimbanginya diperlukan gaya.
2.4.8 Terjunan
Bangunan terjunan (Gambar 2.18) dibangun untuk mengatasi kemiringan
medan yang terlalu curam, sementara kemiringan yang dibutuhkan oleh saluran
tergolong landai. Bangunan terjunan biasanya dibangun pada daerah yang kondisi
topografinya memiliki kelerengan yang curam.
Gambar 2.18 Bangunan Terjunan

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 41


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Sumber: Tim Penyusun Buku Ajar Magister, 2002


Ada 4 bagian dari bangunan terjunan yaitu :
1) Bagian pengontrol
Berada di hulu sebelum terjunan, berfungsi untuk mencegah penurunan muka
air yang berlebihan. Ada 2 alternatif mekanisme untuk mengendalikan muka
air di bagian hulu, yaitu :
 Memperkecil luas penampang basah.
 Memasang ambang (sill) dengan permukaan hulu miring.
Untuk saluran yang kandungan sedimennya tinggi disarankan tidak
memasang ambang (sill), karena akan mempercepat sedimentasi di saluran
bagian hulu.
2) Bagian pembawa
Berfungsi sebagai penghubung antara elevasi bagian atas dengan bagian
bawah. Bagian ini berupa terjunan dengan bentuk terjunan tegak (vertikal)
atau terjunan miring. Jika beda tinggi (tinggi terjunan) lebih dari 1.5 m, maka
bagian pembawa berupa terjunan miring, jika beda tinggi (tinggi terjunan)
kurang dari 1.5 m maka dipakai bangunan terjun tegak (vertikal).
3) Peredam energi

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 42


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Berfungsi untuk mengurangi energi yang dikandung oleh aliran sesudah


mengalami terjunan sehingga tidak berpotensi merusak konstruksi bangunan
terjunan. Tipe peredam energi yang akan dipilih tergantung dari bilangan
Froude yang terjadi di dalam aliran. Bangunan terjunan dibangun untuk
mengatasi kemiringan medan yang terlalu curam, sementara kemiringan yang
dibutuhkan oleh saluran tergolong landai. Bangunan terjunan biasanya
dibangun pada daerah yang kondisi topografinya memiliki kelerengan yang
curam.
4) Perlindungan dasar bagian hilir, berfungsi untuk melindungi dasar dan
dinding saluran dari gerusan air sesudah mengalami terjunan.

2.5 Sistem Pengoperasian dan Pemeliharaan


Berdasarkan Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), tidak ada
penanganan yang istimewa terhadap bangunan-bangunan drainase ini. Beberapa
langkah operasi dan pemeliharaannya adalah:
a. Meletakkan bangunan drainase sesuai dengan rencana tata lahan
kota, jadi selain tidak merusak keindahan kota, juga tidak mengganggu
masyarakat.
Membersihkan bangunan pelengkap drainase secara rutin, dan lain-lain

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 43


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

BAB III

GAMBARAN UMUM DAERAH PERENCANAAN

3.1 Umum

Kota Probolinggo merupakan salah satu kota yang terletak di wilayah


timur provinsi Jawa Timur. Terletak sekitar 100 km sebelah tenggara Kota
Surabaya. Kota Probolinggo sebagai pusat pelayanan sosial, administrasi
pemerintahan serta penunjang perkembangan kegiatan sosial, ekonomi, dan
budaya memiliki pertumbuhan penduduk yang terbilang cukup tinggi. Secara
umum kondisi Kota Probolinggo dilihat dari beberapa aspek meliputi profil
wilayah dan geografi, demografi, topografi dan tata guna lahan, serta
hidrologinya.

3.2 Profil Wilayah dan Administratif

Kota Probolinggo merupakan salah satu daerah kota di wilayah bagian


Utara Provinsi Jawa Timur. Terletak antara jalur Kota Probolinggo terdiri dari 1
kecamatan kota yang mencakup 11 desa atau kelurahan. Namun sesuai dengan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 1982, Kota Probolinggo dimekarkan
menjadi 3 kecamatan yang membawahi 29 kelurahan. Kondisi saat ini
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Penataan dan Pengembangan Kelembagaan Kecamatan, Kota Probolinggo
melakukan penataan dan pengembang\an kecamatan dari 3 kecamatan menjadi 5
kecamatan yang membawahi 29 Kelurahan. Kelima kecamatan tersebut yaitu
Kecamatan Mayangan, Kecamatan Kanigaran, Kecamatan Kademangan,
Kecamatan Wonoasih, dan Kecamatan Kedopok.

3.3 Keadaan Fisik

Dalam perencanaan sistem penyediaan air minum diperlukan beberapa


keadaan fisik Kota Probolinggo yang meliputi: keadaan topografi, geografi,
geologi, hidrologi, demografi, sosial, sumber daya alam dan tata lahan, serta iklim
dan curah hujan.

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 44


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

3.3.1 Keadaan Topografi

Dalam BPS Kota Probolinggo tahun 2010 wilayah Kota Probolinggo


terletak pada ketinggian 0 sampai kurang dari 50 meter di atas permukaan air laut.
Apabila ketinggian tersebut dikelompokkan atas; ketinggian 0-10 meter,
ketinggian 10-25 meter, ketinggian 25-50 meter. Semakin ke wilayah selatan,
ketinggian dari permukaan laut semakin besar. Namun demikian seluruh wilayah
Kota Probolinggo relatif berlereng (0–2%). Hal ini mengakibatkan masalah erosi
tanah dan genangan cenderung terjadi di daerah ini.

3.3.2 Keadaan Geografi

Berdasarkan Kota Probolinggo Dalam Angka 2016, letak Kota Probolinggo


berada pada 7º 43’ 41” sampai dengan 7º 49’ 04” Lintang Selatan dan 113º 10’
sampai dengan 113º 15’  Bujur Timur dengan luas wilayah 56,667 Km². Di
samping itu Kota Probolinggo merupakan daerah transit yang menghubungkan
kota-kota (sebelah timur):  Kota Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Situbondo,
Lumajang, dengan kota-kota (sebelah barat): Kota Pasuruan, Malang, dan
Surabaya. Adapun batas wilayah administrasi Kota Probolinggo meliputi :

1) Sebelah Utara : Selat Madura


2) Sebelah Timur : Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo
3) Sebelah Selatan : Kecamatan Leces, Wonomerto, Sumberasih Kab.
Probolinggo
4) Sebelah Barat : Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo

Luas wilayah Kota Probolinggo tercatat sebesar 56,667 Km². Secara


administrasi pemerintahan Kota Probolinggo terbagi dalam 5 Kecamatan dan 29
Kelurahan yang terdiri dari Kecamatan Mayangan terdapat  5 Kelurahan,
Kecamatan Kademangan terdapat  6 Kelurahan, Kecamatan Wonoasih terdapat  6
Kelurahan, Kecamatan Kedopok 6 Kelurahan, dan Kecamatan Kaningaran 6
Kelurahan. Besarnya prosentase luas wilayah Kota Probolinggo berdasarkan
kecamatan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Luas Wilayah Kota Probolinggo Menurut Kecamatan

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 45


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Sumber: BPS Kota Probolinggo, 2016

3.3.3 Keadaan Geologi

Menurut data dari Dinas Pertanian, luas wilayah Kota Probolinggo tercatat
5.666,70 Ha, pada tahun 2012 terdiri dari Lahan Sawah sebesar 1.832,00 Ha
(32,33%), Lahan Bukan Sawah untuk pertanian 928,33 Ha (16,38%) dan Lahan
Bukan Pertanian 2.906,72 Ha (51,29%). Morfologi di bagian utara merupakan
dataran dengan ketinggian kurang dari 100 m di atas permukaan laut, sedangkan
di bagian selatan terdapat perbukitan yang merupakan bagian dari lereng Gunung
Bromo, Gunung Tarub, dan Gunung Argapura dengan ketinggian 300-2900 m di
atas permukaan laut.

Tatanan statigrafinya berurutan dari yang muda terdiri dari beberapa satuan
batuan yaitu Formasi Leprak berumur Pleosen; Batuan Gunungapi Pandak dan
Batuan Trobosan Andesit; Basal dan Gabro Mikro berumur Plitosen Awal; Batuan
Gunungapi Tengger, Tuff Rabano dan Batuan Gunungapi Argapura berumur
Plistosen Akhir; Batugamping Koral, Endapan Rombakan Cemara Tiga dan
Aluvium berumur Holosen. Struktur geologi terdapat berupa sesar normal dan
sesar mendatar yang berarah umum barat laut - tenggara memotong batuan
berumur Pliasen - Holosen, serta kelurusan berarah barat laut - tenggara, utara -
selatan dan melingkar dengan garis tengah kurang lebih 8 Km.

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 46


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

3.3.4 Keadaan Hidrologi

Berdasarkan Kota Probolinggo Dalam Angka 2016, sungai-sungai utama


yang terdapat di Kota Probolinggo adalah Sungai Kedunggaleng, Umbul, Banger,
Legundi, Kasbah, dan Pancur. Panjang sungai-sungai tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3.1, dimana rata-rata panjang alirannya adalah 3,80 Km dan sungai yang
terpanjang adalah Sungai Legundi dengan panjang aliran 5,439 Km, sedangkan
sungai yang terpendek adalah Sungai Kasbah dengan panjang aliran hanya 2,037
Km. Sungai-sungai tersebut mengalir sepanjang tahun, mengalir dari arah selatan
ke utara sesuai dengan kelerengan wilayah. Air sungai dimanfaatkan untuk
kebutuhan pertanian dan perikanan, hal ini dimungkinkan karena sungai tersebut
belum tercemar oleh industri-industri besar yang memang tidak terdapat di Kota
Probolinggo. Air tanah di Kota Probolinggo umumnya jernih dan tidak berbau.
Penduduk yang belum mendapat fasilitas air ledeng umumnya menggunakan air
tanah sebagai sumber air minum dengan fasilitas sumur atau pompa. Kedalaman
air tanahnya bervariasi yaitu antara kedalaman 3 sampai 12 meter.

Tabel 3.1 Nama dan Panjang Sungai Tahun 2016

No
Nama Sungai Panjang Sungai (Km)
.
1 Sungai Kedunggaleng 3,097
2 Sungai Umbul 5,138
3 Sungai Banger 2,865
4 Sungai Legundi 5,439
5 Sungai Kasbah 2,037
6 Sungai Pancur 4,239

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Probolinggo, 2016

3.3.5 Keadaan Demografi

Jumlah penduduk Kota Probolinggo akhir tahun 2015 hasil registrasi


penduduk, menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tercatat sebesar
229.013 jiwa. Persentase terbesar di Kecamatan Mayangan sebesar 27,14 persen,
disusul Kanigaran 24,88 persen, Kademangan sebesar 19,00 persen, Wonoasih
sebesar 14,40 persen dan Kedopok sebesar 14,58 persen . Bila dilihat dari status

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 47


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

kewarganegaraan, hanya 0,017 persen atau sebesar 38 jiwa yang


berkewarganegaraan asing (WNA) dari total penduduk Kota Probolinggo.

Sex ratio pada akhir tahun 2016 sebesar 98,77, angka ini berarti dari 100
penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Apabila ditinjau per
kecamatan maka sex ratio Kecamatan Kademangan, Kedopok, Wonoasih,
Mayangan dan Kanigaran sebesar 98,4; 99,5; 99,4; 98,1; dan 99,0. Jumlah
kelahiran yang tercatat pada tahun 2016 sebesar 2.843 jiwa, jumlah kematian
sebesar 1.980 jiwa, dan penduduk migrasi yang masuk 3.860 orang, sedangkan
yang keluar 3.840 orang.

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuan Penduduk Probolinggo

Sumber: Kota Probolinggo Dalam Angka 2016

3.3.6 Keadaan Sosial

Selain itu perpaduan masyarakat dan budaya yang masih asli dicerminkan
dengan gotong royong, dan adat budaya khas, serta diwarnai dengan unsur Islam.
Hal ini dapat dipandang sebagai potensi masyarakat sehingga menjadi modal
dalam peningkatan sumber daya manusia sehingga terbentuk suatu masyarakat
yang handal dan berkembang dan mudah tanggap terhadap kemajuan. Lebih dari
itu potensi potensi yang ada menjadikan ketahanan sosial masyarakat akan

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 48


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

mampu menangkal dan menyaring kemungkinan adanya pengaruh budaya luar


yang negatif. Salah satu wujud kekhasan budaya masyarakat ialah lahirnya seni
budaya khas daerah seperti seni tari, seni suara, seni musik, dan seni rupa. Hal ini
selain memperkuat budaya masyarakat juga menjadi aset yang bisa dikembangkan
untuk wisata maupun industri.

3.3.7 Keadaan Sumber Daya Alam dan Tata Lahan

Sumber daya alam yang terdapat di Kota Probolinggo sangat terbatas sekali.
Kota Probolinggo tidak memiliki deposit sumber daya alam yang dapat
dieksploitasi. Di samping miskin kandungan bahan tambang, Kota Probolinggo
juga mempunyai lahan sangat terbatas untuk dikembangkan.

Menurut Kota Probolinggo Dalam Angka 2016, luas wilayah Kota


Probolinggo keseluruhan hanya 5.667,70 Ha. Dari luas tersebut,  sekitar 32,33%
merupakan lahan sawah dan lahan bukan sawah untuk pertanian sebesar 16,38%
serta lahan bukan pertanian sebesar 51,29%.

Potensi sumber daya alam yang ada di Kota Probolinggo sangat sedikit
sehingga pengelolaannya  harus dilakukan secara optimum dan tetap dilandasi
dengan azas konservasi agar kelestariannya tetap terjaga untuk masa yang akan
datang.

3.3.8 Keadaan Iklim dan Curah Hujan

Menurut Kota Probolinggo Dalam Angka 2016, Kota Probolinggo


mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Angin yang
tidak mengandung uap air bertiup dari Australia mengakibatkan musim kemarau.
Sebaliknya arus angin yang banyak mengandung uap air berhembus dari Asia dan
Samudera Pasifik sehingga terjadi musim hujan. Data dari Dinas Pekerjaan
Umum Sub Dinas Pengairan, jumlah curah hujan terbanyak terjadi di bulan Maret.
Selama bulan Agustus sampai September tidak terjadi hujan di Kota Probolinggo.
Jumlah curah hujan pada tahun 2015 lebih tinggi dibanding tahun 2014.

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 49


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Musim kering yang terjadi pada bulan Agustus sampai dengan September di
Kota Probolinggo berpengaruh terjadinya angin kering yang bertiup cukup
kencang dari arah tenggara ke barat laut, angin ini populer dengan sebutan Angin
Gending.

Tabel 3.3 Jumlah Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Kota Probolinggo

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 50


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Sumber : Kota Probolinggo Dalam Angka 2016

Sumber: Kota Probolinggo Dalam Angka 2014

3.4 Fasilitas Umum dan Sosial

Beberapa fasilitas umum dan sosial yang harus diperhitungkan dalam


perencanaan ini, antara lain:

3.4.1 Fasilitas Pendidikan

Berdasarkan Kota Probolinggo Dalam Angka 2016, fasilitas pendidikan


pada kawasan perencanaan meliputi fasilitas pendidikan umum dan madrasah.
Pendidikan umum meliputi tingkat taman kanak-kanak atau raudhatul athfal
sampai sekolah menengah atas (SMU/MA dan SMK), yang datanya bersumber
dari Dinas Pendidikan Kota Probolinggo dan Kantor Kementrian Agama Kota
Probolinggo. Pada tahun 2015, jumlah Taman Kanak-kanak atau Raudhatul athfal
(TK/RA), Sekolah Dasar (SD/MI), Sekolah Menengah Tingkat Pertama
(SMP/MTs) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMU/ MA/SMK) mengalami

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 51


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

peningkatan. Selain itu, jumlah murid SD/MI, SMP/MTs, dan SLTA/MA juga
mengalami peningkatan.

Berikut adalah jumlah fasilitas pendidikan tiap kelurahan dan kecamatan


Kota Probolinggo pada tahun 2015 (Tabel 3.4).

Tabel 3.4 Fasilitas Pendidikan Kota Probolinggo Tahun 2015

Jumla
Kategori Pendidikan
No h
Wilayah
. T R S M SM MT SM SM M
K A D I P s U K A
Kecamatan Kademangan
Triwung
1 3 --- 3 2 1 2 1 1 2 15
Kidul
2 Kademangan 5 --- 5 1 0 2 2 1 1 17
Pohsangit
3 2 --- 3 1 0 0 0 0 0 6
Kidul
4 Pilang 4 --- 3 0 0 0 0 0 0 7
5 Triwung Lor 1 --- 4 0 1 0 0 0 1 7
6 Ketapang 3 --- 3 2 0 1 0 1 1 11
Jumlah 18 8 21 6 2 5 3 3 5 71
Total 71
Kecamatan Kedopok
Sumber
1 3 --- 3 1 1 1 0 1 0 10
Wetan
2 Kareng Lor 1 --- 2 1 1 2 0 0 0 7
3 Kedopok 1 --- 3 1 0 0 0 0 0 5
Jrebeng
4 1 --- 2 1 0 1 0 0 0 5
Kulon
Jrebeng
5 3 --- 1 0 0 0 0 2 0 6
Wetan
6 Jrebeng Lor 6 --- 6 2 1 2 0 1 1 19
Jumlah 15 7 17 6 3 6 0 4 1 59
Total 59
Kecamatan Wonoasih
1 Wonoasih 2 --- 3 1 0 1 0 --- 1 8
Jrebeng
2 2 --- 1 1 1 0 1 --- 1 7
Kidul
3 Pakistaji 3 --- 3 0 0 0 0 --- 0 6
Kedunggalen
4 0 --- 1 1 0 0 0 --- 0 2
g
5 Kedung 2 --- 4 1 0 0 0 --- 0 7

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 52


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Asem
Sumber
6 2 --- 3 1 0 2 0 --- 1 9
Taman
Jumlah 11 7 15 5 1 3 1 1 3 47
Total 47
Kecamatan Mayangan
1 Wiroborang 2 --- 4 0 0 0 0 0 0 6
2 Jati 6 --- 4 1 1 0 0 0 0 12
3 Sukabumi 8 --- 8 1 4 0 4 0 0 25
4 Mangunharjo 8 --- 10 0 1 0 1 0 0 20
5 Mayangan 1 --- 7 1 0 0 0 0 0 9
Jumlah 25 6 33 3 6 0 5 0 0 78
Total 78
Kecamatan Kanigaran
Curahgrintin
1 2 --- 2 0 0 2 1 0 1 8
g
2 Kanigaran 3 --- 9 1 4 1 6 0 0 24
Kebonsari
3 1 --- 2 1 0 0 0 0 1 5
Wetan
4 Sukoharjo 3 --- 5 0 0 0 0 0 0 8
Kebonsari
5 7 --- 7 3 1 0 1 0 0 19
Kulon
6 Tisnonegaran 3 --- 5 0 6 0 4 0 0 18
Jumlah 19 7 30 5 11 3 12 0 2 89
Total 89

Sumber : Kota Probolinggo Dalam Angka 2013

3.4.2 Fasilitas Kesehatan

Berdasarkan Kota Probolinggo Dalam Angka 2013, fasilitas kesehatan yang


melayani berupa rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, praktek dokter
dan bidan. Persebarannya mengikuti pola persebaran permukiman atau rumah
penduduk (Tabel 3.5). Kebanyakan Puskesmas berada dekat dengan fasilitas
pendidikan dan pemerintahan.

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 53


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 3.5 Fasilitas Kesehatan Kota Probolinggo Tahun 2012

No Kecamatan Jumlah
1 Kademangan 7
2 Kedopok 5
3 Wonoasih 4
4 Mayangan 16
5 Kanigaran 10
Total 42

Sumber: Kota Probolinggo Dalam Angka 2013


3.4.3 Fasilitas Peribadatan

Berdasarkan data Kantor Kementrian Agama Kota Probolinggo, penduduk


Kota Probolinggo mayoritas beragama Islam 95,88 %, Kristen Katolik 1,66 %,
Protestan 1,94 %, Budha 0,39 %, dan Hindu 0,13 %. Dimana setiap agama
memiliki tempat peribadatan yang jumlahnya tersebar di beberapa wilayah Kota
Probolinggo seperti pada Tabel 3.6 berikut ini.

Tabel 3.6 Fasilitas Peribadatan Kota Probolinggo Tahun 2012

No
Wilayah Jumlah No. Wilayah Jumlah
.
Kecamatan Kademangan Kecamatan Wonoasih
1 Triwung Kidul 66 1 Wonoasih 31
2 Kademangan 57 2 Jrebeng Kidul 34
3 Pohsangit Kidul 22 3 Pakistaji 41
4 Pilang 19 4 Kedunggaleng 25
5 Triwung Lor 19 5 Kedung Asem 38
6 Ketapang 35 6 Sumber Taman 30
Jumlah 218 Jumlah 199
Kecamatan Kedopok Kecamatan Kanigaran
1 Sumber Wetan 57 1 Curahgrinting 25
2 Kareng Lor 36 2 Kanigaran 63
3 Kedopok 35 3 Kebonsari Wetan 39
4 Jrebeng Kulon 28 4 Sukoharjo 28
5 Jrebeng Wetan 14 5 Kebonsari Kulon 43
6 Jrebeng Lor 47 6 Tisnonegaran 36
Jumlah 217 Jumlah 234
Kecamatan Mayangan
1 Wiroborang 42 4 Mangunharjo 63

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 54


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

2 Jati 42 5 Mayangan 54
3 Sukabumi 40 Jumlah 124

Sumber : Kota Probolinggo Dalam Angka 2016

3.4.4 Fasilitas Industri

Industri di Kota Probolinggo terpusat di Kecamatan Kademangan. Sehingga


berdasarkan Kecamatan Kademangan Dalam Angka 2016, jumlah perusahaan
industri besar yang ada di Kota Probolinggo (Kecamatan Kademangan) sebanyak
5 perusahaan yang bergerak di bidang produksi lem atau bahan kimia, industri
makanan (pengolahan ikan, kecap dan keripik buah-buahan), dan industri
pengolahan kayu. Sedangkan industri sedang terdapat sebanyak 5 perusahaan
yang bergerak di bidang pengolahan industri makanan, industri kimia, bordir,
industri peralatan angkutan (bak truk), dan industri meubel. Adapun daerah
persebaran industri tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.7 Fasilitas Industri Kota Probolinggo Tahun 2015

Jumlah
No. Wilayah
Industri Besar Industri Sedang
Kecamatan Kademangan
1 Triwung Kidul 0 1
2 Kademangan 0 0
3 Pohsangit Kidul 0 0
4 Pilang 5 3
5 Triwung Lor 0 0
6 Ketapang 0 1
Jumlah 5 5
Total 10
Kecamatan Kedopok
1 Sumber Wetan 0 0
2 Kareng Lor 0 0
3 Kedopok 0 0
4 Jrebeng Kulon 0 0
5 Jrebeng Wetan 0 0
6 Jrebeng Lor 0 0
Jumlah 0 0
Kecamatan Wonoasih
1 Wonoasih 0 0
2 Jrebeng Kidul 0 0

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 55


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

3 Pakistaji 0 0
4 Kedunggaleng 0 0
5 Kedung Asem 0 0
6 Sumber Taman 0 0
Jumlah 0 0
Kecamatan Mayangan
1 Wiroborang 0 0
2 Jati 0 0
3 Sukabumi 0 0
4 Mangunharjo 0 0
5 Mayangan 0 0
Jumlah 0 0
Kecamatan Kanigaran
1 Curahgrinting 0 0
2 Kanigaran 0 0
3 Kebonsari Wetan 0 0
4 Sukoharjo 0 0
5 Kebonsari Kulon 0 0
6 Tisnonegaran 0 0
Jumlah 0 0

Sumber : Kota Probolinggo Dalam Angka 2016

3.5 Peta Administrasi Kota Probolinggo

Peta administrasi Kota Probolinggo dapat dilihat pada Gambar 3.2, dimana
dalam peta tersebut telah terdapat peta sungai dan jalan.

Gambar 3.2 Peta Administrasi Kota Probolinggo

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 56


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Sumber: Kota Probolinggo Dalam Angka 2016

3.6 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo

Peta rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Probolinggo dapat dilihat
pada Gambar 3.3, dimana dalam peta tersebut telah terdapat peta rencana
penggunaan lahan di Kota Probolinggo 2009-2028

Yahdini Fitri Rajabi Bachtiar |3314100068 57


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Gambar 3.3 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo

Sumber: BAPPEDA, 2009


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

BAB IV
ANALISIS HIDROLOGI
Dalam hal perencanaan sistem drainase, analisis terhadap aspek hidrologi
merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Aspek hidrologi ini meliputi
perhitungan untuk melengkapi data hujan dengan melakukan uji konsistensi dan
homogenitas, perhitungan curah hujan rata-rata suatu daerah, analisis curah hujan
maksimum, dan perhitungan intensitas hujan.
4.1 Melengkapi Data Hujan yang Hilang
Data curah hujan harian maksimum pada stasiun pengamat 1, 2, 4 dan 6
diperlukan untuk menghitung intensitas hujan. Data curah hujan harian tahun
1983–2012 dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini, dimana ada dua buah data
yang hilang dan harus dicari terlebih dahulu.
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Kosa Probolinggo
Stasiun
No Tahun Stasiun 1 2 Stasiun 4 Stasiun 6
1 1986 139 167 130 147
2 1987 133 153 119 144
3 1988 135 140 124 169
4 1989 129 164 148 172
5 1990 136 152 167 147
6 1991 129 165 123 138
7 1992 135 169 116 141
8 1993 145 175 117 143
9 1994 140 R2 132 179
10 1995 153 185 129 166
11 1996 119 154 158 173
12 1997 120 153 145 161
13 1998 140 163 140 176
14 1999 139 149 161 162
15 2000 143 163 172 R4
16 2001 133 120 124 139
17 2002 134 146 123 147
18 2003 109 121 R3 160
19 2004 113 139 141 161
20 2005 121 153 123 170
21 2006 139 147 129 148
22 2007 148 154 129 158
23 2008 154 138 126 126
24 2009 167 161 140 158
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

25 2010 143 170 135 159


26 2011 R1 145 160 150
27 2012 171 158 127 146
28 2013 162 152 165 156
29 2014 132 164 169 137
30 2015 125 160 158 166
Jumlah 3986 4480 4030 4499
Rata Rata 137,4 154,5 139,0 155,1
Sumber : Hasil Perhitungan

Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), untuk melengkapi data
curah hujan yang hilang, dapat dilakukan perkiraan. Sebagai dasar perkiraan
digunakan data curah hujan dari stasiun pengukuran yang curah hujannya lengkap
dan lokasinya dekat dengan stasiun yang data curah hujannya hilang. Data curah
hujan yang hilang dihitung dengan cara sebagai berikut:
Ra−Rd
x 100 %
Selisih curah hujan rata-rata tahunan = Ra
dimana : Ra = rata-rata hujan tahunan stasiun yang hilang
Rd = rata-rata hujan tahunan stasiun terdekat dan lengkap
Jika selisih antara curah hujan yang datanya hilang dibandingkan curah
hujan di stasiun yang lengkap kurang dari 10%, maka harga perkiraan data yang
kurang lengkap tersebut dapat diambil dari harga rata-rata hitung dari data tempat
yang terdekat atau berdekatan dan dianjurkan lebih dari dua stasiun yang
dibandingkan. Cara aritmatika rata–rata dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rx = 1/n (R1 + R2 +... Rn)
dimana :
R1, R2...Rn : harga curah hujan rata–rata tahunan pada stasiun pembanding yang
lengkap.
Rx : curah hujan rata–rata dari stasiun x yang datanya akan dilengkapi.
N : jumlah stasiun pembanding.
Jika selisih melebihi 10%, maka perhitungan curah hujan yang hilang
dilakukan dengan menggunakan cara rasio normal, yaitu :
rx 1 n=n r
= ∑ ¿ n¿
Rx n−1 n=1 R n
dimana:
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

rx = harga tinggi hujan yang akan dicari


Rx = harga rata-rata tinggi curah hujan pada stasiun pengukur hujan yang salah
satu tinggi
hujannya sedang dicari.
n = banyaknya stasiun hujan pembanding
rn = harga tinggi curah hujan pada tahun yang sama dengan rx pada setiap
stasiun
pembanding
Rn = harga rata-rata tinggi curah hujan pada setiap stasiun pembanding selama
kurun waktu
yang sama
X = menunjukkan stasiun pengukur hujan yang datanya sedang dicari dan
merupakan
bilangan 1 sampai dengan n
4.1.1 Melengkapi Data Hujan Stasiun 1

Pada stasiun 1 terdapat satu data yang hilang, yaitu pada tahun 2011.
Berikut ini uraian perhitungan melengkapi data hujan yang hilang di stasiun 1 :
137,4−154,5
| |x100%=12,39%
Selisih dengan Stasiun 2 = 137,4

137,4−155,1
| |x100%=12,87%
Selisih dengan Stasiun 6 = 137,4

Karena selisih antara curah hujan yang datanya hilang dibandingkan curah
hujan di stasiun yang lengkap lebih dari 10%, maka harga perkiraan data yang
kurang lengkap tersebut dapat diambil dari cara rasio normal, sebagai berikut:
137,4 145 150
x(( )+( ))=130,5≈131
Rx1 = 2 154 , 5 155 ,1

4.1.2 Melengkapi Data Hujan Stasiun 2


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Pada stasiun 1 terdapat satu data yang hilang, yaitu pada tahun 1994.
Berikut ini uraian perhitungan melengkapi data hujan yang hilang di stasiun 1 :
154,5−137,4
| |x100%=11,026 %
Selisih dengan Stasiun 1 = 154,5

154,5−155,1
| |x 100%=0,424%
Selisih dengan Stasiun 6 = 154,5

Karena selisih antara curah hujan yang datanya hilang dibandingkan curah
hujan di stasiun yang lengkap salah satunya lebih dari 10%, maka harga
perkiraan data yang kurang lengkap tersebut dapat diambil dari cara rasio
normal, sebagai berikut:
154,5 140 179
x(( )+( ))=167 ,80≈168
Rx2 = 2 137 ,4 155,1
4.1.3 Melengkapi Data Hujan Stasiun 4

Pada stasiun 1 terdapat satu data yang hilang, yaitu pada tahun 2003.
Berikut ini uraian perhitungan melengkapi data hujan yang hilang di stasiun 1 :
139,0−137,4
| |x100%=1,092%
Selisih dengan Stasiun 1 = 139,0

139,0−155,1
| |x 100 %=11,637%
Selisih dengan Stasiun 6 = 139,0

Karena selisih antara curah hujan yang datanya hilang dibandingkan curah
hujan di stasiun yang lengkap salah satunya lebih dari 10%, maka harga
perkiraan data yang kurang lengkap tersebut dapat diambil dari cara rasio
normal, sebagai berikut:
139,0 109 160
x(( )+( ))=126,76≈127
Rx4 = 2 137,4 155 ,1
4.1.4 Melengkapi Data Hujan Stasiun 6
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Pada stasiun 4 terdapat satu data yang hilang, yaitu pada tahun 2000.
Berikut ini uraian perhitungan melengkapi data hujan yang hilang di stasiun 1 :
155,1−137,4
| |x100 %=11,402%
Selisih dengan Stasiun 1 = 155,1

155,1−139,0
| |x 100%=10,424%
Selisih dengan Stasiun 4 = 155,1

Karena selisih antara curah hujan yang datanya hilang dibandingkan curah
hujan di stasiun yang lengkap lebih dari 10%, maka harga perkiraan data yang
kurang lengkap tersebut dapat diambil dari cara rasio normal, sebagai berikut:
155,1 143 172
x(( )+( ))=176 ,71≈177
Rx6 = 2 137 ,4 139 ,0

Data curah hujan pada stasiun hujan 1, 2, 4 dan 6 yang telah dilengkapi
dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2 Data Curah Hujan Lengkap Kota Probolinggo
Stasiun
No Tahun Stasiun 1 2 Stasiun 4 Stasiun 6
1 1986 139 167 130 147
2 1987 133 153 119 144
3 1988 135 140 124 169
4 1989 129 164 148 172
5 1990 136 152 167 147
6 1991 129 165 123 138
7 1992 135 169 116 141
8 1993 145 175 117 143
9 1994 140 168 132 179
10 1995 153 185 129 166
11 1996 119 154 158 173
12 1997 120 153 145 161
13 1998 140 163 140 176
14 1999 139 149 161 162
15 2000 143 163 172 177
16 2001 133 120 124 139
17 2002 134 146 123 147
18 2003 109 121 127 160
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

19 2004 113 139 141 161


20 2005 121 153 123 170
21 2006 139 147 129 148
22 2007 148 154 129 158
23 2008 154 138 126 126
24 2009 167 161 140 158
25 2010 143 170 135 159
26 2011 131 145 160 150
27 2012 171 158 127 146
28 2013 162 152 165 156
29 2014 132 164 169 137
30 2015 125 160 158 166
Jumlah 4117 4648 4157 4676
Rata Rata 137,2 154,9 138,6 155,9
Sumber : Hasil Perhitungan
4.2 Uji Konsistensi
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), uji konsistensi sangat
diperlukan dalam suatu pengamatan data hujan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah dalam data tersebut terdapat non homogenitas dan ketidaksesuaian
(inconsistency) yang nantinya dapat menyebabkan penyimpangan pada hasil
perhitungan. Konsistensi data hujan diuji dengan cara garis massa ganda (double
mass curve technique). Dengan metode ini dapat juga dilakukan koreksi terhadap
data-datanya. Dasar metode ini adalah dengan membandingkan curah hujan
tahunan akumulatif dari jaringan stasiun dasar.
Ketidak-konsistensian sekumpulan data (Array Data) disebabkan oleh
perubahan deras kecenderungan tau trend, sebagai berikut :
1. Perubahan tata guna lahan pada DAS dan sekitarnya.
2. Perpindahan tempat/lokasi stasiun pengukur hujan
3. Perubahan ekosistem terhadap iklim, missal kebakaran hutan, tanah longsor.
4. Terdapatnya kesalahan sistem observasi data pada sekumpulan data hujan.
Misalnya, satu kelompok (5-10) stasiun-stasiun dasar di sekeliling stasiun
yang datanya akan dicek konsistensinya. Disusun menurut array data masing-
masing, misal ada 5 stasiun sekeliling, yaitu stasiun A, B, C, D, dan E dengan
array data : RA.1 s/d RA.30, RB.1 s/d RB.30, RC.1 s/d RC.30, RD.1 s/d RD.30, dan RE.1 s/d
RE.30. Sedang stasiun yang datanya akan dicek adalah R X.1 s/d RX.30. Indeks 1
adalah data tahun ke-1 pendataan dan seterusnya sampai indeks 30 adalah tahun
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

ke-30 pendataan. Misal tahun ke 1 pada tahun 1983, tahun ke 30 adalah tahun
2012.
Dari data stasiun sekeliling 5 stasiun tersebut, terdapat data stasiun
terdekat RP dari masing-masing yang akan diuji konsistensi. Data yang diuji
dibandingkan dengan data stasiun terdekat karena menurut lokasi, pendekatan dari
data pembanding dan diuji lebih besar. Kemudian dibuat grafik Cartesean, dimana
Rp sebagai absis sedangkan RX sebagai ordinat, dimulai dari indeks yang terbesar
menurun dan akumulasi.
Pengujian konsistensi stasiun data hujan pada stasiun 1 dilakukan dengan
cara membandingkan akumulasi data hujan stasiun 1 dengan akumulasi rata-rata
data hujan stasiun pembanding (ST.P), yaitu stasiun 2, 4, dan 6. Begitu pula untuk
uji konsistensi stasiun selanjutnya.
4.2.1 Uji Konsistensi Stasiun 1
Hasil perhitungan untuk uji konsistensi Stasiun 1 dapat dilihat pada Tabel
4.3 berikut ini:
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 4.3 Uji Konsistensi Stasiun 1


N Akumulas Jumlah 3 Rata Rata Stasiun Akumulasi Stasiun
Thn St 4 St. 1 St. 2 St. 6
o i St. 4 Stasiun Pembanding Pembanding
1 1986 130 130 139 167 147 453 151 151
2 1987 119 249 133 153 144 430 143 294
3 1988 124 373 135 140 169 444 148 442
4 1989 148 521 129 164 172 465 155 597
5 1990 167 688 136 152 147 435 145 742
6 1991 123 811 129 165 138 432 144 886
7 1992 116 927 135 169 141 445 148 1035
8 1993 117 1044 145 175 143 463 154 1189
9 1994 132 1176 140 168 179 487 162 1351
10 1995 129 1305 153 185 166 504 168 1519
11 1996 158 1463 119 154 173 446 149 1668
12 1997 145 1608 120 153 161 434 145 1813
13 1998 140 1748 140 163 176 479 160 1972
14 1999 161 1909 139 149 162 450 150 2122
15 2000 172 2081 143 163 177 483 161 2283
16 2001 124 2205 133 120 139 392 131 2414
17 2002 123 2328 134 146 147 427 142 2556
18 2003 127 2455 109 121 160 390 130 2686
19 2004 141 2596 113 139 161 413 138 2824
20 2005 123 2719 121 153 170 444 148 2972
21 2006 129 2848 139 147 148 434 145 3117
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

22 2007 129 2977 148 154 158 460 153 3270


23 2008 126 3103 154 138 126 418 139 3409
24 2009 140 3243 167 161 158 486 162 3571
25 2010 135 3378 143 170 159 472 157 3729
26 2011 160 3538 131 145 150 426 142 3871
27 2012 127 3665 171 158 146 475 158 4029
28 2013 165 3830 162 152 156 470 157 4186
29 2014 169 3999 132 164 137 433 144 4330
30 2015 158 4157 125 160 166 326 150 4480
Sumber : Hasil Perhitungan
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, dibuat grafik konsistensi dengan membandingkan akumulasi stasiun 1 sebagai ordinat dan akumulasi
rata-rata stasiun pembanding (ST.P) sebagai absis. Grafik konsistensi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Gambar 4.1 Grafik Uji Konsistensi Stasiun 1

UJI KONSISTENSI STASIUN 4


4500
4000

Akumulasi Stasiun 4
f(x) = 0.92 x − 40.23
3500 R² = 1
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Akumulasi Stasiun Pembanding

Sumber : Hasil Perhitungan


4.2.2 Uji Konsistensi Stasiun 2
Hasil perhitungan untuk uji konsistensi Stasiun 1 dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 4.4 Uji Konsistensi Stasiun 2

N Akumulas
Thn St. 2 St. 1 St. 4 St. 6 Jumlah 3 Stasiun Rata Rata Stasiun Pembanding Akumulasi Stasiun Pembanding
o i St. 2
1 1986 167 167 139 130 147 416 139 139
2 1987 153 320 133 119 144 396 132 271
3 1988 140 460 135 124 169 428 143 413
4 1989 164 624 129 148 172 449 150 563
5 1990 152 776 136 167 147 450 150 713
6 1991 165 941 129 123 138 390 130 843
7 1992 169 1110 135 116 141 392 131 974
8 1993 175 1285 145 117 143 405 135 1109
9 1994 168 1453 140 132 179 451 150 1259
10 1995 185 1638 153 129 166 448 149 1408
11 1996 154 1792 119 158 173 450 150 1558
12 1997 153 1945 120 145 161 426 142 1700
13 1998 163 2108 140 140 176 456 152 1852
14 1999 149 2257 139 161 162 462 154 2006
15 2000 163 2420 143 172 177 492 164 2170
16 2001 120 2540 133 124 139 396 132 2302
17 2002 146 2686 134 123 147 404 135 2437
18 2003 121 2807 109 127 160 396 132 2569
19 2004 139 2946 113 141 161 415 138 2707
20 2005 153 3099 121 123 170 414 138 2845
21 2006 147 3246 139 129 148 416 139 2984
22 2007 154 3400 148 129 158 435 145 3129
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

23 2008 138 3538 154 126 126 406 135 3264


24 2009 161 3699 167 140 158 465 155 3419
25 2010 170 3869 143 135 159 437 146 3565
26 2011 145 4014 131 160 150 441 147 3712
27 2012 158 4172 171 127 146 444 148 3860
28 2013 152 4324 162 165 156 483 161 4021
29 2014 164 4488 132 169 137 438 146 4167
30 2015 160 4648 125 158 166 324 150 4317
Sumber : Hasil Perhitungan
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, dibuat grafik konsistensi dengan membandingkan akumulasi stasiun 1 sebagai ordinat dan akumulasi
rata-rata stasiun pembanding (ST.P) sebagai absis. Grafik konsistensi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.
Gambar 4.2 Grafik Uji Konsistensi Stasiun 2
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

UJI KONSISTENSI STASIUN 2


5000
4500 f(x) = 1.07 x + 71.22
R² = 1

Akumulasi Stasiun 2
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Akumulasi Stasiun Pembanding

Sumber : Hasil Perhitungan

4.2.3 Uji Konsistensi Stasiun 4


Hasil perhitungan untuk uji konsistensi Stasiun 1 dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini:
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 4.5 Uji Konsistensi Stasiun 4


Tahu St. Akumulasi Stasiun St. St. St. Jumlah 3 Rata Rata Stasiun Akumulasi Stasiun
No
n 4 4 1 2 6 Stasiun Pembanding Pembanding
1 1986 130 130 139 167 147 453 151 151
2 1987 119 249 133 153 144 430 143 294
3 1988 124 373 135 140 169 444 148 442
4 1989 148 521 129 164 172 465 155 597
5 1990 167 688 136 152 147 435 145 742
6 1991 123 811 129 165 138 432 144 886
7 1992 116 927 135 169 141 445 148 1035
8 1993 117 1044 145 175 143 463 154 1189
9 1994 132 1176 140 168 179 487 162 1351
10 1995 129 1305 153 185 166 504 168 1519
11 1996 158 1463 119 154 173 446 149 1668
12 1997 145 1608 120 153 161 434 145 1813
13 1998 140 1748 140 163 176 479 160 1972
14 1999 161 1909 139 149 162 450 150 2122
15 2000 172 2081 143 163 177 483 161 2283
16 2001 124 2205 133 120 139 392 131 2414
17 2002 123 2328 134 146 147 427 142 2556
18 2003 127 2455 109 121 160 390 130 2686
19 2004 141 2596 113 139 161 413 138 2824
20 2005 123 2719 121 153 170 444 148 2972
21 2006 129 2848 139 147 148 434 145 3117
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

22 2007 129 2977 148 154 158 460 153 3270


23 2008 126 3103 154 138 126 418 139 3409
24 2009 140 3243 167 161 158 486 162 3571
25 2010 135 3378 143 170 159 472 157 3729
26 2011 160 3538 131 145 150 426 142 3871
27 2012 127 3665 171 158 146 475 158 4029
28 2013 165 3830 162 152 156 470 157 4186
29 2014 169 3999 132 164 137 433 144 4330
30 2015 158 4157 125 160 166 326 150 4480
Sumber : Hasil Perhitungan
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, dibuat grafik konsistensi dengan membandingkan akumulasi stasiun 1 sebagai ordinat dan akumulasi
rata-rata stasiun pembanding (ST.P) sebagai absis. Grafik konsistensi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini.

Gambar 4.3 Grafik Uji Konsistensi Stasiun 4


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

UJI KONSISTENSI STASIUN 4


4500

4000 f(x) = 0.92 x − 40.23


R² = 1
3500

Akumulasi Stasiun 4
3000

2500

2000

1500

1000

500

0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Akumulasi Stasiun Pembanding

Sumber : Hasil Perhitungan

4.2.4 Uji Konsistensi Stasiun 6


Hasil perhitungan untuk uji konsistensi Stasiun 1 dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini:
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 4.6 Uji Konsistensi Stasiun 6


Tahu St. Akumulasi Stasiun St. St. St. Jumlah 3 Rata Rata Stasiun Akumulasi Stasiun
No
n 6 6 1 2 4 Stasiun Pembanding Pembanding
1 1986 147 147 139 167 130 436 145 145
2 1987 144 291 133 153 119 405 135 280
3 1988 169 460 135 140 124 399 133 413
4 1989 172 632 129 164 148 441 147 560
5 1990 147 779 136 152 167 455 152 712
6 1991 138 917 129 165 123 417 139 851
7 1992 141 1058 135 169 116 420 140 991
8 1993 143 1201 145 175 117 437 146 1137
9 1994 179 1380 140 168 132 440 147 1283
10 1995 166 1546 153 185 129 467 156 1439
11 1996 173 1719 119 154 158 431 144 1583
12 1997 161 1880 120 153 145 418 139 1722
13 1998 176 2056 140 163 140 443 148 1870
14 1999 162 2218 139 149 161 449 150 2019
15 2000 177 2395 143 163 172 478 159 2179
16 2001 139 2534 133 120 124 377 126 2304
17 2002 147 2681 134 146 123 403 134 2439
18 2003 160 2841 109 121 127 357 119 2558
19 2004 161 3002 113 139 141 393 131 2689
20 2005 170 3172 121 153 123 397 132 2821
21 2006 148 3320 139 147 129 415 138 2959
22 2007 158 3478 148 154 129 431 144 3103
23 2008 126 3604 154 138 126 418 139 3242
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

24 2009 158 3762 167 161 140 468 156 3398


25 2010 159 3921 143 170 135 448 149 3548
26 2011 150 4071 131 145 160 436 145 3693
27 2012 146 4217 171 158 127 456 152 3845
28 2013 156 4373 162 152 165 479 160 4005
29 2014 137 4510 132 164 169 465 155 4160
30 2015 166 4676 125 160 158 318 148 4307
Sumber : Hasil Perhitungan
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas, dibuat grafik konsistensi dengan membandingkan akumulasi stasiun 1 sebagai ordinat dan akumulasi
rata-rata stasiun pembanding (ST.P) sebagai absis. Grafik konsistensi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4.4 Grafik Uji Konsistensi Stasiun 6


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

UJI KONSISTENSI STASIUN 6


5000
4500 f(x) = 1.1 x − 9.83
R² = 1
4000

Akumulasi Stasiun 6
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Akumulasi Stasiun Pembanding

Sumber : Hasil Perhitungan


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

4.3 Uji Homogenitas


Berdasarkan Nemec (1972), pengujian homogenitas data curah hujan dari
kelima stasiun pengamat dilakukan untuk memastikan bahwa pada masing-masing
stasiun tidak terdapat penyimpangan data curah hujan yang cukup signifikan. Hal
tersebut sangat berpotensi terjadi di lapangan karena disebabkan oleh banyak
faktor, seperti tidak sesuainya perencanaan (estimasi terjadinya hujan) dengan
realita di lapangan atau beberapa data tidak ditemukan (hilang).
Dari data curah hujan yang telah dilengkapi seperti pada Tabel 4.2 akan
didapatkan data curah hujan rata-rata tiap tahunnya. Data tersebutlah yang akan
diuji kehomogenitasannya. Suatu data dikatakan homogen apabila titik H ( n, T R )
berada di dalam grafik homogenitasannya. Untuk perhitungan homogenitas
terlebih dahulu dilakukan rangking data dari data curah hujan yang ada.
Cara mengubah 1 array data adalah :
1. Ditambah jumlah datanya. Misalnya : data dari 1968 s/d 1998 menjadi dari
tahun 1960 s/d 1998.
2. Digeser mundur dengan jumlah data yang sama. Misalnya : data dari tahun
1968 s/d 1998 menjadi dari tahun 1967 s/d 1997.
3. Dikurangi jumlah datanya, tetapi tidak dianjurkan (hanya jika kedua cara
diatas tidak dapat dilakukan).
Akan tetapi pada perencanaan ini, untuk membuat data, seperti pada Tabel 4.7
menjadi homogen dengan cara dikurangi datanya. Hal ini dikarenakan tidak
terdapatnya data untuk mengerjakan dengan cara 1 ataupun 2.
Tabel 4.7 Data Curah Hujan Lengkap Kota Probolinggo
Stasiun
No Tahun Stasiun 1 2 Stasiun 4 Stasiun 6
1 1986 139 167 130 147
2 1987 133 153 119 144
3 1988 135 140 124 169
4 1989 129 164 148 172
5 1990 136 152 167 147
6 1991 129 165 123 138
7 1992 135 169 116 141
8 1993 145 175 117 143
9 1994 140 168 132 179
10 1995 153 185 129 166
11 1996 119 154 158 173
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

12 1997 120 153 145 161


13 1998 140 163 140 176
14 1999 139 149 161 162
15 2000 143 163 172 177
16 2001 133 120 124 139
17 2002 134 146 123 147
18 2003 109 121 127 160
19 2004 113 139 141 161
20 2005 121 153 123 170
21 2006 139 147 129 148
22 2007 148 154 129 158
23 2008 154 138 126 126
24 2009 167 161 140 158
25 2010 143 170 135 159
26 2011 131 145 160 150
27 2012 171 158 127 146
28 2013 162 152 165 156
29 2014 132 164 169 137
30 2015 125 160 158 166
Jumlah 4117 4648 4157 4676
Rata Rata 137,2 154,9 138,6 155,9
Sumber : Hasil Perhitungan
Berkut merupakan contoh pengerjaan Homogenitas Data untuk stasiun 1.
Sebelum melakukan uji homogenitas, data hujan setiap stasiun yang sudah dirata-
rata per tahun harus dirangking dari yang terbesar sampai yang terkecil sejak
tahun 1983 sampai 2012. Kemudian akan didapatkan akumulasi dan nilai rata-rata
( Ŕ ) , dimana nilai Ŕ akan digunakan pada penentuan atau uji homogenitas data
hujan, seperti pada Tabel 4.8
Tabel 4.8 Rangking Data Rata-Rata Curah Hujan Stasiun di Kota
Probolinggo
Ranking Ri Ri-R (Ri-R)²
1 171 33,77 1140,19
2 167 29,77 886,05
3 162 24,77 613,39
4 154 16,77 281,12
5 153 15,77 248,59
6 148 10,77 115,92
7 145 7,77 60,32
8 143 5,77 33,25
9 143 5,77 33,25
10 140 2,77 7,65
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

11 140 2,77 7,65


12 139 1,77 3,12
13 139 1,77 3,12
14 139 1,77 3,12
15 136 -1,23 1,52
16 135 -2,23 4,99
17 135 -2,23 4,99
18 134 -3,23 10,45
19 133 -4,23 17,92
20 133 -4,23 17,92
21 132 -5,23 27,39
22 131 -6,23 38,85
23 129 -8,23 67,79
24 129 -8,23 67,79
25 125 -12,23 149,65
26 121 -16,23 263,52
27 120 -17,23 296,99
28 119 -18,23 332,45
29 113 -24,23 587,25
30 109 -28,23 797,12
Jumlah 4117   6123,37
Rata
Rata 137,23    
Sumber : Hasil Perhitungan

Setelah melakukan uji homogenitas dan mencari (Ri – R)2, langkah


selanjutnya ialah:
1. Menentukan standar deviasi.
2. Menentukan persamaan regresi.
3. Memplotkan R1 dan R yang telah didapat di Gumbel’s Probability Paper
untuk mendapatkan nilai TR dan R10.
4. Mencari koordinat titik homogenitas. Kemudian diplotkan pada grafik
Homogenitas apakah data curah hujan tersebut homogen atau tidak.
Untuk mencari persamaan regresi, harus diketahui dulu nilai σ30 dan Y30
dari tabel Reduced Mean dan Reduced Deviation. Dengan n = 30, maka diperoleh
besarnya nilai:
Y30 = 0,5362
σ30 = 1,1124
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Selanjutnya dalam melakukan uji homogenitas, dapat dilakukan perhitungan


sebagai berikut:
1. Menentukan standar deviasi
1
Σ ( Ri −R )2
δ R= [ n−1 ] [ 2
=
6123 ,37
30−1
1

] 2 =14 ,53

2. Menentukan persamaan regresi


1 σ R 14,53
= = = 13,06
α σ n 1 , 1124

1
μ=R− Y n=137,23−(13, 06 x 0 ,5362 )=130,23
α
Maka, didapat persamaan regresi sebagai berikut:
1
R=μ+ Y =130 , 23+13 , 06 Y
α
Jika,
Y1 0 R1 130,23
Y2 5 R2 195,53
3. Memplotkan R1 dan R2 yang telah didapat di Gumbel’s Probability Paper
untuk mendapatkan nilai TR dan R10.
R1 = 130,23
R2 = 195,53
Kemudian R1 dan R2 diplotkan pada grafik Gumbel’s Probability Paper,
lalu kedua titik tersebut dihubungkan dan ditarik suatu garis. Dari grafik
tersebut didapat.
Tr = 2 dari R rata-rata = 137,23
R10 = 159,57
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas pada Homogenity Test Graph
R 10
Ordinat : T Ŕ= x T r = 2,3

Absis : n = 30
Koordinat titik homogenitas ( H ) didapatkan ( n, T R ) = ( 30; 2,3 ). Titik H
diplot pada grafik homogenitas, ternyata titik H belum berada di dalam grafik,
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

sehingga data curah hujan belum homogen. Hasil pemplotan titik H bisa dilihat
pada Gambar 4.5 di bawah ini.
Gambar 4.5 Plot Data pada Grafik Homogenitas

Berdasarkan pemplotan pada grafik di atas, data curah hujan berjumlah 30


belum homogen sehingga data harus dikurangi 5 data yang terbawah (data 5 tahun
awal) agar menjadi homogen. Di bawah ini (Tabel 4.9) merupakan perhitungan
homogenitas dengan jumlah data 25.
Tabel 4.9 Rangking Data Rata-Rata Curah Hujan Stasiun dengan 25 Data
Ranking Ri Ri-R (Ri-R)²
1 171 33,20 1102,24
2 167 29,20 852,64
3 162 24,20 585,64
4 154 16,20 262,44
5 153 15,20 231,04
6 148 10,20 104,04
7 145 7,20 51,84
8 143 5,20 27,04
9 143 5,20 27,04
10 140 2,20 4,84
11 140 2,20 4,84
12 139 1,20 1,44
13 139 1,20 1,44
14 135 -2,80 7,84
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

15 134 -3,80 14,44


16 133 -4,80 23,04
17 132 -5,80 33,64
18 131 -6,80 46,24
19 129 -8,80 77,44
20 125 -12,80 163,84
21 121 -16,80 282,24
22 120 -17,80 316,84
23 119 -18,80 353,44
24 113 -24,80 615,04
25 109 -28,80 829,44
Jumlah 3445   5190,56
Rata
Rata 137,80    
Sumber : Hasil Perhitungan

Setelah melakukan uji homogenitas dan mencari (Ri – R)2, langkah


selanjutnya ialah:
1. Menentukan standar deviasi.
2. Menentukan persamaan regresi.
3. Memplotkan R1 dan R yang telah didapat di Gumbel’s Probability Paper
untuk mendapatkan nilai TR dan R10.
4. Mencari koordinat titik homogenitas. Kemudian diplotkan pada grafik
Homogenitas apakah data curah hujan tersebut homogen atau tidak.
Untuk mencari persamaan regresi, harus diketahui dulu nilai σ25 dan Y25
dari tabel Reduced Mean dan Reduced Deviation. Dengan n = 25, maka diperoleh
besarnya nilai:
Y25 = 0,5309
σ 25 = 1,0915
Selanjutnya dalam melakukan uji homogenitas, dapat dilakukan perhitungan
sebagai berikut:
1. Menentukan standar deviasi
1
Σ ( Ri −R )2
δ R= [ n−1
2. Menentukan persamaan regresi
] [ 2
=
5190 , 56
25−1
1

] 2 =14, 71

1 σ R 14,71
= = = 13,47
α σ n 1 , 0915
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

1
μ=R− Y n=137,8−(13 , 47 x 0 , 5309)=130 , 65
α
Maka, didapat persamaan regresi sebagai berikut:
1
R=μ+ Y =130 , 65+13 , 47 Y
α
Jika,
Y1 0 R1 130,65
Y2 5 R2 198
3. Memplotkan R1 dan R2 yang telah didapat di Gumbel’s Probability Paper
untuk mendapatkan nilai TR dan R10.
R1 = 130,65
R2 = 198
Kemudian R1 dan R2 diplotkan pada grafik Gumbel’s Probability Paper,
lalu kedua titik tersebut dihubungkan dan ditarik suatu garis. Dari grafik
tersebut didapat.
Tr = 2,7 dari R rata-rata = 137,8
R10 = 160,84
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas pada Homogenity Test Graph
R 10
Ordinat : T Ŕ= x T r = 3,2

Absis : n = 25
Koordinat titik homogenitas ( H ) didapatkan ( n, T R ) = ( 25; 3,2 ). Titik H
diplot pada grafik homogenitas, ternyata titik H belum berada di dalam grafik,
sehingga data curah hujan belum homogen. Hasil pemplotan titik H bisa dilihat
pada Gambar 4.6 di bawah ini
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

. Gambar 4.6 Plot Data pada Grafik Homogenitas

Berdasarkan pemplotan pada grafik di atas, data curah hujan berjumlah 20


sudahhomogen sehingga data dapat digunakan untuk analisis curah hujan. Setelah
dilakukan tes homogenitas data pada stasiun lainnya, ternyata stasiun stasiun
tersebit homogen pada saat data berjumlah 25 data. Berikut merupakan data curah
hujan yang telah homogen.
Tabel 4.10 Data Curah Hujan yang Telah Homogen
Ranking St. 1 St. 2 St. 4 St. 6
1 171 185 172 179
2 167 175 167 177
3 162 170 161 176
4 154 169 158 173
5 153 168 148 172
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

6 148 167 145 170


7 145 165 141 169
8 143 164 140 166
9 143 163 140 162
10 140 163 135 161
11 140 161 132 161
12 139 154 130 160
13 139 154 129 159
14 135 153 129 158
15 134 153 129 158
16 133 153 127 148
17 132 152 126 147
18 131 149 124 147
19 129 147 124 147
20 125 146 123 144
21 121 140 123 143
22 120 139 123 141
23 119 138 119 139
24 113 121 117 138
25 109 120 116 126
Jumlah 3445 3869 3378 3921
Rata 154,7
Rata 137,80 6 135,12 156,84
Sumber : Hasil Perhitungan
4. 4 Perhitungan Curah Hujan Rata-Rata
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), sebelum menghitung
curah hujan rata-rata dari kelima stasiun pengamat hujan, maka terlebih dahulu
perlu dihitung luas catchment area dari masing-masing stasiun pengamat hujan.
Perhitungan luas catchment area tersebut bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu
manual (menggunakan kertas kalkir) yang kemudian dikalikan dengan skala peta
atau menggunakan auto cad dengan cara menghitung luasan yang ada di peta.
Berikut ini adalah peta Kota Probolinggo untuk perhitungan curah hujan
rata-rata dengan menggunakan autocad (Gambar 4.8). Perhitungan luas catchment
area tersebut dilakukan dengan menggunakan autocad. Berikut adalah cara yang
dapat diterapkan dalam perhitungan luas catchment area :
1. Menyesuaikan luas daerah dengan skala gambar yang telah ada,
2. Menentukan letak 4 stasiun pengamat,
3. Menghubungkan ke empat stasiun pengamat,
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

4. Menentukan garis Thiessen, menentukan catchment area perstasiun,


5. Menghitung luasan catcment area perstasiun.
Gambar 4.8 Luasan Thiessen 4 Stasiun

Perhitungan curah hujan rata-rata dalam perencanaan ini menggunakan


metode Thiessen. Dihitung dahulu luas pengaruh tiap stasiun pengamat dengan
cara sebagai berikut :
 Luas Stasiun 1 = 6,89 km2
 Luas Stasiun 2 = 12,917 km2
 Luas Stasiun 4 = 15,131 km2
 Luas Stasiun 6 = 21,728 km2
Sehingga total luas adalah 56,667 km2
Sedangkan perbandingan luas catchment area untuk masing-masing
stasiun adalah sebagai berikut:
 Stasiun 1
Luasan Daerah 1 6,89
W1 = = =0,122
Luasan Total 56,667
 Stasiun 2
Luasan Daerah 2 12,917
W2 = = =0,228
Luasan Total 56,667
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

 Stasiun 4
Luasan Daerah 4 15,131
W4 = = =0,267
Luasan Total 56,667
 Stasiun 6
Luasan Daerah 6 21,729
W6 = = =0,383
Luasan Total 56,667
Selanjutnya dihitung curah hujan rata-rata dengan mengalikan
perbandingan luasan di atas dengan data curah hujan tiap tahun. Berikut ini
merupakan contoh perhitungan curah hujan rata-rata yang paling tinggi di setiap
stasiun :
R=( W 1 x R 1 ) + ( W 2 x R 2 ) + ( W 4 x R 4 )+ (W 6 x R 6 )
R=( 0,122 x 171 )+ ( 0,228 x 185 ) + ( 0,267 x 172 ) + ( 0,383 x 179 )
R=177,5
Dalam Tabel 4.11 disajikan data perhitungan curah hujan rata-rata dengan
metode Thiessen, sebagai berikut:
Tabel 4.11 Perhitungan Curah Hujan Rata-Rata dengan Metode Thiessen
Curah
Hujan
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 4 Stasiun 6 Rata
Rangking
Rata
(mm)
Ri W RixW Ri W RixW Ri W RixW Ri W RixW
1 171 0,122 20,792 185 0,228 42,171 172 0,267 45,927 179 0,383 68,636 177,5
2 167 0,122 20,306 175 0,228 39,891 167 0,267 44,592 177 0,383 67,869 172,7
3 162 0,122 19,698 170 0,228 38,752 161 0,267 42,990 176 0,383 67,486 168,9
4 154 0,122 18,725 169 0,228 38,524 158 0,267 42,189 173 0,383 66,335 165,8
5 153 0,122 18,604 168 0,228 38,296 148 0,267 39,518 172 0,383 65,952 162,4
6 148 0,122 17,996 167 0,228 38,068 145 0,267 38,717 170 0,383 65,185 160,0
7 145 0,122 17,631 165 0,228 37,612 141 0,267 37,649 169 0,383 64,802 157,7
8 143 0,122 17,388 164 0,228 37,384 140 0,267 37,382 166 0,383 63,651 155,8
9 143 0,122 17,388 163 0,228 37,156 140 0,267 37,382 162 0,383 62,117 154,0
10 140 0,122 17,023 163 0,228 37,156 135 0,267 36,047 161 0,383 61,734 152,0
11 140 0,122 17,023 161 0,228 36,700 132 0,267 35,246 161 0,383 61,734 150,7
12 139 0,122 16,901 154 0,228 35,104 130 0,267 34,712 160 0,383 61,351 148,1
13 139 0,122 16,901 154 0,228 35,104 129 0,267 34,445 159 0,383 60,967 147,4
14 135 0,122 16,415 153 0,228 34,876 129 0,267 34,445 158 0,383 60,584 146,3
15 134 0,122 16,293 153 0,228 34,876 129 0,267 34,445 158 0,383 60,584 146,2
16 133 0,122 16,172 153 0,228 34,876 127 0,267 33,911 148 0,383 56,749 141,7
17 132 0,122 16,050 152 0,228 34,649 126 0,267 33,644 147 0,383 56,366 140,7
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

18 131 0,122 15,929 149 0,228 33,965 124 0,267 33,110 147 0,383 56,366 139,4
19 129 0,122 15,685 147 0,228 33,509 124 0,267 33,110 147 0,383 56,366 138,7
20 125 0,122 15,199 146 0,228 33,281 123 0,267 32,843 144 0,383 55,215 136,5
21 121 0,122 14,713 140 0,228 31,913 123 0,267 32,843 143 0,383 54,832 134,3
22 120 0,122 14,591 139 0,228 31,685 123 0,267 32,843 141 0,383 54,065 133,2
23 119 0,122 14,469 138 0,228 31,457 119 0,267 31,775 139 0,383 53,298 131,0

24 113 0,122 13,740 121 0,228 27,582 117 0,267 31,241 138 0,383 52,915 125,5
25 109 0,122 13,254 120 0,228 27,354 116 0,267 30,974 126 0,383 48,314 119,9
Jumlah 3706,3
Rata Rata 148,3

4.5 Analisis Curah Hujan Harian Maksimum


Berdasarkan Nemec (1972), untuk menghitung hujan harian maksimum
digunakan tiga metode yaitu: Metode Gumbel, Metode Log Pearson Type-III dan
Metode Iwai-Kadoya.
4.5.1 Metode Gumbel
Dalam metode ini, data curah hujan rata-rata yang dipakai dari data curah
hujan yang didapatkan dari penghitungan menggunakan Metode Thiessen. Dan
hujan harian maksimum dihitung berdasarkan PUH yang direncanakan yaitu 2, 5,
10, 25, 50, dan 100 tahun. Sehingga dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut.
Contoh perhitungan untuk PUH 2 tahun :
τR
RT = R̄+ Y −Y n )
τn ( t

dimana : R̄ = tinggi hujan rata–rata


RT = standar deviasi
n & Yn = didapat dari tabel reduced mean and standar deviation
(Tabel 2.1)
Yt = didapat dari tabel reduced variate pada PUH t tahun (Tabel
2.2)
Maka, perhitungannya menjadi :
τR
RT = R̄+ ( Y t −Y n )
τn
dengan R = 148,3
𝜎𝑅 = 14,69 ; σ25 = 1,0915 ; Yt PUH 2 Tahun = 0,367 ; Y25 = 0,5309
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Maka,
14 ,69
RT =148 ,23+ ( 0 ,367−0 ,5309 )
1,0915
RT =146 ,0 mm.
Rentang keyakinan (Convidence Interval) untuk harga–harga RT. Rumus :
Rk =±¿t ( a )⋅S e
dimana : Rk = rentang keyakinan (convidence interval, mm/jam)
t(a) = fungsi a
Se = probability error (deviasi)
Untuk : a = 90 % à t (a) = 1,64
a = 80 % à t (a) = 1,282
a = 68 % à t (a) = 1,000

Maka perhitungannya adalah :

Y T −Y n 0,3665−0,5309
=−0,151
k= σn = 1,0915

b = √ 1+1,3 k+1,1⋅k2 = √ 1+(1,3×(−0,151))+(1,1×(−0,1512 )) = 0,911


b⋅δ R 14,69
0,911×
Se = √
N = √25 = 2,676
Rentang keyakinan (Rk) = ± 1,64 ¿ 2,676 dimana 1,64 adalah nilai untuk
keyakinan 90%
= 4,388
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut:
Tabel 4.12 Hujan Harian Maksimum dengan Metode Gumbel dan Rentang
Keyakinan
HMM (mm /24
PUH Rt k b Se Rk PUH - +
jam)
2 146,0 -0,151 0,911 2,676 4,388 2 146 ± 4,388 141,650 150,427
5 161,3 0,888 1,738 5,108 8,377 5 161,3 ± 8,377 152,919 169,672
11,62
10 171,5 1,584 2,413 7,090 7 10 171,5 ± 11,627 159,903 183,157
15,80
25 184,2 2,444 3,278 9,634 0 25 184,2 ± 15,8 168,361 199,961
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

17,16
50 188,2 2,722 3,562 10,468 7 50 188,2 ± 17,167 171,078 205,412
22,15
100 203,0 3,728 4,597 13,510 6 100 203,0 ± 22,156 180,873 225,185
Sumber : Hasil Perhitungan

4.5.2 Metode Log Pearson Tipe III


Data curah hujan rata-rata daerah dari perhitungan dengan menggunakan
metode Thiessen disusun terlebih dahulu dari data yang terbesar ke yang terkecil.
Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut:
Tabel 4.13 Peringkat Curah Hujan Rata-rata Metode Log Person Tipe III
Xi - X
(Xi - X rata (Xi - X rata (Xi - X rata
Ranking Ri Xi rata
rata)² rata)³ rata)4
rata
1 177,5 2,249 0,080 0,006 0,0005181 0,0000416
2 172,7 2,237 0,068 0,005 0,0003178 0,0000217
3 168,9 2,228 0,059 0,003 0,0002028 0,0000119
4 165,8 2,220 0,051 0,003 0,0001293 0,0000065
5 162,4 2,211 0,042 0,002 0,0000718 0,0000030
6 160,0 2,204 0,035 0,001 0,0000432 0,0000015
7 157,7 2,198 0,029 0,001 0,0000241 0,0000007
8 155,8 2,193 0,024 0,001 0,0000132 0,0000003
9 154,0 2,188 0,019 0,000 0,0000065 0,0000001
10 152,0 2,182 0,013 0,000 0,0000021 0,0000000
11 150,7 2,178 0,009 0,000 0,0000008 0,0000000
12 148,1 2,170 0,002 0,000 0,0000000 0,0000000
13 147,4 2,169 0,000 0,000 0,0000000 0,0000000
14 146,3 2,165 -0,004 0,000 0,0000000 0,0000000
15 146,2 2,165 -0,004 0,000 -0,0000001 0,0000000
16 141,7 2,151 -0,018 0,000 -0,0000054 0,0000001
17 140,7 2,148 -0,021 0,000 -0,0000088 0,0000002
18 139,4 2,144 -0,025 0,001 -0,0000152 0,0000004
19 138,7 2,142 -0,027 0,001 -0,0000196 0,0000005
20 136,5 2,135 -0,034 0,001 -0,0000382 0,0000013
21 134,3 2,128 -0,041 0,002 -0,0000682 0,0000028
22 133,2 2,124 -0,044 0,002 -0,0000881 0,0000039
23 131,0 2,117 -0,052 0,003 -0,0001380 0,0000071
24 125,5 2,099 -0,070 0,005 -0,0003486 0,0000245
25 119,9 2,079 -0,090 0,008 -0,0007325 0,0000660
3706, 54,22
Jumlah 0,000 0,045 -0,0001331 0,0001943
3 4
Rata
148,3 2,169
Rata
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Sumber : Hasil Perhitungan

Dalam metode ini, data curah hujan rata-rata yang dipakai dari data curah
hujan yang didapatkan dari perhitungan menggunakan Metode Thiessen. Dan
hujan harian maksimum dihitung berdasarkan PUH yang direncanakan yaitu 2, 5,
10, 25, 50, dan 100 tahun. Sehingga dapat dilakukan perhitungan untuk PUH 2
tahun seperti berikut:
Diketahui :
n
∑ ( X i− X i )2
i = 0,045
n
∑ ( X i− X i )3
i = -0,0001331
Perhitungan :
n

σ
 x = √ ∑ ( X i− X i )2
i

0,045
n−1

= √ 25−1
= 0,043
n
n ∑ ( X i− X i )3
i
( n−1 )( n−2)σ
 Cs = x
3

25 x-0,0001331
3
= (25−1 )x(25−2)x 0,043
= -0,075
Untuk nilai Cs = -0,075 tidak ada dalam tabel Coeffiecient of Skewness, maka
dari itu nilai Kx di dapatkan melalui metode interpolaso, Contoh perhtungan
degan cara interpolasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.14 Nilai Kx dengan Cara Interpolasi
Menghitung dengan cara interpolasi
Cs 2 10 25 50 100
-0,6 0,099 1,2 1,528 1,72 1,88
-0,7 0,116 1,183 1,488 1,663 1,806
-0,8 0,132 1,166 1,448 1,606 1,733
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

-0,9 0,148 1,147 1,407 1,549 1,66


-1 0,164 1,128 1,366 1,492 1,588
Setelah Dihitung dengan Interpolasi
-0,75 0,124 1,331 2,310 3,379 4,784
Sumber : Hasil Perhitungan
Setelah didapat nilai Kx, dilanjutkan untuk mencari nilai XT
Untuk PUH = 2 tahun, Kx = 0,124

 XT =
X i +σ x . K x
= 2,169+ (0,043 x (0,124)
= 2,174
 RT = 10XT
= 102,174 = 149,4 mm/24 jam
Sedangkan untuk hasil perhitungan HHM saat PUH 5–100 tahun dapat dilihat
pada Tabel 4.17 berikut ini:
Tabel 4.15 HHM Metode Log Pearson III
PUH(tahun) Kx Kx . σx Xt RT (mm/24 jam)
2 0,124 0,005 2,174 149,4
5 0,969 0,042 2,211 162,5
10 1,331 0,057 2,226 168,4
25 2,310 0,100 2,269 185,6
50 3,379 0,146 2,315 206,4
100 4,784 0,206 2,375 237,4
Sumber : Hasil Perhitungan
4.5.3 Metode Iwai kadoya
Metode ini disebut juga dengan metode distribusi terbatas sepihak (One
Side Finite Distribution). Prinsipnya adalah dengan merubah variabel (X) dari
kurva kemungkinan kerapatan dari curah hujan harian maksimum ke log X atau
merubah kurva distribusi yang asimetris menjadi kurva distribusi normal. Data
curah hujan rata-rata daerah dari perhitungan dengan menggunakan metode
Thiessen disusun terlebih dahulu dari data yang terbesar ke yang terkecil. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.18 berikut:
Tabel 4.16 Peringkat Curah Hujan Rata-Rata Metode Iwai Kadoya
No Ri Log Ri
1 177,5 2,249
2 172,7 2,237
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

3 168,9 2,228
4 165,8 2,220
5 162,4 2,211
6 160,0 2,204
7 157,7 2,198
8 155,8 2,193
9 154,0 2,188
10 152,0 2,182
11 150,7 2,178
12 148,1 2,170
13 147,4 2,169
14 146,3 2,165
15 146,2 2,165
16 141,7 2,151
17 140,7 2,148
18 139,4 2,144
19 138,7 2,142
20 136,5 2,135
21 134,3 2,128
22 133,2 2,124
23 131,0 2,117
24 125,5 2,099
25 119,9 2,079
Jumlah 54,224
Sumber : hasil perhitungan
Dalam metode ini, data curah hujan rata-rata yang dipakai dari data curah
hujan yang didapatkan dari penghitungan menggunakan Metode Thiessen. Dan
hujan harian maksimum dihitung berdasarkan PUH yang direncanakan yaitu 2, 5,
10, 25, 50, dan 100 tahun. Sehingga dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:
∑ log R i
Log XO = n
54 , 224
= 25
= 2,169
XO = 147,552
Perhitungan nilai m :
25
m= =3
10
Perhitungan nilai bi dapat dilihat pada Tabel 4.16 berikut ini:
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 4.16 Perhitungan bi


m Xs Xt Xs . Xt Xs + Xt Xs . Xt - (Xo)² 2 Xo - (Xs+ Xt) bi
1 177,5 119,9 21282,25 297,4 -489,339 -2,296 213,124
2 172,7 125,5 21673,85 298,2 -97,739 -3,096 31,56904
3 168,9 131 22125,9 299,9 354,311 -4,796 -73,876
Total 170,8171
Sumber : hasil perhitungan

∑ bi −170 ,817
b= ∑ ni = 1,6 = 106,761
Langkah selanjutnya adalah perhitungan nilai c, dimana dapat dilihat pada Tabel
4.18 berikut ini:
Tabel 4.17 Perhitungan Harga c
No Xi Xi + b Log (Xi + b) (Log (Xi + b))²
1 177,5 284,3 2,454 6,021
2 172,7 279,4 2,446 5,984
3 168,9 275,7 2,440 5,956
4 165,8 272,5 2,435 5,931
5 162,4 269,1 2,430 5,905
6 160,0 266,7 2,426 5,886
7 157,7 264,5 2,422 5,868
8 155,8 262,6 2,419 5,853
9 154,0 260,8 2,416 5,839
10 152,0 258,7 2,413 5,822
11 150,7 257,5 2,411 5,812
12 148,1 254,8 2,406 5,790
13 147,4 254,2 2,405 5,785
14 146,3 253,1 2,403 5,776
15 146,2 253,0 2,403 5,775
16 141,7 248,5 2,395 5,737
17 140,7 247,5 2,394 5,729
18 139,4 246,1 2,391 5,718
19 138,7 245,4 2,390 5,712
20 136,5 243,3 2,386 5,694
21 134,3 241,1 2,382 5,675
22 133,2 239,9 2,380 5,665
23 131,0 237,8 2,376 5,646
24 125,5 232,2 2,366 5,598
25 119,9 226,7 2,355 5,548
Jumlah 60,147 144,720
Xo X2
Rata Rata
2,406 5,789
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Sumber : Hasil Perhitungan


Dengan menggunakan rumus :
2 1
2n

n
( x i +b )
1
c
=
2
⋅∑ log
( n−1 ) i =1 (
( x o +b ) ) =
[( )(
n−1
x̄ 2 −x 2
o ) ] 2

Maka didapatkan harga 1/c sebesar 0,035363.


Nilai c tersebut digunakan untuk menghitung Hujan Harian Maksimum seperti
yang terlihat pada Tabel 4.18 di bawah ini.
Tabel 4.18 Hujan Harian Maksimum dengan Metode Iway Kadoya
PU
H W (x) = 1/ PUH ξ D = 1/c x ξ Xo + D F = antilog E HHM = F - b
2 0,50 0 0,0000 2,41 254,6 147,8
0,595
5 0,20 1 0,0210 2,43 267,2 160,5
0,906
10 0,10 2 0,0320 2,44 274,1 167,3
1,237
25 0,04 9 0,0438 2,45 281,6 174,8
1,452
50 0,02 2 0,0514 2,46 286,6 179,8
1,645
100 0,01 0 0,0582 2,46 291,1 184,3
Sumber : Hasil Perhitungan
4.5.4 Godness of Fit Test
Gosness of fit Test ialah metoda untuk memilih Intensitas Hujan mana yang
akan digunakan. Tahapan Godness of Fit Test ialah sebagai berikut:
 Menghitung Standar Deviasi

1
Σ ( Ri −R )2


δ R= [
Menghitung Koevisien Variasi
n−1 ] [ 2
=
5190 , 56
25−1
1

] 2 =14, 71

Sx 14,71
Cv= = =¿ 0,1
Xr 148,3

 Menghitung Koefisien Kwitosis


n
n ∑ ( X i− X i )3
i
( n−1 )( n−2)σ 3
Cs = x
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

25 x-0,0001331
3
= (25−1 )x(25−2)x 0,043
= -0,075
 Membandingkan Hasil

Tabel 4.19 Perbandingan Metoda


No Jenis Distribusi Syarat Hasil Hitungan Kesimpulan
1,14 -
1 Gumbel =
Cs ≤ 0 Cs 0,08
Memenuhi
5,40
    Ck ≤ Ck = 0,0
0
-
=
2 Log Person tipe III Cs ≠ 0 Cs 0,08 Memenuhi
-
=
3 Log Normal Cs ≈ 3 Cs 0,08
    Cv + Cv2 = 0,11 Cv + Cv2 = 3 tidak memenuhi
5,38
Ck = 0,0
    Ck = 3
Sumber : Hasil Perhitungan
Dapat dilihat pada tabel diatas hanya terdapat 2 metoda yang memenuhi
Godness of Fit Test. Setelah itu 2 metoda tersebut dibandingkan kembali,
untuk memilih metida mana yang hasilnya paling besar. Berikut merupakan
tabel perbandingan nilai Hujan Harian Maksimum dengan 2 metoda tersebut
Tabel 4.20 Data Nilai Hujan Harian Maksimum yang Digunakan
Perbandingan nilai
PUH HHM dipakai
HHM (mm/24 jam)
(tahun)
Gumbel Log Pearson Nilai HHM Metode
2 146,0 149,4 149,4 Log Pearson
5 161,3 162,5 162,5 Log Pearson
10 171,5 168,4 171,5 Gumbel
25 184,2 185,6 185,6 Log Pearson
50 188,2 206,4 206,4 Log Pearson
100 203,0 237,4 237,4 Log Pearson
Sumber : Hasil Perhitungan
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

4.6 Perhitungan Intensitas Hujan


Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), untuk menghitung
intensitas hujan digunakan tiga metode yaitu:
 Metode Van Breen, didasarkan pada suatu grafik.
 Metode Hasper Weduwen, paling umum digunakan dan paling mendekati
kebenaran.
 Metode Bell.

4.6.1 Metode Van Breen


Untuk menghitung Intensitas Hujan dengan menggunakan Metode Van
Breen digunakan data HHM metode terpilih dengan rumus, yaitu :
24
90 %. R
I=
4
90 %x 149 , 4
I2= =33 , 610
 4 mm/jam
90%x 162 ,5
I5= =36 , 556
 4 mm/jam
90 %x171 , 5
I 10 = =38 , 594
 4 mm/jam
90 %x185 , 6
I 25 = =41 , 768
 4 mm/jam
90 %x206 , 4
I 50 = =46 , 447
 4 mm/jam
90 %x 237 , 4
I 100 = =53 , 407
 4 mm/jam
I kota Jakarta durasi x
I vb pada durasi x= x I hitungan
I kotaJakata durasi 240 menit
Berikut ini diberikan Tabel 4.21. Intensitas Hujan Kota Jakarta (PUH tahun)
yang dijadikan sebagai acuan dalam perhitungan intensitas hujan Van Breen.
Intensitas hujan Kota Jakarta digunakan sebagai pembanding karena intensitas
hujan Kota Jakarta dianggap telah mencerminkan intensitas hujan kota-kota di
Indonesia.
Tabel 4.21 Intensitas Hujan Daerah Jakarta
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Intensitas hujan Jakarta (mm/jam) untuk PUH (tahun)


Durasi (menit)
2 5 10 25 50
5 143 148 155 180 220
10 124 126 138 156 192
20 113 114 123 135 160
40 87 87 96 105 126
60 72 73 81 91 113
120 44 45 51 58 74
240 26 27 30 35 45
(Sumber : BUDP, Drainage Design For Bandung)
Dengan membandingkan intensitas yang didapatkan melalui metode Van
Breen dengan intensitas hujan kota Jakarta (Tabel 4.24), maka intensitas hujan
pada durasi tertentu diperoleh dengan melihat contoh perhitungan berikut.
Intensitas PUH 2 tahun = 33,610 mm/jam
Intensitas PUH 2 tahun Kota Jakarta pada durasi 5 menit = 143 mm/jam
Intensitas PUH 2 tahun Kota Jakarta pada durasi 240 menit = 26 mm/jam
Untuk PUH 2 tahun, durasi 5 menit :
143
x33, 610=
I(2,5) = 26 182 mm/jam.
Sehingga didapatkan hasil perhitungan selengkapnya pada Tabel 4.25 berikut.
Tabel 4.22 Intensitas Hujan Berdasarkan Metode Van Breen
Intensitas hujan Probolinggo (mm/jam) untuk PUH (tahun)
Durasi (menit)
2 5 10 25 50
5 182 200 210 215 228
10 158 171 178 186 200
20 144 154 158 161 166
40 111 118 124 125 131
60 92 99 104 109 117
120 57 61 66 69 76
240 34 37 39 42 46
Sumber : hasil perhitungan
4.6.2 Metode Hasper Weduwen
Pada metode ini, perhitungan intensitas hujan tetap didasarkan kepada HHM
terpilih yaitu HHM dengan metode terpilih. Sebelum melakukan perhitungan
Intensitas Hujan dengan menggunakan Metode Hasper-Weduwen, maka terlebih
dahulu harus dicari nilai R pada tiap durasi waktu dengan menggunakan rumus,
sebagai berikut:
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

a. 1≤t≤24 , maka :

11300⋅( t ) X
R=
(√ ⋅ t
( t +3 , 12 ) 100)( )
b. 0≤t<1 , maka :

11300⋅( t ) R

R=
(√ )( )
⋅ i
( t +3 , 12 ) 100

1218⋅t +54

Ri= X T⋅
( X T ( 1−t )+1272⋅t )
R
I=
t

dimana : XT = HHM (Gumbel)


t = durasi (jam)
R, Ri = Curah hujan
Contoh perhitungan:
Untuk PUH = 2 tahun ; t = 5 menit = 0,083 jam ; XT = 146,894 mm/24jam

(1218×0 , 083)+54
Ri = 149,4
¿
{
149 , 4 (1−0 , 083 )+(1272×0 ,083 ) }
= 95,62 mm
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

1
11300×0 ,083 2
R =
[ (0 ,083+3 ,12) ]
׿ ¿ 95,62
100
= 16,4
R 16,4
I = t = 0,083 = 196,74 ≈197 mm/jam.
Sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.23 di bawah ini.
Tabel 4.23 Perhitungan Nilai Ri, R dan I untuk tiap PUH
Durasi PUH (tahun)
Ket Mn 2 5 10 25 50
Jam
t Ri R I Ri R I Ri R I Ri R I Ri R I
196,7 203,9 101,3 208,4 104,5 215,0 108,7 223,6
5 0,083 95,62 16,40 99,11 16,99 17,37 17,92 18,64
4 1 2 6 2 4 2 9
163,8 120,2 172,6 124,1 178,3 130,0 186,8 138,1 198,4
10 0,167 114,10 27,31 28,78 29,73 31,14 33,07
8 1 5 9 6 9 4 4 0
0<t<1
130,0 140,4 139,1 146,5 145,1 155,8 154,4 169,0 167,5
20 0,333 131,25 43,35 46,38 48,40 51,48 55,83
4 2 3 4 9 7 4 6 0
155,9 104,3 164,0 109,7 176,6 118,1 194,9 130,4
40 0,667 144,11 64,28 96,42 69,57 73,18 78,79 86,96
9 6 8 8 5 9 6 4
1<t<2 108,0 108,0
60 1,0 - 78,24 78,24 - 85,10 85,10 - 89,82 89,82 - 97,20 97,20 -
4 9 9
120 2,000 - 99,26 49,63 - 107,9 53,98 - 113,9 56,97 - 123,3 61,65 - 137,1 68,56
0 6 4 1 3
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

4,000 119,0 129,4 136,6 147,8 164,4


240 - 29,76 - 32,37 - 34,16 - 36,97 - 41,11
0 4 7 4 8 5
Sumber : Hasil Perhitungan
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

4.6.3 Metode Bell


Menurut Tanimoto yang didasarkan pada penelitian Dr. Borema bahwa
untuk daerah Jawa, distribusi curah hujan setiap jam diperkirakan seperti pada
Tabel 4.24 berikut ini.
Tabel 4.24 Distribusi Hujan Menurut Tanimoto
Hujan (mm)
Jam ke
170 230 350 470
1 87 90 96 101
2 28 31 36 42
3 18 20 23 31
4 11 14 20 25
5 8 11 16 22
6 6 9 14 20
7 6 8 13 19
8 4 7 12 18
9 2 5 10 15
10 - 5 10 15
11 - 4 9 14
12 - 4 9 14
13 - 4 9 14
14 - 4 9 14
15 - 3 8 13
16 - 3 8 13
17 - 3 7 13
18 - 3 7 12
19 - 2 7 11
20 - - 7 11
21 - - 7 11
22 - - 6 11
23 - - 4 10
Sumber : Subarkah,1980
Perkiraan pola distribusi curah hujan ini dilakukan apabila durasi hujan
tidak ada, sehingga dalam mencari hubungan intensitas pada setiap durasi
dilakukan dengan cara empiris. Perumusan secara empiris didasarkan pada data
curah hujan durasi 60 menit (1 jam). Untuk data hujan yang telah dianalisis
berdasarkan metode yang digunakan saat menghitung HHM, pola distribusi curah
hujan harian untuk setiap jam adalah hanya sampai ranking 1 jam ke-4.
87
149,4×
HHM ranking jam ke 1 = 170
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

= 76,46 mm/jam
Untuk hasil perhitungan sampai ranking jam ke 4 dapat dilihat pada Tabel 4.25
berikut.
Tabel 4.25 Pola Distribusi HHM per Jam menurut Ranking
Rangking I HHM (mm/jam) dengan PUH (tahun)
jam 1-4 2 5 10 25 50
1 76,46 83,16 87,77 94,98 105,63
2 24,61 26,76 28,25 30,57 34,00
3 15,82 17,21 18,16 19,65 21,85
4 9,67 10,51 11,10 12,01 13,36
Rata-rata 31,64 34,41 36,32 39,30 43,71
Sumber : Hasil Perhitungan
Selanjutnya dengan menggunakan Pedoman Curah Hujan Tanimoto, maka
60
untuk data HHM ( R10 ) pada PUH 10 tahun digunakan rata-rata dari distribusi
hujan 2 jam pertama.
87 , 77+28 , 25
R60
10 = 2 = 58,01 mm
Dalam menghitung intensitas hujan dengan metode Bell, digunakan rumus :

RtT −¿−( 0 , 21 . lnT +0 , 52 ) ( 0 ,54 t 0 , 25−0,5 ) . R 60


10

Contoh perhitungan :
t = 5 menit dan T = 2 tahun
R52 −¿− ( 0,21. ln 2+0,52 ) x ( 0 ,54 . 50 ,25−0,5 ) x 58 ,01
= 11,87 mm
60
xR T
I = t ; t dalam menit
60
x11,87
= 5 = 142,46 mm/jam
Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.26 berikut ini.
Tabel 4.26 Perhitungan Nilai R dan Intensitas Metode Bell
PUH (tahun)
Durasi
2 5 10 25 50
(mnt)
R I R I R I R I R I
5 11,87 142,46 15,30 183,64 17,90 214,80 21,33 255,98 23,93 287,14
10 17,77 106,62 22,91 137,44 26,79 160,76 31,93 191,59 35,82 214,90
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

20 24,78 74,35 31,95 95,85 37,37 112,11 44,54 133,61 49,96 149,87
40 33,13 49,69 42,70 64,06 49,95 74,92 59,53 89,29 66,77 100,16
60 38,72 38,72 49,91 49,91 58,38 58,38 69,58 69,58 78,04 78,04
120 49,70 24,85 64,07 32,03 74,94 37,47 89,30 44,65 100,17 50,09
240 62,75 15,69 80,90 20,22 94,62 23,66 112,76 28,19 126,49 31,62
Sumber : hasil perhitungan
4.6.4 Pemilihan Nilai Intensitas Maksimum
Berdasarkan perhitungan intensitas hujan dengan ketiga metode di atas,
maka diambil nilai intensitas hujan maksimum untuk digunakan dalam
perhitungan selanjutnya . Berikut ini merupakan nilai intesitas hujan berdasarkan
perhitungan dengan metode Van Breen, Hasper-Weduwen, dan Bell
Tabel 4.27 Perbandingan Nilai Intensitas Hujan
waktu Metode Perhitungan Intesitas Hujan
(meni Van Breen Hasper-Wedewen Bell
t) 2 5 10 25 50 2 5 10 25 50 2 5 10 25 50
18 20 21 21 22 19 20 20 21 22 14 18 21 25 28
5 2 0 0 5 8 7 4 8 5 4 2 4 5 6 7
15 17 17 18 20 16 17 17 18 19 10 13 16 19 21
10 8 1 8 6 0 4 3 8 7 8 7 7 1 2 5
14 15 15 16 16 13 13 14 15 16 11 13 15
20 4 4 8 1 6 0 9 5 4 8 74 96 2 4 0
11 11 12 12 13 10 11 11 13 10
40 1 8 4 5 1 96 4 0 8 0 50 64 75 89 0
10 10 11 10
60 92 99 4 9 7 78 85 90 97 8 39 50 58 70 78
120 57 61 66 69 76 50 54 57 62 69 25 32 37 45 50
240 34 37 39 42 46 30 32 34 37 41 16 20 24 28 32
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.28 Nilai Intensitas Hujan yang Dipakai
Durasi Intensitas hujan Probolinggo (mm/jam) untuk PUH (tahun)
(menit) 2 5 10 25 50
5 182 200 210 215 228
10 158 171 178 186 200
20 144 154 158 161 166
40 111 118 124 125 131
60 92 99 104 109 117
120 57 61 66 69 76
240 34 37 39 42 46
Sumber : Hasil Perhitungan
Berikut ini adalah grafik perbandingan nilai intensitas hujan dari metode Bell,
Van Breen, dan Hasper-Weduwen (Gambar 4.9).
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Gambar 4.9 (a) Grafik Perbandingan Intensitas Hujan PUH 2 Tahun

Perbandingan Intensitas Hujan 2 Tahun


250

200

Van Breen
Intensitas Hujan

150 Hasper-Wedewen
Bell
100 Intensitas Hujan Kota Jakarta
(Pembanding)

50

0
5 10 20 40 60 120 240
Waktu

Gambar 4.9 (b) Grafik Perbandingan Intensitas Hujan PUH 5 Tahun

Perbandingan Intensitas Hujan 5 Tahun


250

200
Van Breen
Intensitas Hujan

150 Hasper-Wedewen
Bell
Intensitas Hujan Kota
100 Probolinggo dengan Metode
Van Breen

50

0
5 10 20 40 60 120 240
Waktu
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Gambar 4.9 (c) Grafik Perbandingan Intensitas Hujan PUH 10 Tahun

Perbandingan Intensitas Hujan 10 Tahun


250

200

Van Breen
Intensitas Hujan

150 Hasper-Wedewen
Bell
100 Intensitas Hujan Kota Jakarta
(Pembanding)

50

0
5 10 20 40 60 120 240
Waktu

Gambar 4.9 (d) Grafik Perbandingan Intensitas Hujan PUH 25 Tahun

Perbandingan Intensitas Hujan 25 Tahun


300

250

200 Van Breen


Intensitas Hujan

Hasper-Wedewen
150 Bell
Intensitas Hujan Kota Jakarta
100 (Pembanding)

50

0
5 10 20 40 60 120 240
Waktu
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Gambar 4.9 (e) Grafik Perbandingan Intensitas Hujan PUH 50 Tahun

Perbandingan Intensitas Hujan 50 Tahun


350

300

250
Van Breen
Intensitas Hujan

200 Hasper-Wedewen
Bell
150 Intensitas Hujan Kota Jakarta
(Pembanding)
100

50

0
5 10 20 40 60 120 240
Waktu

4.6.5 Pemilihan Rumus Lengkung Intensitas Hujan


Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), pada perhitungan
pemilihan rumus intensitas hujan digunakan 3 metode, yaitu :
a. Metode Talbot
a
I = t +b
2 2
( ∑ I . t )( ∑ I )−(∑ I .t )( ∑ I )
dimana: a = N ( ∑ I 2 )−(∑ I )2
2
(∑ I )( ∑ I . t )−N ( ∑ I .t )
b= N ( ∑ I 2 )−(∑ I )2
b. Metode Sherman
a
n
I= t
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur


2
(∑ log I )(∑ log t )−( ∑ logt . log I )(∑ log t )
dimana: log a = N ( ∑ log 2 t )−(∑ log t )2

( ∑ log I )( ∑ log t )−N ( ∑ logt .log I )


n= N ∑ (log 2 t )−( ∑ logt )2

c. Metode Ishiguro
a
I = √ t +b
2 2
(∑ I . √t )( ∑ I )−(∑ I √t )( ∑ I )
dimana: a = N ( ∑ I 2 )−( ∑ I )2
2
(∑ I )(∑ I . √t )−N ( ∑ I √t )
b= N ( ∑ I 2 )−( ∑ I )2
Keterangan:
t = durasi
N = jumlah data
a,b,n = konstanta
I = Intensitas hujan (mm/jam)
Dari ketiga metode tersebut yang akan digunakan adalah metode yang
memiliki nilai lengkung intensitas paling mendekati perhitungan intensitas hujan
sebelumnya. Pada setiap PUH, dicarikan nilai Δ I terkecil untuk digunakan
sebagai intensitas dalam perhitungan selanjutnya sehingga setiap nilai PUH 2, 5,
10, 25, 50 tahun dengan durasi 5, 10, 20, 40, 60, 120 dan 240 menit masing-
masing memiliki nilai lengkung intensitas, seperti pada Tabel 4.29 berikut.
Tabel 4.29 Perhitungan Lengkung Intensitas Hujan
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

PERHITUNGAN LENGKUNG INTENSITAS HUJAN PUH 2 TAHUN              

t (menit) I (mm/jam) Ixt I² I² x t Log I Log t Log I x Log t log² I log² t t0,5 I x t0,5 I² x t0,5
5 182 911 33233 166164 2,26 0,70 1,58 5,11 0,49 2,24 407,63 74311,01
10 158 1581 25009 250092 2,20 1,00 2,20 4,84 1,00 3,16 500,09 79086,14
20 144 2881 20751 415011 2,16 1,30 2,81 4,66 1,69 4,47 644,21 92799,31
40 111 4425 12236 489450 2,04 1,60 3,27 4,18 2,57 6,32 699,61 77388,87
60 92 5525 8479 508757 1,96 1,78 3,49 3,86 3,16 7,75 713,27 65680,30
120 57 6814 3224 386916 1,75 2,08 3,65 3,08 4,32 10,95 622,03 35320,43
240 34 8066 1130 271109 1,53 2,38 3,63 2,33 5,67 15,49 520,68 17500,00
Jumlah 778 30204 104062 2487500 13,91 10,84 20,64 28,05 18,90 50,39 4108 442086
PERHITUNGAN LENGKUNG INTENSITAS HUJAN PUH 5 TAHUN              

t (menit) I (mm/jam) Ixt I² I² x t Log I Log t Log I x Log t log² I log² t t0,5 I x t0,5 I² x t0,5
5 200 1002 40154 200768 2,30 0,70 1,61 5,30 0,49 2,24 448,07 89786,00
10 171 1706 29103 291032 2,23 1,00 2,23 4,98 1,00 3,16 539,47 92032,52
20 154 3087 23824 476475 2,19 1,30 2,85 4,79 1,69 4,47 690,27 106543,00
40 118 4712 13875 555007 2,07 1,60 3,32 4,29 2,57 6,32 744,99 87754,36
60 99 5930 9769 586134 1,99 1,78 3,55 3,98 3,16 7,75 765,59 75669,62
120 61 7311 3712 445458 1,78 2,08 3,71 3,19 4,32 10,95 667,43 40664,54
240 37 8774 1336 320730 1,56 2,38 3,72 2,44 5,67 15,49 566,33 20703,00
Jumlah 839 32522 121773 2875604 14,14 10,84 20,98 28,97 18,90 50,39 4422 513153
PERHITUNGAN LENGKUNG INTENSITAS HUJAN PUH 10 TAHUN              

t (menit) I (mm/jam) Ixt I² I² x t Log I Log t Log I x Log t log² I log² t t0,5 I x t0,5 I² x t0,5
5 210 1052 44292 221461 2,32 0,70 1,62 5,40 0,49 2,24 470,60 99040,19
10 178 1775 31518 315182 2,25 1,00 2,25 5,06 1,00 3,16 561,41 99669,31
20 158 3165 25039 500776 2,20 1,30 2,86 4,84 1,69 4,47 707,66 111976,92
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

40 124 4940 15253 610107 2,09 1,60 3,35 4,38 2,57 6,32 781,09 96466,33
60 104 6252 10859 651515 2,02 1,78 3,59 4,07 3,16 7,75 807,16 84110,26
120 66 7873 4305 516565 1,82 2,08 3,78 3,30 4,32 10,95 718,72 47155,71
240 39 9263 1490 357484 1,59 2,38 3,78 2,52 5,67 15,49 597,90 23075,52
Jumlah 878 34321 132755 3173090 14,28 10,84 21,23 29,56 18,90 50,39 4645 561494
PERHITUNGAN LENGKUNG INTENSITAS HUJAN PUH 25 TAHUN              

t (menit) I (mm/jam) Ixt I² I² x t Log I Log t Log I x Log t log² I log² t t0,5 I x t0,5 I² x t0,5
5 215 1074 46142 230710 2,33 0,70 1,63 5,44 0,49 2,24 480,32 103176,81
10 186 1862 34658 346578 2,27 1,00 2,27 5,15 1,00 3,16 588,71 109597,66
20 161 3222 25955 519098 2,21 1,30 2,87 4,87 1,69 4,47 720,48 116073,92
40 125 5012 15701 628045 2,10 1,60 3,36 4,40 2,57 6,32 792,49 99302,62
60 109 6516 11793 707597 2,04 1,78 3,62 4,14 3,16 7,75 841,19 91350,41
120 69 8306 4791 574896 1,84 2,08 3,83 3,39 4,32 10,95 758,22 52480,59
240 42 10024 1745 418697 1,62 2,38 3,86 2,63 5,67 15,49 647,07 27026,75
Jumlah 907 36016 140785 3425622 14,40 10,84 21,44 30,02 18,90 50,39 4828 599009
PERHITUNGAN LENGKUNG INTENSITAS HUJAN PUH 50 TAHUN              

t (menit) I (mm/jam) Ixt I² I² x t Log I Log t Log I x Log t log² I log² t t0,5 I x t0,5 I² x t0,5
5 228 1142 52205 261026 2,36 0,70 1,65 5,56 0,49 2,24 510,91 116734,34
10 200 1997 39870 398699 2,30 1,00 2,30 5,29 1,00 3,16 631,43 126079,81
20 166 3328 27687 553749 2,22 1,30 2,89 4,93 1,69 4,47 744,14 123822,07
40 131 5248 17214 688549 2,12 1,60 3,39 4,49 2,57 6,32 829,79 108869,08
60 117 7015 13669 820158 2,07 1,78 3,68 4,28 3,16 7,75 905,63 105881,92
120 76 9165 5833 699965 1,88 2,08 3,91 3,55 4,32 10,95 836,64 63897,73
240 46 11147 2157 517760 1,67 2,38 3,97 2,78 5,67 15,49 719,56 33421,24
Jumlah 965 39042 158636 3939905 14,62 10,84 21,79 30,88 18,90 50,39 5178 678706
Sumber : Hasil Perhitungan
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat dihitung intensitas hujan


dengan ketiga metode. Di bawah ini akan diberikan contoh perhitungan untuk
PUH 2 tahun.
a. Metode Talbot
( ∑ I⋅t ) ( ∑ I 2 )−(∑ I 2⋅t ) ( ∑ I )
a= 2
 ( N⋅∑ I 2 )−( ∑ I )

(30204 ) ( 104062) −( 2487500 )( 778 )


=
7(104062 )−( 778 )2 = 9764,85
( ∑ I )⋅( ∑ I⋅t )−N ( ∑ I 2⋅t ) ( 778 )⋅( 30204 )−7 ( 2487500 )
b= 2 =
 ( N⋅∑ I 2 )−( ∑ I ) 7 ( 104062 )−( 778 )2 =
49,06
9764 ,85
I=
 t +49, 06
b. Metode Sherman
( ∑ log I )⋅( ∑ log 2 t ) −( ∑ ( log ( t )⋅log ( i ) ) )⋅( ∑ log ( t ) )
a= 2
 log N⋅∑ ( log 2 ( t ) ) −( ∑ log ( t ) )

( 778 )⋅( 18 , 9 )−(20 , 64)⋅( 10 ,84 )


=
7(18 , 9 )−(10 , 84 )2 = 2,65
 a = antilog (2,65) = 443,03
( ∑ log ( I )⋅∑ log ( t ) ) −n⋅(∑ ( log ( t ))⋅log ( I ) )
n= 2
 N ∑ ( log 2 ( t ) )−( ∑ log ( t ) )

(13 , 91)(10 , 84 )−7(20 ,64)


=
7 (18 ,9 )−(10 ,84 )2 = 0,43
443 , 03
I=
 t 0, 43
c. Metode Ishiguro
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

( ∑ I √ t⋅∑ I 2 )−( ∑ I 2 √t⋅∑ I )


a= 2
 N⋅∑ I 2 −( ∑ I )

( 4108 ) (104062 )−(( 442086)(778 ) )


=
7⋅(104062)−(778)2 = 675,94

( ∑ I⋅∑ I √ t ) −N⋅(∑ I 2 √t ) (778 )(4108 )−7( 442086)


b= 2 =
 N ∑ I 2 −( ∑ I ) 7⋅(104062)−(778)2 = 0,8
675, 94
 I = √t+0,8
Dengan cara yang sama maka akan diperoleh rumusan untuk ketiga metode
tersebut untuk PUH 2, 5, 1, 25, dan 50 tahun yang tertera pada Tabel 4.32 di
bawah ini.
Tabel 4.30. Hasil Perhitungan yang Digunakan untuk Mencari Rumus
Intensitas Hujan
PUH Rumus
Metode
(Tahun) a b
2 9764,85 49,06
5 10466,38 48,54
Talbot
10 11190,22 50,12
25 12053,18 53,32
    log a a n
2 2,65 443,03 0,43
5 Sherma 2,68 481,97 0,43
10 n 2,69 495,34 0,42
25 2,69 494,23 0,41
    c d
2 675,94 0,80
5 729,20 0,81
Ishiguro
10 780,97 0,94
25 837,87 1,14
Sumber : Hasil Perhitungan
Setelah didapatkan semua rumus intensitas untuk tiap PUH, kemudian
dimasukkan nilai tiap durasi (t) ke dalam rumus sehingga akan diperoleh
intensitas dengan metode tersebut. Setelah itu dicari selisihnya dengan intensitas
data. Contoh perhitungan dengan PUH 2 Tahun dan durasi 5 menit :
 Diketahui : t = 5 menit ; PUH = 2 tahun; I data = 182 mm/jam
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

 Perhitungan :
9764 ,85 9764 ,85
I=
a. I talbot = t +49, 06 = 5+49 ,06 = 180,62 mm/jam
∆ I = I data – I talbot = 182 – 180,62 = 1,68 mm/jam
443 , 03 443 ,03
I= 0, 43 0 , 43
b. I Sherman = t = 5 = 223,18 mm/jam
∆ I = I data – I Sherman = 182 – 223,18 = -40,15 mm/jam
675 , 94 675 , 94
c. I Ishiguro = I = √t+0,8 = √ 5+0,8 = 223,18 mm/jam
∆I = I data – I Ishiguro = 182 – 223,18 = -40,88 mm/jam
Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.33 berikut ini.
Tabel 4.31 Perbandingan Kesesuaian Rumus Intensitas Curah Hujan
PERBANDINGAN KESESUAIAN RUMUS INTENSITAS CURAH HUJAN
PUH 2  
I
t
(mm/jam I I-I I I-I I I-I
(jam)
) Talbot Talbot Ishiguro Ishiguro Sherman Sherman
180,6
5
182 2 1,68 223,18 40,88 222,45 40,15
165,3
10
158 3 7,19 166,11 7,97 170,48 12,34
141,3
20
144 9 2,66 123,64 20,41 128,15 15,90
109,6
40
111 4 0,98 92,03 18,59 94,84 15,78
60 92 89,53 2,55 77,43 14,66 79,07 13,01
120 57 57,76 0,98 57,63 0,85 57,49 0,71
240 34 33,78 0,17 42,89 9,28 41,48 7,87
Jumla
h 777,59   16,20   112,64   105,77

PERBANDINGAN KESESUAIAN RUMUS INTENSITAS CURAH HUJAN


PUH 5  
I
t
(mm/jam I I-I I I-I I I-I
(jam)
) Talbot Talbot Ishiguro Ishiguro Sherman Sherman
195,5
5
200 0 4,88 241,82 41,44 239,18 38,79
178,8
10
171 0 8,21 179,68 9,08 183,45 12,85
152,7
20
154 1 1,64 133,51 20,84 137,98 16,37
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

118,2
40
118 2 0,42 99,20 18,59 102,17 15,63
60 99 96,43 2,41 83,38 15,46 85,20 13,64
120 61 62,10 1,17 61,95 1,02 61,97 1,04
240 37 36,27 0,28 46,03 9,47 44,72 8,17
Jumla
h 839,44   19,01   115,92   106,48

PERBANDINGAN KESESUAIAN RUMUS INTENSITAS CURAH HUJAN


PUH 10  
I
t
(mm/jam I I-I I I-I I I-I
(jam)
) Talbot Talbot Ishiguro Ishiguro Sherman Sherman
203,0
5
210 2 7,44 250,96 40,50 246,17 35,72
186,1
10
178 4 8,60 187,25 9,72 190,54 13,01
159,5
20
158 9 1,35 139,72 18,52 144,40 13,84
124,1
40
124 7 0,67 104,25 19,25 107,56 15,94
101,6
60
104 2 2,58 87,84 16,37 89,95 14,26
120 66 65,78 0,17 65,54 0,07 65,68 0,07
240 39 38,57 0,02 48,90 10,31 47,54 8,94
Jumla
h 878,14   20,84   114,74   101,78

PERBANDINGAN KESESUAIAN RUMUS INTENSITAS CURAH HUJAN


PUH 25  
I
t
(mm/jam I I-I I I-I I I-I
(jam)
) Talbot Talbot Ishiguro Ishiguro Sherman Sherman
206,6
5
215 8 8,12 255,12 40,31 247,96 33,16
190,3
10
186 6 4,20 191,90 5,73 194,62 8,45
164,4
20
161 0 3,29 144,34 16,77 149,22 11,89
129,1
40
125 6 3,86 108,57 16,74 112,20 13,10
106,3
60
109 7 2,23 91,91 16,69 94,26 14,34
120 69 69,54 0,33 69,13 0,09 69,26 0,04
240 42 41,09 0,68 52,00 10,23 50,37 8,60
Jumla
h 906,96   22,71   106,55   89,58
Sumber : Hasil Perhitungan
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, daat diketahui bahwa metoda intensitas


hujam yang paling sesuai untuk semua PUH ialah metoda Talbot.
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

BAB V
PERENCANAAN SISTEM DRAINASE

Dalam hal perencanaan sistem drainase, perlu dilakukan beberapa langkah


perhitungan seperti penentuan luas daerah limpasan, penentuan koefisien
pengaliran, intensitas air hujan yang masuk ke dalam saluran, dan debit air yang
mengalir ke saluran.
5.1 Penentuan Luas Pelayanan dan Koefisien Pengaliran
5.1.1 Penentuan Luas Pelayanan
Untuk menentukan luas pelayanan maka, perlu dilakukan pembagian blok
dimaksudkan agar sistem drainase yang direncanakan dapat melayani daerah
pelayanan seefektif mungkin, mempermudah jaringan dan perhitungan dimensi
saluran. Pembagian blok pelayanan didasarkan pada keadaan topografi dan tata
guna lahan. Pada perencanaan ini kurang lebih 100% wilayah yang berada di Kota
Probolinggo akan dilayani. Peta wilayah yang akan dilayani dapat dilihat pada
lampiran.
Kota Probolinggo dibagi menjadi 17 blok pelayanan. Dalam perencanaan
ini, setiap blok akan dilayani oleh saluran sekunder yang selanjutnya akan
disalurkan ke saluran primer kemudian menuju, sungai atau badan air terdekat..
Perhitungan saluran sekunder dan primer menggunakan PUH 10 tahun.,
Dikarenakan sungai merupakan saluran alami, maka tidak dihitung dimensi sungai
tersebut. Namun sebaiknya terdapat data tentang kapasitas sungai yang digunakan
sebagai saluran alami atau saluran primer sehingga tidak akan terjadi peluapan air
sungai karena kelebihan kapasitas tampungan air setelah dijadikan penampung
limpasan air hujan.
Sedangkan untuk perhitungan luas blok yang terlayani dapat dilihat pada
Tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1 Luas Per Blok Kota Probolinggo
Jalur Blok Terlayani Luas Blok Asli (Ha)
A-B 1 240,83
C-D 2 299,64
E-F 3 413,45
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

G-H 4 DAN 5 323,62


J-K 6 91,43
L-M 7 75,30
N-O 8 140,00
Q-R 9 140,12
S-R 10 16,78
V-W 11 80,05
X-Y 12 177,95
S-AA 13 DAN 14 334,88
AC-
AD 15 213,99
AE-AF 16 83,13
AF-AH 17 83,13
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 5.2 Pembebanan Saluran Primer atau Sungai
Blok
Sungai Jalur Luas Blok Asli (Ha)
Terlayani
B-D 1 240,83
D-F 1,2 540,46
F-H 1,2,3 953,91
H-I 1,2,3,4,5 1277,53
SungaI Umbul
K-M 6 91,43
M-O 6,7 166,72
O-P 6,7,8 306,73
T-U 9 , 10 156,90
W-Y 11 80,05
Y-AA 11,12 258,00
Sungai AA-AB 11,12,13,14 592,88
Banger AH-AF 17 83,13
AF-AD 16,17 166,26
AD-AB 15,16,17 380,25
Sumber : Hasil Perhitungan
5.1.2 Penentuan Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran ini diperoleh dari hasil perbandingan antara jumlah
hujan yang jatuh dengan yang mengalir sebagai limpasan dari suatu hujan dalam
permukaan atau tanah tertentu. Pada suatu daerah pengaliran dengan tata guna
tanah yang berbeda-beda besarnya koefisien pengaliran ditetapkan dengan
mengambil harga rata-rata berdasarkan bobot luas daerah seperti pada rumus :
C 1. A 1+C 2 . A 2+ …..+C n . A n
Cr =
A
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Contoh perhitungan koefisien pengaliran pada saluran A-B adalah sebagai


berikut:
C 1. A 1+C 2 . A 2+ …..+C n . A n
Cr =
A
( 0,8 x 0,1 ) + ( 0,6 x 0,2 )+(0,5 x 0,7)
=
1
= 0,55
Sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.3
berikut.
Tabel 5.3 Koefisien Pengaliran Per Blok
Cr Saluran Sekunder
Blo Tipe Daerah Luas Blok Asli % Cr
Jalur C Cr
k Aliran (Ha) Luas Kumulatif
Jalan 10 0,8 0,08
A-B 1 Pemukiman 240,83 20 0,6 0,12 0,55
Pertanian 70 0,5 0,35
Jalan 10 0,8 0,08
Pemukiman 55 0,6 0,33
C-D 2 299,64 0,6225
Industri 15 0,75 0,1125
Pertanian 20 0,5 0,1
Jalan 10 0,8 0,08
Pemukiman 75 0,6 0,45
E-F 3 413,45 0,705
Industri 20 0,75 0,15
Pertanian 5 0,5 0,025
Jalan 10 0,8 0,08
Pemukiman 70 0,6 0,42
G-H 4 172,41 0,6125
Industri 5 0,75 0,0375
Pertanian 15 0,5 0,075
Jalan 10 0,8 0,08
G-H 5 Pemukiman 151,21 60 0,6 0,36 0,59
Pertanian 30 0,5 0,15
Jalan 10 0,8 0,08
J-K 6 Pemukiman 91,43 10 0,6 0,06 0,38
Taman 80 0,3 0,24
Jalan 10 0,8 0,08
L-M 7 Pemukiman 75,30 20 0,6 0,12 0,41
Taman 70 0,3 0,21
Jalan 10 0,8 0,08
Industri 35 0,75 0,2625
N-O 8 140,00 0,5075
Taman 35 0,3 0,105
Pemukiman 10 0,6 0,06
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Jalan 10 0,8 0,08


Q-R 9 140,12 0,62
Pemukiman 90 0,6 0,54
Jalan 10 0,8 0,08
S-R 10 Pemukiman 16,78 40 0,6 0,24 0,47
Taman 50 0,3 0,15
Jalan 10 0,8 0,08
Pemukiman 60 0,6 0,36
V-W 11 80,05 0,6275
Pertanian 15 0,5 0,075
Industri 15 0,75 0,1125
Jalan 10 0,8 0,08
Pemukiman 70 0,6 0,42
X-Y 12 177,95 0,58
Taman 10 0,3 0,03
Pertanian 10 0,5 0,05
Jalan 10 0,8 0,08
S-AA 13 Pemukiman 281,72 60 0,6 0,36 0,665
Industri 30 0,75 0,225
Jalan 10 0,8 0,08
S-AA 14 Pemukiman 75,29 45 0,6 0,27 0,575
Pertanian 45 0,5 0,225
Jalan 10 0,8 0,08
AC- Pemukiman 65 0,6 0,39
15 259,59 0,62
AD Industri 10 0,75 0,075
Pertanian 15 0,5 0,075
Jalan 10 0,8 0,08
Industri 10 0,75 0,075
AE-AF 16 213,99 0,625
Pertanian 10 0,5 0,05
Pemukiman 70 0,6 0,42
Jalan 10 0,8 0,08
Industri 10 0,75 0,075
AF-AH 17 83,13 0,595
Pertanian 40 0,5 0,2
Pemukiman 40 0,6 0,24

Cr Saluran Primer
Saluran Blok Terlayani Cr
0,5
B-D 1 5
0,5
D-F 1,2 9
0,6
F-H 1,2,3 3
0,6
H-I 1,2,3,4,5 2
0,3
K-M 6 8
M-O 6,7 0,4
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

0
0,4
O-P 6,7,8 4
0,5
T-U 9 , 10 6
0,6
W-Y 11 3
0,6
Y-AA 11,12 0
0,6
AA-AB 11,12,13,14 1
0,6
AH-AF 17 0
0,6
AF-AD 16,17 1
0,6
AD-AB 15,16,17 1
Sumber : Hasil Perhitungan

5.2 Penentuan Debit Limpasan


Pada perencanaan ini direncanakan menggunakan saluran terbuka dengan
bentuk segi empat yang tebuat dari beton dengan pertimbangan lebih awet dan
dapat menahan tekanan yang diakibatkan oleh tanah.
Berikut ini adalah contoh perhitungan debit limpasan pada saluran A-B
 Panjang limpasan terjauh (Lo) = 960,2 m
 Beda tinggi muka tanah antara limpasan terjauh dengan saluran (Ho) = 4 m
 Slope limpasan (So) = Ho/Lo = 0,4/960,2 = 0,0042
 Panjang saluran (Ld) = 3499,1 m
 V yang diasumsikan = 1,3 m/s
 Nilai to :
1
3
108 .n . Lo
1
5
to = So
1
3
108 x 0 , 045 x 960 , 2
1
5
to = 0 .00042 = 298,0 menit
 Nilai td :
Ld 3499,1
td = = = 44,9 menit
V asumsi x 60 1,3 x 60
 tc = to+ td = 298 + 44,9 = 342,8 menit
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

 Saluran A-B merupakan saluran sekunder, sehingga untuk perhitungan


selanjutnya menggunakan nilai PUH 10 tahun dan berdasarkan perhitungan
metode pada lengkung intensitas sebelumnya.
o a = 11190,22 b = 50,12
o Rumus Talbot : a
I=
t +b

11190 ,22
I=
o 342,8+50,12 = 28,5 mm/jam
2 xtc 2 x342 ,8
Cs= = =0, 939
o (2 xtc )+td (2 x342 ,8)+44, 9
 Sehingga besarnya debit limpasan dapat dihitung sebagai berikut.
o Q =0,278 x C x I x A x Cs
Q = 0,278 x 0,55 x 28,5 x 240,83 x 0,939 = 9,84 m3/detik
o Sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.4
berikut.
Tabel 5.4 Perhitungan Debit Limpasan Saluran Sekunder
Tabel 5.4 Perhitungan Debit Limpasan Saluran

SALURAN SEKUNDER
Elevasi Daerah
Luas
Persentase Luas Limpasan
Saluran Lo (m) C blok Ho
Blok (ha) Elevasi Elevasi
(km2)
awal akhir
960,2
A-B 0 0,55 2,41 100,00 240,83 30,00 26,00 4,00
966,0
C-D 3 0,62 3,00 100,00 299,64 28,00 26,00 2,00
999,5
E-F 4 0,71 4,13 100,00 413,45 30,00 28,00 2,00
G-H (TOTAL)   0,60 3,24   323,62      
520,3
G-H 9 0,61 1,72 100,00 172,41 27,00 26,00 1,00
649,6
G-H 4 0,59 1,51 100,00 151,21 25,00 24,50 0,50
909,3
J-K 6 0,38 0,91 100,00 91,43 23,00 20,00 3,00
604,6
L-M 8 0,41 0,75 100,00 75,30 20,00 17,00 3,00
825,4
N-O 6 0,51 1,40 100,00 140,00 17,00 15,50 1,50
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

671,4
Q-R 8 0,62 1,40 100,00 140,12 23,00 20,00 3,00
387,0
S-R 7 0,47 0,17 100,00 16,78 20,00 19,50 0,50
881,5
V-W 2 0,63 0,80 100,00 80,05 19,00 17,50 1,50
986,1
X-Y 0 0,58 1,78 100,00 177,95 17,00 15,00 2,00
S-AA (TOTAL)   0,65 3,57   357,01      
876,3
S-AA 3 0,67 2,82 100,00 281,72 18,00 16,00 2,00
432,2
S-AA 5 0,58 0,75 100,00 75,29 12,00 11,00 1,00
903,6
AC-AD 2 0,62 2,60 100,00 259,59 13,00 11,00 2,00
846,2
AE-AF 1 0,63 2,14 100,00 213,99 16,00 13,00 3,00
615,7
AF-AH 2 0,60 0,83 100,00 83,13 16,00 13,00 3,00

SALURAN SEKUNDER
v
to td tc I Q
asums
Saluran So Ld (m) n (menit (menit (menit (mm/ja Cs (m3/s
i
) ) ) m) )
(m/s)
A-B 0,0042 3499,10 0,045 298,0 1,3 44,9 342,8 28,5 0,939 9,84
C-D 0,0021 3725,31 0,015 125,7 0,9 69,0 194,6 45,7 0,849 20,14
E-F 0,0020 6686,46 0,015 128,5 0,7 159,2 287,7 33,1 0,783 21,02
G-H
4197,32 0,015 153,1 0,8 87,4 269,7 35,0 0,860 16,31
(TOTAL)
G-H 0,0019 4197,32 0,015 104,8 0,6 116,6 221,4 41,2 0,792 9,58
G-H 0,0008 4197,32 0,015 153,1 0,6 116,6 269,7 35,0 0,822 7,14
J-K 0,0033 1113,88 0,035 246,0 1 18,6 264,6 35,6 0,966 3,32
L-M 0,0050 1382,96 0,035 187,4 1 23,0 210,5 42,9 0,948 3,49
N-O 0,0018 1787,57 0,015 124,5 0,9 33,1 157,6 53,9 0,905 9,63
Q-R 0,0045 1744,34 0,015 86,1 1,3 22,4 108,5 70,6 0,907 15,45
S-R 0,0013 351,36 0,035 252,9 0,8 7,3 260,3 36,1 0,986 0,78
V-W 0,0017 2384,33 0,015 130,1 0,7 56,8 186,9 47,2 0,868 5,72
X-Y 0,0020 3297,72 0,015 127,4 0,8 68,7 196,1 45,5 0,851 11,10
S-AA
3864,73 0,015 117,7 0,9 71,6 200,0 44,7 0,848 24,33
(TOTAL)
S-AA 0,0023 3864,73 0,015 117,7 0,9 71,6 189,3 46,7 0,841 20,47
S-AA 0,0023 3864,73 0,015 92,6 0,6 107,4 200,0 44,7 0,788 4,25
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

AC-AD 0,0022 4151,39 0,015 120,2 0,8 86,5 206,7 43,6 0,827 16,12
AE-AF 0,0035 3309,94 0,015 100,5 1,1 50,2 150,6 55,7 0,857 17,77
AF-AH 0,0049 3145,61 0,015 81,3 0,9 58,3 139,5 59,0 0,827 6,71

SALURAN PRIMER
Luas Elevasi Medan
Salura Persentase Luas
Cr blok Ho Ld (m)
n Blok (ha) Elevasi Elevasi
(km2)
awal akhir

B-D 0,55 2,41 100,00 240,83 24,00 21,00 3,00 840,15

D-F 0,59 5,40 100,00 540,46 21,00 19,50 1,50 606,84

F-H 0,63 9,54 100,00 953,91 19,50 18,00 1,50 616,29

H-I 0,62 12,78 100,00 1277,53 18,00 17,50 0,50 314,95

K-M 0,38 0,91 100,00 91,43 19,00 16,00 3,00 684,94

M-O 0,40 1,67 100,00 166,72 16,00 14,00 2,00 761,10

O-P 0,44 3,07 100,00 306,73 14,00 13,50 0,50 154,60

R-U 0,56 1,57 100,00 156,90 20,00 19,00 1,00 232,13

W-Y 0,63 0,80 100,00 80,05 15,00 10,50 4,50 1366,82

Y-AA 0,60 2,58 100,00 258,00 10,50 6,50 4,00 851,81

AA-AB 0,61 5,93 100,00 592,88 6,50 5,00 1,50 513,82

AH-AF 0,60 0,83 100,00 83,13 9,00 9,00 0,00 210,38

AF-AD 0,61 1,66 100,00 166,26 9,00 7,00 2,00 1072,66

AD-AB 0,61 3,80 100,00 380,25 7,00 5,00 2,00 813,06

SALURAN PRIMER
v asumsi td tc I Q
Saluran So n Cs
(m/s) (menit) (menit) (mm/jam) (m3/s)
0,003
B-D 6 0,025 2 58,3 58,3 103,2 0,667 25,33
0,002
D-F 5 0,025 2 69,0 69,0 94,0 0,667 55,38
0,002
F-H 4 0,025 2 159,2 159,2 53,5 0,667 59,75
0,001
H-I 6 0,025 2 159,2 159,2 53,5 0,667 78,51
0,004
K-M 4 0,025 2 18,6 18,6 162,9 0,667 10,49
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

0,002
M-O 6 0,025 2 23,0 23,0 152,9 0,667 18,69
0,003
O-P 2 0,025 2 33,1 33,1 134,5 0,667 33,63
0,004
R-U 3 0,025 2 22,4 22,4 154,4 0,667 24,93
0,003
W-Y 3 0,025 2 56,8 56,8 104,7 0,667 9,75
0,004
Y-AA 7 0,025 2 68,7 68,7 94,2 0,667 27,23
0,002
AA-AB 9 0,025 2 71,6 71,6 92,0 0,667 62,05
0,000
AH-AF 0 0,025 0,8 58,3 58,3 103,3 0,667 9,47
0,001
AF-AD 9 0,025 2 58,3 58,3 103,3 0,667 19,42
0,002
AD-AB 5 0,025 2 86,5 86,5 81,9 0,667 35,42
Sumber : Hasil Perhitungan
 Melakukan cek pada debit yang sudah dihitung untuk mengecek apakah
kecepatan yang diasumsikan awal sesuai atau tidak. Dengan data awal
yang digunakan sebagai berikut:
o Ho = 4 m
o Slope medan = Ho/Ld = 4 /3499,1 = 0,0011
o Slope saluran = 0,0011
o Debit (Berasal dari perhitungan awal) ¿ 9,84 m3 /detik
o n = 0.025
Q×n 9,84 × 0.025
= =1.930 m
o Hair = 1 1
3
1 1
3

( Ssaluran × 2 ) ( 0.0011 × 2 )
2 3
8
2 3
8

o b = 2 x Hair = 2 x 1.930 = 3,86 m


o A = Hair x b = 1.930 x 3,86 = 7,45 m2
A 7,45
o R= = =0.965 m
2×(Hair +b) 2×(1,930+3,86)
2 1 2 1
o Vcek = 1 × R 3 × S 2 = 1 ×0.965 3 ×0.0011 2 =1,52
n 0.025
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

o to = 298 menit
Ld 3499,10
o td = t d= = =44,15 menit
Vcek 1,52× 60
o t c =t 0+ t d =298+ 44,15=342,14 menit
649 649
o I= = =28,5 mm/ jam
√t +0,71 √342,14 +0,71
2 ×tc 2 ×342,14
o Cs=Cs= = =0.939
( 2× tc ) +td ( 2× 342,14 ) +44,15
o Q=0,278× C . I . Cs . A=0,278× 0.55 ×28,5 ×0.939 ×7,45

¿ 9.868 m3 /detik

Nilai V trial 1 ini belum sama dengan nilai V asumsi awal, maka
harus dilakukan trial lagi hingga didapatkan nilai V sama dengan nilai V
sebelumnya untuk mencari nilai V yang sesuai dengan kecepatan
sebenarnya. Untuk perhitungan v trial lebih lanjut saluran sekunder dapat
dilihat pada tabel 5.5 dibawah
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 5.5 V trial Saluran Sekunder

V TRIAL 1
S Q v cek I Q
Salur S H air to td tc
an
Ho
medan
salura (m3/de n
(m)
b (m) A (m2) R (m) (m/deti (mm/ja Cs (m3/d
n tik) k) (menit) (menit) (menit)
m) etik)
A-B 4,00 0,0011 0,0011 9,84 0,025 1,930 3,86 7,45 0,965 1,32 298,0 44,15 342,14 28,5 0,939 9,868
C-D 2,00 0,0005 0,0005 20,14 0,025 2,909 5,82 16,93 0,970 0,91 125,7 68,38 194,03 45,8 0,850 20,206
E-F 2,00 0,0003 0,0003 21,02 0,025 3,299 6,60 21,77 1,100 0,74 128,5 151,20 279,74 33,9 0,787 21,641
-H
(TOT 0,0004 24,33 0,025 3,384 6,77 22,90 1,128 0,81 153,1 87,44 240,54 38,5 0,846 17,644
AL)
G-H 1,00 0,0002 0,0003 9,58 0,025 2,455 4,91 12,06 0,818 0,61 104,8 115,40 220,21 41,4 0,792 9,629
G-H 0,50 0,0001 0,0004 7,14 0,025 2,136 4,27 9,13 0,712 0,60 153,1 117,24 270,33 34,9 0,822 7,117
J-K 3,00 0,0027 0,0027 3,32 0,025 1,093 2,19 2,39 0,364 1,06 246,0 17,53 263,53 35,7 0,968 3,335
L-M 3,00 0,0022 0,0022 3,49 0,025 1,161 2,32 2,70 0,387 0,99 187,4 23,30 210,71 42,9 0,948 3,489
N-O 1,50 0,0008 0,0008 9,63 0,025 2,029 4,06 8,23 0,676 0,89 124,5 33,37 157,91 53,8 0,904 9,610
Q-R 3,00 0,0017 0,0017 15,45 0,025 2,117 4,23 8,97 0,706 1,31 86,1 22,11 108,24 70,7 0,907 15,485
S-R 0,50 0,0014 0,0035 0,78 0,025 0,605 1,21 0,73 0,202 0,81 252,9 7,20 260,14 36,1 0,986 0,780
V-W 1,50 0,0006 0,0006 5,72 0,025 1,762 3,52 6,21 0,587 0,70 130,1 56,48 186,59 47,3 0,869 5,734
X-Y 2,00 0,0006 0,0006 11,10 0,025 2,274 4,55 10,34 0,758 0,82 127,4 67,12 194,50 45,7 0,853 11,194
S-AA
(TOT 0,0005 24,33 0,025 3,165 6,33 20,03 1,055 0,93 117,7 71,57 189,32 46,7 0,841 21,288
AL)
S-AA 2,00 0,0005 0,0005 20,47 0,025 2,947 5,89 17,37 0,982 0,90 117,7 71,63 189,38 46,7 0,841 20,465
S-AA 1,00 0,0003 0,0005 4,25 0,025 1,644 3,29 5,41 0,548 0,60 92,6 107,52 200,13 44,7 0,788 4,242
AC- 2,00 0,0005 0,0005 16,12 0,025 2,731 5,46 14,92 0,910 0,82 120,2 83,89 204,07 44,0 0,829 16,339
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

AD
AE-
3,00 0,0009 0,0009 17,77 0,025 2,516 5,03 12,66 0,839 1,07 100,5 51,51 152,00 55,4 0,855 17,602
AF
AF-
3,00 0,0010 0,0010 6,71 0,025 1,730 3,46 5,99 0,577 0,86 81,3 61,26 142,56 58,1 0,823 6,574
AH

V TRIAL 2
S Q v cek I Q
Salura S H air to td tc
n
Ho
medan
salura (m3/de n
(m)
b (m) A (m2) R (m) (m/deti (mm/ja Cs (m3/det
n tik) k) (menit) (menit) (menit)
m) ik)
A-B 4,00 0,0011 0,0011 9,87 0,025 1,932 3,86 7,47 0,966 1,32 298,0 44,13 342,11 28,5 0,939 9,869
C-D 2,00 0,0005 0,0005 20,21 0,025 2,913 5,83 16,97 0,971 0,91 125,7 68,32 193,97 45,8 0,850 20,212
E-F 2,00 0,0003 0,0003 21,64 0,025 3,335 6,67 22,25 1,112 0,74 128,5 150,11 278,65 34,0 0,788 21,728
G-H
(TOTA 0,0004 17,64 0,025 3,000 6,00 17,99 1,000 0,75 153,1 87,44 240,54 38,5 0,846 17,644
L)
G-H 1,00 0,0002 0,0003 9,63 0,025 2,460 4,92 12,11 0,820 0,61 104,8 115,25 220,06 41,4 0,792 9,636
G-H 0,50 0,0001 0,0004 7,12 0,025 2,134 4,27 9,11 0,711 0,60 153,1 117,31 270,41 34,9 0,822 7,115
J-K 3,00 0,0027 0,0027 3,33 0,025 1,095 2,19 2,40 0,365 1,06 246,0 17,51 263,51 35,7 0,968 3,335
L-M 3,00 0,0022 0,0022 3,49 0,025 1,160 2,32 2,69 0,387 0,99 187,4 23,31 210,72 42,9 0,948 3,489
N-O 1,50 0,0008 0,0008 9,61 0,025 2,027 4,05 8,22 0,676 0,89 124,5 33,39 157,92 53,8 0,904 9,609
Q-R 3,00 0,0017 0,0017 15,49 0,025 2,119 4,24 8,98 0,706 1,32 86,1 22,10 108,23 70,7 0,907 15,487
S-R 0,50 0,0014 0,0035 0,78 0,025 0,605 1,21 0,73 0,202 0,81 252,9 7,20 260,14 36,1 0,986 0,780
V-W 1,50 0,0006 0,0006 5,73 0,025 1,763 3,53 6,22 0,588 0,70 130,1 56,46 186,56 47,3 0,869 5,735
X-Y 2,00 0,0006 0,0006 11,19 0,025 2,281 4,56 10,41 0,760 0,82 127,4 66,97 194,36 45,8 0,853 11,203
S-AA 0,0005 21,29 0,025 3,010 6,02 18,12 1,003 0,90 117,7 71,57 189,32 46,7 0,841 21,288
(TOTA
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

L)
S-AA 2,00 0,0005 0,0005 20,46 0,025 2,947 5,89 17,37 0,982 0,90 117,7 71,63 189,38 46,7 0,841 20,464
S-AA 1,00 0,0003 0,0005 4,24 0,025 1,644 3,29 5,41 0,548 0,60 92,6 107,54 200,16 44,7 0,788 4,242
AC-AD 2,00 0,0005 0,0005 16,34 0,025 2,745 5,49 15,07 0,915 0,83 120,2 83,62 203,80 44,1 0,830 16,362
AE-AF 3,00 0,0009 0,0009 17,60 0,025 2,507 5,01 12,57 0,836 1,07 100,5 51,63 152,12 55,3 0,855 17,588
AF-AH 3,00 0,0010 0,0010 6,57 0,025 1,716 3,43 5,89 0,572 0,85 81,3 61,58 142,87 58,0 0,823 6,559
Sumber : Hasil Perhitungan
Tampak pada Vtrial yang kedua nilai V saluaran sudah sama dengan nilai V saluran asumsi awal. Ulangi langkah diatas pada saluran
primer juga. Untuk perhitungan lebih lanjut dapat melihat tabel 5.6 dibawah
Tabel 5.6 V trial Saluran Primer

V TRIAL 1
Salur S S Q H air b A v cek td tc I
an
Ho
medan saluran (m3/s)
n
(m) (m) (m2)
R (m)
(m/s)
Cs Q (m3/s)
(menit) (menit) (mm/jm)
B-D 3,00 0,0036 0,0018 25,33 0,025 2,527 5,05 12,77 1,264 1,98 58,32 58,32 103,2 0,667 25,333
D-F 1,50 0,0025 0,0010 55,38 0,025 3,783 7,57 28,63 1,892 1,93 68,99 68,99 94,0 0,667 55,382
F-H 1,50 0,0024 0,0010 59,75 0,025 3,893 7,79 30,30 1,946 1,97 159,20 159,20 53,5 0,667 59,755
H-I 0,50 0,0016 0,0008 78,51 0,025 4,496 8,99 40,43 2,248 1,94 159,20 159,20 53,5 0,667 78,506
K-M 3,00 0,0044 0,0032 10,49 0,025 1,630 3,26 5,31 0,815 1,97 18,56 18,56 162,9 0,667 10,491
M-O 2,00 0,0026 0,0022 18,69 0,025 2,172 4,34 9,43 1,086 1,98 23,05 23,05 152,9 0,667 18,694
O-P 0,50 0,0032 0,0015 33,63 0,025 2,908 5,82 16,91 1,454 1,99 33,10 33,10 134,5 0,667 33,632
R-U 1,00 0,0043 0,0017 24,93 0,025 2,539 5,08 12,89 1,270 1,93 22,36 22,36 154,4 0,667 24,931
W-Y 4,50 0,0033 0,0033 9,75 0,025 1,577 3,15 4,97 0,789 1,96 56,77 56,77 104,7 0,667 9,746
Y-AA 4,00 0,0047 0,0017 27,23 0,025 2,624 5,25 13,78 1,312 1,98 68,70 68,70 94,2 0,667 27,230
AA- 1,50 0,0029 0,0010 62,05 0,025 3,948 7,90 31,17 1,974 1,99 71,57 71,57 92,0 0,667 62,052
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

AB
AH-
0,00 0,0000 0,0003 9,47 0,025 2,445 4,89 11,95 1,222 0,79 58,25 58,25 103,3 0,667 9,466
AF
AF-
2,00 0,0019 0,0019 19,42 0,025 2,272 4,54 10,33 1,136 1,88 58,25 58,25 103,3 0,667 19,421
AD
AD-
2,00 0,0025 0,0014 35,42 0,025 3,004 6,01 18,05 1,502 1,96 86,49 86,49 81,9 0,667 35,423
AB

V TRIAL 2
Salur S H air b A v cek td tc I
an
Ho S medan
saluran
Q (m3/s) n
(m) (m) (m2)
R (m)
(m/s)
Cs Q (m3/s)
(menit) (menit) (mm/jm)
B-D 3,00 0,0036 0,0018 25,33 0,025 2,527 5,05 12,77 1,264 1,98 58,32 58,32 103,2 0,667 25,333
D-F 1,50 0,0025 0,0010 55,38 0,025 3,783 7,57 28,63 1,892 1,93 68,99 68,99 94,0 0,667 55,382
F-H 1,50 0,0024 0,0010 59,75 0,025 3,893 7,79 30,30 1,946 1,97 159,20 159,20 53,5 0,667 59,755
H-I 0,50 0,0016 0,0008 78,51 0,025 4,496 8,99 40,43 2,248 1,94 159,20 159,20 53,5 0,667 78,506
K-M 3,00 0,0044 0,0032 10,49 0,025 1,630 3,26 5,31 0,815 1,97 18,56 18,56 162,9 0,667 10,491
M-O 2,00 0,0026 0,0022 18,69 0,025 2,172 4,34 9,43 1,086 1,98 23,05 23,05 152,9 0,667 18,694
O-P 0,50 0,0032 0,0015 33,63 0,025 2,908 5,82 16,91 1,454 1,99 33,10 33,10 134,5 0,667 33,632
R-U 1,00 0,0043 0,0017 24,93 0,025 2,539 5,08 12,89 1,270 1,93 22,36 22,36 154,4 0,667 24,931
W-Y 4,50 0,0033 0,0033 9,75 0,025 1,577 3,15 4,97 0,789 1,96 56,77 56,77 104,7 0,667 9,746
Y-AA 4,00 0,0047 0,0017 27,23 0,025 2,624 5,25 13,78 1,312 1,98 68,70 68,70 94,2 0,667 27,230
AA-
1,50 0,0029 0,0010 62,05 0,025 3,948 7,90 31,17 1,974 1,99 71,57 71,57 92,0 0,667 62,052
AB
AH-
0,00 0,0000 0,0003 9,47 0,025 2,445 4,89 11,95 1,222 0,79 58,25 58,25 103,3 0,667 9,466
AF
AF- 2,00 0,0019 0,0019 19,42 0,025 2,272 4,54 10,33 1,136 1,88 58,25 58,25 103,3 0,667 19,421
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

AD
AD-
2,00 0,0025 0,0014 35,42 0,025 3,004 6,01 18,05 1,502 1,96 86,49 86,49 81,9 0,667 35,423
AB
Sumber : Hasil Perhitungan
Tampak pada Vtrial yang kedua nilai V saluaran sudah sama dengan nilai V saluran asumsi awal.
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

5.3 Perhitungan Dimensi Saluran


Pada perencanaan sistem drainase ini menggunakan saluran
terbuka berbentuk segi empat dengan penampang hidrolis optimum. Di
bawah ini merupakan bentuk saluran drainase yang direncanakan (Gambar
5.1)
Gambar 5.1 Bentuk Saluran Drainase

b
 A = bxh
 P = b + 2h
dimana : b = lebar saluran (m)
h = tinggi atau kedalaman air di saluran (m)
b = 2 x h ( agar saluran ekonomis)

Nilai R :

A b .h
R= =
P b+2 h
dimana : R = jari-jari hidrolis
A = luas penampang basah saluran (m2)
P = keliling basah saluran (m)
Slope yang digunakan untuk perencanaan ini sedapat mungkin
mengikuti slope medan yang ada, Namun hal tersebut juga harus
dilakukan pengecekan terhadap kecepatan yang terjadi pada saluran yaitu
antara 0,6 – 2,0 m/detik,
 Sd = ΔHd : Ld
Berikut ini adalah contoh perhitungan dimensi saluran sekunder A-
B:
Q = 9,87 m3/detik
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

 V asumsi = 1,3 m/detik


 Ld = 3499,10 m
 ΔHd = 10,5 m
 Sd = ΔHd : Ld = 10,5 : 3499,10 = 0,003
n = 0,025 (pasangan batu kali)
 Nilai h air :
0,375 0,375
Qxn 9,87 x 0,025
air =
( 21/3 x S1/2 ) =
( 21/3 x 0,0031/2 )
h

= 1,61 m

b = 2 x hair = 2 x 1,61 = 3,2 m (dibulatkan kelipatan 5 cm)


Q Q 9,87
= =
 vcek = A b x h 3,2 x 1,61
=
1,89 m/s (memenuhi kriteria perencanaan)

Vcek lebih dari Vasumsi, maka akan dicari lagi Rcek nya untuk mengetahui
dimensi ketinggian air asli dengan menggunakan Vmaksimal berdasarkan
asumsi yaitu 1,98 m/det, jika Vcek kurang dari Vasumsi maka yang digunakan
dalam perhitungan selanjutnya adalah Vcek dan ketinggian (h) air asli = hair

3 3
Vasumsi ×n 1,98 ×0.015
 Rcek=
( Sd
1
2 )(
2
=
0,003
1
2 ) 2
=0.8 m

bpakai× Rcek 3,2× 0,8


 hair asli = = =1,61 m
bpakai−( 2× Rcek ) 3,2−(2 × 0,8)
 Menentukan nilai c berdasarkan ketentuan

Q ≤ 0.6 m3/s  c = 0.14

0.6 m3/s ≤ Q≥ 8 m3/s  c = 0.14 sampai 0.2

Q ≥ 8 m3/s  c = 0.23

Kerena Q = 9,87 m3/detik maka nilai c = 0.23


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

 Fb = √ c × hair asli = √ 0.23 ×1,610 = 0,59 m



h total saluran = Fb + h air asli

= 0,59 + 1,61

= 2,2 m

Untuk perhitungan v trial lebih lanjut saluran sekunder dapat dilihat pada tabel 5.7
dibawah
Tabel 5.7 Dimensi Saluran Drainase
DIMENSI SALURAN SEKUNDER
Elevasi
∆Hd V Asumsi
Blok Saluran Tanah (m) Ld (m) Slope Medan Sd n
(m) (m3/dtk)
Awal Akhir
1 A-B 34,5 24 10,5 3.499,10 0,003 0,003 0,025 1,3
1 C-D 34 21 13 3.725,31 0,003 0,002 0,025 0,9
3 E-F 47 19,5 27,5 6.686,46 0,004 0,002 0,025 0,7
4,5 G-H 32 18 14 4.197,32 0,003 0,002 0,025 0,8
6 J-K 20,5 19 1,5 1.113,88 0,001 0,001 0,025 1
7 L-M 19 16 3 1.382,96 0,002 0,002 0,025 1
8 N-O 17 14 3 1.787,57 0,002 0,002 0,025 0,9
9 Q-T 22 20 2 1.744,34 0,001 0,001 0,025 1,3
10 S-R 20 20 0 351,36 0,000 0,002 0,025 0,8
11 V-W 19 15 4 2.384,33 0,002 0,002 0,025 0,7
12 X-Y 19 10,5 8,5 3.297,72 0,003 0,003 0,025 0,8
13,14 S-AA 19,5 6,5 13 3.864,73 0,003 0,002 0,025 0,9
15 AC-AD 20 7 13 4.151,39 0,003 0,002 0,025 0,8
16 AE-AF 20 9 11 3.309,94 0,003 0,002 0,025 1,1
17 AG-AH 17,5 9 8,5 3.145,61 0,003 0,003 0,025 0,9

DIMENSI SALURAN SEKUNDER


Q h Air b b Pakai
Blok Saluran A (m2) K (m) R (m)
(m3/dt) (m) (m) (m)
1 A-B 9,87 1,61 3,200 3,200 5,160 6,42 0,80
1 C-D 20,21 2,26 4,500 4,500 10,151 9,01 1,13
3 E-F 21,73 2,34 4,700 4,700 10,994 9,38 1,17
4,5 G-H 17,64 2,13 4,250 4,250 9,031 8,50 1,06
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

6 J-K 3,34 1,25 2,500 2,500 3,119 5,00 0,62


7 L-M 3,49 1,16 2,300 2,300 2,669 4,62 0,58
8 N-O 9,61 1,78 3,550 3,550 6,319 7,11 0,89
9 Q-T 15,49 2,29 4,550 4,550 10,404 9,12 1,14
10 S-R 0,78 0,67 1,350 1,350 0,907 2,69 0,34
11 V-W 5,73 1,47 2,950 2,950 4,327 5,88 0,74
12 X-Y 11,20 1,74 3,500 3,500 6,089 6,98 0,87
13,14 S-AA 21,29 2,32 4,650 4,650 10,793 9,29 1,16
15 AC-AD 16,36 2,03 4,050 4,050 8,231 8,11 1,01
16 AE-AF 17,59 2,10 4,200 4,200 8,841 8,41 1,05
17 AG-AH 6,56 1,41 2,800 2,800 3,950 5,62 0,70

DIMENSI SALURAN SEKUNDER


R h air h total
V Cek Fb Fb yg
Blok Saluran Cek Asli c Saluran
(m3/dt) (m) disesuaikan
(m) (m) (m)
1 A-B 1,89 0,80 1,61 0,23 0,61 2,20 0,59
1 C-D 1,98 1,13 2,26 0,23 0,72 3,00 0,74
3 E-F 1,99 1,17 2,34 0,23 0,73 3,05 0,71
4,5 G-H 1,95 1,06 2,13 0,23 0,70 2,80 0,67
6 J-K 1,07 0,62 1,25 0,16 0,45 1,70 0,45
7 L-M 1,29 0,58 1,16 0,16 0,44 1,60 0,44
8 N-O 1,51 0,89 1,78 0,23 0,64 2,40 0,62
9 Q-T 1,48 1,14 2,29 0,23 0,73 3,00 0,71
10 S-R 0,87 0,34 0,67 0,14 0,31 1,00 0,33
11 V-W 1,33 0,74 1,47 0,18 0,52 2,00 0,53
12 X-Y 1,85 0,87 1,74 0,23 0,63 2,35 0,61
13,1
1,16 0,73
4 S-AA 1,98 2,32 0,23 3,05 0,73
15 AC-AD 1,98 1,01 2,03 0,23 0,68 2,70 0,67
16 AE-AF 1,98 1,05 2,10 0,23 0,70 2,80 0,70
17 AG-AH 1,64 0,70 1,41 0,19 0,52 1,95 0,54

DIMENSI SALURAN PRIMER


Elevasi Tanah V
∆H
Salura (m) Slope Asumsi
Blok d Ld (m) Sd n
n Akhi Medan (m3/dt
Awal (m)
r k)
1 B-D 24,00 21,00 3 840,15 0,004 0,0018 0,025 1,98
1,2 D-F 21,00 19,50 1,5 606,84 0,002 0,0010 0,025 1,93
1,2,3 F-H 19,50 18,00 1,5 616,29 0,002 0,0010 0,025 1,97
1,2,3,4,5 H-I 18,00 17,50 0,5 314,95 0,002 0,0008 0,025 1,94
6 K-M 19,00 16,00 3 684,94 0,004 0,0032 0,025 1,97
6,7 M-O 16,00 14,00 2 761,10 0,003 0,0022 0,025 1,98
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

6,7,8 O-P 14,00 13,50 0,5 154,60 0,003 0,0015 0,025 1,99
9 , 10 R-U 20,00 19,00 1 232,13 0,004 0,0017 0,025 1,93
11 W-Y 15,00 10,50 4,5 1.366,82 0,003 0,0033 0,025 1,96
11,12 Y-AA 10,50 6,50 4 851,81 0,005 0,0017 0,025 1,98
11,12,13,
AA-AB 6,50 5,00 1,5 513,82 0,003 0,0010 0,025 1,99
14
17 AH-AF 9,00 9,00 0 210,38 0,000 0,0003 0,025 0,79
16,17 AF-AD 9,00 7,00 2 1.072,66 0,002 0,0019 0,025 1,88
15,16,17 AD-AB 7,00 5,00 2 813,06 0,002 0,0014 0,025 1,96

DIMENSI SALURAN PRIMER


b
Q h Air b K
Blok Saluran Pakai A (m2) R (m)
(m3/dt) (m) (m) (m)
(m)
1 B-D 25,33 2,53 5,050 5,050 12,762 10,10 1,26
1,2 D-F 55,38 3,78 7,550 7,550 28,563 15,12 1,89
1,2,3 F-H 59,75 3,89 7,800 7,800 30,362 15,59 1,95
1,2,3,4,5 H-I 78,51 4,50 9,000 9,000 40,467 17,99 2,25
6 K-M 10,49 1,63 3,250 3,250 5,297 6,51 0,81
6,7 M-O 18,69 2,17 4,350 4,350 9,446 8,69 1,09
6,7,8 O-P 33,63 2,91 5,800 5,800 16,867 11,62 1,45
9 , 10 R-U 24,93 2,54 5,100 5,100 12,949 10,18 1,27
11 W-Y 9,75 1,58 3,150 3,150 4,968 6,30 0,79
11,12 Y-AA 27,23 2,62 5,250 5,250 13,778 10,50 1,31
11,12,13,1
3,95
4 AA-AB 62,05 7,900 7,900 31,189 15,80 1,97
17 AH-AF 9,47 2,44 4,900 4,900 11,978 9,79 1,22
16,17 AF-AD 19,42 2,27 4,550 4,550 10,339 9,09 1,14
15,16,17 AD-AB 35,42 3,00 6,000 6,000 18,023 12,01 1,50

DIMENSI SALURAN PRIMER


h
V Cek R h total Fb yg
Salura air Fb
Blok (m3/dt Cek c Salura disesuaika
n Asli (m)
) (m) n (m) n
(m)
1,2 2,5 0,2
0,76
1 B-D 1,98 6 3 3 3,30 0,77
1,8 3,7 0,2
0,93
1,2 D-F 1,93 9 8 3 4,70 0,92
1,2,3 F-H 1,97 1,9 3,8 0,2 0,95 4,85 0,96
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

5 9 3
2,2 4,5 0,2
1,02
1,2,3,4,5 H-I 1,94 5 0 3 5,50 1,00
0,8 1,6 0,2
0,60
6 K-M 1,97 1 3 2 2,25 0,62
1,0 2,1 0,2
0,79
6,7 M-O 1,98 9 7 9 2,95 0,78
1,4 2,9 0,2
0,82
6,7,8 O-P 1,99 5 1 3 3,75 0,84
1,2 2,5 0,2
0,76
9 , 10 R-U 1,94 7 4 3 3,30 0,76
0,7 1,5 0,2
0,58
11 W-Y 1,96 9 8 1 2,15 0,57
1,3 2,6 0,3
0,97
11,12 Y-AA 1,98 1 2 6 3,60 0,98
11,12,13,1 1,9 3,9 0,2
0,95
4 AA-AB 1,99 7 5 3 4,90 0,95
1,2 2,4 0,2
0,75
17 AH-AF 0,79 2 4 3 3,20 0,76
1,1 2,2 0,2
0,72
16,17 AF-AD 1,88 4 7 3 3,00 0,73
1,5 3,0 0,2
0,83
15,16,17 AD-AB 1,96 0 0 3 3,85 0,85
Sumber : Hasil Perhitungan
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

5.4 Perhitungan Elevasi Saluran


Elevasi atau beda tinggi dihitung dari saluran yang direncanakan
dengan perhitungan sebagai berikut:
 Elevasi dasar saluran awal = elevasi muka tanah awal – hair – freeboard
 Elevasi dasar saluran akhir = elevasi dasar saluran awal - hd
 Elevasi muka air awal = elevasi muka tanah awal – freeboard
 Elevasi muka air akhir = elevasi muka air awal - hd
Berikut ini adalah contoh perhitungan elevasi saluran A-B:
 hair = 1,61 m
 Fb saluran = 0,49 m
 Elevasi muka tanah awal = 34,5 m
 Elevasi muka tanah akhir= 24 m
 Hd saluran = 10,5 m
 Maka,
a. Elevasi dasar saluran awal = elevasi muka tanah awal - hair - freeboard
= 34,5 – 1,61 – 0,49 = 32,4 m
b. Elevasi muka air awal = elevasi muka tanah awal – freeboard
= 34,5 – 0,49 = 34,01 m
c. Elevasi dasar saluran akhir = elevasi dasar saluran awal – Δhd saluran
= 32,4 – 10,5 = 21,9 m
d. Elevasi muka air akhir = elevasi muka air awal – Δhd saluran
= 34,01 – 10,5 = 23,51 m
e. Kedalaman Saluran Awal = elevasi muka tanah awal - elevasi dasar
saluran awal
= 34,5 – 32,4 = 2,1
f. Kedalaman Saluran Akhir = elevasi muka tanah akhir - elevasi dasar
saluran akhir
= 24 – 21,9 = 2,1
Sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 5.6 berikut.
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 5.8 Perhitungan Elevasi Saluran


ELEVASI SALURAN SEKUNDER
Elevasi Tanah Hd
Salura S S
Blok Ld (m) Ho saluran H air (m)
n Awal Akhir medan Saluran
(m)
1 A-B 3499,10 34,5 24 10,5 0,003 0,003 10,5 1,61
2 C-D 3725,31 34 21 13 0,003 0,002 7,8 2,26
3 E-F 6686,46 47 19,5 27,5 0,004 0,002 13,4 2,34
4,5 G-H 4197,32 32 18 14 0,003 0,002 9,2 2,13
6 J-K 1113,88 20,5 19 1,5 0,001 0,001 1,5 1,25
7 L-M 1382,96 19 16 3 0,002 0,002 3,0 1,16
8 N-O 1787,57 17 14 3 0,002 0,002 3,0 1,78
9 Q-T 1744,34 22 19 3 0,002 0,001 2,0 2,29
10 S-R 351,36 20 19 1 0,003 0,002 0,7 0,67
11 V-W 2384,33 19 15 4 0,002 0,002 4,0 1,47
12 X-Y 3297,72 19 10,5 8,5 0,003 0,003 8,5 1,74
13,1
4 Z-AA 3864,73 19,5 6,5 13 0,003 0,002 7,7 2,32
15 AC-AD 4151,39 20 7 13 0,003 0,002 10,0 2,03
16 AE-AF 3309,94 20 9 11 0,003 0,002 7,6 2,10
17 AG-AH 3145,61 17,5 9 8,5 0,003 0,003 8,5 1,41

ELEVASI SALURAN SEKUNDER


Free Elevasi Dasar Saluran Elevasi Muka Air Kedalaman (m)
Blok Saluran Board
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
(m)
1 A-B 0,49 32,40 21,90 34,01 23,51 2,10 2,10
2 C-D 2,18 29,56 21,74 31,82 24,00 4,44 -0,74
3 E-F 1,24 43,42 30,05 45,76 32,39 3,58 -10,55
4,5 G-H 2,00 27,87 18,64 30,00 20,77 4,13 -0,64
6 J-K 1,00 18,25 16,75 19,50 18,00 2,25 2,25
7 L-M 1,19 16,65 13,65 17,81 14,81 2,35 2,35
8 N-O 1,86 13,36 10,36 15,14 12,14 3,64 3,64
9 Q-T 1,00 18,71 16,71 21,00 19,00 3,29 2,29
10 S-R 0,30 19,03 18,33 19,70 19,00 0,97 0,67
11 V-W 1,74 15,79 11,79 17,26 13,26 3,21 3,21
12 X-Y 1,74 15,52 7,02 17,26 8,76 3,48 3,48
13,1
4 Z-AA 0,46 16,72 8,99 19,04 11,31 2,78 -2,49
15 AC-AD 2,10 15,87 5,90 17,90 7,94 4,13 1,10
16 AE-AF 2,45 15,45 7,83 17,55 9,94 4,55 1,17
17 AG-AH 1,06 15,03 6,53 16,44 7,94 2,47 2,47
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

ELEVASI SALURAN PRIMER


Elevasi
S Hd
Salura Tanah S H air
Blok Ld (m) Ho Salura salura
n Akhi medan (m)
Awal n n (m)
r
24,0 21,0 3,0 0,001
1 B-D 840,15 0 0 0 0,004 8 1,51 2,53
21,0 19,5 1,5 0,001
1,2 D-F 606,84 0 0 0 0,002 0 0,61 3,78
19,5 18,0 1,5 0,001
1,2,3 F-H 616,29 0 0 0 0,002 0 0,62 3,89
18,0 17,5 0,5 0,000
1,2,3,4,5 H-I 314,95 0 0 0 0,002 8 0,25 4,50
19,0 16,0 3,0 0,003
6 K-M 684,94 0 0 0 0,004 2 2,19 1,63
16,0 14,0 2,0 0,002
6,7 M-O 761,10 0 0 0 0,003 2 1,67 2,17
14,0 13,5 0,5 0,001
6,7,8 O-P 154,60 0 0 0 0,003 5 0,23 2,91
20,0 19,0 1,0 0,001
9 , 10 R-U 232,13 0 0 0 0,004 7 0,39 2,54
1366,8 15,0 10,5 4,5 0,003
11 W-Y 2 0 0 0 0,003 3 4,50 1,58
10,5 4,0 0,001
11,12 Y-AA 851,81 0 6,50 0 0,005 7 1,45 2,62
11,12,13,1 1,5 0,001
4 AA-AB 513,82 6,50 5,00 0 0,003 0 0,51 3,95
0,0 0,000
17 AH-AF 210,38 9,00 9,00 0 0,000 3 0,06 2,44
1072,6 2,0 0,001
16,17 AF-AD 6 9,00 7,00 0 0,002 9 2,00 2,27
2,0 0,001
15,16,17 AD-AB 813,06 7,00 5,00 0 0,002 4 1,14 3,00

ELEVASI SALURAN PRIMER


Elevasi Dasar
Free Board Elevasi Muka Air Kedalaman (m)
Blok Saluran Saluran
(m)
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
1 B-D 2,49 18,98 17,47 21,51 20,00 5,02 -1,49
1,2 D-F 1,00 16,22 15,61 20,00 19,39 4,78 -0,89
1,2,3 F-H 1,11 14,50 13,88 18,39 17,77 5,00 -0,88
1,2,3,4,5 H-I 1,23 12,27 12,02 16,77 16,52 5,73 -0,25
6 K-M 1,00 16,37 14,18 18,00 15,81 2,63 -0,81
6,7 M-O 1,19 12,64 10,96 14,81 13,14 3,36 -0,33
6,7,8 O-P 1,86 9,23 9,00 12,14 11,91 4,77 -0,27
9 , 10 R-U 1,00 16,46 16,07 19,00 18,61 3,54 -0,61
11 W-Y 1,74 11,68 7,18 13,26 8,76 3,32 0,00
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

11,12 Y-AA 1,74 6,14 4,69 8,76 7,31 4,36 -2,55


11,12,13,14 AA-AB 1,19 1,36 0,85 5,31 4,80 5,14 -0,99
17 AH-AF 1,00 5,56 5,49 8,00 7,94 3,44 0,06
16,17 AF-AD 1,06 5,67 3,67 7,94 5,94 3,33 0,00
15,16,17 AD-AB 1,06 2,94 1,80 5,94 4,80 4,06 -0,86
Sumber : Hasil Perhitungan
Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa muka air dari saluran sekunder dan primer
belum sama. Oleh karena itu agar muka air sama, ditambahkan bangunan
pelengkap berupa terjunan. Tinggi terjunan dapat bervariasi, untuk saluran
sekunder tinggi terjunan ialah 2 m sementara tinggi terjunan saluran primer ialah
1 m. Untuk perhitungan terjunan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut
Tabel 5.9 Perhitungan Elevasi Saluran Setelah Terjunan
ELEVASI SALURAN SEKUNDER
Elevasi Saluran Elevasi Muka
Terjunan
Salura Kedalaman Akhir Air
Blok sepanjang
n Awa Akhi
saluran Awal Awal Akhir
l r Akhir
1 A-B 1 2,10 4,1 32,40 19,9 34,01 21,51
2 C-D 2 4,44 3,3 29,56 17,7 31,82 20,00
3 E-F 7 3,58 3,5 43,42 16,0 45,76 18,39
4,5 G-H 2 4,13 3,4 27,87 14,6 30,00 16,77
6 J-K              
7 L-M              
8 N-O              
9 Q-T              
10 S-R              
11 V-W              
12 X-Y              
13,14 Z-AA 3 2,78 3,5 16,72 3,0 19,04 5,31
15 AC-AD 1 4,13 3,1 15,87 3,9 17,90 5,94
16 AE-AF 1 4,55 3,2 15,45 5,8 17,55 7,94
17 AG-AH 1 2,47 4,5 15,03 4,5 16,44 5,94

ELEVASI SALURAN PRIMER


Elevasi Saluran Elevasi Muka
Salura Kedalaman Akhir Air
Blok Terjunan
n Awa Akhi
Awal Awal Akhir
l r Akhir
1 B-D              
1,2 D-F 1 4,78 4,9 20,00 14,61 20,00 18,39
1,2,3 F-H 1 5,00 5,1 18,39 12,88 18,39 16,77
1,2,3,4,5 H-I 1 5,73 6,5 16,77 11,02 16,77 15,52
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

6 K-M 1 2,63 2,8 18,00 13,18 18,00 14,81


6,7 M-O 1 3,36 4,0 14,81 9,96 14,81 12,14
6,7,8 O-P 1 4,77 5,5 12,14 8,00 12,14 10,91
9 , 10 R-U 1 3,54 3,9 19,00 15,07 19,00 17,61
11 W-Y              
11,12 Y-AA 2 4,36 3,8 8,76 2,69 8,76 5,31
11,12,13,1
4 AA-AB 1 5,14 5,2 5,31 -0,15 5,31 3,80
17 AH-AF              
16,17 AF-AD              
15,16,17 AD-AB 1 4,06 4,2 5,94 0,80 5,94 3,80
Sumber : Hasil Perhitungan
5.5 Gorong-gorong
5.5.1 Perhitungan Dimensi Gorong-gorong
Gorong–gorong adalah bangunan yang diperlukan untuk
menyalurkan air hujan bila saluran yang akan dibangun menyeberangi atau
melintasi jalan dan rel kereta api. Perencanaannya tetap didasarkan pada
debit yang mengalir pada gorong–gorong. Selain itu, faktor endapan
lumpur yang mungkin timbul saat pengaliran harus dihindari.
Kriteria perencanaan gorong-gorong adalah sebagai berikut:
a. Dimensi gorong-gorong berbentuk persegi panjang dan lebar gorong-gorong
sama dengan lebar saluran.
b. Merupakan gorong-gorong dengan aliran tidak penuh (ada freeboard),
sehingga dapat menampung debit lebih banyak.
c. Kecepatan di dalam gorong-gorong lebih besar dibandingkan dengan
kecepatan dalam saluran.
Berikut ini adalah contoh perhitungan dimensi gorong-gorong
saluran primer A-B:
 Jumlah gorong – gorong = 3 buah
 Qsaluran = 9,87 m3/detik
 Vsaluran = 1,89 m/detik
 Vgorong-gorong = 2,5 m/detik
Q 3
9,87 m /detik
 Agorong = V gorong = 2,5 m /detik = 3,95 m2
 bgorong = bsaluran = 3,2 m
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

A gorong 3,95 m
2

 hair gorong = b gorong = 3,2 m = 1,23 m


 Htotal gorong-gorong = hair + Fb = 1,23 + 0,97 = 2,2
 Atotal gorong-gorong = htotal x b = 2,2 x 3,2 = 7,04 m2
 Qgorong-gorong = A gorong x v gorong-gorong
= 7,04 m2 x 2,5 m/detik = 13,33 m3/detik
 Perhitungan Slope Gorong-Gorong
2
Q x 0,022
Slope=
[ 2/ 3
( Hair /2) x Agorong−gorong ]
2
13,33 x 0,022
Slope=
[
(1,23 /2)2/ 3 x 7,04 ]
Slope=0,003
Sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
5.10 berikut.
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 5.10 Perhitungan Dimensi Gorong-Gorong


v A b h air Fb h Total A full Q full
Jumlah Debit v h Total Slope
Gorong Gorong Gorong Gorong Gorong Gorong Gorong Gorong
Gorong Salura Salura Salura Gorong
Jalur Blok - - - - - - - -
- n n n -
Gorong Gorong Gorong Gorong Gorong Gorong Gorong Gorong
Gorong Gorong
m3/dt m/s m m/s m2 m m m m m2 m3/s
A-B 1 3 9,87 1,89 2,20 2,5 3,95 3,20 1,23 0,97 2,20 7,04 13,33 0,003
C-D 2 2 20,21 1,98 3,00 2,5 8,08 4,50 1,80 1,20 3,00 13,50 26,79 0,002
E-F 3 2 21,73 1,99 3,05 2,5 8,69 4,70 1,85 1,20 3,05 14,34 28,51 0,002
G-H 4,5 2 17,64 1,95 2,80 2,5 7,06 4,25 1,66 1,14 2,80 11,90 23,25 0,002
J-K 6 1 3,34 1,07 1,70 1,5 2,22 2,50 0,89 0,81 1,70 4,25 4,56 0,002
L-M 7 1 3,49 1,29 1,60 1,75 1,99 2,30 0,87 0,73 1,60 3,68 4,75 0,002
N-O 8 1 9,61 1,51 2,40 1,75 5,49 3,55 1,55 0,85 2,40 8,52 12,91 0,002
Q-R 9 1 15,49 1,48 3,00 1,75 8,85 4,55 1,94 1,06 3,00 13,65 20,18 0,001
S-T 10 1 0,78 0,87 1,00 1,5 0,52 1,35 0,39 0,61 1,00 1,35 1,17 0,003
V-W 11 2 5,73 1,33 2,00 1,75 3,28 2,95 1,11 0,89 2,00 5,90 7,88 0,002
X-Y 12 3 11,20 1,85 2,35 2,5 4,48 3,50 1,28 1,07 2,35 8,23 15,25 0,003
S-AA 13,14 3 21,29 1,98 3,05 2,5 8,52 4,65 1,83 1,22 3,05 14,18 28,03 0,002
AC-AD 15 2 16,36 1,98 2,70 2,5 6,54 4,05 1,62 1,08 2,70 10,94 21,63 0,003
AE-AF 16 2 17,59 1,98 2,80 2,5 7,04 4,20 1,68 1,12 2,80 11,76 23,32 0,002
AG-AH 17 2 6,56 1,64 1,95 2,5 2,62 2,80 0,94 1,01 1,95 5,46 8,97 0,004
B-D 1 1 25,33 1,98 3,30 2,5 10,13 5,05 2,01 1,29 3,30 16,67 33,05 0,002
F-H 1,2,3 1 59,75 1,97 4,85 2,5 23,90 7,80 3,06 1,79 4,85 37,83 74,64 0,001
1,2,3,4,
0,001
H-I 5 1 78,51 1,94 5,50 2,5 31,40 9,00 3,49 2,01 5,50 49,50 96,13
Y-AA 11,12 1 27,23 1,98 3,60 2,5 10,89 5,25 2,07 1,53 3,60 18,90 37,36 0,002
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Sumber : Hasil Perhitungan


5.5.2 Perhitungan Headloss Gorong-Gorong
Dalam perhitungan headloss pada gorong-gorong yang harus diperhatikan adalah:
a. Gorong-gorong terbuat dari beton karena bahan tersebut sangat kuat konstruksinya dengan harga k = 70 m1/3/dtk,
b. Rumus yang digunakan yaitu:
2
k m (V gorong −V saluran )
 Z1 (kehilangan masuk) = 2g
2
k k (V gorong −V saluran )
 Z2 (kehilangan keluar) = 2g
V 2gorong xL gorong
 Z3 (kehilangan energi akibat gesekan) = C 2 xR
hxb
 R= 2 h+b
 C = K x R1/6
Berikut ini adalah contoh perhitungan headloss gorong-gorong pada saluran i-I:
 Q gorong-gorong =9,87 m3/detik
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

 Vsaluran = 1,89 m/detik


 Vgorong = 2,5 m/detik
 Lgorong = 15 m
 hair gorong = 1,23 m
 Nilai R:
hxb 1, 23 x 3,2
R= =
2 h+b 2(1 ,23 )+3,2 = 0,7 m
 km = 0,5 m
 kk = 1,0 m
 K = 70 m1/3/detik
 C = K x R1/6 = 70 x (0,7)1/6 = 65,91
2 2
k m (V gorong−V saluran ) 0,5(2,5−1,89)
 Z1 = 2g = 2(9,81) = 0,009 m
2 2
k k (V gorong −V saluran ) 1,0 (2,5−1,89)
 Z2 = 2g = 2(9,81) = 0,019 m
2 2
V gorong xL gorong (2,5) x 15
 Z3 =
2
C xR = (65, 91)2 x 0,7 = 0,031 m
 Hf total = Z1 + Z2 + Z3
= (0,009 + 0,019 + 0,031) m
= 0,059 m
Sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.11
berikut.
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 5.11 Perhitungan Headloss Gorong-Gorong


H Air b V
V Hf
Salura Q Gorong- Gorong- L A km kk Gorong- Z1 Z2 Z3
K R C Saluran Total
n (m3/det) Gorong Gorong (m) (m2) (m) (m) Gorong (m) (m) (m)
(m/det) (m)
(m) (m) (m/det)
0,7
65,91 0,009 0,019 0,031 0,059
A-B 9,87 1,23 3,20 15 3,95 70 0 0,5 1 1,89 2,5
1,0
69,99 0,007 0,014 0,019 0,039
C-D 20,21 1,80 4,50 15 8,08 70 0 0,5 1 1,98 2,5
1,0
70,40 0,007 0,013 0,018 0,038
E-F 21,73 1,85 4,70 15 8,69 70 3 0,5 1 1,99 2,5
0,9
69,19 0,008 0,015 0,021 0,044
G-H 17,64 1,66 4,25 15 7,06 70 3 0,5 1 1,95 2,5
0,5
62,77 0,005 0,009 0,016 0,030
J-K 3,34 0,89 2,50 15 2,22 70 2 0,5 1 1,07 1,5
0,4
62,24 0,005 0,011 0,024 0,040
L-M 3,49 0,87 2,30 15 1,99 70 9 0,5 1 1,29 1,75
0,8
67,81 0,001 0,003 0,012 0,016
N-O 9,61 1,55 3,55 15 5,49 70 3 0,5 1 1,51 1,75
1,0
70,56 0,002 0,004 0,009 0,014
Q-R 15,49 1,94 4,55 15 8,85 70 5 0,5 1 1,48 1,75
0,2
55,38 0,010 0,021 0,045 0,076
S-T 0,78 0,39 1,35 15 0,52 70 5 0,5 1 0,87 1,5
0,6
64,87 0,004 0,009 0,017 0,030
V-W 5,73 1,11 2,95 15 3,28 70 3 0,5 1 1,33 1,75
0,7
66,56 0,011 0,021 0,029 0,061
X-Y 11,20 1,28 3,50 15 4,48 70 4 0,5 1 1,85 2,5
S-AA 21,29 1,83 4,65 15 8,52 70 1,0 70,28 0,5 1 1,98 2,5 0,007 0,014 0,019 0,039
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

2
0,9
68,77 0,007 0,014 0,022 0,043
AC-AD 16,36 1,62 4,05 15 6,54 70 0 0,5 1 1,98 2,5
0,9
69,18 0,007 0,014 0,021 0,041
AE-AF 17,59 1,68 4,20 15 7,04 70 3 0,5 1 1,98 2,5
0,5
63,58 0,019 0,037 0,041 0,097
AG-AH 6,56 0,94 2,80 15 2,62 70 6 0,5 1 1,64 2,5
1,1
71,31 0,007 0,014 0,016 0,037
B-D 25,33 2,01 5,05 15 10,13 70 2 0,5 1 1,98 2,5
1,7
76,59 0,007 0,014 0,009 0,031
F-H 59,75 3,06 7,80 15 23,90 70 2 0,5 1 1,97 2,5
1,9
78,34 0,008 0,016 0,008 0,032
H-I 78,51 3,49 9,00 15 31,40 70 7 0,5 1 1,94 2,5
1,1
71,74 0,007 0,014 0,016 0,037
Y-AA 27,23 2,07 5,25 15 10,89 70 6 0,5 1 1,98 2,5
Sumber : Hasil Perhitungan
5.6 Profil Hidrolis
Gambar profil hidorlis saluran drainase Perkotaan Kota Probolinggo dapat dilihat pada gambar terlampir.
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

BAB VI
BILL OF QUANTITY

Bill of Quantity menyatakan banyaknya bahan yang diperlukan untuk


membangun saluran dan gorong-gorong pada saluaran drainase. Pada perencanaan
ini, saluran primer, sekunder, dinding, serta lantai gorong-gorong menggunakan
pasangan batu kali sedangkan untuk tutup gorong-gorong menggunakan beton.
6.1 Bill Of Quantity (BOQ) Saluran

Saluran drainase yang dibuat berbentuk segi empat dengan ketentuan sebagai
berikut :

Gambar 6.1. Detail Saluran Drainase


x 1 0,3 b 0,3 1 x

Pasir yang

y
diperkeras

beton
Pasangan
batu kali 60o
0,4

0,3 1 b 1 0,3

Berikut cara dan langkah dalam menhitungan Bill of Quantity saluran


drainase:

y
x=
- tan60 0
1
× [ ( 2 . 6+b )+ ( 2 . 6+b+2 x ) ] × y×Ld
- Volume galian = 2
1
× [ ( 2+b ) + ( 0 .6+ b ) ] × y×Ld
- Volume yang terbangun = 2
- Volume urugan = Volume galian - Volume yang terbangun
- Volume saluran =b ¿ y ¿ Ld
- Volume pasangan batu kali (total) = Vol. yang terbangun – Vol. saluran
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Volume pasangan batu kali total


- Volume pasangan batu kali (1) = 2

- Volume pasir = 0.2×( 2+b ) ×Ld

- Volume lantai kerja (beton) = 0.2×( 2+b ) ×Ld


Contoh perhitungan BOQ saluran drainase

Pada saluran primer A-B :

Ld = 3499,10 m

hair = 1,61

b = 3,2

htotal = y = 2,1

y 2,1
x= = =1 , 21
- tan 60 tan 600
0

1
× [ ( 2 . 6+b )+ ( 2 . 6+b+2 x ) ] × y×Ld
- Volume galian = 2

1
= ×[ ( 2. 6+3,2 )+ ( 2. 6+3,2+2 ( 1 ,21 ) ) ]×2,1×3499,1
2
= 51597,15 m3
1
× [ ( 2+b ) + ( 0 .6+ b ) ] × y×Ld
- Volume yang terbangun = 2

1
= ×[ ( 2+3,2 )+ ( 0 .6+ 23,2 ) ] ×2,1×3499,1
2

= 33104,1 m3
- Volume urugan = Volume galian – Volume yang terbangun
= 51597,15 – 33104,1
= 18293,05 m3
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

- Volume saluran =b ¿ y ¿ Ld
= 3,2 ¿ 2,1 ¿ 3499,1

= 23540,69 m3

Volume yang terbangun - Volume saluran


- Volume pasangan batu kali = 2
133104,1- 23540,69
= =19008 ,39
2 m3

- Volume pasir diperkeras = 0.2×( 2+b ) ×Ld


=0 . 2×( 2+3,2 )×3499,1

= 18195,33 m3

- Volume lantai kerja (beton) = 0.2×( 2+b ) ×Ld


=0 . 2×( 2+3,2 )×3499,1
= 3639,07 m3
Untuk perhitungan BOQ saluran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.1
berikut:
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 6.1 BOQ Saluran


Volume
H
Salura Hair b Fb x Terbangun Pasir
Ld (m) total 3 Saluran Tanah Batu Kali Lantai
n (m) (m) (m) (m) Galian (m ) (m3) / Tanah Diperkeras
(m) (m3) Urug (m3) (m3) Kerja (m3)
yang Dibuang (m2)
A-B 3499,10 1,61 3,2 0,49 2,10 1,21 51597,15 23540,69 33104,10 18493,05 19008,39 18195,33 3639,07
C-D 3725,31 2,26 4,5 2,18 4,44 2,56 159643,86 74360,19 95842,02 63801,84 11135,65 24214,51 4842,90
E-F 6686,46 2,34 4,7 1,24 3,58 2,07 224149,53 112476,49 143587,01 80562,51 54083,18 44799,27 8959,85
G-H 4197,32 2,13 4,25 2,00 4,13 2,38 159837,19 73584,66 96092,91 63744,28 12932,56 26233,24 5246,65
J-K 1113,88 1,25 2,5 1,00 2,25 1,30 16016,20 6258,64 9513,13 6503,06 2373,96 5012,48 1002,50
L-M 1382,96 1,16 2,3 1,19 2,35 1,36 20336,91 7475,67 11701,04 8635,87 1748,67 5946,72 1189,34
N-O 1787,57 1,78 3,55 1,86 3,64 2,10 53692,20 23099,29 31558,19 22134,01 3236,01 9920,99 1984,20
Q-T 1744,34 2,29 4,55 1,00 3,29 1,90 51870,19 26085,29 33538,23 18331,96 14788,93 11425,42 2285,08
S-R 351,36 0,67 1,35 0,30 0,97 0,56 1540,08 460,90 904,72 635,36 464,05 1177,05 235,41
V-W 2384,33 1,47 2,95 1,74 3,21 1,85 56595,02 22556,75 32497,02 24098,01 2413,19 11802,46 2360,49
X-Y 3297,72 1,74 3,5 1,74 3,48 2,01 93055,96 40164,08 55082,17 37973,79 7158,16 18137,45 3627,49
S-AA 3864,73 2,32 4,65 0,46 2,78 1,61 95185,18 49980,10 63953,04 31232,14 44367,73 25700,48 5140,10
AC-AD 4151,39 2,03 4,05 2,10 4,13 2,39 155010,29 69477,65 91779,11 63231,17 8703,42 25115,91 5023,18
AE-AF 3309,94 2,10 4,2 2,45 4,55 2,63 142168,11 63320,89 82920,21 59247,90 3407,48 20521,62 4104,32
AG-AH 3145,61 1,41 2,8 1,06 2,47 1,43 53058,11 21762,39 31866,36 21191,75 8183,80 15098,92 3019,78
B-D 840,15 2,53 5,05 2,49 5,02 2,90 44455,19 21286,18 26765,79 17689,40 2685,40 5923,06 1184,61
D-F 606,84 3,78 7,55 1,00 4,78 2,76 37477,99 21914,97 25688,40 11789,58 15425,42 5795,32 1159,06
F-H 616,29 3,89 7,8 1,11 5,00 2,89 40968,52 24047,75 28055,71 12912,81 16331,57 6039,64 1207,93
H-I 314,95 4,50 9 1,23 5,73 3,31 26883,39 16231,54 18576,10 8307,29 10980,14 3464,45 692,89
K-M 684,94 1,63 3,25 1,00 2,63 1,52 13273,43 5854,49 8196,29 5077,14 2715,82 3595,94 719,19
M-O 761,10 2,17 4,35 1,19 3,36 1,94 22747,40 11129,52 14455,59 8291,82 5258,86 4832,99 966,60
O-P 154,60 2,91 5,8 1,86 4,77 2,75 8221,47 4275,50 5233,80 2987,67 1463,25 1205,88 241,18
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

R-U 232,13 2,54 5,1 1,00 3,54 2,04 8004,25 4189,71 5257,68 2746,57 2558,31 1648,12 329,62
W-Y 1366,82 1,58 3,15 1,74 3,32 1,92 34753,93 14282,02 20176,18 14577,75 1863,54 7039,12 1407,82
Y-AA 851,81 2,62 5,25 1,74 4,36 2,52 38551,60 19517,69 24350,64 14200,96 6643,53 6175,62 1235,12
AA-AB 513,82 3,95 7,9 1,19 5,14 2,97 35551,98 20856,19 24288,23 11263,75 13646,82 5086,82 1017,36
AH-AF 210,38 2,44 4,9 1,00 3,44 1,99 6876,17 3550,85 4492,92 2383,25 2118,89 1451,62 290,32
AF-AD 1072,66 2,27 4,55 1,06 3,33 1,92 32434,28 16263,67 20910,43 11523,85 8871,44 7025,92 1405,18
AD-AB 813,06 3,00 6 1,06 4,06 2,35 36168,72 19825,08 24120,52 12048,21 12372,09 6504,48 1300,90
1333755,9
Total 7 817828,86 1064507,55 655616,74 296940,25 329090,83 65818,17
Sumber : Hasil Perhitungan
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

6.2 BOQ Gorong-Gorong

Saluran gorong-gorong dibuat berbentuk segi empat dengan ketentuan


sebagai berikut :

0,4

0,5

0,3

0,2 0,3 b 0,3 0,2

Gambar 6.2 Tipikal Gorong-gorong


Berikut cara dan langkah dalam menghitung BOQ gorong-gorong:

 Volume gorong-gorong (Vgor) = bxhxLxn


 Volume beton 1 (Vbet 1) = {[2 x (0.8 x 0,5) + 0.5 x b] +
[2 x ((0.5 x 0.2 xh)+(h x 0.3))]} x L
xn
= [0.8 + 0.5b + 0.8h] x L x n
1
 Volume urug (Vur) = (2 x 2 x 0.2 x( h + 0.5)) x L x n
 Volume galian (Vgal) = V gor + Vpbk + Vur
 Volume beton 2 (Vbet 2) = 0.4 x [b +(2 x 0.3)] x L x n

Contoh perhitungan :
saluran primer A-B gorong-gorong no. 1 :
Q = 9,87 m3/dt
b = 3,2 m
h = 2,2 m
L = 15 m
n = 3 buah
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

 Volume gorong = b x h x L x n = 3,2 x 2,2 x 15 x 3 = 316,8 m3


 Volume Beton 1 = [0.8 + 0.5b + 0.8h] x L x n
= [0.8 + (0.5 x 3,2) + (0.8 x 2,2)] x 15 x 3 = 45,9
m3
1
 Volume urug = (2 x 2 x 0.2 x( h + 0.5)) x L x n

1
= (2 x 2 x 0.2 x (2,2 + 0.5 )) x 15 x 3
= 24,30 m3
 Volume galian = V gor + Vbeton + Vur = 316,8 + 45,9 +
24,3
= 430,2 m3

 Vbeton 2 = 0.4 x [b +(2 x 0.3)] x L x n


= 0.4 x [3,2 +(2 x 0.3)] x 15 x 3
= 68,4 m3
 V total beton = 45,9 + 68,4 = 114,3 m3

Untuk perhitungan BOQ gorong-gorong selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 6.2
berikut:
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

Tabel 6.2 BOQ Galian


Q Jumlah Gorong- L b Htot Volume
Saluran
saluran Gorong (m) terpakai Gorong Gorong Beton Urug Tanah Urug Pasir Galian Beton Total Beton
A-B 9,87 3 15 3,20 2,20 316,80 45,90 24,30 43,20 430,20 68,40 114,30
C-D 20,21 2 15 4,50 3,00 405,00 40,50 21,00 40,50 507,00 61,20 101,70
E-F 21,73 2 15 4,70 3,05 430,05 40,05 21,30 42,30 533,70 63,60 103,65
G-H 17,64 2 15 4,25 2,80 357,00 37,35 19,80 38,25 452,40 58,20 95,55
J-K 3,34 1 15 2,50 1,70 63,75 11,70 6,60 11,25 93,30 18,60 30,30
L-M 3,49 1 15 2,30 1,60 55,20 11,25 6,30 10,35 83,10 17,40 28,65
N-O 9,61 1 15 3,55 2,40 127,80 16,43 8,70 15,98 168,90 24,90 41,33
Q-R 15,49 1 15 4,55 3,00 204,75 20,03 10,50 20,48 255,75 30,90 50,93
S-T 0,78 1 15 1,35 1,00 20,25 7,43 4,50 6,08 38,25 11,70 19,13
V-W 5,73 2 15 2,95 2,00 177,00 27,45 15,00 26,55 246,00 42,60 70,05
X-Y 11,20 3 15 3,50 2,35 370,13 47,93 25,65 47,25 490,95 73,80 121,73
S-AA 21,29 3 15 4,65 3,05 638,21 60,75 31,95 62,78 793,69 94,50 155,25
AC-AD 16,36 2 15 4,05 2,70 328,05 36,45 19,20 36,45 420,15 55,80 92,25
AE-AF 17,59 2 15 4,20 2,80 352,80 37,80 19,80 37,80 448,20 57,60 95,40
AG-AH 6,56 2 15 2,80 1,95 163,80 27,45 14,70 25,20 231,15 40,80 68,25
B-D 25,33 1 15 5,05 3,30 249,98 21,83 11,40 22,73 305,93 33,90 55,73
F-H 59,75 1 15 7,80 4,85 567,45 30,38 16,05 35,10 648,98 50,40 80,78
H-I 78,51 1 15 9,00 5,50 742,50 33,75 18,00 40,50 834,75 57,60 91,35
Y-AA 27,23 1 15 5,25 3,60 283,50 24,98 12,30 23,63 344,40 35,10 60,08
579,3 897,0
TOTAL 5854,01 307,05 586,35 7326,79 1476,38
8 0
Sumber : Hasil Perhitungan
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

6.3 BOQ Total

Setelah melalui perhitungan diatas, total kebutuhan untuk pengadaan saluran drainase di kota Probolinggo ialah sebagai berikut:

Tabel 6.3 BOQ Pengadaan SDRAIN Kota Probolinggo

N SATUA
O JENIS PEKERJAAN N VOLUME HARGA SATUAN JUMLAH HARGA TOTAL

1 2 3 4 5 6

PEKERJAAN SALURAN

I PEKERJAAN TANAH

1 Penggalian Tanah Dengan Alat Berat m³ 1.333.755,97 Rp 36.500 Rp -

2 Pengangkutan Tanah Dari Lubang Galian Dalamnya Lebih Dari 1m m³ 1.333.755,97 Rp 15.750 Rp -

3 Pengurugan Tanah Dengan Pemadatan m³ 655.616,74 Rp 211.900 Rp -

4 Pengangkutan Tanah Keluar Proyek m³ 655.616,74 Rp 41.275 Rp -

5 Pengurugan Pasir Padat m² 329.090,83 Rp 203.100 Rp -

6 Pemasangan Turap Bambu Tinggi 1.5m m 53.682 Rp 203.100 Rp -

II PEKERJAAN SALURAN
Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

1 Lantai Kerja K-175 m³ 65.818 Rp 36.500 Rp -

2 Pekerjaan Pemasangan Batu Kali Belah 15/20cm (1pc 3 Ps) m³ 296940,25 Rp 1.106.414 Rp -

PEKERJAAN GORONG GORONG

I PEKERJAAN TANAH

1 Penggalian Tanah Dengan Alat Berat m³ 7.326,79 Rp 36.500 Rp -

2 Pengangkutan Tanah Dari Lubang Galian Dalamnya Lebih Dari 1m m³ 7.326,79 Rp 15.750 Rp -

3 Pengurugan Tanah Dengan Pemadatan m³ 307,05 Rp 211.900 Rp -

4 Pengangkutan Tanah Keluar Proyek m³ 7.019,74 Rp 41.275 Rp -

5 Pengurugan Pasir Padat m² 586,35 Rp 203.100 Rp -

6 Pemasangan Turap Bambu Tinggi 1.5m m 285 Rp 203.100 Rp -

II PEKERJAAN SALURAN

1 Pekerjaan Beton K-250 m³ 1476,38 Rp 783.760 Rp -

TOTAL Rp -

Sumber: Hasil Perhitungan


Perencanaan Sistem Drainase Kota

Kota Probolinggo – Jawa Timur

DAFTAR PUSTAKA

Chow, Ven T. 1997. Hidrolika dan Saluran Terbuka. Jakarta: Erlangga.

Linsley, R. K. dan J. Franzini. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Penerjemah: Djoko
Sasongko. Jakarta: Erlangga.

Masduki, H. M. 1985. Drainase Pemukiman. Bandung: ITB.

Nemec, J. 1972. Engineering Hydrology. New Delhi: Tata-McGraw Hill


Publishing Company, Ltd.

Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung:


Idea Dharma.

Sunarto, CD. 1995. Hidrologi Teknik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Takeda. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Pramita

Anda mungkin juga menyukai