BAB I
PENDAHULUAN
terjadinya genangan air pada suatu kawasan tertentu yang tidak dapat menyerap
air secara optimal dikarenakan pada kawasan atau areal tersebut telah berdiri
suatu bangunan baik itu sarana transportasi maupun bangunan gedung, yang dapat
mengganggu aktivitas dan menjadi sarang penyakit bagi daerah tersebut. Oleh
karena itu, dalam merencanakan sistem drainase kota Probolinggo, diperlukanlah
data-data hidrologis daerah tersebut, seperti keadaan demografi, tata guna lahan,
keadaan topografi, keadaan geografi, dan sebagainya.
1.2 Maksud dan Tujuan
Sistem drainase dimaksudkan untuk menyalurkan air hujan yang jatuh di
suatu daerah secepat mungkin ke badan air penerima sehingga di daerah tersebut
tidak terjadi genangan yang dapat menyebabkan banjir. Pencegahan banjir ini
penting sekali untuk dilakukan karena banjir akan membawa dampak yang sangat
tidak menguntungkan. Kehidupan masyarakat akan terganggu, kondisi sanitasi
menurun, serta yang terpenting yaitu kesehatan lingkungan menjadi terancam.
Bahkan jauh setelah itu banjir pun dapat membawa korban jiwa, baik manusia,
hewan, maupun tumbuhan pangan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup,
termasuk manusia.
Sejalan dengan maksud tersebut di atas, maka tujuan dari perencanaan
sistem drainase ini adalah untuk merencanakan suatu sistem drainase yang tepat,
khususnya dalam perencanaan di kota Probolinggo. Dengan sistem drainase yang
benar diharapkan beberapa desa atau kelurahan yang rawan akan banjir di kota
Probolinggo dapat teratasi di masa yang akan datang. Selain itu, perencanaan
sistem drainase perkotaan ini juga bertujuan untuk mengendalikan erosi, untuk
konservasi tanah, dan untuk mencegah timbulnya lingkungan yang kurang sehat
akibat adanya genangan air atau banjir.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam tugas perencanaan sistem drainase perkotaan di kota
Probolinggo ini meliputi:
1) Dasar teori yang menunjang atau mendukung perencanaan.
2) Penentuan daerah pelayanan.
3) Melengkapi data hujan yang tidak lengkap.
4) Melakukan Tes Konsistensi dan Homogenitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diberikan beberapa tinjauan pustaka yang mendukung
perencanaan sistem drainase perkotaan yang meliputi tinjauan pustaka drainase,
analisis hidrologi, kriteria perencanaan drainase, bangunan pelengkap, sistem
pengoperasian dan pemeliharaan.
2.1 Drainase
Hal-hal yang dipelajari dalam drainase, antara lain: pengertian, pola
jaringan, susunan dan fungsi, tata letak, bentuk dan jenis saluran, jalur saluran,
dan prinsip-prinsip pengaliran.
2.1.1 Pengertian Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), sistem drainase
merupakan suatu sistem pembuangan air yang menggenang pada suatu daerah
dimana sistem drainase ini berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air hujan
menuju ke badan air penerima dengan aman, sehingga dapat mengendalikan
terjadinya banjir. Sistem drainase diperlukan untuk melakukan tindakan teknis
dalam mengendalikan :
1) Kelebihan air hujan sehingga dapat dilakukan pengendalian terhadap
kemungkinan–kemungkinan adanya :
Banjir.
Genangan air pada lahan produktif.
Erosi pada lapisan tanah.
2) Masuknya air dari badan air penerima ke saluran drainase yang umumnya
disebut dengan air balik (back water).
3) Elevasi permukaan air tanah diusahakan pada lahan produktif agar lapisan
tanah di atasnya tidak tergenang.
2.1.2 Pola Jaringan Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), pola jaringan drainase
dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk, yaitu:
1) Siku
Daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari sungai dan sungai
berperan sebagai saluran pembuangan akhir di tengah kota dapat menerapkan
pola jaringan drainase model siku seperti pada Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Pola Jaringan Drainase Model Siku
Saluran cabang
saluran cabang
Saluran utama
Saluran cabang
saluran cabang
saluran utama
Saluran pengumpul
Saluran cabang
Saluran utama
daerah yang dilalui. Letaknya di bagian terendah lembah dari suatu daerah
sehingga dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang
ada.
2.1.4 Tata Letak Sistem Jaringan Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), agar suatu sistem
drainase agar dapat berfungsi dengan baik, maka perlu diperhatikan hal–hal
sebagai berikut :
1) Pola arah aliran.
Arah aliran dapat ditentukan dengan melihat peta topografinya, yang
merupakan natural drainage system yang terbentuk secara alamiah, dan dapat
mengetahui toleransi lamanya genangan dari daerah rencana.
2) Situasi dan kondisi fisik kota.
Situasi dan kondisi fisik kota yang ada ataupun yang sedang direncanakan
perlu diketahui:
Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, air minum, telepon dan lain–
lain).
Bottle neck yang mungkin ada.
Batas–batas derah pemilikan.
Letak dan jumlah prasarana yang ada.
Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan.
Gambaran prioritas daerah secara garis besar.
Semua hal di atas dimaksudkan agar dalam penyusunan tata letak sistem
jaringan drainase tidak terjadi pertentangan kepentingan. Penentuan tata letak
dari jaringan drainase bertujuan untuk mencapai sasaran sebagai berikut:
Sistem jaringan drainase dapat berfungsi sesuai tujuan.
Menekan dampak lingkungan negatif.
Dapat bertahan lama ditinjau dari segi konstruksi dan fungsinya.
Biaya pembangunan rendah.
2.1.5 Bentuk dan Jenis Saluran Drainase
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), bentuk–bentuk dan
jenis saluran yang dipilih, disesuaikan dengan lingkungan setempat, karena itu
digunakan tipe saluran air hujan sebagai berikut :
1) Saluran tertutup
Saluran ini dibuat dari beton tidak bertulang, berbentuk bulat (buis beton) dan
diterapkan pada daerah dengan lalu lintas pejalan kaki di daerah itu padat
seperti di daerah perdagangan, pusat pemerintahan dan jalan protokol. Sistem
pengaliran air dari jalan ke dalam saluran menggunakan street inlet. Pada
jarak tertentu dibuat suatu rumusan pemeriksaan atau manhole yang
fungsinya selain sebagai sumuran pemeriksaan juga sebagai bangunan
terjunan (drop manhole), untuk tiap perubahan dimensi saluran dan
pertemuan saluran.
2) Saluran terbuka
Saluran ini terdiri dari dua bentuk dengan karakteristik berbeda, yaitu:
a. Saluran yang berbentuk segiempat dan modifikasinya.
Saluran ini dibuat dari pasangan batu kali atau batu belah dan diterapkan
pada daerah dengan ruang yang tersedia terbatas seperti pada lingkungan
permukiman penduduk, dimana ambang saluran dapat berfungsi sebagai
inlet dari air hujan yang turun pada tribury area.
b. Saluran yang berbentuk trapesium dan modifikasinya.
Saluran ini dibuat tanpa pergeseran, diterapkan pada daerah dengan
kepadatan dimana ruang yang tersedia masih luas seperti daerah pertanian
dan lapangan. Pada bagian tertentu, dilakukan pergeseran bila batas
kecepatan maksimum tidak terpenuhi.
Adapun beberapa macam bentuk saluran :
a. Trapesium:
Bentuk saluran trapesium seperti pada Gambar 2.7 dapat menyalurkan
limbah air hujan dengan debit besar yang sifat alirannya terus menerus
dengan fluktuasi kecil dan digunakan apabila: selokan terbuka dan tempat
memungkinkan (cukup luas).
Gambar 2.7 Bentuk Saluran Trapesium
Sumber : Linsley,1991
2.2.1 Melengkapi Data Hujan yang Hilang
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), pada suatu stasiun
hujan terkadang terdapat data hujan yang hilang sehingga perlu dilengkapi dengan
bantuan data–data dari stasiun pengukuran hujan lainnya. Metode–metode yang
dipakai untuk melengkapi data hujan yang hilang adalah:
1) Aritmatika Rata–Rata
Jika selisih antara tinggi hujan tahunan normal dari tempat pengukuran yang
datanya kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan tahunan normal dari
stasiun pengukuran terdekat < 10%, maka data yang hilang dapat diambil dari
harga rata–rata hitung dari data stasiun terdekat, dan dianjurkan terdapat lebih
dari dua stasiun pembanding. Cara aritmatika rata-rata dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Rx = 1/n (R1 + R2 +... Rn) ..........................(1)
dimana: R1, R2...Rn = Harga curah hujan rata–rata tahunan pada stasiun 1,
stasiun 2
hingga stasiun ke–n.
Rx = Curah hujan rata–rata dari stasiun X yang datanya
akan
dilengkapi
n = Jumlah stasiun pembanding
2) Rasio Normal
Jika selisih antara tinggi hujan tahunan normal dari tempat pengukuran yang
datanya kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan tahunan normal dari
stasiun pengukuran terdekat > 10%, maka perlengkapan data hujan yang
hilang dilakukan menggunakan cara rasio atau pembanding normal yang
dirumuskan sebagai berikut :
R x r1 r2 r
r x= ( + +.. . .+ n )
n R1 R2 Rn . ....................(2)
Fk = Faktor koreksi
2.2.3 Tes Homogenitas
Berdasarkan Nemec (1972), data hujan yang dianalisis harus homogen.
Ketidak homogenan data hujan mungkin disebabkan adanya gangguan–gangguan
atmosfer oleh pencemaran udara atau adanya hujan buatan yang sifatnya
insidentil. Langkah-langkah perhitungan homogenitas adalah sebagai berikut :
.....................................(6)
dimana :
δn = Reduced standar deviasi (Tabel 2.1)
4) Menghitung μ , dengan rumus:
1
μ=R− Y n
α ................................................. (8)
dimana : Yn = Reduced mean (Tabel 2.1)
Tabel 2.1 Nilai Reduced Mean dan Reduced Standard Deviation
n Yn δn
20 0,5236 1,0625
21 0,5252 1,0695
22 0,5268 1,0755
23 0,5282 1,0812
24 0,5296 1,0853
25 0,5309 1,0915
Sumber: Nemec, 1972
1
5) Diperoleh persamaan regresi dengan rumus: R = μ + α Y
6) Diperoleh nilai R1 dan R2, dari subtitusi Y, kemudian diplot pada “Gumbel’s
Probability Paper”, dan ditarik garis penghubung kedua titik tersebut.
7) Dari garis tersebut didapatkan nilai R10 dan Tr
8) Menghitung titik homogenitas, dengan rumus:
R 10
xT r
Ordinat → TR = R .............................(9)
Absis → n
dimana :
R10 = Presipitasi tahunan dengan PUH 10 tahun rencana
Tr = PUH dari R
9) Mengeplotkan pada grafik homogenitas, jika plotting (n, TR) ternyata berada
di dalam grafik, maka data tersebut homogen. Jika tidak homogen, maka
pamilihan data diubah dengan memilih awal dan akhir pendataan lain
sedemikian sehingga titik tersebut berada dalam grafik homogenitas.
Untuk mencari R10 dan Tr perlu memakai regresi. Jika plotting H (n, Tr)
pada kertas grafik homogenitas ternyata berada di luar, maka pemilihan array data
diubah dengan memilih awal dan akhir pendataan lain sehingga titik H (n, Tr)
berada pada bagian dalam grafik. Cara mengubah 1 array data adalah:
1) Ditambah jumlah datanya. Misalnya: data dari 1968 sampai dengan 1998
menjadi dari tahun 1960 sampai dengan 1998.
2) Digeser mundur dengan jumlah data yang sama. Misalnya: data dari tahun
1968 sampai dengan 1998 menjadi dari tahun 1967 sampai dengan 1997.
3) Dikurangi jumlah datanya, tetapi tidak dianjurkan (hanya jika kedua cara di
atas tidak dapat dilakukan).
2.2.4 Analisis Curah Hujan Rata-Rata Daerah Aliran
Data curah hujan yang diperlukan dalam perencanaan drainase adalah data
curah hujan rata–rata, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini
disebut curah hujan wilayah yang dinyatakan dalam satuan mm. Secara
Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun
penakar hujan yang disebut faktor pembobot atau koefisien thiessen.
Besarnya faktor pembobot (weighing factor) tergantung dari luas daerah
pengaruh yang diwakili oleh stasiun yang dibatasi oleh poligon–poligon yang
memotong tegak lurus ada tengah–tengah garis penghubung dua stasiun (tiap
stasiun terletak pada poligon yang tertutup) seperti pada Gambar 2.11.
Cara membuat poligon–poligon adalah sebagai berikut :
a. Hubungkan masing–masing stasiun dengan garis lurus sehingga
membentuk poligon segitiga.
b. Buat sumbu–sumbu pada poligon segitiga tersebut sehingga titik potong
sumbu akan membentuk poligon baru.
c. Poligon baru ini merupakan batas daerah pengaruh masing–masing stasiun
penakar hujan.
Luas daerah pengaruh masing–masing stasiun (An) dan luas daerah (A) dapat
dihitung dengan planimeter. Sedangkan hujan daerah rata–rata dapat dihitung
sebagai berikut :
Gambar 2.11 Poligon Thiessen
A1, A2, A3, ... An = Luas daerah yang mewakili stasiun pengamat
R1, R2, R3, ... Rn = Curah hujan di tiap titik pengamatan
R = Curah hujan rata–rata daerah
Cara Thiessen ini lebih teliti dibandingkan cara aritmatik mean (rata-rata).
Namun, penentuan stasiun serta pemilihan ketinggian mempengaruhi
ketelitian hasil.
3) Garis Isohyet
Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat kedudukan dari harga tinggi
hujan yang sama. Isohyet diperoleh dari interpolasi harga tinggi hujan lokal.
Misalnya besarnya isohyet sudah diperkirakan, maka besarnya hujan antara
dua isohyet adalah:
1
R1,2 = I +I
2 ( 1 2 ) .............................................................................................
.................(14)
Pola isohyet berubah dengan harga–harga point rainfall yang tidak tetap,
walaupun letak stasiun penakar hujannya tetap. Untuk menghitung luas antara
dua isohyet (A1,2) dan luas daerah aliran (A) digunakan planimeter.
Rumus hujan rata – rata daerah aliran dapat dihitung sebagai berikut :
A12⋅R12 A23⋅R23 A 34⋅R34 A n, n+1⋅R n, n+1
R= + + +
A A A A ...................(15)
dimana : Ai, i+1 = Luas daerah antara isohyet I1 dan Ii+1
Ri, i+1 = Tinggi hujan rata – rata antara isohyet I1 dan I i+1
2.2.5 Analisis Hujan Harian
Berdasarkan Nemec (1972), untuk analisis curah Hujan Harian Maksimum
(HHM) dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut:
1) Metode Gumbel
Metode ini menyatakan bahwa “Distribusi dari harga ekstrim (maksimum
atau minimum) tahun yang dipilih dari n sampel akan mendekati suatu bentuk
batas bila ukuran sampel meningkat”. Rumus yang digunakan:
τR
RT = R̄+ Y −Y n )
τn ( t ....................................................................... (16)
dimana: R = Tinggi hujan rata–rata
RT = Standar deviasi
n & Yn = Didapat dari tabel reduced mean and standar deviation
(Tabel 2.1)
Yt = Didapat dari tabel reduced variate pada PUHt tahun
(Tabel 2.2)
Rentang keyakinan (Convidence Interval) untuk harga–harga RT. Rumus :
Rk =±¿ t ( a )⋅S e ...................................................................................(17)
b=√1+1,3k+1,1⋅k 2 .........................................................................(19)
Y t− Y n
k=
τn ............................................................................................(20)
dimana: N = Jumlah data
2) Metode Log Person Type III
Metode Log Person didasarkan pada perubahan data yang ada dalam bentuk
logaritmik. Langkah–langkah perhitungannya :
a. Menyusun data–data curah hujan (R) mulai dari harga yang
terbesar sampai dengan harga terkecil.
x̄=
∑ xi
n ........................................................................................(22)
d. Menghitung besarnya harga deviasi rata-rata dari besaran logaritma
tersebut, dengan persamaan sebagai berikut:
∑ ( x i − x̄ )2
τ=
√ N −1 ........................................................................... (23)
e. Menghitung harga skew coefficient (koefisien asimetri) dari
besaran logaritma di atas:
3
N⋅∑ ( x i− x̄ )
C s=
( N −1 )( N −2 ) ( τ x )3
. ..............................................................(24)
Kadang-kadang harga Cs disesuaikan dengan besarnya N, sehingga
persamaannya menjadi:
CSH = Cs . (1 + 8,5 / N). ...................................................................(25)
f. Berdasarkan harga skew cofficient (Cs) yang diperoleh dan harga periode
ulang (T) yang ditentukan, dapat diketahui nilai Kx dengan menggunakan
tabel.
g. Menghitung besarnya harga logaritma dari masing–masing data curah
hujan untuk suatu periode ulang T tertentu.
X t = X̄ +Kx⋅τ x ........................................................................................
..................................................................(26)
h. Jadi perkiraan harga HHM untuk periode ulang T (tahun) adalah :
XT
RT =anti log⋅X T atau RT =10 .......................................... (27)
3) Metode Iwai Kadoya
Disebut juga cara distribusi terbatas sepihak (one site finite distribtion)
dimana:
log ( x o +b ) = x̄ o log ( x i +b )
adalah rata-rata dari
Langkah–langkah perhitungannya:
a. Memperkirakan harga Xo:
n
1
log⋅x o = ∑ log x i
n i=1 ...................................................................... (29)
b. Memperkirakan harga b :
n
1
b= ∑b
m i=1 i ; m n / 10 . ............................................................. (30)
X s⋅X t − X
02
b=
2 X 0 −( X s + X T )
....................................................................(31)
dimana: Xs = Harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang
terbesar
Xt = Harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang
terkecil
n = Banyaknya data
n
m≃
10 = Angka bulat
√
n
1 2 ( x i +b )
c
= ⋅∑ log
( n−1 ) i =1 (
( x o +b ) ) . . ..................................................(33)
1
2n 2
=
n−1 [( )(
x̄ −x 2
o )] 2
n
1 2
x̄ 2= ∑ ={ log ( x i +b ) }
dimana : n i=1 .................................................(34)
2 x̄
dengan menggunakan rumus x̄ dan o2 maka 1/c dapat dihitung
dengan rumus:
1 2n
= ( )(
c n−1
⋅ x̄2 − x̄ 2
o ) .......................................................................(35)
untuk menentukan curah hujan dari 5–120 menit dengan periode ulang 2–100
tahun.
Hubungan ini diturunkan dari analisis curah hujan pada 157 stasiun dan tes
statistik yang dapat dipergunakan di seluruh dunia. Rumusnya :
RtT = ( 0 , 21⋅Ln ( T ) +0 , 52 )⋅( 0 , 54⋅t 0 , 25−0 , 50 )⋅R60⋅menit
10⋅tahun ..........................(37)
60 mm
I tt = ⋅RtT
t jam ( ) .........................................................................................
...................................................................(38)
2) Metode Van Breen
Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah
terpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90 % dari hujan selama 24
jam.
Hubungannya dapat dituliskan dengan rumus:
24
90 %⋅R
I=
4 ...................................................................................... (39)
dimana: I = Intensitas hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/24 jam)
Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi intensitas
hujan, dimana Van Breen mengambil bentuk kurva Kota Jakarta sebagi kurva
basis. Kurva basis tersebut dapat memberikan kecenderungan bentuk kurva
untuk daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya. Data dalam kurva
intensitas hujan daerah Jakarta dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3 Intensitas Hujan Daerah Jakarta
Durasi Intensitas Hujan (mm/jam) untuk Periode Ulang (tahun)
(menit) 2 5 10 25 50
5 126 148 155 180 191
10 114 126 138 156 168
11 .300⋅( t ) X
R=
(√ ( t + 3 ,12 ) )( )
⋅ t
100 ...............................................(40)
0≤t<1 , maka :
11 .300⋅( t ) Ri
R= (√ ( t + 3 ,12 )
⋅ )( )
100 . ..............................................(41)
1218⋅t +54
Ri= X T⋅
( X T ( 1−t )+1272⋅t ) ..........................................(42)
dimana :t = Durasi hujan (jam)
R, Ri = Curah hujan Hasper - Weduwen (mm)
XT = Curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm)
Untuk menentukan intensitas hujan menurut Hasper–Weduwen, digunakan
rumus:
R
I=
t .......................................................................................(43)
dimana: R = curah hujan (mm)
I = intensitas hujan (mm/jam)
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), langkah pertama dalam
perencanaan bangunan air (saluran) adalah penentuan besanya debit yang harus
diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan oleh intensitas
hujan yang terjadi dengan rumus pada persamaan (43) di atas.
Umumnya, makin besar t, intensitas hujan makin kecil. Jika tidak ada waktu
untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau tidak ada alat, maka dapat
ditempuh dengan cara–cara empiris :
1) Metode Talbot
a
I=
t +b . ............................................................................................(44)
dimana :
( ∑ I⋅t ) ( ∑ I 2 )−( ∑ I 2⋅t )( ∑ I )
a= 2
( N⋅∑ I2 )−( ∑ I ) ......................................................... (45)
( ∑ I )⋅( ∑ I⋅t )−N ( ∑ I 2⋅t )
b= 2
( N⋅∑ I 2 )−( ∑ I ) ............................................................(46)
2) Metode Ishiguro
a
I= √t +b ...........................................................................................(47)
dimana :
( ∑ I √ t⋅∑ I 2 )−( ∑ I 2 √t⋅∑ I )
a= 2
N⋅∑ I 2 −( ∑ I ) ........................................................ (48)
( ∑ I⋅∑ I √ t ) −N⋅(∑ I 2 √t )
b= 2
N ∑ I 2 −( ∑ I ) ............................................................(49)
dimana:
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Durasi hujan (menit)
a, b, n = Konstanta
N = Banyaknya data
3) Metode Sherman
a
I=
t n .............................................................................................................
.......................................................................................(50)
dimana :
( ∑ log I )⋅( ∑ log 2 t ) −( ∑ ( log ( t )⋅log ( i ) ) )⋅( ∑ log ( t ) )
a= 2
N⋅∑ ( log 2 ( t ) ) −( ∑ log ( t ) ) ....................(51)
( ∑ log ( I )⋅∑ log ( t ) ) −n⋅( ∑ ( log ( t ))⋅log ( I ) )
n= 2
N ∑ ( log 2 ( t ) )−( ∑ log ( t ) ) ................................. (52)
Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus di atas, maka
harus dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis berdasarkan rumus di atas.
Persamaan intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan
debit.
Q ≥ 8m3/dt c = 0,23
Sesuai dengan sifat bahan saluran yang dipakai untuk kota, maka beberapa
harga n tercantum seperti dalam Tabel 2.4 berikut ini:
Tabel 2.4 Koefisien Kekasaran Manning.
Jenis Saluran n
Saluran tanah 0,022
Saluran galian
Saluran pada batuan, digali merata 0,035
Lapisan beton seluruhnya 0,015
Lapisan beton pada kedua sisi saluran 0,020
Lapisan blok beton pracetak 0,017
Saluran dengan Pasangan batu, diplester 0,020
lapisan perkerasan Pasangan batu, diplester pada kedua sisi 0,022
saluran
Pasangan batu, disiar 0,025
Pasangan batu kosong 0,030
Berumput 0,027
Semak-semak 0,050
Saluran alam Tidak berarutan, banyak semak dan pohon,
batang
Pohon banyak jatuh ke saluran 0,150
Sumber: Sunarto,1995
2.3.3 Perhitungan Kecepatan Aliran
Berdasarkan Sunarto (1995), penentuan kecepatan aliran air di dalam
saluran yang direncanakan berdasarkan pada kecepatan minimum yang
memungkinkan saluran dapat self-cleansing dan kecepatan maksimum yang
diperbolehkan agar konstruksi saluran tetap aman. Tiap kecepatan aliran di
dalam saluran diatur tergantung dengan bentuk dan tipe saluran yang
direncanakan. Berikut adalah batasan aliran dari tiap tipe saluran dapat
dilihat dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Variasi Kecepatan dalam Saluran.
Tipe saluran Variasi kecepatan (m/det)
Bentuk bulat, buis beton 0,75 – 3,0
Bentuk persegi, pasangan batu kali 1,0 – 3,0
4) Jumlah street inlet harus cukup untuk dapat menangkap limpasan air hujan
pada jalan yang bersangkutan.
Rumus yang digunakan, yaitu:
280
D= √S
W ………………………………………....(68)
dimana: D = Distance atau jarak antar street inlet (m)
S = Slope atau Kemiringan (%), D ¿ 50 m
W = Lebar Jalan (m)
Pada saluran yang tertutup, ada 4 fungsi Manhole antara lain sebagai berikut
:Sebagai bak kontrol, untuk pemeliharaan dan pemeriksaan saluran.
1) Untuk memperbaiki saluran bila terjadi perubahan dimensi.
2) Sebagai ventilasi untuk keluar masuknya udara.
3) Sebagai terjunan (Drop Manhole) saluran tertutup.
Penempatan Manhole terutama pada titik-titik dimana terletak Street Inlet,
belokan, pertemuan saluran, di awal dan di akhir saluran pada gorong – gorong.
Dengan pertimbangan perbaikan konstruksi, pembiayaan serta kemudahan
pelaksanaan, maka Manhole direncanakan terbuat dari beton bertulang dan
dipasang sedemikian rupa sehingga rata dengan muka jalan dan dilengkapi dengan
pegangan untuk memudahkan pengangkatan (membuka dan menutup) dengan
ukuran umumnya yaitu 60 x 60 cm. Sedangkan tangga di dalam Manhole
dipasang tertanam pada dinding dan terbuat dari Cast Iron dengan jarak tangga
30-50 cm, serta lebar 30-40 cm. Beberapa bentuk manhole dapat dilihat pada
Gambar 2.13 berikut
pasang surut, antara lain persamaan Saint - Venant dan program computer
SWMM.
Gambar 2.15 Out Fall
BAB III
3.1 Umum
Menurut data dari Dinas Pertanian, luas wilayah Kota Probolinggo tercatat
5.666,70 Ha, pada tahun 2012 terdiri dari Lahan Sawah sebesar 1.832,00 Ha
(32,33%), Lahan Bukan Sawah untuk pertanian 928,33 Ha (16,38%) dan Lahan
Bukan Pertanian 2.906,72 Ha (51,29%). Morfologi di bagian utara merupakan
dataran dengan ketinggian kurang dari 100 m di atas permukaan laut, sedangkan
di bagian selatan terdapat perbukitan yang merupakan bagian dari lereng Gunung
Bromo, Gunung Tarub, dan Gunung Argapura dengan ketinggian 300-2900 m di
atas permukaan laut.
Tatanan statigrafinya berurutan dari yang muda terdiri dari beberapa satuan
batuan yaitu Formasi Leprak berumur Pleosen; Batuan Gunungapi Pandak dan
Batuan Trobosan Andesit; Basal dan Gabro Mikro berumur Plitosen Awal; Batuan
Gunungapi Tengger, Tuff Rabano dan Batuan Gunungapi Argapura berumur
Plistosen Akhir; Batugamping Koral, Endapan Rombakan Cemara Tiga dan
Aluvium berumur Holosen. Struktur geologi terdapat berupa sesar normal dan
sesar mendatar yang berarah umum barat laut - tenggara memotong batuan
berumur Pliasen - Holosen, serta kelurusan berarah barat laut - tenggara, utara -
selatan dan melingkar dengan garis tengah kurang lebih 8 Km.
No
Nama Sungai Panjang Sungai (Km)
.
1 Sungai Kedunggaleng 3,097
2 Sungai Umbul 5,138
3 Sungai Banger 2,865
4 Sungai Legundi 5,439
5 Sungai Kasbah 2,037
6 Sungai Pancur 4,239
Sex ratio pada akhir tahun 2016 sebesar 98,77, angka ini berarti dari 100
penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Apabila ditinjau per
kecamatan maka sex ratio Kecamatan Kademangan, Kedopok, Wonoasih,
Mayangan dan Kanigaran sebesar 98,4; 99,5; 99,4; 98,1; dan 99,0. Jumlah
kelahiran yang tercatat pada tahun 2016 sebesar 2.843 jiwa, jumlah kematian
sebesar 1.980 jiwa, dan penduduk migrasi yang masuk 3.860 orang, sedangkan
yang keluar 3.840 orang.
Selain itu perpaduan masyarakat dan budaya yang masih asli dicerminkan
dengan gotong royong, dan adat budaya khas, serta diwarnai dengan unsur Islam.
Hal ini dapat dipandang sebagai potensi masyarakat sehingga menjadi modal
dalam peningkatan sumber daya manusia sehingga terbentuk suatu masyarakat
yang handal dan berkembang dan mudah tanggap terhadap kemajuan. Lebih dari
itu potensi potensi yang ada menjadikan ketahanan sosial masyarakat akan
Sumber daya alam yang terdapat di Kota Probolinggo sangat terbatas sekali.
Kota Probolinggo tidak memiliki deposit sumber daya alam yang dapat
dieksploitasi. Di samping miskin kandungan bahan tambang, Kota Probolinggo
juga mempunyai lahan sangat terbatas untuk dikembangkan.
Potensi sumber daya alam yang ada di Kota Probolinggo sangat sedikit
sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara optimum dan tetap dilandasi
dengan azas konservasi agar kelestariannya tetap terjaga untuk masa yang akan
datang.
Musim kering yang terjadi pada bulan Agustus sampai dengan September di
Kota Probolinggo berpengaruh terjadinya angin kering yang bertiup cukup
kencang dari arah tenggara ke barat laut, angin ini populer dengan sebutan Angin
Gending.
Tabel 3.3 Jumlah Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Kota Probolinggo
peningkatan. Selain itu, jumlah murid SD/MI, SMP/MTs, dan SLTA/MA juga
mengalami peningkatan.
Jumla
Kategori Pendidikan
No h
Wilayah
. T R S M SM MT SM SM M
K A D I P s U K A
Kecamatan Kademangan
Triwung
1 3 --- 3 2 1 2 1 1 2 15
Kidul
2 Kademangan 5 --- 5 1 0 2 2 1 1 17
Pohsangit
3 2 --- 3 1 0 0 0 0 0 6
Kidul
4 Pilang 4 --- 3 0 0 0 0 0 0 7
5 Triwung Lor 1 --- 4 0 1 0 0 0 1 7
6 Ketapang 3 --- 3 2 0 1 0 1 1 11
Jumlah 18 8 21 6 2 5 3 3 5 71
Total 71
Kecamatan Kedopok
Sumber
1 3 --- 3 1 1 1 0 1 0 10
Wetan
2 Kareng Lor 1 --- 2 1 1 2 0 0 0 7
3 Kedopok 1 --- 3 1 0 0 0 0 0 5
Jrebeng
4 1 --- 2 1 0 1 0 0 0 5
Kulon
Jrebeng
5 3 --- 1 0 0 0 0 2 0 6
Wetan
6 Jrebeng Lor 6 --- 6 2 1 2 0 1 1 19
Jumlah 15 7 17 6 3 6 0 4 1 59
Total 59
Kecamatan Wonoasih
1 Wonoasih 2 --- 3 1 0 1 0 --- 1 8
Jrebeng
2 2 --- 1 1 1 0 1 --- 1 7
Kidul
3 Pakistaji 3 --- 3 0 0 0 0 --- 0 6
Kedunggalen
4 0 --- 1 1 0 0 0 --- 0 2
g
5 Kedung 2 --- 4 1 0 0 0 --- 0 7
Asem
Sumber
6 2 --- 3 1 0 2 0 --- 1 9
Taman
Jumlah 11 7 15 5 1 3 1 1 3 47
Total 47
Kecamatan Mayangan
1 Wiroborang 2 --- 4 0 0 0 0 0 0 6
2 Jati 6 --- 4 1 1 0 0 0 0 12
3 Sukabumi 8 --- 8 1 4 0 4 0 0 25
4 Mangunharjo 8 --- 10 0 1 0 1 0 0 20
5 Mayangan 1 --- 7 1 0 0 0 0 0 9
Jumlah 25 6 33 3 6 0 5 0 0 78
Total 78
Kecamatan Kanigaran
Curahgrintin
1 2 --- 2 0 0 2 1 0 1 8
g
2 Kanigaran 3 --- 9 1 4 1 6 0 0 24
Kebonsari
3 1 --- 2 1 0 0 0 0 1 5
Wetan
4 Sukoharjo 3 --- 5 0 0 0 0 0 0 8
Kebonsari
5 7 --- 7 3 1 0 1 0 0 19
Kulon
6 Tisnonegaran 3 --- 5 0 6 0 4 0 0 18
Jumlah 19 7 30 5 11 3 12 0 2 89
Total 89
No Kecamatan Jumlah
1 Kademangan 7
2 Kedopok 5
3 Wonoasih 4
4 Mayangan 16
5 Kanigaran 10
Total 42
No
Wilayah Jumlah No. Wilayah Jumlah
.
Kecamatan Kademangan Kecamatan Wonoasih
1 Triwung Kidul 66 1 Wonoasih 31
2 Kademangan 57 2 Jrebeng Kidul 34
3 Pohsangit Kidul 22 3 Pakistaji 41
4 Pilang 19 4 Kedunggaleng 25
5 Triwung Lor 19 5 Kedung Asem 38
6 Ketapang 35 6 Sumber Taman 30
Jumlah 218 Jumlah 199
Kecamatan Kedopok Kecamatan Kanigaran
1 Sumber Wetan 57 1 Curahgrinting 25
2 Kareng Lor 36 2 Kanigaran 63
3 Kedopok 35 3 Kebonsari Wetan 39
4 Jrebeng Kulon 28 4 Sukoharjo 28
5 Jrebeng Wetan 14 5 Kebonsari Kulon 43
6 Jrebeng Lor 47 6 Tisnonegaran 36
Jumlah 217 Jumlah 234
Kecamatan Mayangan
1 Wiroborang 42 4 Mangunharjo 63
2 Jati 42 5 Mayangan 54
3 Sukabumi 40 Jumlah 124
Jumlah
No. Wilayah
Industri Besar Industri Sedang
Kecamatan Kademangan
1 Triwung Kidul 0 1
2 Kademangan 0 0
3 Pohsangit Kidul 0 0
4 Pilang 5 3
5 Triwung Lor 0 0
6 Ketapang 0 1
Jumlah 5 5
Total 10
Kecamatan Kedopok
1 Sumber Wetan 0 0
2 Kareng Lor 0 0
3 Kedopok 0 0
4 Jrebeng Kulon 0 0
5 Jrebeng Wetan 0 0
6 Jrebeng Lor 0 0
Jumlah 0 0
Kecamatan Wonoasih
1 Wonoasih 0 0
2 Jrebeng Kidul 0 0
3 Pakistaji 0 0
4 Kedunggaleng 0 0
5 Kedung Asem 0 0
6 Sumber Taman 0 0
Jumlah 0 0
Kecamatan Mayangan
1 Wiroborang 0 0
2 Jati 0 0
3 Sukabumi 0 0
4 Mangunharjo 0 0
5 Mayangan 0 0
Jumlah 0 0
Kecamatan Kanigaran
1 Curahgrinting 0 0
2 Kanigaran 0 0
3 Kebonsari Wetan 0 0
4 Sukoharjo 0 0
5 Kebonsari Kulon 0 0
6 Tisnonegaran 0 0
Jumlah 0 0
Peta administrasi Kota Probolinggo dapat dilihat pada Gambar 3.2, dimana
dalam peta tersebut telah terdapat peta sungai dan jalan.
Peta rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Probolinggo dapat dilihat
pada Gambar 3.3, dimana dalam peta tersebut telah terdapat peta rencana
penggunaan lahan di Kota Probolinggo 2009-2028
BAB IV
ANALISIS HIDROLOGI
Dalam hal perencanaan sistem drainase, analisis terhadap aspek hidrologi
merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Aspek hidrologi ini meliputi
perhitungan untuk melengkapi data hujan dengan melakukan uji konsistensi dan
homogenitas, perhitungan curah hujan rata-rata suatu daerah, analisis curah hujan
maksimum, dan perhitungan intensitas hujan.
4.1 Melengkapi Data Hujan yang Hilang
Data curah hujan harian maksimum pada stasiun pengamat 1, 2, 4 dan 6
diperlukan untuk menghitung intensitas hujan. Data curah hujan harian tahun
1983–2012 dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini, dimana ada dua buah data
yang hilang dan harus dicari terlebih dahulu.
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Kosa Probolinggo
Stasiun
No Tahun Stasiun 1 2 Stasiun 4 Stasiun 6
1 1986 139 167 130 147
2 1987 133 153 119 144
3 1988 135 140 124 169
4 1989 129 164 148 172
5 1990 136 152 167 147
6 1991 129 165 123 138
7 1992 135 169 116 141
8 1993 145 175 117 143
9 1994 140 R2 132 179
10 1995 153 185 129 166
11 1996 119 154 158 173
12 1997 120 153 145 161
13 1998 140 163 140 176
14 1999 139 149 161 162
15 2000 143 163 172 R4
16 2001 133 120 124 139
17 2002 134 146 123 147
18 2003 109 121 R3 160
19 2004 113 139 141 161
20 2005 121 153 123 170
21 2006 139 147 129 148
22 2007 148 154 129 158
23 2008 154 138 126 126
24 2009 167 161 140 158
Perencanaan Sistem Drainase Kota
Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister (2002), untuk melengkapi data
curah hujan yang hilang, dapat dilakukan perkiraan. Sebagai dasar perkiraan
digunakan data curah hujan dari stasiun pengukuran yang curah hujannya lengkap
dan lokasinya dekat dengan stasiun yang data curah hujannya hilang. Data curah
hujan yang hilang dihitung dengan cara sebagai berikut:
Ra−Rd
x 100 %
Selisih curah hujan rata-rata tahunan = Ra
dimana : Ra = rata-rata hujan tahunan stasiun yang hilang
Rd = rata-rata hujan tahunan stasiun terdekat dan lengkap
Jika selisih antara curah hujan yang datanya hilang dibandingkan curah
hujan di stasiun yang lengkap kurang dari 10%, maka harga perkiraan data yang
kurang lengkap tersebut dapat diambil dari harga rata-rata hitung dari data tempat
yang terdekat atau berdekatan dan dianjurkan lebih dari dua stasiun yang
dibandingkan. Cara aritmatika rata–rata dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rx = 1/n (R1 + R2 +... Rn)
dimana :
R1, R2...Rn : harga curah hujan rata–rata tahunan pada stasiun pembanding yang
lengkap.
Rx : curah hujan rata–rata dari stasiun x yang datanya akan dilengkapi.
N : jumlah stasiun pembanding.
Jika selisih melebihi 10%, maka perhitungan curah hujan yang hilang
dilakukan dengan menggunakan cara rasio normal, yaitu :
rx 1 n=n r
= ∑ ¿ n¿
Rx n−1 n=1 R n
dimana:
Perencanaan Sistem Drainase Kota
Pada stasiun 1 terdapat satu data yang hilang, yaitu pada tahun 2011.
Berikut ini uraian perhitungan melengkapi data hujan yang hilang di stasiun 1 :
137,4−154,5
| |x100%=12,39%
Selisih dengan Stasiun 2 = 137,4
137,4−155,1
| |x100%=12,87%
Selisih dengan Stasiun 6 = 137,4
Karena selisih antara curah hujan yang datanya hilang dibandingkan curah
hujan di stasiun yang lengkap lebih dari 10%, maka harga perkiraan data yang
kurang lengkap tersebut dapat diambil dari cara rasio normal, sebagai berikut:
137,4 145 150
x(( )+( ))=130,5≈131
Rx1 = 2 154 , 5 155 ,1
Pada stasiun 1 terdapat satu data yang hilang, yaitu pada tahun 1994.
Berikut ini uraian perhitungan melengkapi data hujan yang hilang di stasiun 1 :
154,5−137,4
| |x100%=11,026 %
Selisih dengan Stasiun 1 = 154,5
154,5−155,1
| |x 100%=0,424%
Selisih dengan Stasiun 6 = 154,5
Karena selisih antara curah hujan yang datanya hilang dibandingkan curah
hujan di stasiun yang lengkap salah satunya lebih dari 10%, maka harga
perkiraan data yang kurang lengkap tersebut dapat diambil dari cara rasio
normal, sebagai berikut:
154,5 140 179
x(( )+( ))=167 ,80≈168
Rx2 = 2 137 ,4 155,1
4.1.3 Melengkapi Data Hujan Stasiun 4
Pada stasiun 1 terdapat satu data yang hilang, yaitu pada tahun 2003.
Berikut ini uraian perhitungan melengkapi data hujan yang hilang di stasiun 1 :
139,0−137,4
| |x100%=1,092%
Selisih dengan Stasiun 1 = 139,0
139,0−155,1
| |x 100 %=11,637%
Selisih dengan Stasiun 6 = 139,0
Karena selisih antara curah hujan yang datanya hilang dibandingkan curah
hujan di stasiun yang lengkap salah satunya lebih dari 10%, maka harga
perkiraan data yang kurang lengkap tersebut dapat diambil dari cara rasio
normal, sebagai berikut:
139,0 109 160
x(( )+( ))=126,76≈127
Rx4 = 2 137,4 155 ,1
4.1.4 Melengkapi Data Hujan Stasiun 6
Perencanaan Sistem Drainase Kota
Pada stasiun 4 terdapat satu data yang hilang, yaitu pada tahun 2000.
Berikut ini uraian perhitungan melengkapi data hujan yang hilang di stasiun 1 :
155,1−137,4
| |x100 %=11,402%
Selisih dengan Stasiun 1 = 155,1
155,1−139,0
| |x 100%=10,424%
Selisih dengan Stasiun 4 = 155,1
Karena selisih antara curah hujan yang datanya hilang dibandingkan curah
hujan di stasiun yang lengkap lebih dari 10%, maka harga perkiraan data yang
kurang lengkap tersebut dapat diambil dari cara rasio normal, sebagai berikut:
155,1 143 172
x(( )+( ))=176 ,71≈177
Rx6 = 2 137 ,4 139 ,0
Data curah hujan pada stasiun hujan 1, 2, 4 dan 6 yang telah dilengkapi
dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2 Data Curah Hujan Lengkap Kota Probolinggo
Stasiun
No Tahun Stasiun 1 2 Stasiun 4 Stasiun 6
1 1986 139 167 130 147
2 1987 133 153 119 144
3 1988 135 140 124 169
4 1989 129 164 148 172
5 1990 136 152 167 147
6 1991 129 165 123 138
7 1992 135 169 116 141
8 1993 145 175 117 143
9 1994 140 168 132 179
10 1995 153 185 129 166
11 1996 119 154 158 173
12 1997 120 153 145 161
13 1998 140 163 140 176
14 1999 139 149 161 162
15 2000 143 163 172 177
16 2001 133 120 124 139
17 2002 134 146 123 147
18 2003 109 121 127 160
Perencanaan Sistem Drainase Kota
ke-30 pendataan. Misal tahun ke 1 pada tahun 1983, tahun ke 30 adalah tahun
2012.
Dari data stasiun sekeliling 5 stasiun tersebut, terdapat data stasiun
terdekat RP dari masing-masing yang akan diuji konsistensi. Data yang diuji
dibandingkan dengan data stasiun terdekat karena menurut lokasi, pendekatan dari
data pembanding dan diuji lebih besar. Kemudian dibuat grafik Cartesean, dimana
Rp sebagai absis sedangkan RX sebagai ordinat, dimulai dari indeks yang terbesar
menurun dan akumulasi.
Pengujian konsistensi stasiun data hujan pada stasiun 1 dilakukan dengan
cara membandingkan akumulasi data hujan stasiun 1 dengan akumulasi rata-rata
data hujan stasiun pembanding (ST.P), yaitu stasiun 2, 4, dan 6. Begitu pula untuk
uji konsistensi stasiun selanjutnya.
4.2.1 Uji Konsistensi Stasiun 1
Hasil perhitungan untuk uji konsistensi Stasiun 1 dapat dilihat pada Tabel
4.3 berikut ini:
Perencanaan Sistem Drainase Kota
Akumulasi Stasiun 4
f(x) = 0.92 x − 40.23
3500 R² = 1
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
N Akumulas
Thn St. 2 St. 1 St. 4 St. 6 Jumlah 3 Stasiun Rata Rata Stasiun Pembanding Akumulasi Stasiun Pembanding
o i St. 2
1 1986 167 167 139 130 147 416 139 139
2 1987 153 320 133 119 144 396 132 271
3 1988 140 460 135 124 169 428 143 413
4 1989 164 624 129 148 172 449 150 563
5 1990 152 776 136 167 147 450 150 713
6 1991 165 941 129 123 138 390 130 843
7 1992 169 1110 135 116 141 392 131 974
8 1993 175 1285 145 117 143 405 135 1109
9 1994 168 1453 140 132 179 451 150 1259
10 1995 185 1638 153 129 166 448 149 1408
11 1996 154 1792 119 158 173 450 150 1558
12 1997 153 1945 120 145 161 426 142 1700
13 1998 163 2108 140 140 176 456 152 1852
14 1999 149 2257 139 161 162 462 154 2006
15 2000 163 2420 143 172 177 492 164 2170
16 2001 120 2540 133 124 139 396 132 2302
17 2002 146 2686 134 123 147 404 135 2437
18 2003 121 2807 109 127 160 396 132 2569
19 2004 139 2946 113 141 161 415 138 2707
20 2005 153 3099 121 123 170 414 138 2845
21 2006 147 3246 139 129 148 416 139 2984
22 2007 154 3400 148 129 158 435 145 3129
Perencanaan Sistem Drainase Kota
Akumulasi Stasiun 2
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
Akumulasi Stasiun 4
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
Akumulasi Stasiun 6
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
] 2 =14 ,53
1
μ=R− Y n=137,23−(13, 06 x 0 ,5362 )=130,23
α
Maka, didapat persamaan regresi sebagai berikut:
1
R=μ+ Y =130 , 23+13 , 06 Y
α
Jika,
Y1 0 R1 130,23
Y2 5 R2 195,53
3. Memplotkan R1 dan R2 yang telah didapat di Gumbel’s Probability Paper
untuk mendapatkan nilai TR dan R10.
R1 = 130,23
R2 = 195,53
Kemudian R1 dan R2 diplotkan pada grafik Gumbel’s Probability Paper,
lalu kedua titik tersebut dihubungkan dan ditarik suatu garis. Dari grafik
tersebut didapat.
Tr = 2 dari R rata-rata = 137,23
R10 = 159,57
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas pada Homogenity Test Graph
R 10
Ordinat : T Ŕ= x T r = 2,3
Ŕ
Absis : n = 30
Koordinat titik homogenitas ( H ) didapatkan ( n, T R ) = ( 30; 2,3 ). Titik H
diplot pada grafik homogenitas, ternyata titik H belum berada di dalam grafik,
Perencanaan Sistem Drainase Kota
sehingga data curah hujan belum homogen. Hasil pemplotan titik H bisa dilihat
pada Gambar 4.5 di bawah ini.
Gambar 4.5 Plot Data pada Grafik Homogenitas
] 2 =14, 71
1 σ R 14,71
= = = 13,47
α σ n 1 , 0915
Perencanaan Sistem Drainase Kota
1
μ=R− Y n=137,8−(13 , 47 x 0 , 5309)=130 , 65
α
Maka, didapat persamaan regresi sebagai berikut:
1
R=μ+ Y =130 , 65+13 , 47 Y
α
Jika,
Y1 0 R1 130,65
Y2 5 R2 198
3. Memplotkan R1 dan R2 yang telah didapat di Gumbel’s Probability Paper
untuk mendapatkan nilai TR dan R10.
R1 = 130,65
R2 = 198
Kemudian R1 dan R2 diplotkan pada grafik Gumbel’s Probability Paper,
lalu kedua titik tersebut dihubungkan dan ditarik suatu garis. Dari grafik
tersebut didapat.
Tr = 2,7 dari R rata-rata = 137,8
R10 = 160,84
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas pada Homogenity Test Graph
R 10
Ordinat : T Ŕ= x T r = 3,2
Ŕ
Absis : n = 25
Koordinat titik homogenitas ( H ) didapatkan ( n, T R ) = ( 25; 3,2 ). Titik H
diplot pada grafik homogenitas, ternyata titik H belum berada di dalam grafik,
sehingga data curah hujan belum homogen. Hasil pemplotan titik H bisa dilihat
pada Gambar 4.6 di bawah ini
Perencanaan Sistem Drainase Kota
Stasiun 4
Luasan Daerah 4 15,131
W4 = = =0,267
Luasan Total 56,667
Stasiun 6
Luasan Daerah 6 21,729
W6 = = =0,383
Luasan Total 56,667
Selanjutnya dihitung curah hujan rata-rata dengan mengalikan
perbandingan luasan di atas dengan data curah hujan tiap tahun. Berikut ini
merupakan contoh perhitungan curah hujan rata-rata yang paling tinggi di setiap
stasiun :
R=( W 1 x R 1 ) + ( W 2 x R 2 ) + ( W 4 x R 4 )+ (W 6 x R 6 )
R=( 0,122 x 171 )+ ( 0,228 x 185 ) + ( 0,267 x 172 ) + ( 0,383 x 179 )
R=177,5
Dalam Tabel 4.11 disajikan data perhitungan curah hujan rata-rata dengan
metode Thiessen, sebagai berikut:
Tabel 4.11 Perhitungan Curah Hujan Rata-Rata dengan Metode Thiessen
Curah
Hujan
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 4 Stasiun 6 Rata
Rangking
Rata
(mm)
Ri W RixW Ri W RixW Ri W RixW Ri W RixW
1 171 0,122 20,792 185 0,228 42,171 172 0,267 45,927 179 0,383 68,636 177,5
2 167 0,122 20,306 175 0,228 39,891 167 0,267 44,592 177 0,383 67,869 172,7
3 162 0,122 19,698 170 0,228 38,752 161 0,267 42,990 176 0,383 67,486 168,9
4 154 0,122 18,725 169 0,228 38,524 158 0,267 42,189 173 0,383 66,335 165,8
5 153 0,122 18,604 168 0,228 38,296 148 0,267 39,518 172 0,383 65,952 162,4
6 148 0,122 17,996 167 0,228 38,068 145 0,267 38,717 170 0,383 65,185 160,0
7 145 0,122 17,631 165 0,228 37,612 141 0,267 37,649 169 0,383 64,802 157,7
8 143 0,122 17,388 164 0,228 37,384 140 0,267 37,382 166 0,383 63,651 155,8
9 143 0,122 17,388 163 0,228 37,156 140 0,267 37,382 162 0,383 62,117 154,0
10 140 0,122 17,023 163 0,228 37,156 135 0,267 36,047 161 0,383 61,734 152,0
11 140 0,122 17,023 161 0,228 36,700 132 0,267 35,246 161 0,383 61,734 150,7
12 139 0,122 16,901 154 0,228 35,104 130 0,267 34,712 160 0,383 61,351 148,1
13 139 0,122 16,901 154 0,228 35,104 129 0,267 34,445 159 0,383 60,967 147,4
14 135 0,122 16,415 153 0,228 34,876 129 0,267 34,445 158 0,383 60,584 146,3
15 134 0,122 16,293 153 0,228 34,876 129 0,267 34,445 158 0,383 60,584 146,2
16 133 0,122 16,172 153 0,228 34,876 127 0,267 33,911 148 0,383 56,749 141,7
17 132 0,122 16,050 152 0,228 34,649 126 0,267 33,644 147 0,383 56,366 140,7
Perencanaan Sistem Drainase Kota
18 131 0,122 15,929 149 0,228 33,965 124 0,267 33,110 147 0,383 56,366 139,4
19 129 0,122 15,685 147 0,228 33,509 124 0,267 33,110 147 0,383 56,366 138,7
20 125 0,122 15,199 146 0,228 33,281 123 0,267 32,843 144 0,383 55,215 136,5
21 121 0,122 14,713 140 0,228 31,913 123 0,267 32,843 143 0,383 54,832 134,3
22 120 0,122 14,591 139 0,228 31,685 123 0,267 32,843 141 0,383 54,065 133,2
23 119 0,122 14,469 138 0,228 31,457 119 0,267 31,775 139 0,383 53,298 131,0
24 113 0,122 13,740 121 0,228 27,582 117 0,267 31,241 138 0,383 52,915 125,5
25 109 0,122 13,254 120 0,228 27,354 116 0,267 30,974 126 0,383 48,314 119,9
Jumlah 3706,3
Rata Rata 148,3
Maka,
14 ,69
RT =148 ,23+ ( 0 ,367−0 ,5309 )
1,0915
RT =146 ,0 mm.
Rentang keyakinan (Convidence Interval) untuk harga–harga RT. Rumus :
Rk =±¿t ( a )⋅S e
dimana : Rk = rentang keyakinan (convidence interval, mm/jam)
t(a) = fungsi a
Se = probability error (deviasi)
Untuk : a = 90 % à t (a) = 1,64
a = 80 % à t (a) = 1,282
a = 68 % à t (a) = 1,000
Y T −Y n 0,3665−0,5309
=−0,151
k= σn = 1,0915
17,16
50 188,2 2,722 3,562 10,468 7 50 188,2 ± 17,167 171,078 205,412
22,15
100 203,0 3,728 4,597 13,510 6 100 203,0 ± 22,156 180,873 225,185
Sumber : Hasil Perhitungan
Dalam metode ini, data curah hujan rata-rata yang dipakai dari data curah
hujan yang didapatkan dari perhitungan menggunakan Metode Thiessen. Dan
hujan harian maksimum dihitung berdasarkan PUH yang direncanakan yaitu 2, 5,
10, 25, 50, dan 100 tahun. Sehingga dapat dilakukan perhitungan untuk PUH 2
tahun seperti berikut:
Diketahui :
n
∑ ( X i− X i )2
i = 0,045
n
∑ ( X i− X i )3
i = -0,0001331
Perhitungan :
n
σ
x = √ ∑ ( X i− X i )2
i
0,045
n−1
= √ 25−1
= 0,043
n
n ∑ ( X i− X i )3
i
( n−1 )( n−2)σ
Cs = x
3
25 x-0,0001331
3
= (25−1 )x(25−2)x 0,043
= -0,075
Untuk nilai Cs = -0,075 tidak ada dalam tabel Coeffiecient of Skewness, maka
dari itu nilai Kx di dapatkan melalui metode interpolaso, Contoh perhtungan
degan cara interpolasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.14 Nilai Kx dengan Cara Interpolasi
Menghitung dengan cara interpolasi
Cs 2 10 25 50 100
-0,6 0,099 1,2 1,528 1,72 1,88
-0,7 0,116 1,183 1,488 1,663 1,806
-0,8 0,132 1,166 1,448 1,606 1,733
Perencanaan Sistem Drainase Kota
XT =
X i +σ x . K x
= 2,169+ (0,043 x (0,124)
= 2,174
RT = 10XT
= 102,174 = 149,4 mm/24 jam
Sedangkan untuk hasil perhitungan HHM saat PUH 5–100 tahun dapat dilihat
pada Tabel 4.17 berikut ini:
Tabel 4.15 HHM Metode Log Pearson III
PUH(tahun) Kx Kx . σx Xt RT (mm/24 jam)
2 0,124 0,005 2,174 149,4
5 0,969 0,042 2,211 162,5
10 1,331 0,057 2,226 168,4
25 2,310 0,100 2,269 185,6
50 3,379 0,146 2,315 206,4
100 4,784 0,206 2,375 237,4
Sumber : Hasil Perhitungan
4.5.3 Metode Iwai kadoya
Metode ini disebut juga dengan metode distribusi terbatas sepihak (One
Side Finite Distribution). Prinsipnya adalah dengan merubah variabel (X) dari
kurva kemungkinan kerapatan dari curah hujan harian maksimum ke log X atau
merubah kurva distribusi yang asimetris menjadi kurva distribusi normal. Data
curah hujan rata-rata daerah dari perhitungan dengan menggunakan metode
Thiessen disusun terlebih dahulu dari data yang terbesar ke yang terkecil. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.18 berikut:
Tabel 4.16 Peringkat Curah Hujan Rata-Rata Metode Iwai Kadoya
No Ri Log Ri
1 177,5 2,249
2 172,7 2,237
Perencanaan Sistem Drainase Kota
3 168,9 2,228
4 165,8 2,220
5 162,4 2,211
6 160,0 2,204
7 157,7 2,198
8 155,8 2,193
9 154,0 2,188
10 152,0 2,182
11 150,7 2,178
12 148,1 2,170
13 147,4 2,169
14 146,3 2,165
15 146,2 2,165
16 141,7 2,151
17 140,7 2,148
18 139,4 2,144
19 138,7 2,142
20 136,5 2,135
21 134,3 2,128
22 133,2 2,124
23 131,0 2,117
24 125,5 2,099
25 119,9 2,079
Jumlah 54,224
Sumber : hasil perhitungan
Dalam metode ini, data curah hujan rata-rata yang dipakai dari data curah
hujan yang didapatkan dari penghitungan menggunakan Metode Thiessen. Dan
hujan harian maksimum dihitung berdasarkan PUH yang direncanakan yaitu 2, 5,
10, 25, 50, dan 100 tahun. Sehingga dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:
∑ log R i
Log XO = n
54 , 224
= 25
= 2,169
XO = 147,552
Perhitungan nilai m :
25
m= =3
10
Perhitungan nilai bi dapat dilihat pada Tabel 4.16 berikut ini:
Perencanaan Sistem Drainase Kota
∑ bi −170 ,817
b= ∑ ni = 1,6 = 106,761
Langkah selanjutnya adalah perhitungan nilai c, dimana dapat dilihat pada Tabel
4.18 berikut ini:
Tabel 4.17 Perhitungan Harga c
No Xi Xi + b Log (Xi + b) (Log (Xi + b))²
1 177,5 284,3 2,454 6,021
2 172,7 279,4 2,446 5,984
3 168,9 275,7 2,440 5,956
4 165,8 272,5 2,435 5,931
5 162,4 269,1 2,430 5,905
6 160,0 266,7 2,426 5,886
7 157,7 264,5 2,422 5,868
8 155,8 262,6 2,419 5,853
9 154,0 260,8 2,416 5,839
10 152,0 258,7 2,413 5,822
11 150,7 257,5 2,411 5,812
12 148,1 254,8 2,406 5,790
13 147,4 254,2 2,405 5,785
14 146,3 253,1 2,403 5,776
15 146,2 253,0 2,403 5,775
16 141,7 248,5 2,395 5,737
17 140,7 247,5 2,394 5,729
18 139,4 246,1 2,391 5,718
19 138,7 245,4 2,390 5,712
20 136,5 243,3 2,386 5,694
21 134,3 241,1 2,382 5,675
22 133,2 239,9 2,380 5,665
23 131,0 237,8 2,376 5,646
24 125,5 232,2 2,366 5,598
25 119,9 226,7 2,355 5,548
Jumlah 60,147 144,720
Xo X2
Rata Rata
2,406 5,789
Perencanaan Sistem Drainase Kota
1
Σ ( Ri −R )2
δ R= [
Menghitung Koevisien Variasi
n−1 ] [ 2
=
5190 , 56
25−1
1
] 2 =14, 71
Sx 14,71
Cv= = =¿ 0,1
Xr 148,3
25 x-0,0001331
3
= (25−1 )x(25−2)x 0,043
= -0,075
Membandingkan Hasil
a. 1≤t≤24 , maka :
11300⋅( t ) X
R=
(√ ⋅ t
( t +3 , 12 ) 100)( )
b. 0≤t<1 , maka :
11300⋅( t ) R
R=
(√ )( )
⋅ i
( t +3 , 12 ) 100
1218⋅t +54
Ri= X T⋅
( X T ( 1−t )+1272⋅t )
R
I=
t
(1218×0 , 083)+54
Ri = 149,4
¿
{
149 , 4 (1−0 , 083 )+(1272×0 ,083 ) }
= 95,62 mm
Perencanaan Sistem Drainase Kota
1
11300×0 ,083 2
R =
[ (0 ,083+3 ,12) ]
׿ ¿ 95,62
100
= 16,4
R 16,4
I = t = 0,083 = 196,74 ≈197 mm/jam.
Sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.23 di bawah ini.
Tabel 4.23 Perhitungan Nilai Ri, R dan I untuk tiap PUH
Durasi PUH (tahun)
Ket Mn 2 5 10 25 50
Jam
t Ri R I Ri R I Ri R I Ri R I Ri R I
196,7 203,9 101,3 208,4 104,5 215,0 108,7 223,6
5 0,083 95,62 16,40 99,11 16,99 17,37 17,92 18,64
4 1 2 6 2 4 2 9
163,8 120,2 172,6 124,1 178,3 130,0 186,8 138,1 198,4
10 0,167 114,10 27,31 28,78 29,73 31,14 33,07
8 1 5 9 6 9 4 4 0
0<t<1
130,0 140,4 139,1 146,5 145,1 155,8 154,4 169,0 167,5
20 0,333 131,25 43,35 46,38 48,40 51,48 55,83
4 2 3 4 9 7 4 6 0
155,9 104,3 164,0 109,7 176,6 118,1 194,9 130,4
40 0,667 144,11 64,28 96,42 69,57 73,18 78,79 86,96
9 6 8 8 5 9 6 4
1<t<2 108,0 108,0
60 1,0 - 78,24 78,24 - 85,10 85,10 - 89,82 89,82 - 97,20 97,20 -
4 9 9
120 2,000 - 99,26 49,63 - 107,9 53,98 - 113,9 56,97 - 123,3 61,65 - 137,1 68,56
0 6 4 1 3
Perencanaan Sistem Drainase Kota
= 76,46 mm/jam
Untuk hasil perhitungan sampai ranking jam ke 4 dapat dilihat pada Tabel 4.25
berikut.
Tabel 4.25 Pola Distribusi HHM per Jam menurut Ranking
Rangking I HHM (mm/jam) dengan PUH (tahun)
jam 1-4 2 5 10 25 50
1 76,46 83,16 87,77 94,98 105,63
2 24,61 26,76 28,25 30,57 34,00
3 15,82 17,21 18,16 19,65 21,85
4 9,67 10,51 11,10 12,01 13,36
Rata-rata 31,64 34,41 36,32 39,30 43,71
Sumber : Hasil Perhitungan
Selanjutnya dengan menggunakan Pedoman Curah Hujan Tanimoto, maka
60
untuk data HHM ( R10 ) pada PUH 10 tahun digunakan rata-rata dari distribusi
hujan 2 jam pertama.
87 , 77+28 , 25
R60
10 = 2 = 58,01 mm
Dalam menghitung intensitas hujan dengan metode Bell, digunakan rumus :
Contoh perhitungan :
t = 5 menit dan T = 2 tahun
R52 −¿− ( 0,21. ln 2+0,52 ) x ( 0 ,54 . 50 ,25−0,5 ) x 58 ,01
= 11,87 mm
60
xR T
I = t ; t dalam menit
60
x11,87
= 5 = 142,46 mm/jam
Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.26 berikut ini.
Tabel 4.26 Perhitungan Nilai R dan Intensitas Metode Bell
PUH (tahun)
Durasi
2 5 10 25 50
(mnt)
R I R I R I R I R I
5 11,87 142,46 15,30 183,64 17,90 214,80 21,33 255,98 23,93 287,14
10 17,77 106,62 22,91 137,44 26,79 160,76 31,93 191,59 35,82 214,90
Perencanaan Sistem Drainase Kota
20 24,78 74,35 31,95 95,85 37,37 112,11 44,54 133,61 49,96 149,87
40 33,13 49,69 42,70 64,06 49,95 74,92 59,53 89,29 66,77 100,16
60 38,72 38,72 49,91 49,91 58,38 58,38 69,58 69,58 78,04 78,04
120 49,70 24,85 64,07 32,03 74,94 37,47 89,30 44,65 100,17 50,09
240 62,75 15,69 80,90 20,22 94,62 23,66 112,76 28,19 126,49 31,62
Sumber : hasil perhitungan
4.6.4 Pemilihan Nilai Intensitas Maksimum
Berdasarkan perhitungan intensitas hujan dengan ketiga metode di atas,
maka diambil nilai intensitas hujan maksimum untuk digunakan dalam
perhitungan selanjutnya . Berikut ini merupakan nilai intesitas hujan berdasarkan
perhitungan dengan metode Van Breen, Hasper-Weduwen, dan Bell
Tabel 4.27 Perbandingan Nilai Intensitas Hujan
waktu Metode Perhitungan Intesitas Hujan
(meni Van Breen Hasper-Wedewen Bell
t) 2 5 10 25 50 2 5 10 25 50 2 5 10 25 50
18 20 21 21 22 19 20 20 21 22 14 18 21 25 28
5 2 0 0 5 8 7 4 8 5 4 2 4 5 6 7
15 17 17 18 20 16 17 17 18 19 10 13 16 19 21
10 8 1 8 6 0 4 3 8 7 8 7 7 1 2 5
14 15 15 16 16 13 13 14 15 16 11 13 15
20 4 4 8 1 6 0 9 5 4 8 74 96 2 4 0
11 11 12 12 13 10 11 11 13 10
40 1 8 4 5 1 96 4 0 8 0 50 64 75 89 0
10 10 11 10
60 92 99 4 9 7 78 85 90 97 8 39 50 58 70 78
120 57 61 66 69 76 50 54 57 62 69 25 32 37 45 50
240 34 37 39 42 46 30 32 34 37 41 16 20 24 28 32
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.28 Nilai Intensitas Hujan yang Dipakai
Durasi Intensitas hujan Probolinggo (mm/jam) untuk PUH (tahun)
(menit) 2 5 10 25 50
5 182 200 210 215 228
10 158 171 178 186 200
20 144 154 158 161 166
40 111 118 124 125 131
60 92 99 104 109 117
120 57 61 66 69 76
240 34 37 39 42 46
Sumber : Hasil Perhitungan
Berikut ini adalah grafik perbandingan nilai intensitas hujan dari metode Bell,
Van Breen, dan Hasper-Weduwen (Gambar 4.9).
Perencanaan Sistem Drainase Kota
200
Van Breen
Intensitas Hujan
150 Hasper-Wedewen
Bell
100 Intensitas Hujan Kota Jakarta
(Pembanding)
50
0
5 10 20 40 60 120 240
Waktu
200
Van Breen
Intensitas Hujan
150 Hasper-Wedewen
Bell
Intensitas Hujan Kota
100 Probolinggo dengan Metode
Van Breen
50
0
5 10 20 40 60 120 240
Waktu
Perencanaan Sistem Drainase Kota
200
Van Breen
Intensitas Hujan
150 Hasper-Wedewen
Bell
100 Intensitas Hujan Kota Jakarta
(Pembanding)
50
0
5 10 20 40 60 120 240
Waktu
250
Hasper-Wedewen
150 Bell
Intensitas Hujan Kota Jakarta
100 (Pembanding)
50
0
5 10 20 40 60 120 240
Waktu
Perencanaan Sistem Drainase Kota
300
250
Van Breen
Intensitas Hujan
200 Hasper-Wedewen
Bell
150 Intensitas Hujan Kota Jakarta
(Pembanding)
100
50
0
5 10 20 40 60 120 240
Waktu
c. Metode Ishiguro
a
I = √ t +b
2 2
(∑ I . √t )( ∑ I )−(∑ I √t )( ∑ I )
dimana: a = N ( ∑ I 2 )−( ∑ I )2
2
(∑ I )(∑ I . √t )−N ( ∑ I √t )
b= N ( ∑ I 2 )−( ∑ I )2
Keterangan:
t = durasi
N = jumlah data
a,b,n = konstanta
I = Intensitas hujan (mm/jam)
Dari ketiga metode tersebut yang akan digunakan adalah metode yang
memiliki nilai lengkung intensitas paling mendekati perhitungan intensitas hujan
sebelumnya. Pada setiap PUH, dicarikan nilai Δ I terkecil untuk digunakan
sebagai intensitas dalam perhitungan selanjutnya sehingga setiap nilai PUH 2, 5,
10, 25, 50 tahun dengan durasi 5, 10, 20, 40, 60, 120 dan 240 menit masing-
masing memiliki nilai lengkung intensitas, seperti pada Tabel 4.29 berikut.
Tabel 4.29 Perhitungan Lengkung Intensitas Hujan
Perencanaan Sistem Drainase Kota
t (menit) I (mm/jam) Ixt I² I² x t Log I Log t Log I x Log t log² I log² t t0,5 I x t0,5 I² x t0,5
5 182 911 33233 166164 2,26 0,70 1,58 5,11 0,49 2,24 407,63 74311,01
10 158 1581 25009 250092 2,20 1,00 2,20 4,84 1,00 3,16 500,09 79086,14
20 144 2881 20751 415011 2,16 1,30 2,81 4,66 1,69 4,47 644,21 92799,31
40 111 4425 12236 489450 2,04 1,60 3,27 4,18 2,57 6,32 699,61 77388,87
60 92 5525 8479 508757 1,96 1,78 3,49 3,86 3,16 7,75 713,27 65680,30
120 57 6814 3224 386916 1,75 2,08 3,65 3,08 4,32 10,95 622,03 35320,43
240 34 8066 1130 271109 1,53 2,38 3,63 2,33 5,67 15,49 520,68 17500,00
Jumlah 778 30204 104062 2487500 13,91 10,84 20,64 28,05 18,90 50,39 4108 442086
PERHITUNGAN LENGKUNG INTENSITAS HUJAN PUH 5 TAHUN
t (menit) I (mm/jam) Ixt I² I² x t Log I Log t Log I x Log t log² I log² t t0,5 I x t0,5 I² x t0,5
5 200 1002 40154 200768 2,30 0,70 1,61 5,30 0,49 2,24 448,07 89786,00
10 171 1706 29103 291032 2,23 1,00 2,23 4,98 1,00 3,16 539,47 92032,52
20 154 3087 23824 476475 2,19 1,30 2,85 4,79 1,69 4,47 690,27 106543,00
40 118 4712 13875 555007 2,07 1,60 3,32 4,29 2,57 6,32 744,99 87754,36
60 99 5930 9769 586134 1,99 1,78 3,55 3,98 3,16 7,75 765,59 75669,62
120 61 7311 3712 445458 1,78 2,08 3,71 3,19 4,32 10,95 667,43 40664,54
240 37 8774 1336 320730 1,56 2,38 3,72 2,44 5,67 15,49 566,33 20703,00
Jumlah 839 32522 121773 2875604 14,14 10,84 20,98 28,97 18,90 50,39 4422 513153
PERHITUNGAN LENGKUNG INTENSITAS HUJAN PUH 10 TAHUN
t (menit) I (mm/jam) Ixt I² I² x t Log I Log t Log I x Log t log² I log² t t0,5 I x t0,5 I² x t0,5
5 210 1052 44292 221461 2,32 0,70 1,62 5,40 0,49 2,24 470,60 99040,19
10 178 1775 31518 315182 2,25 1,00 2,25 5,06 1,00 3,16 561,41 99669,31
20 158 3165 25039 500776 2,20 1,30 2,86 4,84 1,69 4,47 707,66 111976,92
Perencanaan Sistem Drainase Kota
40 124 4940 15253 610107 2,09 1,60 3,35 4,38 2,57 6,32 781,09 96466,33
60 104 6252 10859 651515 2,02 1,78 3,59 4,07 3,16 7,75 807,16 84110,26
120 66 7873 4305 516565 1,82 2,08 3,78 3,30 4,32 10,95 718,72 47155,71
240 39 9263 1490 357484 1,59 2,38 3,78 2,52 5,67 15,49 597,90 23075,52
Jumlah 878 34321 132755 3173090 14,28 10,84 21,23 29,56 18,90 50,39 4645 561494
PERHITUNGAN LENGKUNG INTENSITAS HUJAN PUH 25 TAHUN
t (menit) I (mm/jam) Ixt I² I² x t Log I Log t Log I x Log t log² I log² t t0,5 I x t0,5 I² x t0,5
5 215 1074 46142 230710 2,33 0,70 1,63 5,44 0,49 2,24 480,32 103176,81
10 186 1862 34658 346578 2,27 1,00 2,27 5,15 1,00 3,16 588,71 109597,66
20 161 3222 25955 519098 2,21 1,30 2,87 4,87 1,69 4,47 720,48 116073,92
40 125 5012 15701 628045 2,10 1,60 3,36 4,40 2,57 6,32 792,49 99302,62
60 109 6516 11793 707597 2,04 1,78 3,62 4,14 3,16 7,75 841,19 91350,41
120 69 8306 4791 574896 1,84 2,08 3,83 3,39 4,32 10,95 758,22 52480,59
240 42 10024 1745 418697 1,62 2,38 3,86 2,63 5,67 15,49 647,07 27026,75
Jumlah 907 36016 140785 3425622 14,40 10,84 21,44 30,02 18,90 50,39 4828 599009
PERHITUNGAN LENGKUNG INTENSITAS HUJAN PUH 50 TAHUN
t (menit) I (mm/jam) Ixt I² I² x t Log I Log t Log I x Log t log² I log² t t0,5 I x t0,5 I² x t0,5
5 228 1142 52205 261026 2,36 0,70 1,65 5,56 0,49 2,24 510,91 116734,34
10 200 1997 39870 398699 2,30 1,00 2,30 5,29 1,00 3,16 631,43 126079,81
20 166 3328 27687 553749 2,22 1,30 2,89 4,93 1,69 4,47 744,14 123822,07
40 131 5248 17214 688549 2,12 1,60 3,39 4,49 2,57 6,32 829,79 108869,08
60 117 7015 13669 820158 2,07 1,78 3,68 4,28 3,16 7,75 905,63 105881,92
120 76 9165 5833 699965 1,88 2,08 3,91 3,55 4,32 10,95 836,64 63897,73
240 46 11147 2157 517760 1,67 2,38 3,97 2,78 5,67 15,49 719,56 33421,24
Jumlah 965 39042 158636 3939905 14,62 10,84 21,79 30,88 18,90 50,39 5178 678706
Sumber : Hasil Perhitungan
Perencanaan Sistem Drainase Kota
Perhitungan :
9764 ,85 9764 ,85
I=
a. I talbot = t +49, 06 = 5+49 ,06 = 180,62 mm/jam
∆ I = I data – I talbot = 182 – 180,62 = 1,68 mm/jam
443 , 03 443 ,03
I= 0, 43 0 , 43
b. I Sherman = t = 5 = 223,18 mm/jam
∆ I = I data – I Sherman = 182 – 223,18 = -40,15 mm/jam
675 , 94 675 , 94
c. I Ishiguro = I = √t+0,8 = √ 5+0,8 = 223,18 mm/jam
∆I = I data – I Ishiguro = 182 – 223,18 = -40,88 mm/jam
Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.33 berikut ini.
Tabel 4.31 Perbandingan Kesesuaian Rumus Intensitas Curah Hujan
PERBANDINGAN KESESUAIAN RUMUS INTENSITAS CURAH HUJAN
PUH 2
I
t
(mm/jam I I-I I I-I I I-I
(jam)
) Talbot Talbot Ishiguro Ishiguro Sherman Sherman
180,6
5
182 2 1,68 223,18 40,88 222,45 40,15
165,3
10
158 3 7,19 166,11 7,97 170,48 12,34
141,3
20
144 9 2,66 123,64 20,41 128,15 15,90
109,6
40
111 4 0,98 92,03 18,59 94,84 15,78
60 92 89,53 2,55 77,43 14,66 79,07 13,01
120 57 57,76 0,98 57,63 0,85 57,49 0,71
240 34 33,78 0,17 42,89 9,28 41,48 7,87
Jumla
h 777,59 16,20 112,64 105,77
118,2
40
118 2 0,42 99,20 18,59 102,17 15,63
60 99 96,43 2,41 83,38 15,46 85,20 13,64
120 61 62,10 1,17 61,95 1,02 61,97 1,04
240 37 36,27 0,28 46,03 9,47 44,72 8,17
Jumla
h 839,44 19,01 115,92 106,48
BAB V
PERENCANAAN SISTEM DRAINASE
Cr Saluran Primer
Saluran Blok Terlayani Cr
0,5
B-D 1 5
0,5
D-F 1,2 9
0,6
F-H 1,2,3 3
0,6
H-I 1,2,3,4,5 2
0,3
K-M 6 8
M-O 6,7 0,4
Perencanaan Sistem Drainase Kota
0
0,4
O-P 6,7,8 4
0,5
T-U 9 , 10 6
0,6
W-Y 11 3
0,6
Y-AA 11,12 0
0,6
AA-AB 11,12,13,14 1
0,6
AH-AF 17 0
0,6
AF-AD 16,17 1
0,6
AD-AB 15,16,17 1
Sumber : Hasil Perhitungan
11190 ,22
I=
o 342,8+50,12 = 28,5 mm/jam
2 xtc 2 x342 ,8
Cs= = =0, 939
o (2 xtc )+td (2 x342 ,8)+44, 9
Sehingga besarnya debit limpasan dapat dihitung sebagai berikut.
o Q =0,278 x C x I x A x Cs
Q = 0,278 x 0,55 x 28,5 x 240,83 x 0,939 = 9,84 m3/detik
o Sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.4
berikut.
Tabel 5.4 Perhitungan Debit Limpasan Saluran Sekunder
Tabel 5.4 Perhitungan Debit Limpasan Saluran
SALURAN SEKUNDER
Elevasi Daerah
Luas
Persentase Luas Limpasan
Saluran Lo (m) C blok Ho
Blok (ha) Elevasi Elevasi
(km2)
awal akhir
960,2
A-B 0 0,55 2,41 100,00 240,83 30,00 26,00 4,00
966,0
C-D 3 0,62 3,00 100,00 299,64 28,00 26,00 2,00
999,5
E-F 4 0,71 4,13 100,00 413,45 30,00 28,00 2,00
G-H (TOTAL) 0,60 3,24 323,62
520,3
G-H 9 0,61 1,72 100,00 172,41 27,00 26,00 1,00
649,6
G-H 4 0,59 1,51 100,00 151,21 25,00 24,50 0,50
909,3
J-K 6 0,38 0,91 100,00 91,43 23,00 20,00 3,00
604,6
L-M 8 0,41 0,75 100,00 75,30 20,00 17,00 3,00
825,4
N-O 6 0,51 1,40 100,00 140,00 17,00 15,50 1,50
Perencanaan Sistem Drainase Kota
671,4
Q-R 8 0,62 1,40 100,00 140,12 23,00 20,00 3,00
387,0
S-R 7 0,47 0,17 100,00 16,78 20,00 19,50 0,50
881,5
V-W 2 0,63 0,80 100,00 80,05 19,00 17,50 1,50
986,1
X-Y 0 0,58 1,78 100,00 177,95 17,00 15,00 2,00
S-AA (TOTAL) 0,65 3,57 357,01
876,3
S-AA 3 0,67 2,82 100,00 281,72 18,00 16,00 2,00
432,2
S-AA 5 0,58 0,75 100,00 75,29 12,00 11,00 1,00
903,6
AC-AD 2 0,62 2,60 100,00 259,59 13,00 11,00 2,00
846,2
AE-AF 1 0,63 2,14 100,00 213,99 16,00 13,00 3,00
615,7
AF-AH 2 0,60 0,83 100,00 83,13 16,00 13,00 3,00
SALURAN SEKUNDER
v
to td tc I Q
asums
Saluran So Ld (m) n (menit (menit (menit (mm/ja Cs (m3/s
i
) ) ) m) )
(m/s)
A-B 0,0042 3499,10 0,045 298,0 1,3 44,9 342,8 28,5 0,939 9,84
C-D 0,0021 3725,31 0,015 125,7 0,9 69,0 194,6 45,7 0,849 20,14
E-F 0,0020 6686,46 0,015 128,5 0,7 159,2 287,7 33,1 0,783 21,02
G-H
4197,32 0,015 153,1 0,8 87,4 269,7 35,0 0,860 16,31
(TOTAL)
G-H 0,0019 4197,32 0,015 104,8 0,6 116,6 221,4 41,2 0,792 9,58
G-H 0,0008 4197,32 0,015 153,1 0,6 116,6 269,7 35,0 0,822 7,14
J-K 0,0033 1113,88 0,035 246,0 1 18,6 264,6 35,6 0,966 3,32
L-M 0,0050 1382,96 0,035 187,4 1 23,0 210,5 42,9 0,948 3,49
N-O 0,0018 1787,57 0,015 124,5 0,9 33,1 157,6 53,9 0,905 9,63
Q-R 0,0045 1744,34 0,015 86,1 1,3 22,4 108,5 70,6 0,907 15,45
S-R 0,0013 351,36 0,035 252,9 0,8 7,3 260,3 36,1 0,986 0,78
V-W 0,0017 2384,33 0,015 130,1 0,7 56,8 186,9 47,2 0,868 5,72
X-Y 0,0020 3297,72 0,015 127,4 0,8 68,7 196,1 45,5 0,851 11,10
S-AA
3864,73 0,015 117,7 0,9 71,6 200,0 44,7 0,848 24,33
(TOTAL)
S-AA 0,0023 3864,73 0,015 117,7 0,9 71,6 189,3 46,7 0,841 20,47
S-AA 0,0023 3864,73 0,015 92,6 0,6 107,4 200,0 44,7 0,788 4,25
Perencanaan Sistem Drainase Kota
AC-AD 0,0022 4151,39 0,015 120,2 0,8 86,5 206,7 43,6 0,827 16,12
AE-AF 0,0035 3309,94 0,015 100,5 1,1 50,2 150,6 55,7 0,857 17,77
AF-AH 0,0049 3145,61 0,015 81,3 0,9 58,3 139,5 59,0 0,827 6,71
SALURAN PRIMER
Luas Elevasi Medan
Salura Persentase Luas
Cr blok Ho Ld (m)
n Blok (ha) Elevasi Elevasi
(km2)
awal akhir
SALURAN PRIMER
v asumsi td tc I Q
Saluran So n Cs
(m/s) (menit) (menit) (mm/jam) (m3/s)
0,003
B-D 6 0,025 2 58,3 58,3 103,2 0,667 25,33
0,002
D-F 5 0,025 2 69,0 69,0 94,0 0,667 55,38
0,002
F-H 4 0,025 2 159,2 159,2 53,5 0,667 59,75
0,001
H-I 6 0,025 2 159,2 159,2 53,5 0,667 78,51
0,004
K-M 4 0,025 2 18,6 18,6 162,9 0,667 10,49
Perencanaan Sistem Drainase Kota
0,002
M-O 6 0,025 2 23,0 23,0 152,9 0,667 18,69
0,003
O-P 2 0,025 2 33,1 33,1 134,5 0,667 33,63
0,004
R-U 3 0,025 2 22,4 22,4 154,4 0,667 24,93
0,003
W-Y 3 0,025 2 56,8 56,8 104,7 0,667 9,75
0,004
Y-AA 7 0,025 2 68,7 68,7 94,2 0,667 27,23
0,002
AA-AB 9 0,025 2 71,6 71,6 92,0 0,667 62,05
0,000
AH-AF 0 0,025 0,8 58,3 58,3 103,3 0,667 9,47
0,001
AF-AD 9 0,025 2 58,3 58,3 103,3 0,667 19,42
0,002
AD-AB 5 0,025 2 86,5 86,5 81,9 0,667 35,42
Sumber : Hasil Perhitungan
Melakukan cek pada debit yang sudah dihitung untuk mengecek apakah
kecepatan yang diasumsikan awal sesuai atau tidak. Dengan data awal
yang digunakan sebagai berikut:
o Ho = 4 m
o Slope medan = Ho/Ld = 4 /3499,1 = 0,0011
o Slope saluran = 0,0011
o Debit (Berasal dari perhitungan awal) ¿ 9,84 m3 /detik
o n = 0.025
Q×n 9,84 × 0.025
= =1.930 m
o Hair = 1 1
3
1 1
3
( Ssaluran × 2 ) ( 0.0011 × 2 )
2 3
8
2 3
8
o to = 298 menit
Ld 3499,10
o td = t d= = =44,15 menit
Vcek 1,52× 60
o t c =t 0+ t d =298+ 44,15=342,14 menit
649 649
o I= = =28,5 mm/ jam
√t +0,71 √342,14 +0,71
2 ×tc 2 ×342,14
o Cs=Cs= = =0.939
( 2× tc ) +td ( 2× 342,14 ) +44,15
o Q=0,278× C . I . Cs . A=0,278× 0.55 ×28,5 ×0.939 ×7,45
¿ 9.868 m3 /detik
Nilai V trial 1 ini belum sama dengan nilai V asumsi awal, maka
harus dilakukan trial lagi hingga didapatkan nilai V sama dengan nilai V
sebelumnya untuk mencari nilai V yang sesuai dengan kecepatan
sebenarnya. Untuk perhitungan v trial lebih lanjut saluran sekunder dapat
dilihat pada tabel 5.5 dibawah
Perencanaan Sistem Drainase Kota
V TRIAL 1
S Q v cek I Q
Salur S H air to td tc
an
Ho
medan
salura (m3/de n
(m)
b (m) A (m2) R (m) (m/deti (mm/ja Cs (m3/d
n tik) k) (menit) (menit) (menit)
m) etik)
A-B 4,00 0,0011 0,0011 9,84 0,025 1,930 3,86 7,45 0,965 1,32 298,0 44,15 342,14 28,5 0,939 9,868
C-D 2,00 0,0005 0,0005 20,14 0,025 2,909 5,82 16,93 0,970 0,91 125,7 68,38 194,03 45,8 0,850 20,206
E-F 2,00 0,0003 0,0003 21,02 0,025 3,299 6,60 21,77 1,100 0,74 128,5 151,20 279,74 33,9 0,787 21,641
-H
(TOT 0,0004 24,33 0,025 3,384 6,77 22,90 1,128 0,81 153,1 87,44 240,54 38,5 0,846 17,644
AL)
G-H 1,00 0,0002 0,0003 9,58 0,025 2,455 4,91 12,06 0,818 0,61 104,8 115,40 220,21 41,4 0,792 9,629
G-H 0,50 0,0001 0,0004 7,14 0,025 2,136 4,27 9,13 0,712 0,60 153,1 117,24 270,33 34,9 0,822 7,117
J-K 3,00 0,0027 0,0027 3,32 0,025 1,093 2,19 2,39 0,364 1,06 246,0 17,53 263,53 35,7 0,968 3,335
L-M 3,00 0,0022 0,0022 3,49 0,025 1,161 2,32 2,70 0,387 0,99 187,4 23,30 210,71 42,9 0,948 3,489
N-O 1,50 0,0008 0,0008 9,63 0,025 2,029 4,06 8,23 0,676 0,89 124,5 33,37 157,91 53,8 0,904 9,610
Q-R 3,00 0,0017 0,0017 15,45 0,025 2,117 4,23 8,97 0,706 1,31 86,1 22,11 108,24 70,7 0,907 15,485
S-R 0,50 0,0014 0,0035 0,78 0,025 0,605 1,21 0,73 0,202 0,81 252,9 7,20 260,14 36,1 0,986 0,780
V-W 1,50 0,0006 0,0006 5,72 0,025 1,762 3,52 6,21 0,587 0,70 130,1 56,48 186,59 47,3 0,869 5,734
X-Y 2,00 0,0006 0,0006 11,10 0,025 2,274 4,55 10,34 0,758 0,82 127,4 67,12 194,50 45,7 0,853 11,194
S-AA
(TOT 0,0005 24,33 0,025 3,165 6,33 20,03 1,055 0,93 117,7 71,57 189,32 46,7 0,841 21,288
AL)
S-AA 2,00 0,0005 0,0005 20,47 0,025 2,947 5,89 17,37 0,982 0,90 117,7 71,63 189,38 46,7 0,841 20,465
S-AA 1,00 0,0003 0,0005 4,25 0,025 1,644 3,29 5,41 0,548 0,60 92,6 107,52 200,13 44,7 0,788 4,242
AC- 2,00 0,0005 0,0005 16,12 0,025 2,731 5,46 14,92 0,910 0,82 120,2 83,89 204,07 44,0 0,829 16,339
Perencanaan Sistem Drainase Kota
AD
AE-
3,00 0,0009 0,0009 17,77 0,025 2,516 5,03 12,66 0,839 1,07 100,5 51,51 152,00 55,4 0,855 17,602
AF
AF-
3,00 0,0010 0,0010 6,71 0,025 1,730 3,46 5,99 0,577 0,86 81,3 61,26 142,56 58,1 0,823 6,574
AH
V TRIAL 2
S Q v cek I Q
Salura S H air to td tc
n
Ho
medan
salura (m3/de n
(m)
b (m) A (m2) R (m) (m/deti (mm/ja Cs (m3/det
n tik) k) (menit) (menit) (menit)
m) ik)
A-B 4,00 0,0011 0,0011 9,87 0,025 1,932 3,86 7,47 0,966 1,32 298,0 44,13 342,11 28,5 0,939 9,869
C-D 2,00 0,0005 0,0005 20,21 0,025 2,913 5,83 16,97 0,971 0,91 125,7 68,32 193,97 45,8 0,850 20,212
E-F 2,00 0,0003 0,0003 21,64 0,025 3,335 6,67 22,25 1,112 0,74 128,5 150,11 278,65 34,0 0,788 21,728
G-H
(TOTA 0,0004 17,64 0,025 3,000 6,00 17,99 1,000 0,75 153,1 87,44 240,54 38,5 0,846 17,644
L)
G-H 1,00 0,0002 0,0003 9,63 0,025 2,460 4,92 12,11 0,820 0,61 104,8 115,25 220,06 41,4 0,792 9,636
G-H 0,50 0,0001 0,0004 7,12 0,025 2,134 4,27 9,11 0,711 0,60 153,1 117,31 270,41 34,9 0,822 7,115
J-K 3,00 0,0027 0,0027 3,33 0,025 1,095 2,19 2,40 0,365 1,06 246,0 17,51 263,51 35,7 0,968 3,335
L-M 3,00 0,0022 0,0022 3,49 0,025 1,160 2,32 2,69 0,387 0,99 187,4 23,31 210,72 42,9 0,948 3,489
N-O 1,50 0,0008 0,0008 9,61 0,025 2,027 4,05 8,22 0,676 0,89 124,5 33,39 157,92 53,8 0,904 9,609
Q-R 3,00 0,0017 0,0017 15,49 0,025 2,119 4,24 8,98 0,706 1,32 86,1 22,10 108,23 70,7 0,907 15,487
S-R 0,50 0,0014 0,0035 0,78 0,025 0,605 1,21 0,73 0,202 0,81 252,9 7,20 260,14 36,1 0,986 0,780
V-W 1,50 0,0006 0,0006 5,73 0,025 1,763 3,53 6,22 0,588 0,70 130,1 56,46 186,56 47,3 0,869 5,735
X-Y 2,00 0,0006 0,0006 11,19 0,025 2,281 4,56 10,41 0,760 0,82 127,4 66,97 194,36 45,8 0,853 11,203
S-AA 0,0005 21,29 0,025 3,010 6,02 18,12 1,003 0,90 117,7 71,57 189,32 46,7 0,841 21,288
(TOTA
Perencanaan Sistem Drainase Kota
L)
S-AA 2,00 0,0005 0,0005 20,46 0,025 2,947 5,89 17,37 0,982 0,90 117,7 71,63 189,38 46,7 0,841 20,464
S-AA 1,00 0,0003 0,0005 4,24 0,025 1,644 3,29 5,41 0,548 0,60 92,6 107,54 200,16 44,7 0,788 4,242
AC-AD 2,00 0,0005 0,0005 16,34 0,025 2,745 5,49 15,07 0,915 0,83 120,2 83,62 203,80 44,1 0,830 16,362
AE-AF 3,00 0,0009 0,0009 17,60 0,025 2,507 5,01 12,57 0,836 1,07 100,5 51,63 152,12 55,3 0,855 17,588
AF-AH 3,00 0,0010 0,0010 6,57 0,025 1,716 3,43 5,89 0,572 0,85 81,3 61,58 142,87 58,0 0,823 6,559
Sumber : Hasil Perhitungan
Tampak pada Vtrial yang kedua nilai V saluaran sudah sama dengan nilai V saluran asumsi awal. Ulangi langkah diatas pada saluran
primer juga. Untuk perhitungan lebih lanjut dapat melihat tabel 5.6 dibawah
Tabel 5.6 V trial Saluran Primer
V TRIAL 1
Salur S S Q H air b A v cek td tc I
an
Ho
medan saluran (m3/s)
n
(m) (m) (m2)
R (m)
(m/s)
Cs Q (m3/s)
(menit) (menit) (mm/jm)
B-D 3,00 0,0036 0,0018 25,33 0,025 2,527 5,05 12,77 1,264 1,98 58,32 58,32 103,2 0,667 25,333
D-F 1,50 0,0025 0,0010 55,38 0,025 3,783 7,57 28,63 1,892 1,93 68,99 68,99 94,0 0,667 55,382
F-H 1,50 0,0024 0,0010 59,75 0,025 3,893 7,79 30,30 1,946 1,97 159,20 159,20 53,5 0,667 59,755
H-I 0,50 0,0016 0,0008 78,51 0,025 4,496 8,99 40,43 2,248 1,94 159,20 159,20 53,5 0,667 78,506
K-M 3,00 0,0044 0,0032 10,49 0,025 1,630 3,26 5,31 0,815 1,97 18,56 18,56 162,9 0,667 10,491
M-O 2,00 0,0026 0,0022 18,69 0,025 2,172 4,34 9,43 1,086 1,98 23,05 23,05 152,9 0,667 18,694
O-P 0,50 0,0032 0,0015 33,63 0,025 2,908 5,82 16,91 1,454 1,99 33,10 33,10 134,5 0,667 33,632
R-U 1,00 0,0043 0,0017 24,93 0,025 2,539 5,08 12,89 1,270 1,93 22,36 22,36 154,4 0,667 24,931
W-Y 4,50 0,0033 0,0033 9,75 0,025 1,577 3,15 4,97 0,789 1,96 56,77 56,77 104,7 0,667 9,746
Y-AA 4,00 0,0047 0,0017 27,23 0,025 2,624 5,25 13,78 1,312 1,98 68,70 68,70 94,2 0,667 27,230
AA- 1,50 0,0029 0,0010 62,05 0,025 3,948 7,90 31,17 1,974 1,99 71,57 71,57 92,0 0,667 62,052
Perencanaan Sistem Drainase Kota
AB
AH-
0,00 0,0000 0,0003 9,47 0,025 2,445 4,89 11,95 1,222 0,79 58,25 58,25 103,3 0,667 9,466
AF
AF-
2,00 0,0019 0,0019 19,42 0,025 2,272 4,54 10,33 1,136 1,88 58,25 58,25 103,3 0,667 19,421
AD
AD-
2,00 0,0025 0,0014 35,42 0,025 3,004 6,01 18,05 1,502 1,96 86,49 86,49 81,9 0,667 35,423
AB
V TRIAL 2
Salur S H air b A v cek td tc I
an
Ho S medan
saluran
Q (m3/s) n
(m) (m) (m2)
R (m)
(m/s)
Cs Q (m3/s)
(menit) (menit) (mm/jm)
B-D 3,00 0,0036 0,0018 25,33 0,025 2,527 5,05 12,77 1,264 1,98 58,32 58,32 103,2 0,667 25,333
D-F 1,50 0,0025 0,0010 55,38 0,025 3,783 7,57 28,63 1,892 1,93 68,99 68,99 94,0 0,667 55,382
F-H 1,50 0,0024 0,0010 59,75 0,025 3,893 7,79 30,30 1,946 1,97 159,20 159,20 53,5 0,667 59,755
H-I 0,50 0,0016 0,0008 78,51 0,025 4,496 8,99 40,43 2,248 1,94 159,20 159,20 53,5 0,667 78,506
K-M 3,00 0,0044 0,0032 10,49 0,025 1,630 3,26 5,31 0,815 1,97 18,56 18,56 162,9 0,667 10,491
M-O 2,00 0,0026 0,0022 18,69 0,025 2,172 4,34 9,43 1,086 1,98 23,05 23,05 152,9 0,667 18,694
O-P 0,50 0,0032 0,0015 33,63 0,025 2,908 5,82 16,91 1,454 1,99 33,10 33,10 134,5 0,667 33,632
R-U 1,00 0,0043 0,0017 24,93 0,025 2,539 5,08 12,89 1,270 1,93 22,36 22,36 154,4 0,667 24,931
W-Y 4,50 0,0033 0,0033 9,75 0,025 1,577 3,15 4,97 0,789 1,96 56,77 56,77 104,7 0,667 9,746
Y-AA 4,00 0,0047 0,0017 27,23 0,025 2,624 5,25 13,78 1,312 1,98 68,70 68,70 94,2 0,667 27,230
AA-
1,50 0,0029 0,0010 62,05 0,025 3,948 7,90 31,17 1,974 1,99 71,57 71,57 92,0 0,667 62,052
AB
AH-
0,00 0,0000 0,0003 9,47 0,025 2,445 4,89 11,95 1,222 0,79 58,25 58,25 103,3 0,667 9,466
AF
AF- 2,00 0,0019 0,0019 19,42 0,025 2,272 4,54 10,33 1,136 1,88 58,25 58,25 103,3 0,667 19,421
Perencanaan Sistem Drainase Kota
AD
AD-
2,00 0,0025 0,0014 35,42 0,025 3,004 6,01 18,05 1,502 1,96 86,49 86,49 81,9 0,667 35,423
AB
Sumber : Hasil Perhitungan
Tampak pada Vtrial yang kedua nilai V saluaran sudah sama dengan nilai V saluran asumsi awal.
Perencanaan Sistem Drainase Kota
b
A = bxh
P = b + 2h
dimana : b = lebar saluran (m)
h = tinggi atau kedalaman air di saluran (m)
b = 2 x h ( agar saluran ekonomis)
Nilai R :
A b .h
R= =
P b+2 h
dimana : R = jari-jari hidrolis
A = luas penampang basah saluran (m2)
P = keliling basah saluran (m)
Slope yang digunakan untuk perencanaan ini sedapat mungkin
mengikuti slope medan yang ada, Namun hal tersebut juga harus
dilakukan pengecekan terhadap kecepatan yang terjadi pada saluran yaitu
antara 0,6 – 2,0 m/detik,
Sd = ΔHd : Ld
Berikut ini adalah contoh perhitungan dimensi saluran sekunder A-
B:
Q = 9,87 m3/detik
Perencanaan Sistem Drainase Kota
= 1,61 m
Vcek lebih dari Vasumsi, maka akan dicari lagi Rcek nya untuk mengetahui
dimensi ketinggian air asli dengan menggunakan Vmaksimal berdasarkan
asumsi yaitu 1,98 m/det, jika Vcek kurang dari Vasumsi maka yang digunakan
dalam perhitungan selanjutnya adalah Vcek dan ketinggian (h) air asli = hair
3 3
Vasumsi ×n 1,98 ×0.015
Rcek=
( Sd
1
2 )(
2
=
0,003
1
2 ) 2
=0.8 m
Q ≥ 8 m3/s c = 0.23
= 0,59 + 1,61
= 2,2 m
Untuk perhitungan v trial lebih lanjut saluran sekunder dapat dilihat pada tabel 5.7
dibawah
Tabel 5.7 Dimensi Saluran Drainase
DIMENSI SALURAN SEKUNDER
Elevasi
∆Hd V Asumsi
Blok Saluran Tanah (m) Ld (m) Slope Medan Sd n
(m) (m3/dtk)
Awal Akhir
1 A-B 34,5 24 10,5 3.499,10 0,003 0,003 0,025 1,3
1 C-D 34 21 13 3.725,31 0,003 0,002 0,025 0,9
3 E-F 47 19,5 27,5 6.686,46 0,004 0,002 0,025 0,7
4,5 G-H 32 18 14 4.197,32 0,003 0,002 0,025 0,8
6 J-K 20,5 19 1,5 1.113,88 0,001 0,001 0,025 1
7 L-M 19 16 3 1.382,96 0,002 0,002 0,025 1
8 N-O 17 14 3 1.787,57 0,002 0,002 0,025 0,9
9 Q-T 22 20 2 1.744,34 0,001 0,001 0,025 1,3
10 S-R 20 20 0 351,36 0,000 0,002 0,025 0,8
11 V-W 19 15 4 2.384,33 0,002 0,002 0,025 0,7
12 X-Y 19 10,5 8,5 3.297,72 0,003 0,003 0,025 0,8
13,14 S-AA 19,5 6,5 13 3.864,73 0,003 0,002 0,025 0,9
15 AC-AD 20 7 13 4.151,39 0,003 0,002 0,025 0,8
16 AE-AF 20 9 11 3.309,94 0,003 0,002 0,025 1,1
17 AG-AH 17,5 9 8,5 3.145,61 0,003 0,003 0,025 0,9
6,7,8 O-P 14,00 13,50 0,5 154,60 0,003 0,0015 0,025 1,99
9 , 10 R-U 20,00 19,00 1 232,13 0,004 0,0017 0,025 1,93
11 W-Y 15,00 10,50 4,5 1.366,82 0,003 0,0033 0,025 1,96
11,12 Y-AA 10,50 6,50 4 851,81 0,005 0,0017 0,025 1,98
11,12,13,
AA-AB 6,50 5,00 1,5 513,82 0,003 0,0010 0,025 1,99
14
17 AH-AF 9,00 9,00 0 210,38 0,000 0,0003 0,025 0,79
16,17 AF-AD 9,00 7,00 2 1.072,66 0,002 0,0019 0,025 1,88
15,16,17 AD-AB 7,00 5,00 2 813,06 0,002 0,0014 0,025 1,96
5 9 3
2,2 4,5 0,2
1,02
1,2,3,4,5 H-I 1,94 5 0 3 5,50 1,00
0,8 1,6 0,2
0,60
6 K-M 1,97 1 3 2 2,25 0,62
1,0 2,1 0,2
0,79
6,7 M-O 1,98 9 7 9 2,95 0,78
1,4 2,9 0,2
0,82
6,7,8 O-P 1,99 5 1 3 3,75 0,84
1,2 2,5 0,2
0,76
9 , 10 R-U 1,94 7 4 3 3,30 0,76
0,7 1,5 0,2
0,58
11 W-Y 1,96 9 8 1 2,15 0,57
1,3 2,6 0,3
0,97
11,12 Y-AA 1,98 1 2 6 3,60 0,98
11,12,13,1 1,9 3,9 0,2
0,95
4 AA-AB 1,99 7 5 3 4,90 0,95
1,2 2,4 0,2
0,75
17 AH-AF 0,79 2 4 3 3,20 0,76
1,1 2,2 0,2
0,72
16,17 AF-AD 1,88 4 7 3 3,00 0,73
1,5 3,0 0,2
0,83
15,16,17 AD-AB 1,96 0 0 3 3,85 0,85
Sumber : Hasil Perhitungan
Perencanaan Sistem Drainase Kota
A gorong 3,95 m
2
2
0,9
68,77 0,007 0,014 0,022 0,043
AC-AD 16,36 1,62 4,05 15 6,54 70 0 0,5 1 1,98 2,5
0,9
69,18 0,007 0,014 0,021 0,041
AE-AF 17,59 1,68 4,20 15 7,04 70 3 0,5 1 1,98 2,5
0,5
63,58 0,019 0,037 0,041 0,097
AG-AH 6,56 0,94 2,80 15 2,62 70 6 0,5 1 1,64 2,5
1,1
71,31 0,007 0,014 0,016 0,037
B-D 25,33 2,01 5,05 15 10,13 70 2 0,5 1 1,98 2,5
1,7
76,59 0,007 0,014 0,009 0,031
F-H 59,75 3,06 7,80 15 23,90 70 2 0,5 1 1,97 2,5
1,9
78,34 0,008 0,016 0,008 0,032
H-I 78,51 3,49 9,00 15 31,40 70 7 0,5 1 1,94 2,5
1,1
71,74 0,007 0,014 0,016 0,037
Y-AA 27,23 2,07 5,25 15 10,89 70 6 0,5 1 1,98 2,5
Sumber : Hasil Perhitungan
5.6 Profil Hidrolis
Gambar profil hidorlis saluran drainase Perkotaan Kota Probolinggo dapat dilihat pada gambar terlampir.
Perencanaan Sistem Drainase Kota
BAB VI
BILL OF QUANTITY
Saluran drainase yang dibuat berbentuk segi empat dengan ketentuan sebagai
berikut :
Pasir yang
y
diperkeras
beton
Pasangan
batu kali 60o
0,4
0,3 1 b 1 0,3
y
x=
- tan60 0
1
× [ ( 2 . 6+b )+ ( 2 . 6+b+2 x ) ] × y×Ld
- Volume galian = 2
1
× [ ( 2+b ) + ( 0 .6+ b ) ] × y×Ld
- Volume yang terbangun = 2
- Volume urugan = Volume galian - Volume yang terbangun
- Volume saluran =b ¿ y ¿ Ld
- Volume pasangan batu kali (total) = Vol. yang terbangun – Vol. saluran
Perencanaan Sistem Drainase Kota
Ld = 3499,10 m
hair = 1,61
b = 3,2
htotal = y = 2,1
y 2,1
x= = =1 , 21
- tan 60 tan 600
0
1
× [ ( 2 . 6+b )+ ( 2 . 6+b+2 x ) ] × y×Ld
- Volume galian = 2
1
= ×[ ( 2. 6+3,2 )+ ( 2. 6+3,2+2 ( 1 ,21 ) ) ]×2,1×3499,1
2
= 51597,15 m3
1
× [ ( 2+b ) + ( 0 .6+ b ) ] × y×Ld
- Volume yang terbangun = 2
1
= ×[ ( 2+3,2 )+ ( 0 .6+ 23,2 ) ] ×2,1×3499,1
2
= 33104,1 m3
- Volume urugan = Volume galian – Volume yang terbangun
= 51597,15 – 33104,1
= 18293,05 m3
Perencanaan Sistem Drainase Kota
- Volume saluran =b ¿ y ¿ Ld
= 3,2 ¿ 2,1 ¿ 3499,1
= 23540,69 m3
= 18195,33 m3
R-U 232,13 2,54 5,1 1,00 3,54 2,04 8004,25 4189,71 5257,68 2746,57 2558,31 1648,12 329,62
W-Y 1366,82 1,58 3,15 1,74 3,32 1,92 34753,93 14282,02 20176,18 14577,75 1863,54 7039,12 1407,82
Y-AA 851,81 2,62 5,25 1,74 4,36 2,52 38551,60 19517,69 24350,64 14200,96 6643,53 6175,62 1235,12
AA-AB 513,82 3,95 7,9 1,19 5,14 2,97 35551,98 20856,19 24288,23 11263,75 13646,82 5086,82 1017,36
AH-AF 210,38 2,44 4,9 1,00 3,44 1,99 6876,17 3550,85 4492,92 2383,25 2118,89 1451,62 290,32
AF-AD 1072,66 2,27 4,55 1,06 3,33 1,92 32434,28 16263,67 20910,43 11523,85 8871,44 7025,92 1405,18
AD-AB 813,06 3,00 6 1,06 4,06 2,35 36168,72 19825,08 24120,52 12048,21 12372,09 6504,48 1300,90
1333755,9
Total 7 817828,86 1064507,55 655616,74 296940,25 329090,83 65818,17
Sumber : Hasil Perhitungan
Perencanaan Sistem Drainase Kota
0,4
0,5
0,3
Contoh perhitungan :
saluran primer A-B gorong-gorong no. 1 :
Q = 9,87 m3/dt
b = 3,2 m
h = 2,2 m
L = 15 m
n = 3 buah
Perencanaan Sistem Drainase Kota
1
= (2 x 2 x 0.2 x (2,2 + 0.5 )) x 15 x 3
= 24,30 m3
Volume galian = V gor + Vbeton + Vur = 316,8 + 45,9 +
24,3
= 430,2 m3
Untuk perhitungan BOQ gorong-gorong selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 6.2
berikut:
Perencanaan Sistem Drainase Kota
Setelah melalui perhitungan diatas, total kebutuhan untuk pengadaan saluran drainase di kota Probolinggo ialah sebagai berikut:
N SATUA
O JENIS PEKERJAAN N VOLUME HARGA SATUAN JUMLAH HARGA TOTAL
1 2 3 4 5 6
PEKERJAAN SALURAN
I PEKERJAAN TANAH
2 Pengangkutan Tanah Dari Lubang Galian Dalamnya Lebih Dari 1m m³ 1.333.755,97 Rp 15.750 Rp -
II PEKERJAAN SALURAN
Perencanaan Sistem Drainase Kota
2 Pekerjaan Pemasangan Batu Kali Belah 15/20cm (1pc 3 Ps) m³ 296940,25 Rp 1.106.414 Rp -
I PEKERJAAN TANAH
2 Pengangkutan Tanah Dari Lubang Galian Dalamnya Lebih Dari 1m m³ 7.326,79 Rp 15.750 Rp -
II PEKERJAAN SALURAN
TOTAL Rp -
DAFTAR PUSTAKA
Linsley, R. K. dan J. Franzini. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Penerjemah: Djoko
Sasongko. Jakarta: Erlangga.