I. PENDAHULUAN
Susu merupakan salah satu hasil sekresi kelenjar ambing atau mamae dalam
ternak. Susu diperoleh dari pemerahan ambing mamalia yang sehat dan
mengandung lemak, protein, laktosa serta berbagai jenis garam mineral dan
vitamin. Susu adalah cairan yang bergizi tinggi, baik untuk manusia maupun
hewan dan cocok untuk media tumbuh mikroorganisme karena menyediakan
berbagai nutrisi (Susilorini dan Sawitri, 2007).
Susu sapi memiliki kandungan gizi yang bervariasi, menurut Buckle,
Edwards, Fleet dan Wootton (1987) komposisi rata-rata susu sapi terdiri dari
lemak 3,90%, protein 3,40%, laktosa 4,80%, abu 0,72% dan air 87,10%. Susu
dapat dikonsumsi secara langsung atau dapat diolah dulu menjadi produk turunan
susu seperti yoghurt.
Yoghurt merupakan produk yang dihasilkan melalui proses fermentasi
menggunakan bakteri, bakteri yang berperan dalam proses fermentasi yoghurt
pada umumnya adalah S. thermophilus dan L. bulgaricus yang akan
memfermentasi menjadi susu asam (Santoso, 2009), dalam proses pembuatan
yoghurt kedua bakteri asam laktat tersebut bersimbiosis memecah laktosa (gula
susu) menjadi asam laktat sehingga akan menurunkan pH air susu dan
menciptakan rasa asam pada air susu yang difermentasi (Chotimah, 2009).
Laktosa adalah salah satu unsur penting sebagai sumber kalori (Tehuteru, 1999)
dan merupakan karbohidrat utama yang terkandung di dalam susu (Buckle et al.,
1987).
Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus tidak termasuk bakteri probiotik,
meskipun enzim yang dihasilkan dapat mengatasi intoleransi laktosa, namun
jumlahnya selalu berkurang karena tidak tahan terhadap pH saluran pencernaan
yang asam. Beberapa syarat mikroba sebagai probiotik antara lain stabil terhadap
pH rendah asam lambung dan garam empedu (Salminen, Ouwehand, Beno dan
Lee, 1999). Waktu yang diperlukan saat bakteri mulai masuk sampai keluar dari
lambung sekitar 90 menit, maka kultur digolongkan probiotik bila mampu
bertahan dalam kondisi asam lambung selama sedikitnya 90 menit (Berrada et al.,
2
1991 dalam Chou dan Weimer, 1999). Sehingga yoghurt biasanya ditambahkan L.
acidophilus agar mempunyai efek fungsional bagi kesehatan sebagai probiotik
(Winarti, 2010).
Probiotik didefenisikan sebagai bakteri hidup yang secara aktif
meningkatkan kesehatan konsumen dengan menyeimbangkan mikroflora dalam
saluran pencernaan jika dikonsumsi pada kondisi hidup dan jumlah yang cukup
(Fuller, 1989).
Yoghurt merupakan minuman yang berasal dari air susu yang telah
mengalami proses fermentasi dengan menggunakan peranan mikroba dan
memiliki kandungan antioksidan dan serat yang rendah (SNI, 1992) sehingga
untuk meningkatkan kandungan antioksidan dan serat di dalam yoghurt dapat
ditambahakan ekstrak tumbuhan yang mempunyai kadar antioksidan dan serat
yang tinggi, salah satu tanaman tersebut adalah selada air (Nasturtium officinale,
R. Br ) dimana memiliki kandungan antioksidan dan serat yang cukup tinggi serta
protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, E dan C, flavonoid, dan fenol (Salamah,
Purwaningsih dan Permatasari, 2011).
Selada air sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat baik sebagai lalapan
ataupun sebagai sayuran yang dimasak. Selada air mempunyai daun dan batang
yang bewarna hijau serta bentuk daun yang bulat. Pada sayuran hijau bisanya
terkandung antioksidan yang bermanfaat untuk mencegah kanker karena dapat
menghindari terbentuknya radikal bebas (Sen, Chakraborty, Sridhar, Reddy, dan
De, 2010).
Menurut Prosea (1994) kandungan antioksidan di dalam selada air adalah 45
– 50 mg dan kandungan serat 0,8 – 1,1 g dalam 100 g berat kering selada air serta
selada air menyumbangkan beberapa mineral yaitu kalsium, fosfor dan besi
masing-masing 64 – 182 mg, 27 – 46 mg dan 1,1 – 2,5 mg dalam 100 g berat
kering selada air, sehingga diharapkan dengan penambahan ekstrak selada air
pada susu dapat meningkatkan kualitas yoghurt yang dihasilkan.
Kandungan antioksidan, serat dan mineral yang cukup tinggi di dalam
selada air menarik perhatian penulis untuk membuat yoghurt yang diperkaya
dengan ekstrak selada air untuk memperkaya yoghurt dengan antioksidan dan
serat serta beberapa vitamin dan mineral penting yang dibutuhkan tubuh.
3
1.4 Hipotesis
H0: Penambahan ekstrak selada air tidak berpengaruh terhadap kualitas yoghurt
yang dihasilkan.
H1: Penambahan ekstrak selada air berpengaruh terhadap kualitas yoghurt yang
dihasilkan.
5
2.1 Susu
Gambar 1. Susu
(Sumber: Ireztia Room, (2017))
Susu didefenisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang
menyusui anaknya (mamalia). Sifat-sifat kimia susu sapi adalah sebagai berikut.
6
1. Merupakan makanan yang tersusun oleh zat-zat gizi lengkap (protein, lemak,
karbohidrat, mineral dan vitamin), sehingga sangat baik untuk kesehatan dan
pertumbuhan.
2. Merupakan bahan yang sangat baik untuk perkembangan mikroorganisme
sehingga mudah rusak.
3. Zat gizi pada susu sapi terdapat dalam bentuk larutan murni (mineral dan
karbohidrat), larutan koloidal (protein) dan emulsi (lemak).
Ketiganya berada dalam keadaan suspensi yang stabil. Penyusun utama susu
sapi adalah air (87%), protein (3,5%), lemak (3,9%), laktosa (4,9%) dan abu
(0,7%) dengan berat jenis = 1,032 g/ ml (Warsito, Rindiani dan Nurdiansyah,
2015).
2.1.1 Komposisi Susu
Komposisi susu menurut Hidayat, Padaga dan Suhartini (2006) adalah
sebagai berikut:
1. Air dalam Susu
Air merupakan komponen terbesar susu dan berfungsi sebagai pelarut dari
bahan-bahan penyusun lain yang terdapat dalam susu. Pada produk-produk olahan
seperti keju, mentega dan susu bubuk, air terdapat dalam bentuk air yang terikat
dan air bebas. Kadar air menentukan kualitas dan daya simpan dari produk-produk
tersebut. Komposisi susu dari beberapa spesies hewan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Susu dari Beberapa Spesies Hewan
Spesies Bahan Lemak Protein Kasein Laktosa Abu
kering (%) total (%) (%) (%)
(%) (%)
Sapi 13,0 4,0 3,4 2,8 4,8 0,7
Kambing 13,2 4,5 2,9 2,5 4,1 0,8
Domba 19,3 7,3 5,5 4,6 4,8 1,0
Babi 18,8 6,8 4,8 - 5,5 -
Kedelai 11,7 1,4 2,0 0,7 7,4 0,5
Kuda 11,2 1,9 2,5 1,3 6,2 0,5
Kerbau 17,2 7,4 3,6 - 5,5 0,8
Unta 13,6 4,5 3,6 2,7 5,0 0,7
Lama 16,2 2,4 7,3 6,2 6,0 -
Rusa 21,5 10,0 8,4 - 3,8 1,5
Kelinci 32,8 18,3 11,9 - 2,1 1,8
Sumber: Hidayat et al., (2006)
7
mencapai sepertiga dari total fosfolipid dalam susu. Lemak susu sapi mengandung
7,5 – 13,0 mol/100 mol asam butirat (Hidayat et al,. 2006).
Menurut Donald (2002) lemak susu mengandung beberapa komponen
bioaktif yang sanggup mencegah kanker, termasuk asam linoleat konjugasi,
sphingomyelin, asam butirat, lipid eter, b-karoten, vitamin A, dan vitamin D.
Lemak susu mengandung asam lemak esensial, asam linoleat dan linolenat yang
memiliki bermacam-macam fungsi dalam metabolisme dan mengontrol berbagai
proses fisiologis dan biokimia pada manusia.
3. Protein dalam Susu
Hidayat et al., (2006) menyatakan bahwa protein dalam susu terbagi dalam
bentuk dua fraksi protein, ditemukan sebagai kasein dan whey. Kasein kompleks
terdapat sebagai suspensi koloidal dari misel, sedangkan whey protein terdapat
sebagai molekul-molekul makro dalam larutan yang mengandung α-laktabumin,
β-laktoglobulin, serum albumin, immunoglobulin dan peptida dengan berat
molekul yang rendah yang dihasilkan dari proteolisis beberapa kasein.
Konsentrasi protein di dalam susu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsentrasi Protein dalam Susu
Jenis Konsentrasi Persentase dari
g/kg susu Total Protein
protein susu atau 2,8% dari komposisi kimia susu. Kasein terdapat sebagai
kaseinat yang berikatan dengan kalsium fosfat dalam komposisi yang bervariasi.
Secara keseluruhan senyawa ini disebut kompleks kalsium kaseinat-kaseinat
fosfat atau disingkat dengan nama kompleks kasein. Kompleks kasein tidak
berubah secara nyata dengan perlakuan pemanasan biasa, tetapi pada suhu kamar
akan menggumpal pada pH 4,6 yang terjadi baik karena penambahan asam secara
langsung maupun karena produksi asam oleh bakeri (Hidayat et al,. 2006).
Menurut Winarno (1993), kasein penting dikonsumsi karena mengandung
komposisi asam amino yang dibutuhkan tubuh. Susu merupakan bahan makanan
penting karena mengandung kasein yang merupakan protein berkualitas dan
mudah dicerna oleh saluran pencernaan.
Didalam susu juga terdapat sejumlah kecil protein lain seperti laktoferin
(LF), transferin (TF), fraksi pepton-protease. LF dan TF merupakan protein
pengikat Fe, membentuk suatu senyawa kompleks. Secara umum, LF adalah
protein plasma darah, sedangkan TF tidak hanya ditemukan dalam susu tetapi juga
terdapat dalam cairan biologis yang dihasilkan oleh glandula lakrimalis, salivaris,
bronchialis, ginjal dan mukosa endometrium. Konsentrasi TF dan LF di dalam
susu bervariasi, dipengaruhi oleh spesies dan masa laktasi. LF dalam susu
mempunyai efek antibakterial. Fraksi pepton-protease dalam susu berasal dari
membran globula lemak dan sebagian merupakan hasil pemecahan k-kasein
(Hidayat et al,. 2006).
4. Laktosa dalam Susu
Hidayat et al., (2006) menyatakan bahwa laktosa adalah karbohidrat yang
hanya terdapat pada susu dan buah tertentu. Pada bahan pangan lainnya tidak
dijumpai. Konsentrasi laktosa dalam susu bervariasi, tergantung pada spesies
hewannya. Namun secara umum susu mengandung 4,8 – 5,2% laktosa atau 52%
dari total solid non-fat (SNF) dan 70% dari whey padat. Secara kimiawi, laktosa
adalah disakarida yang merupakan senyawa dari D-galaktosa dengan D-glukosa
yang berikatan melalui ikatan β-1,4 glikosidik.
Menurut Leondro ( 2009), kadar laktosa dalam susu adalah 4,60 %. Laktosa
terbentuk dari glukosa dan galaktosa, laktosa membuat rasa susu menjadi sedikit
manis. Rasa manis laktosa tidak semanis disakarida lainnya, seperti sukrosa. Rasa
manis laktosa hanya seperenam kali rasa manis sukrosa. Laktosa dapat
11
memengaruhi tekanan osmosis susu, titik beku, dan titik didih. Laktosa
merupakan zat makanan yang menyediakan energi bagi tubuh. Namun, laktosa ini
harus dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim bernama laktase agar
dapat diserap usus.
Laktosa merupakan komponen yang sangat penting bagi industri
pengolahan susu karena dapat difermentasi menjadi senyawa yang lebih sederhana
oleh mikroorganisme tertentu sehingga menghasilkan produk fermentasi seperti
yoghurt, keju, koumiss, kefir, dll. Pada proses fermentasi yang dilakukan oleh
bakteri yang bersifat homofermentatif, laktosa hanya diubah menjadi asam laktat.
Sedangkan kelompok bakteri heterofermentatif menghasilkan asam asetat,
alkohol, CO2 selain asam laktat. Selain produk akhir yang sudah disebutkan, pada
proses fermentasi juga dihasilkan sedikit produk antara seperti asam piruvat yang
terakumulasi dalm susu (Hidayat et al,. 2006).
5. Garam-garam dan Mineral dalam Susu
Susu mengandung sejumlah besar trace element, sebagian dari elemen
garam-garam mineral yang utama adalah Ca, K, Na, Mg, fosfat, sulfat dan klorida.
Elemen-elemen tersebut sangat penting dalam nutrisi, selain itu juga menentukan
stabilitas protein susu. Susu merupakan sumber utama Ca, khusunya untuk anak-
anak. Selain garam-garam mineral, susu juga mengandung garam-garam dari
senyawa organik (Hidayat et al,. 2006).
Mineral susu umumnya berbentuk garam yang terlarut. Unsur Ca dan
sebagian berbentuk garam terlarut dan sebagian lagi bergabung dengan kasein dan
senyawa lain membentuk koloid kalsium fosfat. Unsur S terdapat dalam asam
amino yang tersusun dalam protein (Foley, Bath, Dickinson dan Tucker, 1973).
Komposisi mineral air susu cukup beragam, hal ini dipengaruhi oleh jenis
sapi, periode laktasi, produktivitas, musim, kecukupan mineral dalam ransum dan
penyakit (Underwood, 1981).
Varnam dan Sutherland (1994) menyatakan bahwa komposisi terbesar dari
susu adalah air dan sisanya terdiri dari lemak, protein, karbohidrat dengan
persentase yang bervariasi tergantung dari bangsa ternak. Rata-rata komposisi
susu sapi adalah air 87,5%, bahan kering (BK) 12,5%, laktosa 4,8%, lemak 3,7%,
protein 3,4% dan abu (mineral) 0,7%. Buckle et al., (1987) menyebutkan unsur-
unsur mineral utama yang terdapat dalam susu dapat dilihat pada Tabel 5.
12
2. Grade B
a. Susu segar ≤ 1.000.000 bakteri/ ml
b. Susu pasteurisasi ≤ 50.000 bakteri/ ml
3. Grade C
Pada grade C susu segar yang mana jumlah bakterinya ≥ 1.000.000 bakteri/
ml tidak diperkenankan diedarkan di masyarakat. Bakteri patogen bersifat tidak
tahan panas sehingga dapat dimatikan pada proses pasteurisasi. Bakteri E. Coli
bukan bakteri patogen, berasal dari feses yang menunjukan sanitasi tidak baik dan
ada potensi bakteri patogen.
2.1.3 Kerusakan Cita Rasa Susu
Kerusakan cita rasa penting karena berkaitan dengan kualitas dan
pemasaran. Menurut Warsito et al., (2015) kerusakan cita rasa susu disebabkan
oleh:
2.1.3.1 Hidrolisis
Trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, asam lemak
mengakibatkan cita rasa yang kurang sedap. Terbentuknya bakteri dalam jumlah
tinggi (batas 106/ ml), apabila ≤ 100.000 bakteri/ ml akan terjadi proses liposis
yang disebabkan oleh enzim lipase. Fluktuasi suhu disebabkan karena campuran
susu yang sudah disimpan dalam lemari pendingin dan dicampur dengan susu
yang baru selesai diperah. Rancidity oxidative digunakan untuk:
1. Mengusir 02, CO2 dan N2 (mengurangi volume head space)
2. Pemanasan O-SH melibatkan proses penguapan (bersifat reduktif)
3. Menghindari ion Cu2+, Fe2+ dan Zn2+ (katalisator)
4. Suhu penyimpanan (susu segar dalam keadaan dingin)
5. Homogenisasi (memperkecil diameter globula lemak)
2.1.3.2 Sunlight Flavour
Adanya sinar matahari dan lampu neon secara kimiawi disebabkan karena
perubahan asam amino metionin menjadi metional + CO2 + NH3. Penyebabnya
adalah intensitas sinar, lama penyinaran dan kemasan. Metionin jarang sekali
terdapat dalam bentuk bebas, biasanya terikat dalam bentuk molekul protein
sehingga adanya kerusakan flavour diawali dengan pemecahan protein yang
menghasilkan metionin (Warsito et al., 2015).
18
Selada air berasal dari wilayah timur Mediterania dan wilayah berbatasan
dengan Asia dan Ethiopia. Baik forma liar maupun yang didomestikasi dapat
digunakan untuk sayuran (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Selada air adalah tanaman air, berbatang lunak, bercabang dan tumbuh
menjalar. Tanaman ini batangnya tegak dengan panjang 10 – 60 cm dengan
perakaran dari batang yang berdekatan dengan tanah dan batang bagian bawah
harus sering terendam air. Daunnya bewarna hijau, berkilau dan berupa daun
majemuk dengan 3 – 9 anak daun serta bunganya bewarna putih dengan diameter
4 – 6 mm dan jarang dijumpai di daerah tropis. Buah tanaman selada air
berbentuk polong dengan panjang mencapai 13 – 18 mm dan berisi biji (Tindall,
1983). Tanaman selada air dapat dilihat pada Gambar 2.
Pada proses pertumbuhannya, sebagian batang dan daun selada air terendam
air dan sebagian lagi berada diatas permukaan air. Selada air ini akan tumbuh
dengan baik jika ditanam pada daerah beriklim dingin, biasanya tumbuh dialiran
air yang tenang dan bersih. Selada air merupakan salah satu sayuran yang sudah
lama dikonsumsi oleh manusia. Di dalam selada air banyak terkandung berbagai
komponen yang baik untuk kesehatan manusia, diantaranya banyak mengandung
sulfur, nitrogen dan yodium, selain itu selada air juga merupakan salah satu
pencuci darah yang baik dan sebagai tonic terhadap penyembuhan gangguan liver
dan ginjal. Di dalam selada air juga terkandung komponen kimia berupa
glikonasturtiin, minyak atsiri, rafanol, zat pahit dan vitamin serta memiliki khasiat
peluruh air seni (diuretik), bronkitis, pilek, batuk, gondok, lesu, kurang vitamin,
rasa panas di paru-paru, iritasi kulit, membersihkan darah dan mengurangi resiko
kanker. Selain itu selada air juga mengandung senyawa antioksidan yang
bermanfaat untuk espektoran, membantu pencernaan dan melindungi tubuh
terhadap kanker paru-paru. Kandungan zat gizi dan fitonutrien yang terkandung di
dalamnya adalah provitamin A (karatenoid) dan vitamin C, minyak atsiri berupa
rapanol dan serat (Wirakusumah, 2007).
Adanya kandungan vitamin C pada selada air memungkinkan aktivitas
antioksidan karena vitamin C dapat bertindak sebagai peningkat sistem kekebalan
tubuh, oleh karena itu diperlukan suatu keseimbangan antara pembentukan radikal
bebas dan proteksi antioksidan (Silalahi, 2006). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh (Mazandarani, Momeji dan Moghaddam, 2010) menyebutkan
21
bahwa kandungan flavonoid totalnya sebesar 26,5 mg ekivalen quarsetin pada fase
vegetatif dan 36, 89 mg ekivalen kuarsetin pada fase generatif.
Selada air merupakan sayuran hijau yang bisa digunakan sebagai sumber
mineral dan vitamin yang cukup baik. Dalam 100 gram berat kering selada air
terdapat kandungan zat gizi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Gizi Selada Air dalam 100 g
Zat Gizi Jumlah
Air 93 g
Protein 1,7 – 2,0 g
Lemak 0,2 – 0,3 g
Karbohidrat 3,0 – 4,0 g
Serat 0,8 – 1,1 g
Kalsium 64 – 182 mg
Fosfor 27 – 46 mg
Besi 1,1 – 2,5 mg
Vitamin A 2421 IU
Vitamin B2 0,26 – 0,27 mg
Vitamin C 45 – 50 mg
Nilai Energi 70 – 118 kj/ 100 g
Sumber: Prosea (1994)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa selada air mempunyai kandungan
antioksidan (vitamin A, B2 dan C), mineral dan serat yang cukup tinggi sehingga
kandungan ini diharapkan dapat memperkaya kandungan yoghurt yang akan
dihasilkan.
Meyer (2004) mendefinisikan serat sebagai bagian integral dari bahan
pangan yang dikonsumsi sehari-hari dengan sumber utama dari tanaman, sayur-
sayuran, sereal, buah-buahan, kacang-kacangan. Definisi terbaru serat makanan
yang disampaikan oleh The American Assosiation of Ceral Chemist adalah bagian
yang dapat dimakan dari tanaman atau kabohidrat analog yang resisten terhadap
pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial
pada usus besar (Joseph, 2002).
Serat makanan lazim disebut sebagai serat pangan atau dietary fiber dan
fungsinya sangat baik untuk kesehatan manusia.Serat pangan sering dibedakan
berdasarkan kelarutannya dalam air, yaitu serat pangan yang larut air (soluble
dietary fiber) dan tidak larut air (insoluble dietary fiber). Serat larut air adalah
serat pangan yang dapat larut dalam air dingin, hangat atau panas serta dapat
terendapkan dalam larutan etanol. Serat pangan ini bersifat menyerap air selama
22
Serat kasar adalah zat sisa asal tanaman yang dimakan dan masih tertinggal
setelah bertutut-turut diekstraksi dengan zat pelarut, asam encer dan alkali
sehingga nilai zat serat kasar selalu lebih rendah dari serat pangan, kurang lebih
hanya seperlima dari seluruh nilai serat pangan. Dinding tanaman mengandung
persentase serat yang lebih besar, biasanya terdiri dari dua dinding. Dinding yang
24
pertama adalah pembungkus sel yang belum matang terdiri dari selulosa. Dinding
kedua terbentuk setelah sel matang yang terdiri dari selulosa dan non selulosa
(polisakarida) (Beck, 2011). Sedangkan menurut Piliang dan Djojosoebagio
(2002) serat kasar adalah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses
pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di
laboratorium, oleh karena itu kadar serat kasar nilainya lebih rendah dibandingkan
dengan kadar serat pangan, karena asam sulfat dan natrium hidroksida mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis komponen-kompenen pangan
dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan.
Selama lebih dari dua dekade, manfaat serat pangan telah banyak
dipublikasi. Serat pangan berperan dalam mengatur motilitas saluran
gastrointestinal, mempengaruhi metabolisme glukosa dan lemak, memperlancar
buang air besar, menstimulasi aktivitas metabolisme bakteri, detoksifikasi
terhadap zat-zat yang berada dalam kolon, serta berkontribusi dalam menjaga
kestabilan ekosistem di kolon dan integritas mukosa intestinal (Guillon, Champ
dan Thibault, 2000).
2.3 Fermentasi
berfungsi sebagai probiotik dalam saluran pencernaan. Oleh sebab itu pada proses
pembuatan yoghurt digunakan campuran bakteri L. bulgaricus, S. thermophilus
dan L. acidophilus. L. acidophilus digunakan karena bakteri ini lebih tahan
terhadap kondisi asam di dalam saluran pencernaan sehingga diharapkan dapat
berfungsi sebagai probiotik dalam saluran pencernaan.
Bakteri L. acidophilus merupakan bakteri asam laktat yang yang hidup
didaerah usus kecil bagian bawah, tidak dapat tumbuh pada suhu 15 oC dan tidak
memfermentasi ribosa, bakteri L. acidophilus dapat hidup pada suhu 35 oC -
38 oC dan tumbuh optimum pada pH 5,5 – 6,0. Menurut Sembiring (2014)
L. acidophilus memiliki aktivitas antibakteri serta memiliki ketahanan terhadap
pH 1,5 dan garam empedu 3% selama 6 jam inkubasi. Bakteri L. acidophilus
berbentuk batang dengan famili Lactobacillaceae dan termasuk ke dalam
golongan gram positif (Adam dan Maurice, 2008).
Bakteri L. acidophilus merupakan salah satu spesies penyusun mikroflora
alami usus yang mampu melewati hambatan di dalam saluran pencernaan. Spesies
ini resisten terhadap enzim dalam saliva, asam lambung dan asam empedu
sehingga mampu mencapai usus dalam keadaan hidup. Bakteri L. acidophilus
banyak ditemukan pada bagian akhir usus halus dan bagian awal usus besar.
Bakteri ini mampu memproduksi berbagai zat metabolik, seperti asam organik,
hidrogen peroksida dan berbagai bakteriosin yang dapat menghambat
perkembangan bakteri patogen (Kanbe, 1992).
Menurut Lempert (1975) dua mikroorganisme L. bulgaricus dan S.
thermophilus tumbuh bersama-sama secara simbiosis adalah yang bertanggung
jawab selama fermentasi asam laktat dalam pembuatan yoghurt. Dalam hal
simbiosis L. bulgaricus dapat menghasilkan glisin dan histidin sebagai hasil dari
pemecahan protein yang dapat menstimuasi pertumbuhan S. thermophilus (Wittier
dan Webb, 1970).
Menurut Adriani, Indrayati, Tanuwiria dan Mayasari (2008), kelebihan
penggunaan starter lebih dari satu macam bakteri pada pembuatan yoghurt dapat
menimbulkan protokooperasi. Protokooperasi adalah interaksi antara dua atau
lebih bakteri dalam kultur campuran yang akan menghasilkan kadar asam yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kultur masing-masing. Demikian pula menurut
Moon dan Reinbold (1976), bahwa kurva pertumbuhan kultur murni S.
28
2.5 Yoghurt
Gambar 3. Yoghurt
(Sumber: JuiceDaily.com.au (2016))
b. Penstabil
Penggunaan bahan penstabil dalam yoghurt adalah untuk memperlembut
atau memperlunak tekstur, membuat struktur gel dan mencegah dan
mengurangi sinergis (keluarnya cairan) pada yoghurt sehingga yoghurt dapat
lebih tahan lama. Bahan penstabil yang sesuai untuk yoghurt adalah jika bahan
tersebut tidak mengeluarkan flavour lain, efektif pada pH rendah dan dapat
terdispersi dengan baik. Bahan penstabil yang biasanya digunakan adalah
gelatin, carboxy methyl calulosa (CMC), alginat dan karagenan dengan
konsentrasi sekitar 0,5 – 0,7% (Koswara, 2009).
c. Buah-buahan Sumber Flavour
Jenis buah-buahan yang umumnya digunakan untuk flavour yoghurt
tergantung dari kesukaan konsumen yang biasanya sebanyak 15 – 20% dari
total produk (Koswara, 2009).
2. Kultur Starter
Kultur yoghurt mempunyai peranan penting dalam proses asidifikasi dan
fermentasi susu. Kualitas hasil akhir yoghurt sangat dipengaruhi oleh komposisi
dan preparasi kultur starter. Komposisi starter harus terdiri dari bakteri termofilik
dan mesofilik. Yang umum digunakan adalah L. bulgaricus dengan suhu optimum
42 oC – 45 oC dan S. thermophilus dengan suhu optimum 38 oC – 42 oC.
Perbandingan jumlah starter biasanya 1:1 sampai 2:3. Selama pertumbuhan
terjadi simbiosis antara kedua jenis bakteri. S. thermophilus akan berkembang
lebih cepat mengawali pembentukan asam laktat melalui fermentasi laktosa.
Pertumbuhan ini terus berlangsung sampai pH mencapai 5,5. Selain itu juga akan
dihasilkan senyawa-senyawa volatil dan pelepasan oksigen. Kondisi ini
memberikan lingkungan yang sangat baik untuk pertumbuhan L. bulgaricus.
Aktivitas enzim proteolitik dari L. bulgaricus menyebabkan terurainya protein
susu, menghasilkan asam-asam amino dan peptida-peptida yang akan
menstimulasi pertumbuhan S. thermophilus. L. bulgaricus juga akan mengurai
lemak, menghasilkan asam-asam lemak yang memberikan flavour khas pada
produk akhir yoghurt. Jika dikehendaki yoghurt dengan keasaman yang tidak
terlalu rendah, maka diperlukan komposisi starter yang berbeda. Biasanya
digunakan L. acidophilus dan Bifidobacterium bifidum (Hidayat, 2006).
31
5. Homogenisasi
Homogenisasi campuran bahan-bahan setelah pasteurisasi sangat diperlukan
untuk mendapatkan campuran yang betul-betul homogen sehingga tidak dapat
terjadi pemisahan cream atau wheying off selama inkubasi dan penyimpanan. Juga
untuk memperoleh konsistensi yang stabil. Homogenisasi juga dapat
meningkatkan partikel-partikel kasein sehingga dapat memperbaiki konsistensi gel
selama proses koagulasi (Hidayat, 2006).
6. Perlakuan Pemanasan (Pasteurisasi)
Pasteurisasi adalah pemanasan susu dengan suhu dan waktu tertentu.
Pemanasan pada suhu pasteurisasi dimaksudkan untuk membunuh bakteri
patogenik yang ada dalam susu dengan seminimum mungkin kehilangan gizinya
dan mempertahankan semaksimal mungkin sifat fisik dan cita rasa susu segar
(Purnomo dan Adiono, 1987). Metode pasteurisasi yang umum dilakukan pada
susu ada dua cara, yaitu low temperature long time (LTLT) adalah pasteurisasi
pada suhu rendah 62,8 oC selama 30 menit dan high temperature short time
(HTST) adalah pemanasan pada suhu tinggi 71,7 oC selama 15 detik (Singh,
Khanna dan Chander, 1980).
Tujuan pasteurisasi adalah untuk membunuh mikroba kontaminan baik
patogen maupun pembusuk yang terdapat di dalam bahan baku sehingga dapat
memberikan lingkungan yang steril dan kondusif untuk pertumbuhan kultur
starter. Selain itu juga untuk denaturasi dan koagulasi protein whey sehingga
dapat meningkatkan viskositas dan tekstur yoghurt (Hidayat, 2006).
7. Inokulasi
Setelah perlakuan pemanasan, susu didinginkan 1 oC – 2 oC di atas suhu
inkubasi kemudian ditambahkan 1 – 3% kultur starter (Hidayat, 2006).
8. Fermentasi
Proses fermentasi merupakan kunci keberhasilan dari produksi yoghurt
karena karakteristik produk akhir terbentuk selama proses fermentasi berlangsung.
Pada umumnya fermentasi dilakukan pada suhu 40 oC – 45 oC selama 2,5 – 3 jam.
Namun suhu dan waktu fermentasi bisa berubah tergantung pada jenis bakteri
pada kultur starter yang digunakan. Pada proses fermentasi akan terjadi hidrolisis
enzimatis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Selanjutnya glukosa akan
diuraikan melalui beberapa tahap dekomposisi sehingga menghasilkan asam
33
laktat. Pada tahap ini belum terjadi perubahan struktur fisik yang nyata pada susu
disebut prefermentasi. Galaktosa tidak akan digunakan selama glukosa dan
laktosa masih tersedia untuk difermentasi. Oleh karena itu pada produk yoghurt
masih terdapat residu galaktosa dan laktosa. Setelah terjadi penurunan pH maka
gel mulai terbentuk secara bertahap sampai mencapai titik isoelektrik paha pH
4,65. Proses ini disebut fermentasi utama. Pembentukan gel diikuti dengan
perubahan viskositas. Pada tahap ini juga dihasilkan flavour. Fermentasi dapat
dilakukan dalam kemasan atau pada tanki fermentasi, tergantung pada jenis
produknya (Hidayat, 2006).
9. Pendinginan
Pendinginan harus segera dilakukan setelah fermentasi supaya tidak terjadi
asidifikasi lebih lanjut. Diusahakan penurunan suhu menjadi 15 oC – 20 oC yang
dapat tercapai dalam waktu 1 – 1,5 jam. Pada tahap ini masih terjadi pembentukan
falvour. Selanjutnya yoghurt yang sudah jadi disimpan pada suhu 5 oC – 6 oC
(Hidayat, 2006).
3.2.1 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya selada air yang
diperoleh dari pandai sikek dekat kaki gunung singalang, susu sapi yang diperoleh
dari peternak sapi dari Kota Padang Panjang, starter bubuk (Yogourtmet, Culture
de Yogourt). Bahan tambahan yang digunakan diantaranya susu skim, gula pasir
dan gum arab. Bahan yang digunakan untuk analisis kimia berupa selenium,
H2SO4 pekat, NaOH 50%, asam borat, indikator MM-MB, HCl 0,02 N, HCl 25%,
NaOH 0,1 N, indikator fenolftalein 1%, hexana, aseton, etanol dan DPPH dalam
methanol, media MRSA, media PCA, petroleum eter, buffer fosfat 0,1 M, terpanil,
HCL 4 M, pepsin, pankreatin, crucible yang berisi celite, etanol 95%, aseton,
etanol 95%, HNO3, HClO4, HCl 38%, amonium molibdat, amonium metavanadat,
vanadat, molibdat, KH2PO4, molibdat vanadat, asam nitrat, asam molibdat, asam
vanadat dan garam fisiologis.
3.2.2 Alat
Peralatan yang digunakan selama penelitian tediri dari alat untuk pembuatan
ekstrak selada air, yaitu baskom, pisau, tatakan, timbangan, blender, saringan dan
plastik bening. Untuk pembuatan yoghurt alat yang digunakan yaitu, timbangan
analitik, gelas piala, gelas ukur, gelas jar atau gelas aluminium dan inkubator.
Untuk proses pasteurisasi susu digunakan alat yaitu, panci stainless steel, sendok
37
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan akibat penambahan starter bubuk pada yoghurt selada
air pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
µ = Pengaruh rata-rata umum
Pi = Pengaruh perlakuan pencampuran susu sapi murni dengan ekstrak selada
air
Eij = Pengaruh sisa pada satuan percobaan yang memperoleh perlakuan ke-ka
yang mendapat perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
i = Jumlah perlakuan (i = 1,2,3,4,5)
j = Jumlah ulangan dari tiap perlakuan (j = 1,2,3)
Hasil pengamatan dari masing-masing perlakuan dianalisis secara statistika
dengan uji F kemudian jika berbeda nyata antar perlakuan maka dilanjutkan
dengan uji DNMRT pada taraf 5%.
3.5 Pengamatan
hingga tidak bereaksi lagi. Keringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100
o
C – 105 oC, selanjutnya masukan kedalam kertas saring pembungkus (paper
thimble) dan ekstrak denga hexana 6 jam pada suhu ± 80 oC. Sulingkan larutan
hexana dan keringkan ekstrak lemak pada suhu 100 oC – 105 oC. Dinginkan dan
timbang. Ulangi proses pengeringan ini hingga bobot tetap.
W 1−W 2
Perhitungan: Kadar lemak = x 100 %
W
Keterangan:
W = Berat sampel (g)
W1 = Berat labu lemak setelah ekstraksi
W2 = Berat labu lemak sebelum ekstraksi
Keterangan:
A = Berat sampel ahir (g)
B = Berat sampel awal (g)
42
3.6.1.10 Uji Serat ( Metode Asp, Schweizer, Southgate dan Theander, 1992)
Sampel selada air disiapkan, karena sampel basah maka harus dikeringkan
dengan oven terlebih dahulu selama 12 jam dengan oven vakum pada suhu 70 oC
atau selama 5 jam dalam oven biasa pada suhu 105 oC hingga kadar air sampel
44
kurang dari 5%. Kehilangan bobot akibat penghilangan kadar air dicatat dan
dibuat faktor koreksi yang tepat untuk menghitung % TDF, IDF dan SDF.
Analisa dilakukan dengan cara sampel kering diekstrak lemaknya dengan
pelarut petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit kemudian dikeringkan
pada suhu ruang. Sebanyak 1 g sampel bebas lemak (w) dimasukan ke dalam
erlenmeyer, kemudian ditambah 25 ml buffer fosfat 0,1 M pH 6 dan dibuat
menjadi suspensi. Sampel kemudian ditambah 0,1 ml termanil, ditutup dengan
alufo dan diinkubasi pada suhu 100 oC selama 15 menit dan didinginkan,
kemudian ditambahkan 20 ml aquades dan pH diatur menjadi 1,5 dengan
menambahkan HCl 4 M. Sampel lalu ditambahkan 100 mg pepsin, ditutup dan
diinkubasi pada suhu 40 oC dan diagitasi selama 60 menit. Sampel kemudian
ditambahkan 20 ml aquades dan pH diatur menjadi 6,8 lalu ditambahkan 100 mg
pankreatin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC selama 60 menit sambil
diagitasi dan terahir pH diatur dengan HCl menjadi 4,5. Residu diperoleh melalui
penyaringan menggunakan crucible yang berisi celite (bobot kering diketahui).
Residu kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml aquades, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x
10 ml aseton lalu dikeringkan pada suhu 105 oC hingga berat tetap (sekitar 12 jam)
dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator. Nilai blanko diperoleh dengan
cara yang sama namun tanpa menggunakan sampel.
dengan asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang ada dalam
sampel akan bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut dan membentuk
kompleks asam vanadimolibdifosfat yang berwarna kuning. Intensitas warna dari
senyawa kompleks tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 400 nm dan dibandingkan dengan standar fosfor yang telah diketahui
konsentrasinya (Budiyanto, 2006).
Kadar fosfor ditentukan dengan rumus (Sitompul, 2009):
CxVxFp
Kadar Fosfor =
W
Keterangan:
C = Konsentrasi fosfor dalam sampel (g/100 ml) yang terbaca dari kurva standar
W = Berat sampel yang digunakan
V = Volume labu kerja (ml)
Fp = Faktor pengenceran
3.6.2 Uji Mikrobiologi
3.6.2.1 Total Bakteri Asam Laktat (Fardiaz, 1987)
1. Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan garam fisiologis
sampai pengenceran 10-7
2. Pipet sebanyak 1 ml sampel (dari pengenceran 10 -5, 10-6 dan 10-7) yang telah
diencerkan ke dalam cawan petri steril, kemudian tambahkan 15 – 20 ml
media MRS cair steril. Supaya sampel menyebar merata cawan petri
digoyang mendatar.
3. Setelah agar membeku, inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 oC
selama 24 jam.
4. Jumlah koloni pada cawan petri dihitung dengan coloni counter, sedangkan
jumlah bakteri asam laktat di dalam contoh dihitung dengan metode SPC.
1
Jumlah koloni (CFU/ g) = Jumlah koloni per cawan x
Faktor Pengenceran
3.6.2.2 Angka Lempeng Total (SNI 01-3746-2008)
Penentuan jumlah total mikroba pada lempeng total menggunakan media
PCA 24 g dan 1 liter aquades dengan metode tuang dengan total koloni dihitung
dengan SPC (Standar Plate Count). Sterilisasi media dan bahan lain pada suhu
121 oC selama 15 menit menggunakan autoclaft, lalu dilakukan pengenceran
sampai 10-7, kemudian dipipet sebanyak 1 ml sampel yang sudah diencerkan ke
dalam cawan petri steril, setelah itu ditambahkan 12 – 15 ml media PCA setengah
48
padat (suhu 45 oC) steril. Goyangkan cawan petri dengan hati-hati sehingga
contoh dan pembenihan tercampur merata dan memadat, semua cawan petri dalam
posisi terbalik diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 x 24 jam, kemudian
perhitungan mikroba dilakukan dengan colony counter.
1
Jumlah koloni (CFU/ g) = Jumlah koloni per cawan x
Faktor Pengenceran
49
Tabel dasar pengaruh penambahan dan konsentrasi ekstrak selada air pada
susu sapi murni ketika proses pasteurisasi terhadap kualitas yoghurt yang
dihasilkan seperti pada Tabel 11.
Tabel 11. Dasar Analisa Statistik
Perlakuan Ulangan Total
I II III
A XA1 XA2 XA3 XA
B XB1 XB2 XB3 XB
C XC1 XC2 XC3 XC
D XD1 XD2 XD3 XD
E XE1 XE2 XE3 XE
Total X.1 X.2 X.3 X..
Rata-rata x̅
4.2 Perhitungan
KTP
7. F Hitung Perlakuan (F. Hit P) =
KTG
8. Lihat F tabel 5% dengan db yang sesuai
9. Bandingkan F Hitung dengan F Tabel
10. Kesimpulan, bandingkan F Hitung dengan F Tabel
- Jika F Hitung > F Tabel 5% = berbeda nyata, tolak H0 (Signifikan)
- Jika F Hitung < F Tabel 5% = tidak berbeda nyata, terima H0 (Non
signifikan)
KTG
11. Koefisien Keragaman =
√ x̅
X 100%
Keterangan:
FK = Faktor koreksi
U = Jumlah ulangan
JK = Jumlah kuadrat
P = Jumlah perlakuan
db = Derajat bebas
KT = Kuadrat tengah
Jika hasil analisa sidik ragam berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji
lanjut (Duncan’s New Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%, dengan prosedur
sebagai berikut:
1. Buat tabel sidik ragam yang telah berisi angka-angka perhitungan.
KTG
2. Hitung simpangan baku dengan rumus Sx= x =
√ ulangan
51
Tabel 13. Susunan nilai rata-rata perlakuan dari yang terbesar sampai terkecil
Perlakuan Rata-rata
A x̅A
B x̅B
C x̅C
D x̅D
E x̅E
F x̅F
6. Hitung selisih antara nilai rata-rata perlakuan yang paling tinggi sampai yang
terendah, kemudian bandingkan dengan nilai LSRp 5%, bila:
a. Selisih nilai rata-rata perlakuan besar dari nilai LSRp 5% maka berbeda
nyata (significant).
b. Selisih nilai rata-rata perlakuan kecil dari LSRp 5% maka tidak berbeda
nyata (non significant).
7. Kurangkan nilai tengah terbesar ke-2 dengan LSRp terbesar ke-2.
8. Nilai tengah lainnya dibandingkan dengan hasil yang diperoleh kalau nilai
lainnya besar tidak berbeda nyata.
9. Proses di atas dilanjutkan nilai tengah terbesar 3,4 dan seterusnya sampai
semua nilai tengah dibandingkan.
10. Buat tabel kesimpulan dengan menyusun rata-rata perlakuan dari nilai yang
tertinggi sampai nilai terendah seperti pada Tabel 14.
Tabel 14. Nilai tengah perlakuan dari yang tertinggi sampai terendah
Perlakuan Nilai Tengah Perlakuan
A x̅A a
B x̅B b
C x̅C c
D x̅D d
E x̅E e
52
F x̅F f
Keterangan: Angka-angka yang berada pada lajur yang sama diikuti oleh huruf
kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf nyata 5% menurut DNMRT.
V. PERKIRAAN BIAYA