Anda di halaman 1dari 52

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu merupakan salah satu hasil sekresi kelenjar ambing atau mamae dalam
ternak. Susu diperoleh dari pemerahan ambing mamalia yang sehat dan
mengandung lemak, protein, laktosa serta berbagai jenis garam mineral dan
vitamin. Susu adalah cairan yang bergizi tinggi, baik untuk manusia maupun
hewan dan cocok untuk media tumbuh mikroorganisme karena menyediakan
berbagai nutrisi (Susilorini dan Sawitri, 2007).
Susu sapi memiliki kandungan gizi yang bervariasi, menurut Buckle,
Edwards, Fleet dan Wootton (1987) komposisi rata-rata susu sapi terdiri dari
lemak 3,90%, protein 3,40%, laktosa 4,80%, abu 0,72% dan air 87,10%. Susu
dapat dikonsumsi secara langsung atau dapat diolah dulu menjadi produk turunan
susu seperti yoghurt.
Yoghurt merupakan produk yang dihasilkan melalui proses fermentasi
menggunakan bakteri, bakteri yang berperan dalam proses fermentasi yoghurt
pada umumnya adalah S. thermophilus dan L. bulgaricus yang akan
memfermentasi menjadi susu asam (Santoso, 2009), dalam proses pembuatan
yoghurt kedua bakteri asam laktat tersebut bersimbiosis memecah laktosa (gula
susu) menjadi asam laktat sehingga akan menurunkan pH air susu dan
menciptakan rasa asam pada air susu yang difermentasi (Chotimah, 2009).
Laktosa adalah salah satu unsur penting sebagai sumber kalori (Tehuteru, 1999)
dan merupakan karbohidrat utama yang terkandung di dalam susu (Buckle et al.,
1987).
Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus tidak termasuk bakteri probiotik,
meskipun enzim yang dihasilkan dapat mengatasi intoleransi laktosa, namun
jumlahnya selalu berkurang karena tidak tahan terhadap pH saluran pencernaan
yang asam. Beberapa syarat mikroba sebagai probiotik antara lain stabil terhadap
pH rendah asam lambung dan garam empedu (Salminen, Ouwehand, Beno dan
Lee, 1999). Waktu yang diperlukan saat bakteri mulai masuk sampai keluar dari
lambung sekitar 90 menit, maka kultur digolongkan probiotik bila mampu
bertahan dalam kondisi asam lambung selama sedikitnya 90 menit (Berrada et al.,
2

1991 dalam Chou dan Weimer, 1999). Sehingga yoghurt biasanya ditambahkan L.
acidophilus agar mempunyai efek fungsional bagi kesehatan sebagai probiotik
(Winarti, 2010).
Probiotik didefenisikan sebagai bakteri hidup yang secara aktif
meningkatkan kesehatan konsumen dengan menyeimbangkan mikroflora dalam
saluran pencernaan jika dikonsumsi pada kondisi hidup dan jumlah yang cukup
(Fuller, 1989).
Yoghurt merupakan minuman yang berasal dari air susu yang telah
mengalami proses fermentasi dengan menggunakan peranan mikroba dan
memiliki kandungan antioksidan dan serat yang rendah (SNI, 1992) sehingga
untuk meningkatkan kandungan antioksidan dan serat di dalam yoghurt dapat
ditambahakan ekstrak tumbuhan yang mempunyai kadar antioksidan dan serat
yang tinggi, salah satu tanaman tersebut adalah selada air (Nasturtium officinale,
R. Br ) dimana memiliki kandungan antioksidan dan serat yang cukup tinggi serta
protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, E dan C, flavonoid, dan fenol (Salamah,
Purwaningsih dan Permatasari, 2011).
Selada air sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat baik sebagai lalapan
ataupun sebagai sayuran yang dimasak. Selada air mempunyai daun dan batang
yang bewarna hijau serta bentuk daun yang bulat. Pada sayuran hijau bisanya
terkandung antioksidan yang bermanfaat untuk mencegah kanker karena dapat
menghindari terbentuknya radikal bebas (Sen, Chakraborty, Sridhar, Reddy, dan
De, 2010).
Menurut Prosea (1994) kandungan antioksidan di dalam selada air adalah 45
– 50 mg dan kandungan serat 0,8 – 1,1 g dalam 100 g berat kering selada air serta
selada air menyumbangkan beberapa mineral yaitu kalsium, fosfor dan besi
masing-masing 64 – 182 mg, 27 – 46 mg dan 1,1 – 2,5 mg dalam 100 g berat
kering selada air, sehingga diharapkan dengan penambahan ekstrak selada air
pada susu dapat meningkatkan kualitas yoghurt yang dihasilkan.
Kandungan antioksidan, serat dan mineral yang cukup tinggi di dalam
selada air menarik perhatian penulis untuk membuat yoghurt yang diperkaya
dengan ekstrak selada air untuk memperkaya yoghurt dengan antioksidan dan
serat serta beberapa vitamin dan mineral penting yang dibutuhkan tubuh.
3

Rendahnya konsumsi selada air dibadingkan sayuran lain di Kota


Bukittinggi juga menarik perhatian penulis untuk meningkatkan konsumsi selada
air dengan cara mengekstraknya menjadi campuran dalam pembutaan yoghurt
dari susu sapi, penggunaan susu sapi sebagai sumber yoghurt juga bertujuan untuk
meningkatkan konsumsi susu sapi dalam bentuk yoghurt.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan maka yoghurt
akan dibuat dengan 5 perlakuan yang mana formulasinya yaitu, susu murni dan
ekstrak selada air dengan perbandingan masing-masing 200 ml : 0 ml, 180 ml : 20
ml, 160 ml : 40 ml, 140 ml : 60 ml dan 120 ml : 80 ml. Dari kelima perlakuan
tersebut makin tinggi konsentrasi ekstrak selada air yang ditambahkan maka
makin kental yoghurt yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui apakah
ada pengaruh penambahan ekstrak selada air terhadap kualitas yoghurt yang
dihasilkan. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Penambahan Ekstrak Selada Air (Nasturtium officinale, R. Br)
Pada Susu Sapi Terhadap Kualitas Yoghurt yang Dihasilkan”.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh perbandingan konsentrasi susu sapi dengan ekstrak


selada air terhadap kualitas yoghurt yang dihasilkan.
2. Mengetahui perbandingan konsentrasi susu sapi dan ekstrak selada air
terbaik yang digunakan dalam pembuatan yoghurt.
3. Meningkatkan konsumsi susu sapi dalam bentuk yoghurt.
4. Meningkatkan konsumsi selada air.
5. Memperkaya yoghurt dengan kandungan serat dari selada air.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan yoghurt yang tinggi kandungan antioksidan, serat dan


beberapa mineral penting yang dibutuhkan tubuh.
2. Masukan untuk industri yoghurt untuk mencoba variasi baru.
4

3. Meningkatkan konsumsi tanaman selada air sebagai sumber antioksidan,


serat dan beberapa mineral penting yang dibutuhkan tubuh.

1.4 Hipotesis

H0: Penambahan ekstrak selada air tidak berpengaruh terhadap kualitas yoghurt
yang dihasilkan.
H1: Penambahan ekstrak selada air berpengaruh terhadap kualitas yoghurt yang
dihasilkan.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu

Sapi perah merupakan hewan ternak yang menghasilkan susu sebagai


produk utamanya, selain daging yang juga bisa dimakan. Sapi juga menghasilkan
susu, dimana jumlah susu yang dihasilkan tergantung dari berbagai faktor. Faktor
utama yang mempengaruhi jumlah susu yang dihasilkan diantaranya adalah jenis
ternak, waktu pemerahan, urutan pemerahan, keragaman akibat musim, umur sapi,
penyakit dan makanan ternak (Buckle et al., 1987).
Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi
darah yang merupakan asal susu. Misalnya lemak susu, kasein, laktosa yang
disintesa oleh alveoli dalam ambing, tidak terdapat di tempat lain dalam tubuh
sapi. Sejumlah besar darah harus mengalir melalui alveoli dalam pembuatan susu
yaitu sekitar 50 kg darah dibutuhkan untuk menghasilkan 30 liter susu (Buckle et
al., 1987).
Pada waktu susu berada di dalam ambing ternak yang sehat atau beberapa
saat setelah keluar, susu merupakan suatu bahan murni, higienis, bernilai gizi
tinggi, mengandung sedikit bakteri yang berasal dari ambing, bau, rasa tidak
berubah dan tidak berbahaya untuk diminum (Sanam, Swacita dan Agustina,
2014). Susu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Susu
(Sumber: Ireztia Room, (2017))
Susu didefenisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang
menyusui anaknya (mamalia). Sifat-sifat kimia susu sapi adalah sebagai berikut.
6

1. Merupakan makanan yang tersusun oleh zat-zat gizi lengkap (protein, lemak,
karbohidrat, mineral dan vitamin), sehingga sangat baik untuk kesehatan dan
pertumbuhan.
2. Merupakan bahan yang sangat baik untuk perkembangan mikroorganisme
sehingga mudah rusak.
3. Zat gizi pada susu sapi terdapat dalam bentuk larutan murni (mineral dan
karbohidrat), larutan koloidal (protein) dan emulsi (lemak).
Ketiganya berada dalam keadaan suspensi yang stabil. Penyusun utama susu
sapi adalah air (87%), protein (3,5%), lemak (3,9%), laktosa (4,9%) dan abu
(0,7%) dengan berat jenis = 1,032 g/ ml (Warsito, Rindiani dan Nurdiansyah,
2015).
2.1.1 Komposisi Susu
Komposisi susu menurut Hidayat, Padaga dan Suhartini (2006) adalah
sebagai berikut:
1. Air dalam Susu
Air merupakan komponen terbesar susu dan berfungsi sebagai pelarut dari
bahan-bahan penyusun lain yang terdapat dalam susu. Pada produk-produk olahan
seperti keju, mentega dan susu bubuk, air terdapat dalam bentuk air yang terikat
dan air bebas. Kadar air menentukan kualitas dan daya simpan dari produk-produk
tersebut. Komposisi susu dari beberapa spesies hewan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Susu dari Beberapa Spesies Hewan
Spesies Bahan Lemak Protein Kasein Laktosa Abu
kering (%) total (%) (%) (%)
(%) (%)
Sapi 13,0 4,0 3,4 2,8 4,8 0,7
Kambing 13,2 4,5 2,9 2,5 4,1 0,8
Domba 19,3 7,3 5,5 4,6 4,8 1,0
Babi 18,8 6,8 4,8 - 5,5 -
Kedelai 11,7 1,4 2,0 0,7 7,4 0,5
Kuda 11,2 1,9 2,5 1,3 6,2 0,5
Kerbau 17,2 7,4 3,6 - 5,5 0,8
Unta 13,6 4,5 3,6 2,7 5,0 0,7
Lama 16,2 2,4 7,3 6,2 6,0 -
Rusa 21,5 10,0 8,4 - 3,8 1,5
Kelinci 32,8 18,3 11,9 - 2,1 1,8
Sumber: Hidayat et al., (2006)
7

2. Lemak dalam Susu


Hidayat et al., (2006) menyatakan bahwa lemak di dalam susu terdapat
dalam bentuk globula dengan diameter bervariasi antara 2 – 5 µm, tergantung
jenis hewannya. Masing-masing globula dikelilingi oleh sebuah lapisan tipis yang
disebut membran. Membran ini mempunyai sifat dan komposisi yang sangat
berbeda dengan lemak maupun plasma, mengandung beberapa bahan reaktif dan
enzim. Membran globula lemak berfungsi melindungi susu dari aktivitas enzim
lipase dan mencegah terjadinya koalesen antara satu globula dengan globula
lainnya. Pada susu yang tidak dipasteurisasi kerusakan globula lemak
menyebabkan terjadinya liposis.
Lemak susu merupakan lipid sederhana, terdiri dari trigliserida, ester-ester
dari trivalen gliserol alkohol dan asam-asam lemak. Kira-kira 98% lipid terdiri
dari trigliserida, sisanya 2% merupakan campuran dari bahan-bahan lemak yang
dapat larut seperti fosfolipid, sterol (khususnya kolesterol), digliserida,
monosakarida. Sedikit vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K). Terdapat
lebih dari 400 asam lemak dalam lemak susu, terdiri dari asam lemak rantai
panjang dan rantai pendek. Namun hanya 10 asam lemak yang menentukan sifat
fisik susu (Hidayat et al,. 2006).
Umumnya asam lemak dalam lemak susu mempunyai 14 – 20 atom C.
Kebanyakan berjumlah genap dengan rantai tidak bercabang, hanya beberapa
yang ganjil. Secara umum asam lemak tersebut merupakan asam lemak jenuh dan
tidak jenuh. Beberapa tidak jenuh dalam bentuk mono maupun poli. Asam lemak
tidak jenuh mengandung ikatan rangkap dan berbentuk cair pada suhu kamar
(Hidayat et al,. 2006). Tabel 2 menunjukan komponen-komponen penting dari
lemak susu.
Tabel 2. Komposisi Proksimat Lemak Susu
Jenis % Lipida dalam lemak susu
Trigliserida 98,30
Diglesirida 0,30
Monogliserida 0,03
Asam-asam lemak bebas 0,02
Fosfolipid 0,80
Sterol 0,35
Carotenoid (termasuk vitamin A) 0,002
Sumber: Hidayat et al., (2006)
8

Lemak susu juga mengandung fosfolipid yang sebagian besar terdapat


dalam membran globula lemak, berfungsi sebagai bahan emulsi yang
menyetabilkan dispersi globula-globula lemak. Salah satu contoh fosfolipid yang
sudah dikenal adalah lecithin. Fosfolipid mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh yang bersifat mudah teroksidasi dan menyebabkan bau yang tidak
dikehendaki (Hidayat et al,. 2006).
Hidayat et al., (2006) juga menyatakan bahwa kolesterol merupakan sterol
yang terdapat dalam lemak susu. Beberapa literatur menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara kejadian arterosklerosis dengan konsumsi kolesterol yang tinggi.
Namun perlu juga diketahui bahwa kolesterol dalam jumlah tertentu dibutuhkan
oleh tubuh. Jenis asam lemak dalam lemak susu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Asam Lemak dalam Lemak Susu
Asam Lemak Jumlah Atom C Titik Cair Komposisi dalam Lemak Susu
(0C) Musim Dingin Musim Panas
Jenuh:
Butirat 4 -8 3,6 3,1
Kaproat 6 -2 2,2 1,7
Kaprilat 8 16 1,4 1,0
Kaprat 10 31 2,9 2,0
Laurat 12 44 3,4 2,4
Miristat 14 58 11,7 9,7
Palmitat 16 64 30,6 24,0
Stearat 18 69 3,0 2,7
Arachidonat 20 77 9,5 22,8
Tidak Jenuh:
Oleat 18 16 23,2 31,1
Linoleat 18 -5 2,0 2,2
Linolenat 18 -4 1,2 2,4
Lain-lain 5,3 4,9
Sumber: Walstra dan Jenness (1984)
Di dalam lemak susu juga terdapat senyawa-senyawa bioaktif penting
seperti conjugated linolic acid (CLA), sphingomyelin, asam butirat, ether lipids,
β-karotenoid, vitamin A dan D yang berperan penting dalam kesehatan manusia.
CLA terdapat secara alami dalam susu. Lemak susu merupakan sumber utama
CLA, berkisar antara 2,4 – 28,1 mg/g. CLA terbukti dapat menghambat
pertumbuhan sel-sel kanker pada manusia dan dapat menekan perkembangan
tumor antiatherogenik, immunomodulating dan antidiabetik. Sphingomyelin
adalah fosfoipid yang terdapat dalam membran globula lemak susu dan jumlahnya
9

mencapai sepertiga dari total fosfolipid dalam susu. Lemak susu sapi mengandung
7,5 – 13,0 mol/100 mol asam butirat (Hidayat et al,. 2006).
Menurut Donald (2002) lemak susu mengandung beberapa komponen
bioaktif yang sanggup mencegah kanker, termasuk asam linoleat konjugasi,
sphingomyelin, asam butirat, lipid eter, b-karoten, vitamin A, dan vitamin D.
Lemak susu mengandung asam lemak esensial, asam linoleat dan linolenat yang
memiliki bermacam-macam fungsi dalam metabolisme dan mengontrol berbagai
proses fisiologis dan biokimia pada manusia.
3. Protein dalam Susu
Hidayat et al., (2006) menyatakan bahwa protein dalam susu terbagi dalam
bentuk dua fraksi protein, ditemukan sebagai kasein dan whey. Kasein kompleks
terdapat sebagai suspensi koloidal dari misel, sedangkan whey protein terdapat
sebagai molekul-molekul makro dalam larutan yang mengandung α-laktabumin,
β-laktoglobulin, serum albumin, immunoglobulin dan peptida dengan berat
molekul yang rendah yang dihasilkan dari proteolisis beberapa kasein.
Konsentrasi protein di dalam susu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsentrasi Protein dalam Susu
Jenis Konsentrasi Persentase dari
g/kg susu Total Protein

Total protein 33,0 100,0


Total kasein 26,0 79,5
Whey protein 6,3 19,3
Protein membran globula lemak 0,4 1,2
αs1 – kasein 20,0 30,6
αs2 – kasein 2,6 8,0
β – kasein 9,3 28,4
δ – kasein 0,8 2,4
k – kasein 3,3 10,1
α – laktalbumin 1,2 3,7
β – laktoglobulin 3,2 9,8
Serum albumin 0,4 1,2
Immunoglobulin 0,7 2,1
Lain-lain (termasuk proteose-pepton) 0,8 2,4
Sumber: Hidayat et al., (2006)
Kasein bukan merupakan protein murni, karena selain terdiri dari asam-
asam amino, kasein juga mengandung residu fosfat dan karbohidrat. Di dalam
susu, kasein merupakan komponen protein utama, jumlahnya mencapai 80% dari
10

protein susu atau 2,8% dari komposisi kimia susu. Kasein terdapat sebagai
kaseinat yang berikatan dengan kalsium fosfat dalam komposisi yang bervariasi.
Secara keseluruhan senyawa ini disebut kompleks kalsium kaseinat-kaseinat
fosfat atau disingkat dengan nama kompleks kasein. Kompleks kasein tidak
berubah secara nyata dengan perlakuan pemanasan biasa, tetapi pada suhu kamar
akan menggumpal pada pH 4,6 yang terjadi baik karena penambahan asam secara
langsung maupun karena produksi asam oleh bakeri (Hidayat et al,. 2006).
Menurut Winarno (1993), kasein penting dikonsumsi karena mengandung
komposisi asam amino yang dibutuhkan tubuh. Susu merupakan bahan makanan
penting karena mengandung kasein yang merupakan protein berkualitas dan
mudah dicerna oleh saluran pencernaan.
Didalam susu juga terdapat sejumlah kecil protein lain seperti laktoferin
(LF), transferin (TF), fraksi pepton-protease. LF dan TF merupakan protein
pengikat Fe, membentuk suatu senyawa kompleks. Secara umum, LF adalah
protein plasma darah, sedangkan TF tidak hanya ditemukan dalam susu tetapi juga
terdapat dalam cairan biologis yang dihasilkan oleh glandula lakrimalis, salivaris,
bronchialis, ginjal dan mukosa endometrium. Konsentrasi TF dan LF di dalam
susu bervariasi, dipengaruhi oleh spesies dan masa laktasi. LF dalam susu
mempunyai efek antibakterial. Fraksi pepton-protease dalam susu berasal dari
membran globula lemak dan sebagian merupakan hasil pemecahan k-kasein
(Hidayat et al,. 2006).
4. Laktosa dalam Susu
Hidayat et al., (2006) menyatakan bahwa laktosa adalah karbohidrat yang
hanya terdapat pada susu dan buah tertentu. Pada bahan pangan lainnya tidak
dijumpai. Konsentrasi laktosa dalam susu bervariasi, tergantung pada spesies
hewannya. Namun secara umum susu mengandung 4,8 – 5,2% laktosa atau 52%
dari total solid non-fat (SNF) dan 70% dari whey padat. Secara kimiawi, laktosa
adalah disakarida yang merupakan senyawa dari D-galaktosa dengan D-glukosa
yang berikatan melalui ikatan β-1,4 glikosidik.
Menurut Leondro ( 2009), kadar laktosa dalam susu adalah 4,60 %. Laktosa
terbentuk dari glukosa dan galaktosa, laktosa membuat rasa susu menjadi sedikit
manis. Rasa manis laktosa tidak semanis disakarida lainnya, seperti sukrosa. Rasa
manis laktosa hanya seperenam kali rasa manis sukrosa. Laktosa dapat
11

memengaruhi tekanan osmosis susu, titik beku, dan titik didih. Laktosa
merupakan zat makanan yang menyediakan energi bagi tubuh. Namun, laktosa ini
harus dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim bernama laktase agar
dapat diserap usus.
Laktosa merupakan komponen yang sangat penting bagi industri
pengolahan susu karena dapat difermentasi menjadi senyawa yang lebih sederhana
oleh mikroorganisme tertentu sehingga menghasilkan produk fermentasi seperti
yoghurt, keju, koumiss, kefir, dll. Pada proses fermentasi yang dilakukan oleh
bakteri yang bersifat homofermentatif, laktosa hanya diubah menjadi asam laktat.
Sedangkan kelompok bakteri heterofermentatif menghasilkan asam asetat,
alkohol, CO2 selain asam laktat. Selain produk akhir yang sudah disebutkan, pada
proses fermentasi juga dihasilkan sedikit produk antara seperti asam piruvat yang
terakumulasi dalm susu (Hidayat et al,. 2006).
5. Garam-garam dan Mineral dalam Susu
Susu mengandung sejumlah besar trace element, sebagian dari elemen
garam-garam mineral yang utama adalah Ca, K, Na, Mg, fosfat, sulfat dan klorida.
Elemen-elemen tersebut sangat penting dalam nutrisi, selain itu juga menentukan
stabilitas protein susu. Susu merupakan sumber utama Ca, khusunya untuk anak-
anak. Selain garam-garam mineral, susu juga mengandung garam-garam dari
senyawa organik (Hidayat et al,. 2006).
Mineral susu umumnya berbentuk garam yang terlarut. Unsur Ca dan
sebagian berbentuk garam terlarut dan sebagian lagi bergabung dengan kasein dan
senyawa lain membentuk koloid kalsium fosfat. Unsur S terdapat dalam asam
amino yang tersusun dalam protein (Foley, Bath, Dickinson dan Tucker, 1973).
Komposisi mineral air susu cukup beragam, hal ini dipengaruhi oleh jenis
sapi, periode laktasi, produktivitas, musim, kecukupan mineral dalam ransum dan
penyakit (Underwood, 1981).
Varnam dan Sutherland (1994) menyatakan bahwa komposisi terbesar dari
susu adalah air dan sisanya terdiri dari lemak, protein, karbohidrat dengan
persentase yang bervariasi tergantung dari bangsa ternak. Rata-rata komposisi
susu sapi adalah air 87,5%, bahan kering (BK) 12,5%, laktosa 4,8%, lemak 3,7%,
protein 3,4% dan abu (mineral) 0,7%. Buckle et al., (1987) menyebutkan unsur-
unsur mineral utama yang terdapat dalam susu dapat dilihat pada Tabel 5.
12

Tabel 5. Rataan Kandungan Mineral dalam Susu


Unsur Kadar (%)
Potassium 0,140
Kalsium 0,125
Chlorine 0,103
Fosfor 0,096
Sodium 0,056
Magnesium 0,012
Sulfur 0,025
Sumber: Buckle et al., (1987)
6. Vitamin dalam Susu
Susu banyak mengandung vitamin yang larut dalam lemak, namun vitamin
yang larut dalam air seperti vitamin B dan vitamin C, ada juga yang terdapat
dalam plasma susu. Vitamin B yang utama adalah vitamin B 2 sedangkan vitamin
B1 ditemukan dalam jumlah sedikit. Vitamin C dalam susu bersifat tidak stabil
dan mudah rusak selama pengolahan. Oleh karenanya susu bukan merupakan
sumber vitamin C yang penting (Hidayat et al., 2006).
Menurut Wardyaningrum (2011), vitamin D dan K yang terdapat di dalam
susu berperan baik untuk kesehatan tulang, iodium merupakan mineral penting
untuk fungsi tiroid, vitamin B12 dan ribovlavin diperlukan untuk produksi energi
dan untuk kesehatan kardiovaskular seperti biotin, vitamin A, potassium,
magnesium, thiamin dan asam linoleat.
7. Enzim dalam Susu
Enzim merupakan katalis organik yang mengaktifkan reaksi kimia tanpa
habis bereaksi. Sebagian besar fungsinya sebagai penghidrolisis. Susu
mengandung berbagai macam enzim dan kira-kira 50% aktivitas enzimatis telah
terdeteksi. Keberadaan enzim dalam susu sangat penting dalam industri
pengolahan susu, baik ditinjau dari aspek teknologi maupun untuk kepentingan
pengujian laboratorium. Beberapa enzim dalam susu yang penting termasuk
dalam kelompok enzim oksidase, transferase dan hidrolase (Hidayat et al., 2006).
Enzim oksidase yang terdapat dalam susu adalah xanthine oksidase, terdapat
dalam membran globula lemak, sulfhidril oksidase sebagai katalis oksidasi dari
thio disulfida yang menggunakan O2 sebagai akseptor elektron. Dalam proses
pembuatan susu UHT, enzim ini dapat dimanfaatkan untuk mengurangi cooked
flavour (Hidayat et al., 2006).
13

Hidayat et al., (2006) menyatakan enzim katalase terdapat dalam globula


lemak dan mengatalisasi dekomposisi H2O2 menjadi H2O dan O2.
Laktoperoksidase (LP) terdapat dalam susu sebanyak 1% dari total protein serum.
Fungsinya sebagai katalisator oksida thiocyanate (SCN-) yang mempunyai efek
inhibitor terhadap bakteri tertentu. Thiocyanate secara alami terdapat pada susu.
Jumlahnya bervariasi tergantung pakan yang diberikan. Sedangkan H2O2
diproduksi oleh beberapa bakteri yang ada dalam susu.
Enzim transferase yang terkenal dalam susu adalah galaktosil transferase
yang merupakan komponen dari laktosa sintase. Fungsinya adalah mentransfer
galaktosil dari UPD-galaktosa ke N-acetil-glukosamin bebas maupun terdapat
dalam ikatan protein, jika α-laktalbumin tidak tersedia. Enzim transferase
mengandung 12 – 13% karbohidrat yang terdiri dari 8% gula netral, 1%
glukosamin, 1% galaktosamin dan 2% asam sialat (Hidayat et al., 2006).
Enzim hidrolase penting yang terdapat dalam susu antara lain adalah lipase,
protease dan fosfatase. Enzim lipase dalam susu menghidrolisis gliserida sehingga
asam-asam lemak terbebaskan. Beberapa asam lemak berantai pendek, seperti
asam butirat yang mempunyai flavour yang sangat tajam dan dapat menyebabkan
ketengikan pada susu jika terjadi hidrolisis. Lipase dalam susu dapat juga berasal
dari bakteri yang terdapat dalam susu terutama jika susu mengandung bakteri
yang cukup banyak (Hidayat et al., 2006).
Protease yang terdapat dalam susu hampir sama dengan plasmin yang
terdapat dalam darah. Enzim ini erat sekali hubungannya dengan kasein, tidak
rusak dengan suhu pasteurisasi dan sebagian tahan terhadap perlakuan pemanasan
yang tinggi. Pada susu pasteurisasi, enzim ini dapat menyebabkan kerusakan
berupa flavour yang menyimpang, perubahan viskositas dan penampakan. Ada
dua jenis enzim phosphatase dalam susu, yaitu alkalin phosphatase yang terdiri
dari α-phosphatase terdapat dalam plasma susu dan β-phosphatase dalam
membran globula lemak. Kelompok yang kedua adalah acid phosphatase lebih
aktif dalam pH normal susu. Kedua jenis enzim ini berbeda dalam ketahanannya
terhadap perlakuan pemanasan. Adanya enzim phosphatase biasa dipergunakan
untuk menguji efisiensi perlakuan pemanasan susu (Hidayat et al., 2006).
14

2.1.2 Karakteristik Air Susu


2.1.2.1. Sifat Fisik Susu
1. Warna air susu
Warna air susu dapat berubah dari satu warna ke warna lain, tergantung dari
bangsa ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat dan bahan pembentuk
warna. Warna air susu berkisar dari putih kebiruan hingga kuning kemasan.
Warna putih dari susu merupakan hasil dispersi dari refleksi cahaya oleh globula
lemak dan partikel koloidal dari kasein dan kalsium fosfat. Warna kuning
disebabkan karena lemak dan karoten yang dapat larut. Bila lemak diambil dari
susu maka susu akan menunjukan warna kebiruan (Warsito et al., 2015).
2. Rasa dan aroma air susu
Kedua komponen ini erat sekali hubungannya dalam menentukan kualiatas
air susu. Air susu terasa sedikit manis, disebakan karena adanya laktosa,
sedangkan rasa asin disebabkan oleh klorida, sitrat dan garam-garam mineral
lainnya. Buckle et al., (1987) menyatakan bahwa cita rasa yang kurang normal
mudah sekali berkembang di dalam susu dan hal ini mungkin merupakan akibat
dari:
a. Sebab-sebab fisiologis seperti cita rasa pakan sapi misalnya alfalta, bawang
merah, bawang putih dan cita rasa algae yang akan masuk ke dalam susu jika
bahan-bahan itu mencemari pakan dan air minum sapi.
b. Sebab-sebab dari enzim yang menghasilkan cita rasa tengik karena kegiatan
lipase pada lemak susu.
c. Sebab-sebab kimiawi yang disebabkan oleh oksidasi lemak.
d. Sebab-sebab dari bakteri yang timbul sebagai akibat pencemaran dan
pertumbuhan bakteri yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam
laktat dan hasil samping metabolik lainnya yang mudah menguap.
e. Sebab-sebab mekanis, bila susu mungkin menyerap cita rasa cat yang ada
disekitarnya, sabun dan larutan klor.
Aroma air susu mudah berubah dari aroma yang sedap menjadi aroma yang
tidak sedap. Perubahan ini dipengaruhi oleh sifat lemak air susu yang mudah
menyerap aroma disekitarnya. Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat
merubah aroma air susu (Warsito et al., 2015).
15

3. Berat jenis air susu


Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar dari pada air. Berat jenis
air susu = 1,027 – 1,035 dengan rata-rata 1,031. Akan tetapi menurut codex susu,
berat jenis air susu adalah 1,028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang
harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para
ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai
ketentuan-ketentuan tersendiri (Warsito et al., 2015).
Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah. Penetapan lebih
awal akan menunjukan hasil berat jenis yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh
perubahan kondisi lemak, adanya gas yang terbentuk dalam air susu. Berat/
volume = 60 oF, berat jenis = 1,030 – 1,035 dengan rata-rata 1,032, erat kaitanya
dengan pemalsuan. Apabila ada pemalsuan maka bobot spesifiknya lebih kecil
dari pada standar. Harga Æ bobot spesifik (Warsito et al., 2015).
4. Kekentalan air susu (viskositas)
Sama dengan berat jenis maka viskositas air susu juga lebih tinggi daripada
air. Viskositas air susu biasanya berkisar 1,5 – 2,0 cP. Pada suhu 20 oC viskositas
whey adalah 1,2 cP. Bahan padat dan lemak air susu mempengaruhi viskositas.
Temperatur ikut juga menentukan viskositas air susu. Sifat ini sangat
menguntungkan dalam pembuatan mentega (Warsito et al., 2015).
5. Titik beku dan titik cair dari air susu
Pada codex air susu dicantumkan bahwa titik beku air susu adalah -0,500
o
C. Akan tetapi untuk Indonesia telah diubah menjadi -0,520 oC. Titik beku air
adalah 0 oC. Apabila terdapat pemalsuan air susu dengan penambahan air maka
dengan mudah dapat dilakukan pengujian dengan uji penentu titik beku. Karena
campuran air susu dengan air akan menunjukan titik beku yang lebih besar dari air
dan lebih kecil dari air susu. Titik didih air adalah 100 oC dan air susu 100, 16 oC.
Titik didih juga akan mengalami perubahan pada pemalsuan air susu dengan air.
Dipengaruhi juga oleh zat-zat terlarut (bukan molekul yang besar), garam-garam/
ion- ion seperti Na, Ca dan sebagainya, titik beku masalah pengenceran rata-rata
-0,540 oC. Garam-garam yang larut >> Æ titik beku lebih rendah. Pengenceran
mendekati titik beku pada titik beku air (Warsito et al., 2015).
16

6. Daya cerna air susu


Air susu mengandung bahan atau zat makanan yang secara totalitas dapat
dicerna, diserap dan dimanfaatkan tubuh dengan sempurna atau 100%. Oleh
karena itu air susu dinyatakan sangat baik sebagai bahan makanan. Tidak ada lagi
bahan makanan baik dari hewani terlebih nabati yang sama daya cernanya dengan
air susu (Warsito et al., 2015).
2.1.2.2. Sifat Kimia Susu
1. Keasaman dan pH susu
Susu segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam dan basa
sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru maka warnanya akan menjadi merah,
sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah maka warnanya akan berubah menjadi
biru. Potensial ion hidrogen (pH) susu segar terletak antara 6,5 – 6,7 (Warsito et
al., 2015).
Jika dititrasi dengan alkali dan katalisator fenolftalein, total asam dalam
susu diketahui hanya 0,10 – 0,26% saja. Sebagian asam yang ada dalam susu
adalah asam laktat. Meskipun demikian keasaman susu dapat disebabkan oleh
berbagai senyawa yang bersifat asam seperti senyawa-senyawa fospat kompleks,
asam sitrat, asam-asam amino dan karbon dioksida yang larut dalam susu. Bila
nilai pH air susu lebih tinggi dari 6,7 biasanya diartikan terkena mastitis dan bila
pH dibawah 6,5 menunjukan adanya kolostrum ataupun pemburuan bakteri
(Warsito et al., 2015).
2.1.2.3. Sifat Mikrobiologi Susu
Menurut Warsito et al., (2015) sifat mikrobiologi susu dikaitkan pada :
1. Dikaitkan pada kerusakan
2. Sanitasi pelaksana sehari-hari
3. Dihubungkan dengan keamanan pangan (adanya bakteri patogen)
U.S Publik Health Service Milk Oudvance and Code dalam Warsito et al.,
(2015) menyatakan bahwa susu sapi dikategorikan dalam 3 kelas yaitu:
1. Grade A
a. Susu segar dari peternak, jumlah bakteri ≤ 100.000 bakteri/ ml. Masuk
koperasi (sebelum ke pengolahan) ≤ 300.000 bakteri/ ml
b. Susu pasteurisasi: ≤ 20.000 bakteri/ ml. E. Coli< 10/ ml
17

2. Grade B
a. Susu segar ≤ 1.000.000 bakteri/ ml
b. Susu pasteurisasi ≤ 50.000 bakteri/ ml
3. Grade C
Pada grade C susu segar yang mana jumlah bakterinya ≥ 1.000.000 bakteri/
ml tidak diperkenankan diedarkan di masyarakat. Bakteri patogen bersifat tidak
tahan panas sehingga dapat dimatikan pada proses pasteurisasi. Bakteri E. Coli
bukan bakteri patogen, berasal dari feses yang menunjukan sanitasi tidak baik dan
ada potensi bakteri patogen.
2.1.3 Kerusakan Cita Rasa Susu
Kerusakan cita rasa penting karena berkaitan dengan kualitas dan
pemasaran. Menurut Warsito et al., (2015) kerusakan cita rasa susu disebabkan
oleh:
2.1.3.1 Hidrolisis
Trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, asam lemak
mengakibatkan cita rasa yang kurang sedap. Terbentuknya bakteri dalam jumlah
tinggi (batas 106/ ml), apabila ≤ 100.000 bakteri/ ml akan terjadi proses liposis
yang disebabkan oleh enzim lipase. Fluktuasi suhu disebabkan karena campuran
susu yang sudah disimpan dalam lemari pendingin dan dicampur dengan susu
yang baru selesai diperah. Rancidity oxidative digunakan untuk:
1. Mengusir 02, CO2 dan N2 (mengurangi volume head space)
2. Pemanasan O-SH melibatkan proses penguapan (bersifat reduktif)
3. Menghindari ion Cu2+, Fe2+ dan Zn2+ (katalisator)
4. Suhu penyimpanan (susu segar dalam keadaan dingin)
5. Homogenisasi (memperkecil diameter globula lemak)
2.1.3.2 Sunlight Flavour
Adanya sinar matahari dan lampu neon secara kimiawi disebabkan karena
perubahan asam amino metionin menjadi metional + CO2 + NH3. Penyebabnya
adalah intensitas sinar, lama penyinaran dan kemasan. Metionin jarang sekali
terdapat dalam bentuk bebas, biasanya terikat dalam bentuk molekul protein
sehingga adanya kerusakan flavour diawali dengan pemecahan protein yang
menghasilkan metionin (Warsito et al., 2015).
18

2.1.3.3 Pemanasan (Haeated Flavour)


Warsito et al., (2015) menyatakan bahwa pemanasan terbagi atas dua, yaitu:
1. Cooked flavour
2. Caramelized flavour
2.1.3.4 Flavour
Flavour atau cita rasa susu sapi sangat berperan penting saat proses
konsumsi, untuk menjaga flavour susu sapi menurut Warsito et al., (2015) susu
sapi cocok disimpan pada suhu < 7 oC.
2.1.3.5 Absorbed Flavour
Susu sapi mempunyai aroma disebabkan karena sapi tersebut menghirup
aroma dari lingkungannya. Menurut Warsito et al., (2015) aroma yang diserap
oleh sapi ada yang secara langsung dan melalui tubuh (ventilasi dan kondisi
kandang pemerahan). Yang lebih intensif adalah melalui tubuh sapi. Ada dua
mekanisme:
1. Hidung (bernafas)  paru-paru  darah  sel-sel puting  susu
2. Pencernaan: alat pencernaan  darah  sel-sel puting  susu
Absorbed flavour dapat berlangsung cepat pada lingungan yang tidak saniter.
2.1.3.6 Bau Sapi (Cowy Flavour)
Bau sapi jika terserap oleh susu maka akan merusak kualitas susu, bau
tersebut terjadi karena gangguan metabolisme yang akan menghasilkan keton
(Warsito et al., 2015).
2.1.4 Manfaat Susu
Susu merupakan jenis minuman yang menyehatkan karena kandungan
gizinya yang lengkap dan mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah
yang cukup (Winarno, 1993). Manfaat susu yang dapat dirasakan dengan
meminum susu minimal 2 gelas perhari atau setara dengan 480 ml, sangat baik
terutama untuk kesehatan tulang (Almatsier, 2002).
Seseorang yang mengkonsumsi susu dalam jumlah yang rendah pada saat
anak-anak akan menghalangi mereka dalam mencapai kepadatan tulang
maksimum (peak bone mass) saat dewasa sehingga akan terjadi penurunan massa
tulang dan dapat menyebakan terjadinya osteoporosis (Kalkwarf, Khoury dan
Lanphear, 2003).
19

Pentingnya susu bagi kesehatan tidak hanya menyangkut masalah


osteoporosis. Susu juga diketahui mendatangkan manfaat untuk optimalisasi
produksi melatonin. Susu yang mengandung banyak asam amino triptofan
ternyata merupakan salah satu bahan dasar melatonin. Melatonin adalah hormon
yang dihasilkan oleh kelenjar peneal pada malam hari. Produksi melatonin akan
membuat kita merasa mengantuk dan kemudian tubuh bisa beristirahat dengan
baik. Selain itu susu mempunyai logam-logam berat yang ada disekitar kita akibat
polusi. Dengan demikian susu bermanfaat untuk meminimalisasi dampak
keracunan logam berat yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh karena
polusi dari lingkungan (Khomsan, 2004).

2.2 Selada Air

Selada air berasal dari wilayah timur Mediterania dan wilayah berbatasan
dengan Asia dan Ethiopia. Baik forma liar maupun yang didomestikasi dapat
digunakan untuk sayuran (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Selada air adalah tanaman air, berbatang lunak, bercabang dan tumbuh
menjalar. Tanaman ini batangnya tegak dengan panjang 10 – 60 cm dengan
perakaran dari batang yang berdekatan dengan tanah dan batang bagian bawah
harus sering terendam air. Daunnya bewarna hijau, berkilau dan berupa daun
majemuk dengan 3 – 9 anak daun serta bunganya bewarna putih dengan diameter
4 – 6 mm dan jarang dijumpai di daerah tropis. Buah tanaman selada air
berbentuk polong dengan panjang mencapai 13 – 18 mm dan berisi biji (Tindall,
1983). Tanaman selada air dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tanaman Selada Air


(Sumber: Alidesta (2015))
20

Tumbuhan selada air memiliki sistematika sebagai berikut (Lubis, Ginting


dan Nasution, 2013):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Famili : Brassicales
Sub-famili : Brassicaceae
Genus : Nasturtium
Spesies : Nasturtium officinale, R. Br.

Pada proses pertumbuhannya, sebagian batang dan daun selada air terendam
air dan sebagian lagi berada diatas permukaan air. Selada air ini akan tumbuh
dengan baik jika ditanam pada daerah beriklim dingin, biasanya tumbuh dialiran
air yang tenang dan bersih. Selada air merupakan salah satu sayuran yang sudah
lama dikonsumsi oleh manusia. Di dalam selada air banyak terkandung berbagai
komponen yang baik untuk kesehatan manusia, diantaranya banyak mengandung
sulfur, nitrogen dan yodium, selain itu selada air juga merupakan salah satu
pencuci darah yang baik dan sebagai tonic terhadap penyembuhan gangguan liver
dan ginjal. Di dalam selada air juga terkandung komponen kimia berupa
glikonasturtiin, minyak atsiri, rafanol, zat pahit dan vitamin serta memiliki khasiat
peluruh air seni (diuretik), bronkitis, pilek, batuk, gondok, lesu, kurang vitamin,
rasa panas di paru-paru, iritasi kulit, membersihkan darah dan mengurangi resiko
kanker. Selain itu selada air juga mengandung senyawa antioksidan yang
bermanfaat untuk espektoran, membantu pencernaan dan melindungi tubuh
terhadap kanker paru-paru. Kandungan zat gizi dan fitonutrien yang terkandung di
dalamnya adalah provitamin A (karatenoid) dan vitamin C, minyak atsiri berupa
rapanol dan serat (Wirakusumah, 2007).
Adanya kandungan vitamin C pada selada air memungkinkan aktivitas
antioksidan karena vitamin C dapat bertindak sebagai peningkat sistem kekebalan
tubuh, oleh karena itu diperlukan suatu keseimbangan antara pembentukan radikal
bebas dan proteksi antioksidan (Silalahi, 2006). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh (Mazandarani, Momeji dan Moghaddam, 2010) menyebutkan
21

bahwa kandungan flavonoid totalnya sebesar 26,5 mg ekivalen quarsetin pada fase
vegetatif dan 36, 89 mg ekivalen kuarsetin pada fase generatif.
Selada air merupakan sayuran hijau yang bisa digunakan sebagai sumber
mineral dan vitamin yang cukup baik. Dalam 100 gram berat kering selada air
terdapat kandungan zat gizi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Gizi Selada Air dalam 100 g
Zat Gizi Jumlah
Air 93 g
Protein 1,7 – 2,0 g
Lemak 0,2 – 0,3 g
Karbohidrat 3,0 – 4,0 g
Serat 0,8 – 1,1 g
Kalsium 64 – 182 mg
Fosfor 27 – 46 mg
Besi 1,1 – 2,5 mg
Vitamin A 2421 IU
Vitamin B2 0,26 – 0,27 mg
Vitamin C 45 – 50 mg
Nilai Energi 70 – 118 kj/ 100 g
Sumber: Prosea (1994)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa selada air mempunyai kandungan
antioksidan (vitamin A, B2 dan C), mineral dan serat yang cukup tinggi sehingga
kandungan ini diharapkan dapat memperkaya kandungan yoghurt yang akan
dihasilkan.
Meyer (2004) mendefinisikan serat sebagai bagian integral dari bahan
pangan yang dikonsumsi sehari-hari dengan sumber utama dari tanaman, sayur-
sayuran, sereal, buah-buahan, kacang-kacangan. Definisi terbaru serat makanan
yang disampaikan oleh The American Assosiation of Ceral Chemist adalah bagian
yang dapat dimakan dari tanaman atau kabohidrat analog yang resisten terhadap
pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial
pada usus besar (Joseph, 2002).
Serat makanan lazim disebut sebagai serat pangan atau dietary fiber dan
fungsinya sangat baik untuk kesehatan manusia.Serat pangan sering dibedakan
berdasarkan kelarutannya dalam air, yaitu serat pangan yang larut air (soluble
dietary fiber) dan tidak larut air (insoluble dietary fiber). Serat larut air adalah
serat pangan yang dapat larut dalam air dingin, hangat atau panas serta dapat
terendapkan dalam larutan etanol. Serat pangan ini bersifat menyerap air selama
22

melewati saluran pencernaan dan terfermentasi oleh bakteri bifidobakteria di usus


besar menghasilkan asam lemak rantai pendek, seperti asam asetat, propionat, dan
butirat dengan proses yang dikenal dengan anticonstipating. Asam lemak ini
selanjutnya berperan dalam memelihara pH usus tetap asam yang sesuai dengan
pH bakteri yang menguntungkan, sekaligus kondisi pH yang tidak diinginkan oleh
bakteri-bakteri merugikan. Contoh serat larut adalah pektin pada buah-buahan,
glukan pada sereal, dan gum pada kacang-kacangan, biji-bijian, dan rumput laut
(Fennema, 1976).
Adapun serat tidak larut adalah serat pangan yang tidak larut dalam air
panas atau dingin, biasanya berupa komponen struktural tanaman seperti selulosa
pada umbi-umbian, sayuran berdaun, dan bagian luar biji-bijian serta lignin pada
batang dan kulit sayuran. Serat pangan tidak larut memiliki efek kamba dan tidak
dapat difermentasi oleh bakteri kolon. Selain itu, ada juga pati resisten dan
polisakarida yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan yang bersifat tidak
larut namun di kolon dapat difermentasi oleh bakteri seperti halnya serat larut air
(Arvanitoyannis dan Koukaliaroglou, 2005). Keterangan lebih detail mengenai
tipe serat pangan dapat dilihat pada Tabel 7.
23

Tabel 7. Tipe Serat Pangan


Tipe Karakteristik Sumber Derajat
Degradasi*
Larut
Pektin Kaya akan asam Serealia utuh, polong- +
galakturonat, polongan, kol, umbi-
rhamnosa, arabinosa, umbian, apel
galaktosa.
Karakteristik lapisan
tengah dan dinding
luar

Gum Sebagian besar Oatmeal,kacang kering, +++


terbentuk oleh beberapa jenis polong
monomer heksosa dan
pentosa

Mucilage Disintesa oleh sel Bahan tambahan +++


tumbuhan dan dapat makanan
mengandung
glikoprotein
Tidak larut
Selulosa Struktur dasar dinding Serealia utuh, bekatul, +
sel. Hanya terdiri dari kol dan sejenisnya,
monomer glukosa kacang kapri, buncis,
apel, umbi-umbian

Hemiselulos Komponen dinding sel Bekatul, sereal, biji +


a primer dan sekunder. utuh
Tipe yang berbeda
terdiri dari unit
monomer yang
berbeda pula

Terdiri dari alkohol Sayuran, gandum 0


Lignin aromatik, perekat dan
komponen dinding sel
lainnya
Sumber: Wildman dan Medeiros (2000)
*Derajat degradasi akibat fermentasi bakteri di usus besar

Serat kasar adalah zat sisa asal tanaman yang dimakan dan masih tertinggal
setelah bertutut-turut diekstraksi dengan zat pelarut, asam encer dan alkali
sehingga nilai zat serat kasar selalu lebih rendah dari serat pangan, kurang lebih
hanya seperlima dari seluruh nilai serat pangan. Dinding tanaman mengandung
persentase serat yang lebih besar, biasanya terdiri dari dua dinding. Dinding yang
24

pertama adalah pembungkus sel yang belum matang terdiri dari selulosa. Dinding
kedua terbentuk setelah sel matang yang terdiri dari selulosa dan non selulosa
(polisakarida) (Beck, 2011). Sedangkan menurut Piliang dan Djojosoebagio
(2002) serat kasar adalah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses
pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di
laboratorium, oleh karena itu kadar serat kasar nilainya lebih rendah dibandingkan
dengan kadar serat pangan, karena asam sulfat dan natrium hidroksida mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis komponen-kompenen pangan
dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan.
Selama lebih dari dua dekade, manfaat serat pangan telah banyak
dipublikasi. Serat pangan berperan dalam mengatur motilitas saluran
gastrointestinal, mempengaruhi metabolisme glukosa dan lemak, memperlancar
buang air besar, menstimulasi aktivitas metabolisme bakteri, detoksifikasi
terhadap zat-zat yang berada dalam kolon, serta berkontribusi dalam menjaga
kestabilan ekosistem di kolon dan integritas mukosa intestinal (Guillon, Champ
dan Thibault, 2000).

2.3 Fermentasi

Fermentasi adalah salah satu kegiatan mikrobial untuk menggunakan


senyawa organik atau sumber karbon guna memperoleh tenaga bahan
metabolismenya dengan hasil ikutan berupa gas sebagai sumber karbon dalam
fermentasi adalah lipida. Mikrobia yang berperan dalam fermentasi dapat
diklarifikasikan dalam golongan bakteri, kapang dan khamir (Priyanto, 1988).
Fermentasi adalah proses baik secara aerob maupun anaerob yang
menghasilkan berbagai produk yang melibatkan aktivitas mikroba atau ekstraknya
dengan aktivitas mikroba terkontrol. Fermentasi merupakan proses yang telah
lama dikenal oleh manusia. Fermentasi adalah proses untuk mengubah suatu
bahan menjadi produk yang bermanfaat bagi manusia, hingga saat ini proses
fermentasi telah mengalami perbaikan-perbaikan dari segi proses sehingga
dihasilkan produk fermentasi yang lebih baik (Tamime dan Marsyall, 1999).
Fermentasi susu menjadi yoghurt dilakukan dengan bantuan bakteri asam
laktat, yaitu S. thermophilus dan L. bulgaricus (Wahyudi, 2006). Menurut
25

Susilorini dan Sawitri (2007), tujuan utama fermentasi adalah untuk


memperpanjang daya simpan susu karena mikroorganisme sulit tumbuh pada
suasana asam dan kondisi kental. Susu fermentasi adalah susu yang berbentuk
semi padat dari hasil fermentasi oleh kultur L. bulgaricus dan S. thermophilus atau
penggunaan salah satu kultur saja (Chandan dan Shahani, 1993).
Keasaman yang tinggi atau pH yang rendah menunjukan bahwa telah
banyak laktosa yang diubah menjadi asam laktat (Hadiwiyoto, 1983). Tinggi
rendahnya kadar asam laktat dalam produk susu fermentasi dipengaruhi oleh
kemampuan starter dalam membentuk asam laktat yang digunakan atau
ditentukan oleh jumlah dan jenis starter yang digunakan. Sedangkan Widodo
(2003) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah zat padat dalam susu terutama
dalam bentuk zat padat bukan lemak sampai jumlah tertentu akan menaikan
keasaman.

2.4 Bakteri Asam Laktat (BAL)

Menurut Kuswanto dan Sudarmadji (1989) bakteri asam laktat merupakan


kelompok spesies bakteri yang mempunyai kemampuan untuk membentuk asam
laktat dari metabolisme karbohidrat dan tumbuh pada pH lingkungan yang rendah.
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri gram positif, katalase positif,
tidak membentuk spora, anaerobik hingga mikrofilik. Kemampuan biosintesanya
sangat terbatas sehingga non motil dan perolehan energinya semata-mata hanya
bergantung pada metabolisme secara fermentatif. Bakteri asam laktat
dikelompokan menjadi homofermentatif apabila produk ahir utamanya adalah
asam laktat dan heterofermentatif apabila produk ahir utamanya adalah asam
laktat dan juga menghasilkan asam asetat, CO2 dan senyawa diasetil (Tamime dan
Robinson, 1999).
Manfat bagi kesehatan yang berkaitan dengan bakteri asam laktat
diantaranya memperbaiki daya cerna laktosa, mengendalikan bakteri patogen
dalam saluran pencernaan, penurunan serum kolesterol, menghambat tumor,
antimutagenik dan antikarsinogenik, menstimulir sistem imun, pencegahan
sembelit, produksi vitamin B, produksi bakteriosin dan inaktivasi berbagai
senyawa beracun (Bachrudin, Astuti dan Dewi, 2000).
26

Beberapa BAL berpotensi sebagai probiotik karena kemampuannya untuk


menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Probiotik umumnya terdiri dari satu
atau beberapa BAL misalnya Lactobacillus dan Streptococcus. Kedua genus
tersebut seringkali digunakan sebagai probiotik karena merupakan
mikroorganisme asli dalam ekosistem saluran pencernaan dan telah banyak
dilaporkan memiliki sifat antagonis terhadap bakteri-bakteri patogen di dalam
usus (Toit, Franz, Schillinger, Warles dan Holzappfel, 1998). Tapi tidak semua
BAL dapat digunakan sebagai probiotik. Kemampuan BAL menempel dan
berkolonisasi pada saluran pencernaan merupakan faktor penting yang
berkontribusi pada kelangsungan hidup BAL sehingga membantu menimbulkan
efek yang positif bagi kesehatan. Kemampuan penempelan BAL adalah salah satu
kriteria seleksi strain baru yang dapat digunakan sabagai probiotik (Salminen,
Wright, Morelli, Marteau, Brassart, Vos, Fonden, Saxelin, Collins, Mogensen,
Birkeland dan Sandholm, 1998).
L. bulgaricus adalah salah satu dari bakteri yang digunakan untuk
memproduksi yoghurt. Pertama diidentifikasi tahun 1905 oleh doktor asal
Bulgaria bernama Stamen Grogorov. Secara morfologis L. bulgaricus termasuk
gram positif. Bakteri ini mempunyai kebutuhan nutrisi yang kompleks termasuk
di dalamnya ketersediaan untuk memfermentasikan beberapa jenis gula termasuk
laktosa. Bakteri ini juga merupakan bakteri tahan asam yang tahan terhadap pH
rendah (5,4 – 4,6) agar tumbuh efektif (Balows, Truper, Dworkin, Harder dan
Schleifer, 1991).
S. thermophilus bersel bulat, soliter atau berantai, tidak bergerak, tidak
berspora, fakultatif aerob, gram positif, pH optimum 6,8 dan suhu optimum 40 oC
– 45 oC. Bakteri tersebut tahan pada keasaman 0,85 – 0,89%. L. bulgaricus
berbentuk batang, soliter atau berantai, tidak berspora, mikro aerophil sampai
anaerob, gram positif, pH optimum 6 dan suhu optimum 40 oC – 50 oC. Bakteri
tersebut dapat memproduksi asam laktat sampai 1,2 – 1,5% (Buchanan dan
Gibbon, 1974).
L. bulgaricus dan S. thermophilus memang termasuk ke dalam bakteri asam
laktat, tapi kedua bakteri tersebut tidak dapat bertahan dalam saluran pencernaan
yang sangat asam sehingga kebanyakan dari bakteri-bakteri ini mati dan hanya
sedikit yang bertahan, akibatnya jumlah dari kedua bakteri ini tidak dapat
27

berfungsi sebagai probiotik dalam saluran pencernaan. Oleh sebab itu pada proses
pembuatan yoghurt digunakan campuran bakteri L. bulgaricus, S. thermophilus
dan L. acidophilus. L. acidophilus digunakan karena bakteri ini lebih tahan
terhadap kondisi asam di dalam saluran pencernaan sehingga diharapkan dapat
berfungsi sebagai probiotik dalam saluran pencernaan.
Bakteri L. acidophilus merupakan bakteri asam laktat yang yang hidup
didaerah usus kecil bagian bawah, tidak dapat tumbuh pada suhu 15 oC dan tidak
memfermentasi ribosa, bakteri L. acidophilus dapat hidup pada suhu 35 oC -
38 oC dan tumbuh optimum pada pH 5,5 – 6,0. Menurut Sembiring (2014)
L. acidophilus memiliki aktivitas antibakteri serta memiliki ketahanan terhadap
pH 1,5 dan garam empedu 3% selama 6 jam inkubasi. Bakteri L. acidophilus
berbentuk batang dengan famili Lactobacillaceae dan termasuk ke dalam
golongan gram positif (Adam dan Maurice, 2008).
Bakteri L. acidophilus merupakan salah satu spesies penyusun mikroflora
alami usus yang mampu melewati hambatan di dalam saluran pencernaan. Spesies
ini resisten terhadap enzim dalam saliva, asam lambung dan asam empedu
sehingga mampu mencapai usus dalam keadaan hidup. Bakteri L. acidophilus
banyak ditemukan pada bagian akhir usus halus dan bagian awal usus besar.
Bakteri ini mampu memproduksi berbagai zat metabolik, seperti asam organik,
hidrogen peroksida dan berbagai bakteriosin yang dapat menghambat
perkembangan bakteri patogen (Kanbe, 1992).
Menurut Lempert (1975) dua mikroorganisme L. bulgaricus dan S.
thermophilus tumbuh bersama-sama secara simbiosis adalah yang bertanggung
jawab selama fermentasi asam laktat dalam pembuatan yoghurt. Dalam hal
simbiosis L. bulgaricus dapat menghasilkan glisin dan histidin sebagai hasil dari
pemecahan protein yang dapat menstimuasi pertumbuhan S. thermophilus (Wittier
dan Webb, 1970).
Menurut Adriani, Indrayati, Tanuwiria dan Mayasari (2008), kelebihan
penggunaan starter lebih dari satu macam bakteri pada pembuatan yoghurt dapat
menimbulkan protokooperasi. Protokooperasi adalah interaksi antara dua atau
lebih bakteri dalam kultur campuran yang akan menghasilkan kadar asam yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kultur masing-masing. Demikian pula menurut
Moon dan Reinbold (1976), bahwa kurva pertumbuhan kultur murni S.
28

thermophilus menurun pada tahap awal dan penambahan kultur L. bulgaricus


dapat memperpanjang fase pertumbuhan logaritmik bakteri S. thermophilus.
Menurut Muchtadi dan Betty (1980), salah satu faktor penting yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah kondisi lingkungan, bakteri akan
tumbuh jika kondisi lingkungannya cocok. Pengaruh lingkungan ini dapat
digolongkan menjadi faktor abiotik dan faktor biotik.
Faktor abiotik merupakan faktor fisik dan kimia yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba. Diantara faktor fisik dan kimia tersebut adalah:
1. Suhu
2. pH
3. Tekanan osmotik
4. Oksigen
5. Sinar gelombang pendek
6. Tegangan permukaan
7. Daya oligo dinamik logam berat
Sedangkan faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah
pertumbuhan spesies mikroba lain. Pertumbuhan dan aktivitas tiap spesies
mikroba umumnya tergantung pada aktivitas mikroba lain yang banyak
jumlahnya, ada yang menguntungkan dan ada yang menyaingi serta ada pula yang
sifatnya berlawanan.

2.5 Yoghurt

2.5.1 Defenisi Yoghurt


Yoghurt adalah produk susu fermentasi berbentuk semi solid yang
dihasilkan melalui proses fermentasi susu dengan menggunakan bakteri asam
laktat. Melalui perubahan kimiawi yang terjadi selama proses fermentasi
dihasilkan suatu produk yang mempunyai tekstur, flavour dan rasa yang khas.
Selain itu juga mengandung nilai nutrisi yang lebih baik dibanding rasa susu
segar. Secara tradisional, pada pembuatan yoghurt digunakan kultur starter
campuran L. bulgaricus dan S. thermophilus dengan perbandingan 1:1 (Hidayat,
2006). Yoghurt dapat dilihat pada Gambar 3.
29

Gambar 3. Yoghurt
(Sumber: JuiceDaily.com.au (2016))

2.5.2 Prinsip Pembuatan Yoghurt


Menurut Hidayat (2006) prinsip pembuatan yoghurt diantaranya adalah:
1. Persiapan Bahan Baku dan Bahan Tambahan
Bahan baku susu untuk yoghurt dapat digunakan susu penuh, susu skim,
susu rendah lemak atau dengan penambahan lemak. Bahan baku harus memenuhi
persyaratan berikut: jumlah bakteri rendah, tidak mengandung antibiotik, tidak
mengandung bahan-bahan sanitiser, bukan kolostrum, tidak terdapat
penyimpangan bau dan tidak ada kontaminasi bakteriophage. Bahan-bahan lain
yang biasanya ditambahkan antara lain bahan untuk meningkatkan padatan (susu
skim, whey, laktosa), bahan pemanis (glukosa, sukrosa atau aspartam), stabilizer
(gelatin, CMC, alginat, carageenan, whey protein yang dipekatkan, aroma,
pewarna dan buah-buahan segar).
Menurut Koswara (2009) adapun bahan tambahan lainnya dalam pembuatan
yoghurt sebagai berikut:
a. Pemanis
Pemanis yang umum digunakan untuk yoghurt yaitu sukrosa. Kadang-
kadang digunakan sirup jagung atau madu. Jumlah sukrosa dalam yoghurt
menentukan jumlah asam laktat dan flavour yang diproduksi oleh kultur
yoghurt. Sukrosa ditambahkan dapat dalam bentuk padatan, bubuk, kristal
ataupun sirup yang mengandung 67% sukrosa dan bentuk sirup lebih disukai
untuk pembuatan yoghurt skala besar. Pemanis dari jagung terutama glukosa
biasanya digunakan bersama dengan ekstrak buah-buah untuk memberi flavour
pada yoghurt. Yoghurt komersial rata-rata mengandung laktosa 4,04%,
galaktosa 1,85%, glukosa 0,05% dan pH-nya 4,5.
30

b. Penstabil
Penggunaan bahan penstabil dalam yoghurt adalah untuk memperlembut
atau memperlunak tekstur, membuat struktur gel dan mencegah dan
mengurangi sinergis (keluarnya cairan) pada yoghurt sehingga yoghurt dapat
lebih tahan lama. Bahan penstabil yang sesuai untuk yoghurt adalah jika bahan
tersebut tidak mengeluarkan flavour lain, efektif pada pH rendah dan dapat
terdispersi dengan baik. Bahan penstabil yang biasanya digunakan adalah
gelatin, carboxy methyl calulosa (CMC), alginat dan karagenan dengan
konsentrasi sekitar 0,5 – 0,7% (Koswara, 2009).
c. Buah-buahan Sumber Flavour
Jenis buah-buahan yang umumnya digunakan untuk flavour yoghurt
tergantung dari kesukaan konsumen yang biasanya sebanyak 15 – 20% dari
total produk (Koswara, 2009).
2. Kultur Starter
Kultur yoghurt mempunyai peranan penting dalam proses asidifikasi dan
fermentasi susu. Kualitas hasil akhir yoghurt sangat dipengaruhi oleh komposisi
dan preparasi kultur starter. Komposisi starter harus terdiri dari bakteri termofilik
dan mesofilik. Yang umum digunakan adalah L. bulgaricus dengan suhu optimum
42 oC – 45 oC dan S. thermophilus dengan suhu optimum 38 oC – 42 oC.
Perbandingan jumlah starter biasanya 1:1 sampai 2:3. Selama pertumbuhan
terjadi simbiosis antara kedua jenis bakteri. S. thermophilus akan berkembang
lebih cepat mengawali pembentukan asam laktat melalui fermentasi laktosa.
Pertumbuhan ini terus berlangsung sampai pH mencapai 5,5. Selain itu juga akan
dihasilkan senyawa-senyawa volatil dan pelepasan oksigen. Kondisi ini
memberikan lingkungan yang sangat baik untuk pertumbuhan L. bulgaricus.
Aktivitas enzim proteolitik dari L. bulgaricus menyebabkan terurainya protein
susu, menghasilkan asam-asam amino dan peptida-peptida yang akan
menstimulasi pertumbuhan S. thermophilus. L. bulgaricus juga akan mengurai
lemak, menghasilkan asam-asam lemak yang memberikan flavour khas pada
produk akhir yoghurt. Jika dikehendaki yoghurt dengan keasaman yang tidak
terlalu rendah, maka diperlukan komposisi starter yang berbeda. Biasanya
digunakan L. acidophilus dan Bifidobacterium bifidum (Hidayat, 2006).
31

Menurut Koswara (2009) starter merupakan bagian terpenting dalam


pembuatan yoghurt. Kultur harus bebas dari kontaminasi, pertumbuhan yang
cepat, menghasilkan flavour yang khas, tekstur dan bentuk yang bagus, tahan
terhadap bakteriofage dan antibiotik. Pada umumnya kultur cair mengandung 109
mikroba/ml starter. Suhu dan waktu inkubasi harus diperhatikan agar diperoleh
keasaman yoghurt yang sesuai. Bila digunakan konsentrat kultur beku, inkubasi
dilakukan pada suhu 45 oC selama 5 jam atau pada suhu 32 oC selama 11 jam.
Bila inkubasi dilakukan pada suhu ruang (sekitar 29 oC) membutuhkan waktu
selama 14 – 16 jam. Selama penyimpanan, yoghurt mengalami penurunan pH
secara terus menerus, sebagai contoh yoghurt yang disimpan pada suhu 4 oC
selama 6 hari akan mengalami penurunan pH dari 4,68 menjadi 4,15. Pada
yoghurt kadang terbentuk gas yang disebabkan karena adanya kerusakan starter
atau kontaminasi oleh Bacillus, Coliform atau khamir yang memproduksi gas
hidrogen dan karbondioksida.
3. Standarisasi Bahan Kering
Standarisasi bahan kering diperlukan untuk memperoleh struktur gel dan
konsistensi yang dikehendaki. Penambahan susu skim 3 – 5% dapat meningkatkan
nilai gizi yoghurt dan memperbaiki konsistensi. Penambahan bahan-bahan
penstabil (misalnya gelatin 0,1 – 0,3% atau agar atau alginat) dapat meningkatkan
konsistensi dan stabilitas produk. Penambahan sukrosa 4 – 11% dan buah segar
dapat mengubah citarasa yoghurt sehingga lebih disukai terutama bagi orang yang
kurang menyukai rasa asam. Penambahan buah dapat dilakukan sebelum atau
sesudah pasteurisasi (Hidayat, 2006).
4. Daerasi
Udara yang terdapat di dalam campuran bahan-bahan yoghurt selama proses
pencampuran biasanya tidak dapat keluar dan dapat mempengaruhi kualitas hasil
akhir yoghurt. Oleh karena itu harus dilakukan daerasi dengan tekanan 0,7 – 0,8
bar pada suhu 70 oC – 75 oC. Daerasi dapat meningkatkan viskositas dan stabilitas
gel yoghurt, disamping juga menghilangkan senyawa-senyawa yang dapat
menyebabkan timbulnya aroma dan flavour yang tidak dikehendaki (Koswara,
2009).
32

5. Homogenisasi
Homogenisasi campuran bahan-bahan setelah pasteurisasi sangat diperlukan
untuk mendapatkan campuran yang betul-betul homogen sehingga tidak dapat
terjadi pemisahan cream atau wheying off selama inkubasi dan penyimpanan. Juga
untuk memperoleh konsistensi yang stabil. Homogenisasi juga dapat
meningkatkan partikel-partikel kasein sehingga dapat memperbaiki konsistensi gel
selama proses koagulasi (Hidayat, 2006).
6. Perlakuan Pemanasan (Pasteurisasi)
Pasteurisasi adalah pemanasan susu dengan suhu dan waktu tertentu.
Pemanasan pada suhu pasteurisasi dimaksudkan untuk membunuh bakteri
patogenik yang ada dalam susu dengan seminimum mungkin kehilangan gizinya
dan mempertahankan semaksimal mungkin sifat fisik dan cita rasa susu segar
(Purnomo dan Adiono, 1987). Metode pasteurisasi yang umum dilakukan pada
susu ada dua cara, yaitu low temperature long time (LTLT) adalah pasteurisasi
pada suhu rendah 62,8 oC selama 30 menit dan high temperature short time
(HTST) adalah pemanasan pada suhu tinggi 71,7 oC selama 15 detik (Singh,
Khanna dan Chander, 1980).
Tujuan pasteurisasi adalah untuk membunuh mikroba kontaminan baik
patogen maupun pembusuk yang terdapat di dalam bahan baku sehingga dapat
memberikan lingkungan yang steril dan kondusif untuk pertumbuhan kultur
starter. Selain itu juga untuk denaturasi dan koagulasi protein whey sehingga
dapat meningkatkan viskositas dan tekstur yoghurt (Hidayat, 2006).
7. Inokulasi
Setelah perlakuan pemanasan, susu didinginkan 1 oC – 2 oC di atas suhu
inkubasi kemudian ditambahkan 1 – 3% kultur starter (Hidayat, 2006).
8. Fermentasi
Proses fermentasi merupakan kunci keberhasilan dari produksi yoghurt
karena karakteristik produk akhir terbentuk selama proses fermentasi berlangsung.
Pada umumnya fermentasi dilakukan pada suhu 40 oC – 45 oC selama 2,5 – 3 jam.
Namun suhu dan waktu fermentasi bisa berubah tergantung pada jenis bakteri
pada kultur starter yang digunakan. Pada proses fermentasi akan terjadi hidrolisis
enzimatis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Selanjutnya glukosa akan
diuraikan melalui beberapa tahap dekomposisi sehingga menghasilkan asam
33

laktat. Pada tahap ini belum terjadi perubahan struktur fisik yang nyata pada susu
disebut prefermentasi. Galaktosa tidak akan digunakan selama glukosa dan
laktosa masih tersedia untuk difermentasi. Oleh karena itu pada produk yoghurt
masih terdapat residu galaktosa dan laktosa. Setelah terjadi penurunan pH maka
gel mulai terbentuk secara bertahap sampai mencapai titik isoelektrik paha pH
4,65. Proses ini disebut fermentasi utama. Pembentukan gel diikuti dengan
perubahan viskositas. Pada tahap ini juga dihasilkan flavour. Fermentasi dapat
dilakukan dalam kemasan atau pada tanki fermentasi, tergantung pada jenis
produknya (Hidayat, 2006).
9. Pendinginan
Pendinginan harus segera dilakukan setelah fermentasi supaya tidak terjadi
asidifikasi lebih lanjut. Diusahakan penurunan suhu menjadi 15 oC – 20 oC yang
dapat tercapai dalam waktu 1 – 1,5 jam. Pada tahap ini masih terjadi pembentukan
falvour. Selanjutnya yoghurt yang sudah jadi disimpan pada suhu 5 oC – 6 oC
(Hidayat, 2006).

2.5.3 Kandungan Nutrisi Yoghurt dan Jenis Yoghurt


Yoghurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi yang banyak
mengandung nutrisi. Proses fermentasi yang terjadi pada yoghurt akan menambah
kandungan gizinya. Komposisi gizi pada yoghurt mirip dengan susu. Bahkan
terdapat komponen gizi yang jumlahnya lebih tinggi dari susu (Jay, 1992).
Perbandingan nutrisi gizi susu dan yoghurt dapat dilihat pada Tabel 8 dan
kandungan vitamin pada susu dan yoghurt dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8. Senyawa Utama pada Susu dan Yoghurt
Komposisi kimia Jumlah Yoghurt
(Unit/100 g) Murni Skim Full Fat Low Fat Fruit
Energi (kkal) 67,7 36 72 64 98
Protein (g) 3,5 3,3 3,9 4,5 5,0
Lemak (g) 4,25 0,13 3,4 1,6 1,25
Karbohidrat (g) 4,75 5,1 4,9 6,5 18,6
Kalsium (mg) 119 121 145 150 176
Fosfat (mg) 94 95 114 118 153
Natrium (mg) 50 52 47 51 -
Kalium (mg) 152 145 186 192 254
Sumber: Sarajudin, Kusuma, Purnomo dan Dwi (2006)
34

Tabel 9. Kandungan Vitamin pada Susu dan Yoghurt


Komposisi Kimia (Unit/100 g) Jumlah Yoghurt
Murni Skim Full Fat Low Fat
Vitamin A (IU) 148 - 140 70
Thiamin (B1) (µg) 37 40 30 42
Riboflavin (B2) (µg) 160 180 190 200
Piridoksin (B6) (µg) 46 42 46 46
Sianokobalamin (B12) (µg) 0,39 0,4 - 0,23
Vitamin C (mg) 1,5 1,0 - 0,7
Vitamin D (UI) 1,2 - - -
Sumber: Sarajudinet al., ( 2006)

2.5.4 Manfaat Yoghurt Untuk Kesehatan


Beberapa manfaat yoghurt karena aktivitas bakteri asam laktat yang terdapat
dalam yoghurt adalah:
1. Mengatasi Laktosa Intoleran
Laktosa intoleran adalah suatu kondisi dimana usus tidap dapat mencerna
dan menyerap laktosa secara sempurna. Hal ini terjadi karena terbatasnya enzim
laktase pada saluran pencernaan yang berfungsi dalam memecah laktosa. Adanya
luka karena virus atau gangguan saluran pencernan pada lapisan usus terutama
pada sel-sel pengahsil enzim laktase akan menyebabkan produksi enzim laktase
sangat terbatas. Tanda atau gejala seseorang mengalami laktosa intoleran setelah
minum susu adalah diare, mual, muntah dan gejala sakit perut lainnya. Bakteri
asam laktat dalam yoghurt dapat menguraikan laktosa susu menjadi monosakarida
yaitu glukosa dan galaktosa, sehingga susu mudah dicerna dan diserap tubuh.
Selama proses pembuatan yoghurt diperkirakan terdapat 30% laktosa susu yang
diurai menjadi glukosa dan galaktosa (Sarajudin et al., 2006).
Proses metabolisme laktosa di dalam sel bakteri secara umum melibatkan
tiga macam alur metabolik, yaitu homolactate pathway, phosphoketolase dan
heterolactate pathway. Secara skematis ketiga macam alur tersebut melibatkan
beberapa tahapan, yaitu transport dan hidrolisis laktosa menjadi monosakarida,
konversi monosakarida menjadi triosa phospat dan berbagai bentuk intermediet
lainnya. Konversi triosa phospat menjadi piruvat, konversi piruvat menjadi asam
laktat dan produk lain, sekresi produk akhir fermentasi dan pengaturan fermentasi
(Widodo, 2003).
35

2. Menyeimbangkan Sisten Pencernaan


Bakteri dalam yoghurt akan menjaga keseimbangan flora nomal usus,
sehingga dapat memperbaiki dan menyempurnakan fungsi pencernaan. Selain itu
yoghurt juga memiliki daya antibiotika yang dapat menghindarkan pembusukan
dini dalam usus halus (Shah, 1999).
3. Mencegah Kanker
Senyawa yang terkandung dalam yoghurt akan memacu sistem pertahanan
tubuh, seperti interferon dan sel NK (natural killer cell) yang akan melawan
tumor dan kanker. Yoghurt juga akan mengikat dan memindahkan senyawa
karsinogen, memproduksi senyawa antimutagenik yang akan menghambat
munculnya kanker dan memproduksi senyawa butirat yang akan menstimulasi
penghancuran sel abnormal yang berpotensi menjadi sel kanker (Sarajudin et al.,
2006).
4. Menurunkan Kolesterol
Bakteri asam laktat dalam yoghurt dapat menghasilkan sejumlah asam
organik seperti asam propionat dan asam orotat yang berperan dalam penurunan
kadar kolesterol. Asam propionat akan menghambat sistesis kolestrol dalam hati
dengan cara menekan aktivitas enzim 3-hidroksi-3-metil glutaril Co-A reduktase
sebagai salah satu pemicu sintesis kolesterol. Kemudian kolesterol dalam tubuh
akan diubah oleh bakteri asam laktat dalam yoghurt menjadi coprostanol, sebuah
sterol yang tidak dapat diserap oleh usus. Dengan demikian coprostanol dan sisa
kolesterol akan dikeluarkan bersama tinja. Senyawa asam orotat dalam yoghurt
akan bersaing dengan kolesterol dari makanan untuk pembentukan kolesterol
dalam hati sehingga produksi kolesterol tetap normal (Suarsana, Suarini dan
Utama, 2004).
5. Mengatasi Infeksi Jamur dan Bakteri
Bakteri asam laktat dalam yoghurt akan menghasilkan suatu senyawa
antimikroba yang disebut bakteriosin, antimikroba ini akan melawan infeksi
mikroba patogen dalam tubuh, seperti infeksi karena jamur Candida albicans dan
bakteri Helicobacter pylori. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
diketahui bahwa yoghurt bekerja secara sinergis jika digunakan bersama dengan
antibiotik biasa (Felley dan Michetti, 2003).
36

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan


Bioteknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Kimia Biokimia Hasil
Pertanian dan Gizi Pangan, Laboratorium Teknologi dan Rekayasa Proses Hasil
Pertanian, Laboratorium Instrumen Fakultas Teknologi Pertanian serta
Laboratorium Teknik Lingkungan Fakultas Teknik, Universitas Andalas Padang.
Jadwal penelitian pada bulan Desember 2017 sampai Februari 2018.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya selada air yang
diperoleh dari pandai sikek dekat kaki gunung singalang, susu sapi yang diperoleh
dari peternak sapi dari Kota Padang Panjang, starter bubuk (Yogourtmet, Culture
de Yogourt). Bahan tambahan yang digunakan diantaranya susu skim, gula pasir
dan gum arab. Bahan yang digunakan untuk analisis kimia berupa selenium,
H2SO4 pekat, NaOH 50%, asam borat, indikator MM-MB, HCl 0,02 N, HCl 25%,
NaOH 0,1 N, indikator fenolftalein 1%, hexana, aseton, etanol dan DPPH dalam
methanol, media MRSA, media PCA, petroleum eter, buffer fosfat 0,1 M, terpanil,
HCL 4 M, pepsin, pankreatin, crucible yang berisi celite, etanol 95%, aseton,
etanol 95%, HNO3, HClO4, HCl 38%, amonium molibdat, amonium metavanadat,
vanadat, molibdat, KH2PO4, molibdat vanadat, asam nitrat, asam molibdat, asam
vanadat dan garam fisiologis.

3.2.2 Alat
Peralatan yang digunakan selama penelitian tediri dari alat untuk pembuatan
ekstrak selada air, yaitu baskom, pisau, tatakan, timbangan, blender, saringan dan
plastik bening. Untuk pembuatan yoghurt alat yang digunakan yaitu, timbangan
analitik, gelas piala, gelas ukur, gelas jar atau gelas aluminium dan inkubator.
Untuk proses pasteurisasi susu digunakan alat yaitu, panci stainless steel, sendok
37

pengaduk stainless steel,dan termometer. Untuk proses analisa digunakan alat


yaitu, tabung reaksi, erlemeyer, cawan petri, cawan porselen, cawan aluminium,
desikator, oven, tanur, gelas piala, labu kjedhal, labu lemak, kertas saring, buret,
pipet tetes, soxlet, pH meter, aluminium foil, spektrofotometer, corong pemisah
dan viscotester, labu takar, lampu katoda, pipet ukur dan batang pengaduk.

3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak


Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Data pengamatan
dianalisis dengan uji F dan jika perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata
maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada
taraf 5%.
Perlakuan dalam penelitian ini yaitu:
A = 100% susu sapi murni (Kontrol)
B = 90% susu sapi murni + 10% ekstrak selada air
C = 80% susu sapi murni + 20% ekstrak selada air
D = 70% susu sapi murni + 30% ekstrak selada air
E = 60% susu sapi murni + 40% ekstrak selada air
Formulasi pembuatan yoghurt dari campuran susu sapi murni dengan
ekstrak selada air didapatkan melalui penelitian pendahuluan telah dilakukan dan
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Formulasi Pembuatan Yoghurt Selada Air (Modifikasi Mahendra, 2008)
Bahan Formulasi
A B C D E
Susu Sapi (ml) 200 180 160 140 120
Ekstrak Selada Air (ml) 0 20 40 60 80
HFS (ml) 20 20 20 20 20
Susu Skim (g) 16 16 16 16 16
Gum Arab (g) 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16
Starter (ml) 10 10 10 10 10

Model matematis pada pengujian ini yaitu:


Yij = µ + Pi + Eij
38

Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan akibat penambahan starter bubuk pada yoghurt selada
air pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
µ = Pengaruh rata-rata umum
Pi = Pengaruh perlakuan pencampuran susu sapi murni dengan ekstrak selada
air
Eij = Pengaruh sisa pada satuan percobaan yang memperoleh perlakuan ke-ka
yang mendapat perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
i = Jumlah perlakuan (i = 1,2,3,4,5)
j = Jumlah ulangan dari tiap perlakuan (j = 1,2,3)
Hasil pengamatan dari masing-masing perlakuan dianalisis secara statistika
dengan uji F kemudian jika berbeda nyata antar perlakuan maka dilanjutkan
dengan uji DNMRT pada taraf 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Bahan


Susu sapi murni, selada air dan starter serta bahan tambahan lain yang
dibutuhkan disiapkan sesuai dengan kebutuhan. Susu sapi murni yang digunakan
dalam penelitian ini adalah susu sapi segar yang diperoleh dari peternakan susu di
Kota Padang Panjang. Starter yang digunakan adalah starter dengan merk dagang
Yogourtmet, Culture de Yogourt, serta selada air segar yang diperoleh dari pasar
tradisional Kota Bukittinggi.

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Selada Air


Selada air dibersihkan dengan cara mencuci satu persatu batang ke dalam air
bersih sebanyak 2 kali, kemudian selada air diletakan ke dalam panci besar dan
diamkan sebentar untuk menurunkan air, lalu setelah airnya turun air dari dalam
panci dibuang. Setelah itu selada air dipotong- potong kecil, kemudian selada air
dimasukan ke dalam blender dan ditambahkan sedikit air untuk memblender (500
g selada air dihancurkan dengan penambahan 40 ml air). Setelah itu jus selada air
di saring menggunakan penyaring dan kain ke dalam panci. Setelah selesai ekstrak
selada air dimasukan ke dalam plastik bening dan disimpan di dalam freezer.
39

3.4.3 Pembuatan Starter Kerja


Pasteurisasi susu sapi:
Susu sapi dipasteurisasi sebanyak 1000 ml dengan metode HTST (Hot
Temperature Short Time). Susu sapi dimasukan ke dalam wadah stainless stell
atau kaca dan dipanaskan menggunakan hot plate pada suhu 71,7 oC selama 15
detik (Singh et al., 1980). Kemudian suhu diturunkan sampai 45 oC.
Pembuatan starter kerja yoghurt (Yogourtmet, Culture de Yogourt):
Bibit serbuk Yogourtmet, Culture de Yogourt (campuran bakteri L.
bulgaricus, S. thermophilus dan L. acidophilus) ditimbang sebanyak 5 g,
kemudian dimasukan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan susu sapi murni yang
telah dipasteurisasi sebanyak 100 ml lalu dikocok sampai bubuk starter larut,
kemudian ditambahkan lagi 900 ml susu yang sudah dipasteurisasi sehingga total
menjadi 1000 ml. Larutan tersebut dikocok dengan hati-hati hingga homogen,
kemudian dimasukan ke dalam inkubator selama 8 jam pada suhu 40 oC – 45 oC.

3.4.4 Pembuatan Yoghurt Selada Air


Disiapkan susu sapi segar, ekstrak selada air, susu skim (8% b/v), gum arab
(0,08%) dan HFS (10%). Semua bahan dimasukan ke dalam wadah pasteurisasi
kemudian diaduk sampai homogen, lalu dipasteurisasi pada suhu 71 oC – 72 oC
selama 15 detik, setelah itu dinginkan sampai suhunya 450 C. Lalu diinokulasikan
starter yang sebelumnya sudah disiapkan pada suhu 43 oC – 45 oC sebanyak 5%
(v/v) dan dilakukan secara aseptis, kemudian diaduk lagi hingga homogen.
Kemudian diinkubasi selama 6 jam pada suhu 40 oC – 45 oC sampai terbentuk
yoghurt.

3.5 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan diantaranya adalah pengamatan fisik dan kimia.


Pengamatan fisik dan kimia pertama yang dilakukan adalah uji bahan baku, yaitu
kadar serat tumbuhan selada air, selanjutnya pengamatan mikrobiologis yang
dilakukan pada bahan baku yaitu total Bakteri Asam Laktat (BAL) di dalam
starter yoghurt dan Angka Lempeng Total (ALT) pada susu.
40

Selanjutnya setelah susu terfermentasi menjadi yoghurt pengamatan fisik


dan kimia yang dilakukan adalah kadar protein, kadar lemak, kadar abu, total
padatan, pH, total asam laktat, viskositas, uji antioksidan, fosfor, kalsium, serat
dan uji organoleptik. Analisis mikrobiologi yang dilakukan pada produk yaitu
menghitung total Bakteri Asam Laktat (BAL) dan Angka Lempeng Total (ALT).
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap
yoghurt dengan uji hedonik dengan 20 orang panelis. Uji penerimaan panelis
dilakukan terhadap penampakan, konsistensi, aroma, warna dan rasa.

3.6 Metode Analisa

3.6.1 Analisa Sifat Kimia dan Fisik


3.6.1.1 Kadar Protein Metode Kjedhal (Sudarmadji, Bambang dan Suharmi,
1984)
Timbang sampel sebanyak 1 g kemudian tambahkan 2 g selenium dan 15 ml
H2SO4 pekat. Kemudian panaskan semua bahan dalam labu Kjedhal dalam
ruangan asam sampai bewarna hijau muda dan jernih. Pindahkan larutan tersebut
pada alat destilasi Kjedhal dan tambahkan 20 ml NaOH 50%. Hasil destilasi
ditampung dengan asam borat 10 ml dan 4 tetes indikator MM-MB. Destilasi
dilakukan sampai penampungan mencapai 100 ml. Kemudian hasil destilasi
dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terbentuk warna merah muda. Lakukan hal
yang sama terhadap blanko.
( ml HCl−ml blanko ) x N HCl x FP x 14,007
Perhitungan: % N = x 100
mg sampel
% Protein = %N x FK
Keterangan:
FP = Faktor Pengenceran
N = % Nitrogen
FK = Faktor konversi (6,38)

3.6.1.2 Kadar Lemak Metode Hidrolisis Asam Soxhlet (Sudarmadji et al.,


1984)
Timbang 2 g sampel ke dalam gelas piala. Tambahkan 30 ml HCl 25% dan
20 ml air serta beberapa butir batu didih. Tutup gelas piala dengan kaca arloji dan
didihkan selama 15 menit. Saring dalam keadaan panas dan cuci dengan air panas
41

hingga tidak bereaksi lagi. Keringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100
o
C – 105 oC, selanjutnya masukan kedalam kertas saring pembungkus (paper
thimble) dan ekstrak denga hexana 6 jam pada suhu ± 80 oC. Sulingkan larutan
hexana dan keringkan ekstrak lemak pada suhu 100 oC – 105 oC. Dinginkan dan
timbang. Ulangi proses pengeringan ini hingga bobot tetap.
W 1−W 2
Perhitungan: Kadar lemak = x 100 %
W
Keterangan:
W = Berat sampel (g)
W1 = Berat labu lemak setelah ekstraksi
W2 = Berat labu lemak sebelum ekstraksi

3.6.1.3 Analisis Kadar Abu (AOAC, 1995)


Cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada suhu
105 °C, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.
Sebanyak 5 gram sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan.
Sampel dipanaskan di atas kompor listrik hingga uap air hilang atau sampai
beratnya tetap. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama
8 jam. Lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Kadar
abu ditentukan dengan rumus:
Kadar Abu% = Berat Abu x 100%
Berat Contoh

3.6.1.4 Total Padatan (Sudarmadji et al., 1984)


Timbang 5 g sampel dan masukan ke dalam cawan aluminium yang telah
dibersihkan, dikeringkan dan ditentukan beratnya, ruang pengering atau oven
dipanaskan pada suhu 105 oC selama 30 menit sampai suhu tetap. Setelah itu
dimasukan bahan ke dalam oven. Setelah 60 menit bahan dikeluarkan dari oven
dan didinginkan dalam desikator, kemudian timbang dan catat hasilnya.
Pengovenan dan penimbangan dilakukan tiap 60 menit sampai beratnya tetap.
A
Perhitungan: Total padatan = x 100%
B

Keterangan:
A = Berat sampel ahir (g)
B = Berat sampel awal (g)
42

3.6.1.5 pH (Sudarmadji et al., 1984)


Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya
diset terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer 7,0 kemudian sampel
diukur dengan pH meter tersebut.

3.6.1.6 Total Asam Laktat (Muchtadi, 2010)


Mula-mula buret diisi dengan NaOH 0,1 N perlahan-lahan sehingga tidak
ada gelembung didalamnya, kemudian contoh susu ditimbang dalam erlenmeyer
sebanyak 18 g. Pada contoh kemudian ditambahkan 0,5 ml (10 tetes) indikator
fenoftalein 1% sebagai indikator. Contoh selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,1 N
sambil digoyang sampai dengan terbentuk warna merah muda stabil. Jumlah titer
yang digunakan dicatat.
ml NaOH x N NaOH
Perhitungan: % Asam laktat = x 90 x 100
g sampel x 1000
Keterangan:
Berat molekul asam laktat = 90

3.6.1.7 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan DPPH (Okawa, Kinjo,


Nohara dan Ono, 2001)
Penentuan uji aktivitas antioksidan dengan mereaksikan senyawa radikal
bebas yaitu larutan DPPH dalam metanol dengan yoghurt dalam berbagai
konsentrasi, lalu diinkubasi selama 30 menit dan diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang sinar tampak 516 nm.
Dihitung aktivitas peredaman oleh berbagai konsentrasi yoghurt dengan rumus:
Abl− Au
%P= x 100%
Abl
Keterangan:
% P = Persen peredaman
Abl = Serapan larutan DPPH
Au = Serapan larutan yoghurt
Harga EC50 ditentukan dari persamaan garis linier antara % peredaman
serapan dengan konsentrasi yoghurt. EC50 yaitu konsentrasi efektif larutan uji
yang diperlukan untuk menurunkan 50% intensitas serapan larutan DPPH.
43

3.6.1.8 Uji Organoleptik Mutu Hedonik (Setyaningsih, Dwi, Anton dan


Maya, 2010)
Pengujian organoleptik dilakukan pada produk dengan sampel yang
disajikan dengan bentuk seragam dalam wadah steril. Pada uji organoleptik ini
panelis diminta menyatakan kesukaan terhadap penampakan, konsistensi, rasa,
aroma dan warna yoghurt yang dilakukan oleh 20 orang panelis. Uji ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk yang dihasilkan.
Nilai untuk tingkat kesukaan tersebut adalah (1) Tidak suka, (2) Kurang suka, (3)
Agak suka, (4) Suka, (5) Sangat suka.
Prosedur uji organoleptik:
1. Produk yoghurt diambil sesuai perlakuan, yoghurt disajikan dalam gelas
plastik steril yang telah diberi kode.
2. Pengamatan yang dilakukan meliputi konsistensi yoghurt, rasa, aroma dan
warna yoghurt yang dihasilkan. Pengujian dilakukan diruangan terpisah
dengan jumlah panelis yang ditentukan.
3. Angka dicantumkan pada formulir uji organoleptik. Tabel uji organoleptik
mutu hedonik dapat dilihat pada lampiran 5.

3.6.1.9 Viskositas dengan Rion Viscotester VT-04


Dirangkai alat viskotester sesuai dengan petunjuk. Pasang rotor pada cup
dan bahan yang dimasukan di dalamnya hingga seluruh permukaan rotor
terendam. Digunakan rotor yang paling besar dengan skala terkecil. Pastikan
viskotester terhubung dengan aliran listrik. Selanjutnya tekan tombol on, rotor
akan berputar, pastikan pula rotor tidak terlalu dekat dengan dinding permukaan
cup sehingga dapat mempengaruhi gerak rotor, baca skala yang ditunjukan oleh
jarum, apabila skala tidak terbaca (jam keluar dari skala) maka rotor diganti
dengan skala yang lebih besar. Satuan yang digunakan adalah dPa.s.

3.6.1.10 Uji Serat ( Metode Asp, Schweizer, Southgate dan Theander, 1992)
Sampel selada air disiapkan, karena sampel basah maka harus dikeringkan
dengan oven terlebih dahulu selama 12 jam dengan oven vakum pada suhu 70 oC
atau selama 5 jam dalam oven biasa pada suhu 105 oC hingga kadar air sampel
44

kurang dari 5%. Kehilangan bobot akibat penghilangan kadar air dicatat dan
dibuat faktor koreksi yang tepat untuk menghitung % TDF, IDF dan SDF.
Analisa dilakukan dengan cara sampel kering diekstrak lemaknya dengan
pelarut petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit kemudian dikeringkan
pada suhu ruang. Sebanyak 1 g sampel bebas lemak (w) dimasukan ke dalam
erlenmeyer, kemudian ditambah 25 ml buffer fosfat 0,1 M pH 6 dan dibuat
menjadi suspensi. Sampel kemudian ditambah 0,1 ml termanil, ditutup dengan
alufo dan diinkubasi pada suhu 100 oC selama 15 menit dan didinginkan,
kemudian ditambahkan 20 ml aquades dan pH diatur menjadi 1,5 dengan
menambahkan HCl 4 M. Sampel lalu ditambahkan 100 mg pepsin, ditutup dan
diinkubasi pada suhu 40 oC dan diagitasi selama 60 menit. Sampel kemudian
ditambahkan 20 ml aquades dan pH diatur menjadi 6,8 lalu ditambahkan 100 mg
pankreatin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC selama 60 menit sambil
diagitasi dan terahir pH diatur dengan HCl menjadi 4,5. Residu diperoleh melalui
penyaringan menggunakan crucible yang berisi celite (bobot kering diketahui).
Residu kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml aquades, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x
10 ml aseton lalu dikeringkan pada suhu 105 oC hingga berat tetap (sekitar 12 jam)
dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator. Nilai blanko diperoleh dengan
cara yang sama namun tanpa menggunakan sampel.

3.6.1.11 Uji Kalsium (Fitriani, Walanda dan Rahman, 2012 Modifikasi)


Proses menentukan kadar mineral bahan makanan, bahan harus diabukan
terlebih dulu dengan cara timbang sebanyak 1 gram sampel selada air yang sudah
dioven dan telah diketahui beratnya, dimasukan kedalam erlenmeyer kemudian
tambahkan 5 ml HNO3 p.a. dan 0,5 ml HClO4 p.a. dan biarkan 1 malam.
Keesokan harinya sampel dipanaskan dengan suhu 100 oC selama satu jam dan
kemudian dinaikkan suhunya hingga 150 oC. Setelah uap hijau habis, suhu
kembali dinaikkan menjadi 200 oC hingga uap menjadi warna putih. Setelah itu,
diukur sebanyak 1 ml ekstrak hasil pemanasan, kemudian ektrak diencerkan
dengan air hingga volume tepat 50 ml dan kocok dengan pengocok tabung hingga
homogen.
45

Uji ini dianalisis dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom


(SSA). Pengukuran juga dilakukan pada beberapa larutan baku kalsium dengan
konsentrasi 0,0 ppm, 1,0 ppm, 2,0 ppm, 3,0 ppm dan 4,0 ppm.

3.6.1.12 Uji Fosfor (Sukindro, 2011)


1. Preparasi Larutan
a. Larutan asam klorida (1:3)
Larutan ini dibuat dengan melarutkan 60 ml HCl 38% ke dalam 180 ml
aquades.
b. Pereaksi molibdat vanadat
Larutan ini dibuat dengan melarutkan 20 g amonium malibdat kedalam
200 ml aquades panas kemudian didinginkan. 1,0 g amonium metavanadat
dilarutkan ke dalam 125 ml aquades panas lalu didinginkan, kemudian
ditambahkan 160 ml HCl dan dimasukan kedalam labu ukur 1 liter. Pertama
dimasukkan larutan vanadat kemudian ditambahkan larutan molibdat sambil
diaduk dan terakhir ditambahkan aquades sampai tanda batas.
2. Pembuatan Larutan Standar Fosfor
Larutan baku induk, ditimbang ± 1,5354 g KH2PO4 (Pa) lalu dikeringkan
di dalam oven selama 2 jam pada suhu 105 oC, kemudian dipindahkan secara
kuantitatif ke dalam labu ukur 50 ml, setelah itu ditambahkan aquades
sebagai pelarut sampai tanda batas kemudian dinginkan dalam lemari
pendingin.
3. Preparasi sample (Selada Air)
Cara kerja :
a. 10,0 g sampel ditimbang kedalam cawan porselen dan mengarangkan
diatas api bunsen.
b. Dimasukan sampel kedalam oven selama 3 jam untuk mengurangi kadar
air.
c. Dimasukan sampel ke dalam tanur pengabuan pada suhu 600 oC sampai
bebas karbon (3 – 4 jam) lalu didinginkan.
d. Dimasukan abu sampel kedalam gelas piala 250 ml
e. Ditambahkan 40 ml HCl (1:3) dan beberapa tetes HNO3.
46

f. Dipanaskan dalam water batch lalu didinginkan


g. Dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 10 ml.
h. Ditambahkan aquades sampai tanda batas.
4. Pembuatan Kurva Standart
a. Dipipet larutan standar baku masing-masing sebanyak 1.4, 2.8, 4.2, 5.7,
7.1 ml kedalam labu ukur 10 mL
b. Ditambahkan pereaksi molibdat vanadat kedalam semua labu ukur, labu
tersebut terdiri dari 5 labu ukur yang berisi larutan baku kerja dan 1 labu
ukur yang berisi larutan sampel masing-masing sebanyak 2 ml.
c. Ditambahkan aquadest sampai tanda batas, dikocok sampai homogen.
d. Larutan dibiarkan selama 10 menit untuk pembentukan warna, kemudian
ukur absorbansi masing-masing larutan di dalam kuvet gelas dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang optimum
5. Penentuan Panjang Gelombang Optimum
a. Diambil larutan standar baku kerja yang digunakan untuk pembuatan
kurva standar dengan konsentrasi 0,7%
b. Didalam labu 10 ml dimasukkan 4,28 ml larutan induk, 2 ml reagen dan
3,72 aquades, didiamkan selama 10 menit
c. Kemudian diukur absorban larutan standar dan blanko pada panjang
gelombang 380 – 450 nm dengan kenaikan panjang gelombang 5 nm
d. Panjang gelombang yang memiliki absorban tertinggi merupakan panjang
gelombang optimum
6. Penentuan Kadar Fosfor dalam Selada Air
a. Dipipet 2 ml larutan sampel ke dalam labu ukur 10 ml
b. Ditambahkan pereaksi molibdat-vanadat kedalam semua labu ukur yang
berisi larutan baku kerja dan yang berisi sampel masing-masing sebanyak
2 ml
c. Ditambahkan aquadest sampai tanda batas, dikocok sampai homogen
d. Larutan dibiarkan selama 10 menit untuk pembentukan warna, kemudian
diukur absorbansi masing-masing larutan di dalam kuvet gelas dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang optimum
Prinsipnya sampel diperlakukan dengan asam nitrat untuk mengubah semua
metafosfat dan pirofosfat menjadi ortofosfat. Kemudian sampel di perlakukan
47

dengan asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang ada dalam
sampel akan bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut dan membentuk
kompleks asam vanadimolibdifosfat yang berwarna kuning. Intensitas warna dari
senyawa kompleks tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 400 nm dan dibandingkan dengan standar fosfor yang telah diketahui
konsentrasinya (Budiyanto, 2006).
Kadar fosfor ditentukan dengan rumus (Sitompul, 2009):
CxVxFp
Kadar Fosfor =
W
Keterangan:
C = Konsentrasi fosfor dalam sampel (g/100 ml) yang terbaca dari kurva standar
W = Berat sampel yang digunakan
V = Volume labu kerja (ml)
Fp = Faktor pengenceran
3.6.2 Uji Mikrobiologi
3.6.2.1 Total Bakteri Asam Laktat (Fardiaz, 1987)
1. Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan garam fisiologis
sampai pengenceran 10-7
2. Pipet sebanyak 1 ml sampel (dari pengenceran 10 -5, 10-6 dan 10-7) yang telah
diencerkan ke dalam cawan petri steril, kemudian tambahkan 15 – 20 ml
media MRS cair steril. Supaya sampel menyebar merata cawan petri
digoyang mendatar.
3. Setelah agar membeku, inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 oC
selama 24 jam.
4. Jumlah koloni pada cawan petri dihitung dengan coloni counter, sedangkan
jumlah bakteri asam laktat di dalam contoh dihitung dengan metode SPC.
1
Jumlah koloni (CFU/ g) = Jumlah koloni per cawan x
Faktor Pengenceran
3.6.2.2 Angka Lempeng Total (SNI 01-3746-2008)
Penentuan jumlah total mikroba pada lempeng total menggunakan media
PCA 24 g dan 1 liter aquades dengan metode tuang dengan total koloni dihitung
dengan SPC (Standar Plate Count). Sterilisasi media dan bahan lain pada suhu
121 oC selama 15 menit menggunakan autoclaft, lalu dilakukan pengenceran
sampai 10-7, kemudian dipipet sebanyak 1 ml sampel yang sudah diencerkan ke
dalam cawan petri steril, setelah itu ditambahkan 12 – 15 ml media PCA setengah
48

padat (suhu 45 oC) steril. Goyangkan cawan petri dengan hati-hati sehingga
contoh dan pembenihan tercampur merata dan memadat, semua cawan petri dalam
posisi terbalik diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 x 24 jam, kemudian
perhitungan mikroba dilakukan dengan colony counter.
1
Jumlah koloni (CFU/ g) = Jumlah koloni per cawan x
Faktor Pengenceran
49

IV. ANALISA STATISTIK

4.1 Analisa Data

Tabel dasar pengaruh penambahan dan konsentrasi ekstrak selada air pada
susu sapi murni ketika proses pasteurisasi terhadap kualitas yoghurt yang
dihasilkan seperti pada Tabel 11.
Tabel 11. Dasar Analisa Statistik
Perlakuan Ulangan Total
I II III
A XA1 XA2 XA3 XA
B XB1 XB2 XB3 XB
C XC1 XC2 XC3 XC
D XD1 XD2 XD3 XD
E XE1 XE2 XE3 XE
Total X.1 X.2 X.3 X..
Rata-rata x̅

4.2 Perhitungan

1. Faktor konversi (FK) = (X...)2


PxU
2. Jumlah Kuadrat Total (JKT) = XA12 + ... + XE32 – FK
X 2A + X 2B + X 2C + X 2D + X 2E
3. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) = { U }– FK
4. Jumlah Kuadrat Galat (JKG) = JKTotal– JKPerlakuan
JKP
5. Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP) =
dbp
JKG
6. Kuadrat Tengah Galat (KTG) =
dbg
50

KTP
7. F Hitung Perlakuan (F. Hit P) =
KTG
8. Lihat F tabel 5% dengan db yang sesuai
9. Bandingkan F Hitung dengan F Tabel
10. Kesimpulan, bandingkan F Hitung dengan F Tabel
- Jika F Hitung > F Tabel 5% = berbeda nyata, tolak H0 (Signifikan)
- Jika F Hitung < F Tabel 5% = tidak berbeda nyata, terima H0 (Non
signifikan)
KTG
11. Koefisien Keragaman =
√ x̅
X 100%

4.3 Tabel Sidik Ragam

Tabel 12. Sidik Ragam


SK db JK KT F F Tabel Peluang (P)
hitung 0,05 0,01
Perlakuan (p-1) JK P JKP/dbp P/G
Galat p(u- JK G JKG/dbg -
1)
Total (pu- JK T -
1)

Keterangan:
FK = Faktor koreksi
U = Jumlah ulangan
JK = Jumlah kuadrat
P = Jumlah perlakuan
db = Derajat bebas
KT = Kuadrat tengah

4.4 Uji Lanjutan DNMRT

Jika hasil analisa sidik ragam berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji
lanjut (Duncan’s New Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%, dengan prosedur
sebagai berikut:
1. Buat tabel sidik ragam yang telah berisi angka-angka perhitungan.
KTG
2. Hitung simpangan baku dengan rumus Sx= x =
√ ulangan
51

3. Hitung SSRp (Significant Studentized Range) dengan menggunakan tabel


SSRp untuk perlakuan (P) pada derajat bebas sisa pada taraf nyata 5%.
4. Hitung LSRp (Least Significant Range) dengan memakai rumus
LSRp = SSRp x SX
5. Susun nilai rata-rata perlakuan dari yang terbesar sampai yang terkecil.

Tabel 13. Susunan nilai rata-rata perlakuan dari yang terbesar sampai terkecil
Perlakuan Rata-rata
A x̅A
B x̅B
C x̅C
D x̅D
E x̅E
F x̅F
6. Hitung selisih antara nilai rata-rata perlakuan yang paling tinggi sampai yang
terendah, kemudian bandingkan dengan nilai LSRp 5%, bila:
a. Selisih nilai rata-rata perlakuan besar dari nilai LSRp 5% maka berbeda
nyata (significant).
b. Selisih nilai rata-rata perlakuan kecil dari LSRp 5% maka tidak berbeda
nyata (non significant).
7. Kurangkan nilai tengah terbesar ke-2 dengan LSRp terbesar ke-2.
8. Nilai tengah lainnya dibandingkan dengan hasil yang diperoleh kalau nilai
lainnya besar tidak berbeda nyata.
9. Proses di atas dilanjutkan nilai tengah terbesar 3,4 dan seterusnya sampai
semua nilai tengah dibandingkan.
10. Buat tabel kesimpulan dengan menyusun rata-rata perlakuan dari nilai yang
tertinggi sampai nilai terendah seperti pada Tabel 14.
Tabel 14. Nilai tengah perlakuan dari yang tertinggi sampai terendah
Perlakuan Nilai Tengah Perlakuan
A x̅A a
B x̅B b
C x̅C c
D x̅D d
E x̅E e
52

F x̅F f

Keterangan: Angka-angka yang berada pada lajur yang sama diikuti oleh huruf
kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf nyata 5% menurut DNMRT.

V. PERKIRAAN BIAYA

5.1 Biaya Pra Penelitian


1. Bahan baku Rp. 400.000,-
2. Alat Rp. 200.000,-
Jumlah Rp. 600.000,-

5.2 Biaya Pembelian Bahan


1. Bahan baku Rp. 300.000,-
2. Bahan kimia Rp. 3.000.000,-
3. Bahan analisa Rp. 1.000.000,-
Jumlah Rp. 4.300.000,-

5.3 Biaya Pembuatan Laporan


1. Alat tulis Rp. 100.000,-
2. Pembuatan dan perbanyakan proposal Rp. 400.000,-
3. Pembuatan dan perbanyakan skripsi Rp. 500.000,-
4. Penelusuran literatur Rp. 500.000,-
Jumlah Rp. 1.500.000,-

5.4 Biaya lain-lain


1. Biaya transportasi Rp. 200.000,-
2. Biaya konsumsi Rp. 200.000,-
3. Biaya tak terduga Rp. 200.000,- 
Jumlah Rp. 600.000,-
Total Rp. 7.000.000,-

Anda mungkin juga menyukai