Anda di halaman 1dari 36

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan sudah banyak digunakan oleh manusia sebagai salah satu bahan
olohan baik untuk dijadikan makanan maupun minuman yang bemanfaat bagi
kebutuhan sehari-hari. Dalam pengolahan beberapa tumbuhan ini banyak di
temukan tumbuhan yang mengandung nilai kesehatan yang tinggi. Baik tumbuhan
tersebut dikonsumsi dalam keadaan mentah maupun telah mengalami serangkaian
pengolahan. Salah satu pengolahan yang dilakukan yaitu pembuatan minuman
fungsional.
Minuman fungsional adalah minuman yang memiliki nilai gizi atau non
gizi yang apabila diminum dapat memberikan pengarung baik bagi tubuh. Baik
berupa kesegaran tubuh, pencegahan dari penyakit yang mungkin masuk ke dalam
tubuh, penghambat radikal bebas yang pasti masuk kedalam tubuh serta jenis
minuman ini dapat menunda penuan. Tumbuhan yang memiliki banyak potesi
yang dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsial adalah tumbuhan seperti jahe,
kopi, kersen dll.
Kersen atau talok (Muntingia calabura) adalah nama sejenis pohon dan
buahnya kecil dan manis. Pohon kersen ini mudah dijumpai di Indonesia terutama
desekitar jalanan kering baik itu di pedesaan dan perkotaan. Tanaman ini memiliki
tinggi sampai 12 meter namun pada umumnya tinggi tanaman kersen berkisar 1-5
meter. Ranting yang panjang dan dedaunan yang lumayan lebat membuat tanaman
ini sering dijadikan sebagai pohon peneduh saat matahari terik dan hujan datang.
(Anonymous, 2013).
Tanaman kersen memiliki buah kecil berwarna merah apabila sudah
matang dan memiliki rasa manis yang lumayan tinggi dan memiliki biji- biji kecil
seperti pasir di dalamnya kemudian daun berbentuk bulat telur sepanjang antara
2,5 cm dan 15 cm, lebar antara 1 cm dan 6,5 cm, dengan tepi daun bergerigi,
ujung runcing, dan struktur berseling. Warna daun hijau muda dengan bulu rapat
pada bagian bawah daun. Buahnya biasa dikonsumsi dalam bentuk segar atau
setelah di petik dari pohon.
2

Tanpa kita sadari buah kersen ini memiliki khasiat yang luar biasa dalam
mengobati beberapa jenis penyakit termasuk asam urat dan hal ini telah di ketahui
oleh masyarakat jawa tengah pada umumnya. Selain buahnya, ternyata daun
tanaman kersen juga memiliki khasiat. Daun kersen atau talok mengandung
kelompok senyawa atau lignan antara lain flavonoid, tannin, triterpene, saponin,
dan polifenol yang menunjukkan aktivitas antioksidatif yang dapat dimanfaatkan
sebagai antioksidan alami apabila dikonsumsi. (Zakaria, 2007).
Antioksidan yang banyak dan berguna pada daun kersen ini diduga dapat
melindungi tubuh dari bayaknya radikal bebas yang terserap oleh tubuh saat
beraktifitas sehari-hari terutama diluar lingkungan perumahan. Selama ini
pemanfaatan daun kersen masih sangat jarang ditemukan terutama di daerah
Sumatera Barat berbeda halnya dengan masyarakat Jawa Tengah yang biasa
merebus daunnya dan menjadi salah satu minuman tradisional yang mujarap.
Karena rasanya yang masih kurang bisa diterima oleh masyarakat dibutuhkanlah
inovasi dalam pengolahan daun kersen baik pengolahan seperti daun teh, sehingga
dapat di konsusmsi seperti halnya minuman teh dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Tien R Muchtadi, Sugiono (2010) daun teh di Indonesia dikenal 2
macam pengolahan teh yaitu pengolahan teh hitam dan pengolahan teh hijau.
Pengolahan teh hitam dilakukan oleh perkebunan-perkebunan besar, sedangkan
untuk pengolahan teh hijau dilakukan oleh perkebunan-perkebunan rakyat. Di
samping teh hitam dan teh hijau dikenal dengan pengolahan teh “Oolong”, dimana
pengolahan jenis teh ini hanya dilakukan di Taiwan. Pada pengolahan teh hitam
dilakukan proses enzimatis penuh dalam prosesnya teh hijau tanpa ada proses
enzimatis untuk mendapatkannya, sedangkan untuk pengolahan teh oolong
melalui proses semi-enzimatis. Proses pengolahan teh hijau yaitu dengan
melayukan daun teh dengan cara menjemurnya beberapa jam diatas tampan
sampai daun menjadi layu, selanjutnya dilakukan proses penggulungan dengan
cara menggilas daun teh diatas tampan menggunakan tangan sampai sebagian
besar cairan sel terperas keluar. Lalu dikeringkan sampai kadar airnya cukup
rendah.
3

Selain daun kersen, tanaman yang jumlahnya melimpah di Indonesia dan


juga mengandung antioksidan yang cukup tinggi yaitu tanaman kayumanis.
Cassiavera merupakan nama dagang dari kulit batang tanaman kayu manis
(Cinnamomum burmanni) yang telah dikeringkan. Kulit, batang maupun daun
tanaman kayu manis mengandung minyak atsiri, flavonoid, polifenol, tanin,
kalsium oksalat, eugenol, safrole, dan cynnamaldehyde. Cassiavera ini memiliki
sifat kimia yang sama dengan tanaman kayu manis karena merupakan produk
lanjutannya (Suwarto, 2014; Tasia dan Widyaningsih, 2014).
Cassiavera adalah salah satu rempah-rempah yang sering digunakan oleh
kalangan masyarakat sebagai pemberi rasa ataupun aroma dari beberapa jenis
makanan ataupun minuman olahan. Kandungan antioksidan yang lumayan banyak
dalam cassiavera dapat digunakan untuk menangkal radikal bebas yang masuk
kedalam tubuh. Salah satu penggunaan kayumanis ini dicampur kedalam olahan
minuman seperti teh. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan aroma dan rasa khas
saat mengkonsumsinya. Pengolahan teh dengan bahan dasar daun kersen
dicampur dengan cassiavera diharapkan akan memberi aroma dan rasa khas
sehingga dapat di konsumsi dan dinikmati kalangan masyarakat.

Dengan uraian diatas perlu dilakukan penelitian : “Pengaruh Tingkat


Penambahan Bubuk Cassiavera Pada Teh Herbal Daun Kersen Terhadap
Sifat Fisikokimia dan Sensori Teh yang Dihasilkan”. Untuk mengkaji
kemungkinan daun kersen dijadikan salah satu minuman fungsional yang dapat
dimanfaatkan untuk menekan radikal bebas yang ada pada tubuh manusia setelah
melakukan beragam aktifitas sehari-hari.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh tingkat penambahan bubuk cassiavera terhadap sifat


fsikokimia dan sensori minuman fungsiaonal teh hijau daun kersen
2. Mengetahui tingkat penambahan bubuk cassiavera terhadap minuman
fungsional teh hijau daun kersen
3. Mengatahui kandungan teh herbal daun kersen yang dapat dimanfaatkan untuk
kesahatan.
4

1.3 Manfaat Penilitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mendaptkan minuman fungsional daun


kersen dengan rasa dan aroma khas cassiavera.

1.4 Hipotesa

Ho : Penambahan bubuk cassiavera pada berbagai tingkat penambahan tidak


berpengaruh terhadap sifat fisikokimia dan sensosri teh yang dihasilkan.

H1 : Penambahan bubuk cassiavera pada berbagai tingkat penambahan


berpengaruh terhadap sifat fisikokimia dan sensosri teh yang dihasilkan.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kersen

2.1.1 Morfologi Tanaman Kersen

Kersen (Muntingia calabura L) merupakan tanaman buah tropis,


penyebaran tanaman ini mudah terjadi yaitu melaui benih ataupun biji yang
mudah tumbuh diberbagai tempat. Kersen murapakn tanaman yang banyak
dijumpai dipinggir jalan, tumbuh ditengah retakan rumah, ditepi saluran
pembuangan air dan tempat yang kurang kondusif untuk hidup karena kersen
mempunyai kemampuan beradaftasi yang sangat baik. (Mintowati dkk, 2013).
Pemanfaatan tanaman ini akan sangat menguntungkan, karena memiliki sarat
tumbuh yang lebih mudah, sehingga masyarakat dengan mudah mendapatkannya.

Klasifikasi tanaman kersen adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Muntingiaceae

Genus : Muntingia

Spesies : Muntingia calabura L.


6

Tanaman kersen dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 dibawah ini

1
2

Gambar 1. Daun Kersen dan 2. Tanaman Kersen (Muntingia calbura L.)


2.1.2 Manfaat Tanaman Kersen

Menurut Siddiqua, A.,Premakumari,K.B., Sultana, R, Vithya dan Savithya


(2010) pemanfaatan dari tanaman kersen sebenarnya sudah dilakukan oleh
sebagian masyarakat. Buah tanaman kersen dapat dikonsumsi segar ataupun
sering dimasak serta menjadi selai, infusa dari bunga dinilai sebagi antispasmodic,
sedangkan infusa daun dapat diminum serupa teh, hal ini diperkuat dalam srkipsi
Nenden Nurhasanah (2012) secara tradisional daun kersen telah lama digunakan
di negara Peru seperti mengkonsumsi teh untuk menghilangkan rasa sakit seperti
sakit kepala dan juga antiradang

Pemanfaatan lain dari tanaman kersen adalah sebagi obat batuk, obat sakit
kepala, antioksidan, antikanker, antiseptik, antibakteri dan kardioprotektif .
Senyawa flavonoid diduga sangat bermanfaat dalam makanan karena berupa
senyawa fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan kuat. Flavonoid memiliki
kemampuan untuk menghilangkan dan secara efektif menyapu spesies pengoksida
yang merusak. Aktivitas antioksidatif daun kersen yang mengandung flavonoid
melalui mekanisme sebagai beikut :

a. menangkap langsung radikal bebas


b. mengikat nitrit oksida
c. menghambat xanthin oksidase
d. imobilitas leukosit
7

e. interaksi dengan sistem enzim lainya. Zakaria Z. A, Mohd N dan A


Hazalin N(2007).

2.1.3 Kandungan Kimia Tanaman Kersen

Kersen merupakan salah satu jenis dari marga Muntingia yang tumbuh
selalu hijau sepanjang tahun. Tanaman ini kaya senyawa flavonoid dengan jenis
flavon, flavonon, flavan dan biflavon sebagai kandungan yang penting (Nenden
Nurhasanah, 2012)

Kuntorini dkk (2013) menjelaskan bahwa daun kersen mengandung


senyawa flavonoid, saponin, triterpenoid, steroid dan tanin yang menunjukkan
aktivitas antioksidan yang cukup tinggi. Nenden Nurhasanah (2012) menyebutkan
dalam skripsinya daun dan kulit batang Muntingia calabura L. mengandung
alkaloid, tanin, saponin, flavonoida, polifenol, flavonol (kaemferol dan kuersetin),
serta setiap 100 gram tanaman ini memiliki kandungan : 76,3 g air, 2,1 g protein,
2,3 g lemak, 17,9 g karbohidrat, 4,6 g serat, 1,4 g abu, 125 mg kalsium, 94 mg
fosfor, 0,015 mg vitamin A, 90 mg vitamin C. Nilai energinya 380 kJ/100 g.

2.2 Tanaman Kayu Manis

2.2.1 Jenis Tanaman Kayu Manis

Tanaman kayu manis (Cinnamomun sp.) dikenal sebagai tanaman


penghasil rempah-rempah tertua dan yang dimanfaatkan oleh manusia. 250 jenis
kayu manis yang ada di dunia, 12 diantaranya terdapat di Indonesia dan hampir
semuanya merupakan tanaman rempah aromatik. Ada 3 jenis tanaman kayu manis
yang paling menonjol di pasaran dunia, yaitu Cinnamomun burmannii (di
Indonesia) yang dikenal nama produknya cassiavera, Cinnamomun zeylancium
(di Sri Langka dan Seychelles), serta Cinnamomun cassia (di Cina) yang
produknya dikenal dengan nama cassia cina. Selain itu ada juga jenis lain yang
sering dibudidayakan seperti Cinnamomun cullilawan dan Cinnamomun
tamala.Suwarto Octavianty Y. dan Silvia Hermawati (2014).

Menurut (Suwarto et.al, 2014), sistematika tanaman kayu manis adalah :


8

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Magnoliales

Famili : Lauraceae

Genus : Cinnamomun

Spesies : Cinnamomun zeylancium, Cinnamomun cassia, Cinnamomun


burmanni, Cinnamomun cullilawan.

Gambar Tanaman kayu manis dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini

Gambar 3 . Tanaman Kayu Manis (Cinnamomun sp.)

Kayu manis merupakan tanaman berkayu semak yang tumbuh sepanjang


tahun. Tinggi tanaman dapat mencapai 5-15 meter tergantung jenisnya.
Cinnamomun zeylancium memiliki tinggi mencapai 5-6 meter dan bercabang
lateral. Sementara itu, Cinnamomun burmanni (dari Indonesia) dapat mencapai
tinggi 15 meter. Kulit kayu umumnya berwarna abu, coklat kekuning-kuningan,
hingga coklat pada beragam jrnis. Cinnamomun burmanni memiliki kulit kayu
berwarna abu-abu dengan aroma yang khas dan rasanya manis, sedangkan
9

Cinnamomun zeylancium memiliki kulit kayu yang lepih tipis (Suwarto et.al,
2014).

Daun tanamana kayumanis (Cinnamomun burmanni) biasanya berbentuk


tunggal yang kedudukannya saling berseling dalam rangkaian spiral. Panjang
daun antara 9-12 cm dan lebar 3,5-5,4 cm. Pucuk daunnya berwarna kemerahan,
sedangkan daun tuanya berwarna hijau tua. Cinnamomun burmanni memiliki
daun yang lebih kecil dan kaku, sedangkan Cinnamomun cassia memiliki tajuk
pohon berbentuk piramida. Tanaman kayumanis memiliki bungan berkelamin dua
atau bunga sempurna, yang berwarna kuning dan muncul diujung ranting
(Suwarto et.al, 2014)

2.2.2 Kandungan Kimia Kulit Kayu Manis

Kayu manis dikenal sebagai tanaman rempah aromatik karena hampir


seluruh bagian tanaman mengandung minyak atsiri. Cinnamaldehyde merupakan
senyawa khas dari kayumanis. Senyawa lainnya berupa flavonoid, tanian,
polifenol, kalsium oksalat, eugenol dan safrole. Senyawa eugenol pada kayu
manis beraroma seperti minyak cengkeh, sedangkan safrole beraroma seperti
bunga laurel (Suwarto, 2014; Tasia dan Widyaningsih,2014). Eugenol ditemukan
pada kayu manis sebesar 0,04-0,2 %, pada oleoresin kayu manis sebesar 2-6 %
dan pada minyak daun kayu manis sebesar 70-90 % (Daroini,2006).

Menurut Suwarto (2014), setiap jenis kayu manis memiliki kelebihan


kandungan minyak atsiri yang berbeda. Cinnamomun cassia dan Cinnamomun
burmanni mengandung Cinnamaldehyde tertinggi pada bagian kulit batang dan
ranting. Pada Cinnamomun zeylancium seluruh bagian tanamannya mengandung
sinamat aldehida dan uegenol, kulit batangnya juga relatif lebih tipis sehingga
dapat digulung membentuk pipa. Bubuk kulit kayu manis mempunyai sifat yang
sama dengan kulit kayu manis karena merupak produk lanjutan dari kulit kayu
manis. Bubuk ini mengandung minyak atsiri, berasa pedas, serta mengandung
bahan mineral dan kimia organik seperti protein, karbohitrat dan lemak. Bubuk
kayu manis diperoleh dengan menggiling kulit kayu manis kering. Selain dari
penggilingan, bubuk kulit kayu manis diperoleh dari debu hasil penggergajian
kulit kayu manis.
10

2.2.3 Manfaat Kulit Kayu Manis

Tanaman kayu manis merupakn jenis tanaman rempah. Rempah-rempah


merupakan bagian penting dari konsumsi makanan manusia. Tidak hanya
memperkuat rasa dan aroma, rempah-rempah juga meningkatkan umur simpan
makanan dengan bertindak sebagai antimikroba dan antioksidan (Daroini,2006).

Minyak atsiri kayu manis sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai


antiseptik. Minyak kayu manis ini juga memiliki efek untuk mengeluarkan angin
(karminatif), membangkitkan selera atau menguatkan lambung (stomakik),
sebagai obat sariawan, encok, dan sebagai antidiare. Untuk pengolahan pangan,
kulit tanaman kayu manis sudah lama dimanfaatkan sebagai pewangi atau
peningkat citarasa, diantaranya untuk minuman keras, minuman ringan, kue,
kembang gula, bumbu gulai dan sup (Daroini, 2006).

2.3 Teh hijau

Teh hijau adalah salah satu hasil pengolahan daun teh dengan serangkaian
proses fisik dan mekanis tanpa atau dengan sedik proses fermentasi menggunakan
sistem panning sangray. Dalam pengolahannya, enzim-enzim yang ada didalam
pucuk daun segar diinaktifkan terlebih dahulu sebelum digiling dengan
pemanasan uap dalam wajan sehingga proses fermentasi tidak dapat berlangsung
dan warna dari tehnya tetap hijau. Pengolahan teh hijau mampu mempertahankan
kandungan senyawa polifenol yang bersifat antioksidan. Teh ini memiliki rasa
lembut dengan warna hijau cerah atau hijau keemasan (Febrian,2014).

Teh hijau saat ini sedang terkenal di beberapa negara maju karena
minuman ini mampu menurunkan resiko kanker. Senyawa yang diduga mampu
mencegah kanker dalam teh hijau adalah epigalokatekin galat, yang terdapat dalm
kadar 670gr/Kg ekstrak teh hijau. Sejumlah penelitian baik secara farmakologi
maupun epidemiologi menegaskan bahwa teh hijau merupakan antioksidan yang
sangat potensial. Ilmuan jepang percaya bahwa antioksidan polifenol yang
11

terdapat didalam teh hijau mampu menekan resiko penyakit jantung, membunuh
sel tumor, serta menghambat perkembangan sel kanker paru-paru, kanker usus,
dan kanker kulit. Senyawa ini juga dapat membantu melancarkan proses
pencernaan makanan dengan cara menstimulasi kerja peristaltik dan produksi
cairan pencernaan. Selain polifenol, teh hijau juga mengandung mineral fluoride
(F). Mineral ini dapat mencegah perkembangan karies pada gigi dan mencegah
radang gusi serta gigi berlubang (Winarsi, 2007).

2.4 Teh Herbal

Teh herbal merupakan hasil pengolahan dari bunga, kulit, biji, daun dan
akar berbagai tanaman selain daun teh Camellia sinesis serta memiliki khasiat
dalam membantu pengobatan suatu penyakit atau sebagai minuman penyegar
tubuh (Winarsi, 2007; Muzaki, 2015). Teh herbal semakin dikenal oleh
masyarakat dalam beberapa tahun ini dan telah banyak jenis dari teh herbal
dengan berbagai merek dan komposisi bahan yang berbeda, hal ini dikarenakan
aroma, kandungan antioksidan dan pengaplikasiannya dalam bidang kesehatan
yang semakin berkembang. Mengkonsumsi teh herbal ini dihubungkan dengan
penurunan resiko penyakit kardiovaskular dan kanker serta efek kesehatan dari teh
yang berasal dari tingginya kandungan senyawa fitokimia dengan aktivitas
antioksidan (Palupi dan Widyaningsih., 2015).
Di Indonesia sendiri teh herbal sedang diminati masyarakat karena
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan tingginya permintaan
masyarakat akan obatobatan tradisional. Senyawa antioksidan dipercaya sebagai
komponen aktif yang memberikan manfaat bagi kesehatan. Antioksidan dapat
memperbaiki kerusakan sel dan dinding pembuluh darah akibat radikal. Senyawa
tersebut juga dapat menekan terjadinya penggumpalan darah (trombus) sehingga
menurunkan resiko serangan jantung (Winarsi, 2007).
Berbagai herbal atau tanaman obat sebenarnya dapat diolah menjadi herbal
kering. Pada dasarnya, proses pengolahan semua jenis tanaman obat hampir sama.
Biasanya, perbedaan terletak pada lama dan suhu pengeringan karena disesuaikan
dengan karakteristik bahan segar. Herbal-herbal kering tersebut selanjutnya
12

dicampur dengan komposisi bahan-bahan tertentu yang dapat meningkatkan cita


rasa teh sesuai dengan jenis teh herbal yang akan dihasilkan (Daroini, 2006).

2.5 Antioksidan

Reaksi oksidasi terjadi setiap saat, ketika kita bernapaspun terjadi reaksi
oksidasi. Reaksi ini mengakibatkan terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif
yang dapat merusak struktur serta fungsi sel. Reaktivitas radikal bebas ini dapat
dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh.
Secara biologis, antioksidan diartikan sebagai senyawa yang mampu menangkal
atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Dalam pengertian kimia,
senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor).
Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa
yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat
(Winarsi, 2007).
Antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir
radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas
terhadap sel normal, protein dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas
dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Pratiwi,
2013). Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan
dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh. Kondisi seperti ini terutama untuk
menjaga integritas dan berfungsinya membran lipid, protein sel dan asam nukleat
serta mengontrol tranduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun (Winarsi,
2007).
Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu antioksidan
enzimatis dan nonenzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya superoksida
dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Antioksidan nonenzimatis
dibagi lagi menjadi 2 kelompok, yaitu antioksidan larut lemak (tokoferol,
karotenoid, flavonoid, quinon dan bilirubin) dan antioksidan larut air (asam
askorbat, asam urat, protein pengikat logam dan protein pengikat heme) (Winarsi,
2007).
13

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3


kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier. Suatu senyawa
dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen
secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang
terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer
meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase
(Winarsi, 2007).
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non-
enzimatis. Antioksidan nonenzimatis dapat berupa komponen nonnutrisi dan
komponen nutrisi dari sayuran dan buahbuahan seperti vitamin E, vitamin C,
karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin dan albumin. Sistem kerja antioksidan
nonenzimatis ini yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal
bebas atau dengan cara menangkapnya. Akibatnya radikal bebas tidak akan
bereaksi dengan komponen seluler (Winarsi, 2007). Antioksidan tersier meliputi
sistem enzim DNArepair dan metionin sulfoksida reduktase. enzimenzim ini
berfungsi dalam perbaikan biomolekul yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas
Winarsi (2007).
14

III. BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Kimia, Biokimia Hasil


Pertanian dan Gizi Pangan; Laboratorium Teknologi Rekayasa dan Proses Hasil
Pertanian; dan Laboratorium Instrumentasi Pusat Fakultas Teknologi Hasil
Pertanian Universitas Andalas Padang, pada bulan Oktober 2017 hingga Januari
2018.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman
kersen yang diperoleh dari Kec. Lubug Begalung, Kota Padang, Sumatra Barat.
Bagian daun yang diambil yaitu daun yang masih muda untuk mendapatkan
kualitas teh hijau yang baik. Cassiavera yang digunakan yaitu cassiavera dengan
kualitas yang sesuai standar SNI 0137141995 seperti yang terlampir pada
Lampiran 6.
Bahan kimia yang akan digunakan dipenelitian ini adalah aquades, air
destilat, larutan indigo, KMnO4 0,1 N, larutan gelatin, larutan NaCl asam, bubuk
kaolin, reagen DPPH, metanol, etanol 95% dan 20%, reagen follinciocalteu 50%,
Na2CO3 5%, asam galat, AlCl3 10%, natrium asetat 1 M, kuersetin, amonium
hidroksida pekat dan asam asetat 10%.

3.2.2 Alat
Alat-alat yang akan digunakan adalah timbangan analitik, magnetic stirrer,
cawan aluminium, cawan porselen, desikator, vortex, gegep, oven, hot plate
stirrer, pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok, gelas ukur, labu takar, tabung reaksi,
rak tabung reaksi, erlenmeyer, gelas piala, buret, statis, plat tetes, mortar, test
tube, spektrofotometer, termometer, blender, pisau, sendok dan cup plastik.
15

3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak


lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan untuk tiap perlakuannya.
Data hasil pengamatan dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika berbeda
nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncant New Multiple Range Test (DNMRT)
pada taraf 5%.
Perlakuan yang diberikan terdiri dari:
A = teh herbal tanpa penambahan bubuk cassiavera
B = teh herbal dengan penambahan bubuk cassiavera 3%
C = teh herbal dengan penambahan bubuk cassiavera 5%
D = teh herbal dengan penambahan bubuk cassiavera 7%
E = teh herbal dengan penambahan bubuk cassiavera 9%
Model matematis dari rancangan yang digunakan adalah:
Yij = μ + Pi + Eij
Keterangan:
Yij = Subtitusi bubuk cassiavera yang diberikan terhadap teh (A, B, C, D,E)
yang terletak pada ulangan ke (1, 2, 3)
μ = Nilai rata–rata umum
Pi = Pengaruh perlakuan kei
Eij = Pengaruh sisa pada satuan percobaan yang mendapatkan perbandingan
persentase ke (i) dan terletak pada ulangan ke (j)
i = banyak perlakuan (A, B, C, D,E)
j = ulangan tiap perlakuan (1, 2, 3)

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Bahan Baku


Daun kersen yang digunakan yaitu daun kersen yang tumbuh didaerah Kec.
Lubug Begalung, Kota Padang, Sumatra Barat. Kriteria daun yang diambil yaitu
daun yang masih muda untuk mendapatkan kualitas teh hijau yang baik.
16

Cassiavera yang digunakan yaitu cassiavera dengan kualitas yang sesuai standar
SNI 0137141995 seperti yang terlampir pada Lampiran 6.

3.4.2 Pembuatan Bubuk Teh Herbal Daun Kersen (Modifikasi Pratiwi, 2013)
Tahapan pembuatan teh herbal daun kersen adalah:
1. Daun kersen yang berkualitas baik dipetik dan dilakukan pencucian
2. Daun kersen dilayukan dengan oven pada suhu 70°C selama 20 menit.
3. Dilakukan penghancuran dengan menggunakan blender
4. Dikeringkan menggunakan oven pada suhu 80°C selama 30 menit sampai
berubah warna menjadi hijau kecoklatan
5. Diayak menggunakan ayakan 20 mesh
6. Bubuk teh herbal dikemas

3.4.3 Pembuatan Bubuk Cassiavera (Modifikasi Miftakhur, 2009)


Tahapan pembuatan bubuk Cassiavera adalah:
1. Cassiavera dibersihkan dan dilakukan pengecilan ukuran hingga 510 cm
2. Dilakukan penggilingan hingga menjadi bubuk menggunakan blender
3. Diayak dengan ayakan 40 mesh
4. Bubuk cassiavera dikemas

3.4.4 Pembuatan Bubuk Teh Herbal Daun Kersen Bercitarasa Cassiavera


1. Bubuk cassiavera dicampur kedalam bubuk teh herbal daun kersen sesuai
perlakuan
2. Diaduk hingga kedua bahan tercampur rata
3. Dilakukan pengemasan dan siap untuk dianalisis

3.5 Pengamatan

Pengamatan terhadap bubuk cassiavera meliputi kadar air dan kadar abu.
Pengamatan terhadap bubuk teh herbal daun kersen bercitarasa cassiavera
meliputi: kadar air, kadar abu, kadar tanin, uji antioksidan metode DPPH, total
17

polifenol, alkaloid. Pengamatan terhadap air seduhan teh herbalnya meliputi: uji
antioksidan, uji polifenol, uji organoleptik (rasa, warna, dan aroma).

3.6 Metoda Analisis

3.6.1 Kadar Air (Yenrina, 2015)


Cawan aluminium kosong dikeringkan didalam oven pada suhu 102105°C
selama 10 menit. Kemudian cawan diletakkan kedalam desikator dengan
menggunakan gegep ± 10 menit dan ditimbang (=Wo gram). Sebanyak 5 gr
contoh dimasukkan kedalam cawan tersebut (=W1 gram), kemudian dikeringkan
didalam oven pada suhu 102105°C selama 6 jam. Dihindari kontak antara cawan
dengan dinding oven. Kemudian cawan dimasukkan kedalam desikator ± 15 menit
dan ditimbang (=W2 gram).
Perhitungan kadar air:
W 1 ­(W 2 ­W 0)
Kadar air (%bb)¿ x 100 %
W1

3.6.2 Kadar Abu (Yenrina, 2015)


Sampel ditimbang sebanyak 35 gr dalam cawan porselen kering yang telah
diketahui beratnya. Kemudian dibakar diatas hot plate hingga tidak berasap lagi.
Selanjutnya cawan diletakkan dalam tanur pengabuan hingga didapat abu
berwarna abuabu atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dua kali pada
suhu 400°C dan 550°C. Kemudian didinginkan didalam desikator dan ditimbang.
berat setelah pengabuan
Kadar abu (%)¿ x 100 %
berat sebelum pengabuan

3.6.3 Kadar Tanin (Yenrina, 2015)


Sebanyak 5 gr sampel dididihkan dalam 400 ml aquades, kemudian
didinginkan. Setelah dingin dipindahkan pada labu ukur 500 ml dan diencerkan
sampai tanda tera dengan aquades (filtrat I). 10 ml larutan dari filtrat I dipipet dan
disaring, kemudian ditambahkan 25 ml larutan indigo dan 750 ml aquades lalu
dihomogenkan. Kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 standar sampai cairan
berwarna kuning muda atau merah muda pada permukaannya dan dicatat, misal
18

diperlukan A ml. Selanjutnya diambil 100 ml filtrat I kemudian ditambahkan 50


ml larutan gelatin, 100 ml larutan NaCl asam dan 10 gr bubuk kaolin. Campuran
dikocok selama beberapa menit kemudian dibiarkan menguap dan disaring dengan
kertas saring (filtrat II). 25 ml filtrat II diambil dan ditambahkan 25 ml larutan
indigo serta 750 ml aquades. Selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO 4 standar
sampai titik akhir berwarna kuning muda atau merah muda pada permukaan
campuran dan dicatat, misal diperlukan B ml.
Perhitungan:

Kadar tanin (%)


¿
( b ­a ) X ( 25N ) X 0,00416 X 100
berat sampel (gr )

3.6.4 Uji Antioksidan dengan DPPH (Wulandari, 2014)


Analisis aktivitas antioksidan ada 3 tahapan, yang pertama yaitu pembuatan
larutan DPPH. 4 mg DPPH ditimbang, lalu dilarutkan dalam 30 mL aquades dan
70 mL methanol. Tahap kedua yaitu pembuatan absorbansi kontrol dengan cara
diambil 0,2 mL aquades dan 3,8 mL DPPH, divortex hingga homogen, dan
didiamkan selama 15 menit, kemudian divortex kembali. Setelah itu dimasukkan
ke dalam kuvet dan diukur aktivitas antioksidannya menggunakan
spektrofotometer uv-vis pada λ 515 nm. Tahap ketiga yaitu penentuan absorbansi
sampel. Sampel bubuk teh herbal diencerkan dengan aquades sehingga diperoleh
seri pengenceran tertentu. Lalu dari seri pengenceran sampel diambil sebanyak 0,2
mL sampel dan 3,8 mL DPPH, divortex, didiamkan 15 menit dan divortex
kembali. Kemudian dimasukkan ke dalam kuvet dan aktivitas antioksidannya
dibaca pada spektrofotometer uv-vis pada λ 515 nm. Aktivitas antioksidan
didapatkan dengan rumus:
absorban kontrol ­absorban sampel
Aktivitas antioksidan¿ X 100 %
absorban kontrol

3.6.5 Total Polifenol (Rahmat, 2009)


Sampel bubuk teh herbal diambil sebanyak 50 mg dan dilarutkan dalam 2.5
ml etanol 95%, kemudian divorteks. Setelah itu dilakukan sentrifus terhadap
campuran tersebut selama 5 menit dengan kecepatan putaran 4000 rpm.
19

Supernatan diambil sebanyak 0,5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.


Kemudian ditambahkan 0.5 ml etanol 95%, 2.5 ml aquades, dan 2.5 ml reagen
Folin Ciocalteu 50%. Campuran tersebut didiamkan dahulu selama 5 menit, lalu
ditambahkan 0.5 ml Na2CO3 5% dan divorteks. Setelah itu, sampel disimpan
dalam ruang gelap selama satu jam, lalu dilakukan pengukuran dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Standar yang digunakan
dalam penentuan total fenol adalah asam galat. Standar asam galat dibuat dengan
variasi konsentrasi antara 50 – 250 mg/L. Kandungan total polifenol dalam teh
herbal dinyatakan dalam mg/ml. Total polifenol dapat dihitung dengan rumus
yang diperoleh dari kurva standar, yaitu: Y= aX + b, dimana X= konsentrasi
(mg/ml) dan Y= nilai absorbansi.

3.6.6 Uji Alkaloid (Seniwaty, Raihanah, Nugraheni dan Umaningrum, 2009)


Sebanyak 5 gr sampel ditimbang dalam gelas piala 250 ml, lalu
ditambahkan dengan 200 ml asam asetat 10% dalam etanol. Kemudian gelas piala
ditutup dan dibiarkan selama 4 jam. Setelah itu campuran disaring dan ekstraknya
dipekatkan pada penangas air hingga volume menjadi 1/4-nya. Setelah itu
ditambahkan amonium hidroksida pekat tetes demi tetes ke dalam ekstrak sampai
endapannya sempurna. Seluruh larutan dibiarkan tenang dan kemudian disaring.
Setelah itu residu yang merupakan alkaloid dikeringkan dan ditimbang.

3.6.7 Uji Organoleptik


Uji organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indera manusia
sebagai instrumennya. Uji ini sering digunakan untuk menilai mutu komoditas
hasil pertanian dan makanan (Pratiwi, 2013). Uji organoleptik yang dilakukan
pada penelitian ini adalah uji kesukaan (hedonik) terhadap formula minuman teh
herbal daun kersen yang meliputi penilaian terhadap warna, rasa, aroma dan
tingkat kejernihan air seduhannya. Panelis yang digunakan ialah panelis semi
terlatih sebanyak 20 orang. Skala hedonik yang digunakan adalah 5 skala
numerik, yaitu sangat suka (5), suka (4), biasa (3), tidak suka (2), dan sangat tidak
suka (1). Hasil uji hedonik ditabulasikan dalam suatu tabel untuk kemudian
dilakukan analisis dengan ANOVA (Analysis of Variance) dan jika berbeda nyata
20

dilanjutkan dengan uji Duncant New Multiple Range test (DNMRT) pada taraf
5%.
Uji organoleptik dilakukan dengan menyeduh terlebih dahulu 5 gr teh herbal
daun kersen bercitarasa cassiavera sesuai perlakuan dengan 500 ml air suhu
100°C, kemudian didiamkan selama 3 menit. Air seduhan teh tersebut
ditempatkan didalam 20 buah cup plastik yang tiap cupnya berisi 20 ml minuman,
kemudian diberikan kepada panelis untuk dilakukan uji organoleptik. Formulir uji
organoleptik disajikan pada Lampiran 7.
21

IV. ANALISA STATISTIK

4.1 Tabel Dasar

Tabel dasar analisa statistik dapat dilihat pada Tabel 1.


Tabel 1. Tabel Dasar Analisa Statistik
Ulangan Total Rata-rata
Perlakuan
1 2 3
A XA1 XA2 XA3 XA. X́ A
B XB1 XB2 XB3 XB. X́ B
C XC1 XC2 XC3 XC. X́ C
D XD1 XD2 XD3 XD. X́ D
E XE1 XE2 XE3 XE. X́ E
Total X1 X2 X3 X.. X́ . .

4.2 Perhitungan

1. FK = (X…)2 9. Dbu = U-1


(P.U) 10. Dbs = P(U-1)
11. F hit = KTP/KTS
2. Jumlah Kuadrat Total (JKT)
12. Lihat F tabel 5 %
JKT = (XA12+XA22+...+XD32) - FK
13. Kesimpulan
3. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)
a. Jika F hitung > F table 5%
JKP = (XA2 +XB2 +XC2 + XD2)-FK
berbeda nyata (significant)
           u
b. Jika F hitung < F table 5%
4. Jumlah Kuadrat Sisa (JKS)
berbeda tidak nyata (non
JKS = JKT - JKP
significant)
5. Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP)
c. Jika F hit > F 1% berbeda
JKP
KTP = sangat nyata
dbp
6. Kuadrat tengah sisa (KTS) 14. Masukkan analisa ke dalam
JKS tabel sidik ragam
KTS =
DBS
7. Db total = (P.U)-1
8. Dbp =p-1
22

4.3 Tabel Sidik Ragam

Tabel uji sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 2.


Tabel 2. Uji Sidik Ragam
SK Db Jk KT F hitung F tabel 5%

Perlakuan P-1 JKP KTP KTP/KTS


Sisa P(U-1) JKS KTS
Total (P x U)-1 JKT -

Keterangan:
SK = Sumber Keragaman
db = derajat bebas
JK = Jumlah Kuadrat
P=Perlakuan
U = Ulangan
KT = Kuadrat Tengah
FK = Faktor Koreksi
JKP = Jumlah Kuadrat perlakukan
JKS = Jumlah Kuadrat Sisa
KTP = Kuadrat Tengah Perlakuan
KTS = Kuadrat Tengah Sisa
23

4.4 Uji Lanjutan DNMRT

Jika kesimpulan dan uji F untuk perlakuan A, B maupun interaksi antara A


dan B berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut DNMRT dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Buatlah tabel sidik ragam yang telah berisi angka-angka perhitungan
KTS
2. Hitung Simpangan baku Sx = U

3. Hitung SSrp (Significant Studentizet Range) dengan menggunakan tabel


Duncan,s untuk perlakuan P = 2,3,4,5 pada derajat bebas sisa dengan taraf
nyata 5% dan 1%.
4. Hitung LSrp (Least Significant Range) dengan memakai rumus:
LSRrp = SSrp x Sx
5. Susun nilai rata-rata perlakuan dari yang terbesar sampai terkecil. Tabel
susunan nilai ratarata perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Susunan Nilai Rata-Rata Perlakuan dari yang Terbesar Sampai
Terkecil
Perlakuan Rata – rata
A X́ A
B X́ B
C X́ C
D X́ D
E X́ E
6. Selisih rata-rata perlakuan, kemudian bandingkan dengan LSRp 5 % bila
selisih antara masing-masing perlakuan besar dari LSRp maka significant
atau berbeda nyata. Tetapi bila selisih rata-rata antara masing-masing
perlakuan kecil dari LSRp 5 % maka non significant atau tidak berbeda nyata.
7. Buat tabel kesimpulan dengan rata-rata perlakuan dari nilai yang tertinggi
sampai yang terendah. Tabel kesimpulan ratarata perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 4.
24

Tabel 4. Kesimpulan Rata-Rata Perlakuan


Perlakuan Rata-rata perlakuan
A x́ A a
B x́ B b
C x́ C c
D x́ D d
E x́ E e
Angka–angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama
berbeda nyata pada taraf 5% menurut DNMRT.
25

V. PERKIRAAN BIAYA

5.1 Pra Penelitian


a. Penelusuran literatur Rp. 100.000,-
b. Pembuatan proposal Rp. 150.000,-
c. Seminar Rp. 150.000,-

5.2 Pelaksanaan Penelitian


a. Pembelian bahan baku Rp. 100.000,-
b. Pembelian bahan kimia Rp. 1.500.000,-
c. Pembelian dan sewa alat-alat Rp. 1.000.000,-

5.3 Pasca Penelitian

a. Penyusunan dan perbanyakan skripsi Rp. 250.000,-


b. Seminar Rp. 200.000,-

5.4 Biaya Lain-lain

a. Biaya transportasi Rp. 400.000,-


b. Biaya komsumsi Rp. 300.000,-
c. Biaya tak terduga (10%) Rp. 100.000,-

Total Rp. 3.850.000,-


26

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2013. Kersen. wikipedia.org/wiki/Kersen. Diakses Tanggal 05


Agustus 2017
Badan Standarisasi Nasional. SNI 0137131995. SNI Kayu Manis Bubuk. Jakarta
Badan Standarisasi Nasional. SNI 3945:2016. SNI Teh Hijau. Jakarta
Daroini, Oryza Sativa. 2006. Kajian Proses Pembuatan Teh Herbal dari Campuran
Teh Hijau (Camellia sinensis), Rimpang Bangle (Zingiber cassumunar
Roxb.) dan Daun Ceremai (Phyllanthus acidus (L.) skeels.). [Skripsi].
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Febrian, Amanda. 2014. Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Komponen Kimia
Teh Herbal Daun Kedondong Bangkok (Spondias dulcis, Forst.) [Skripsi].
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas, Padang.
Kuntorini, M, V. Fitriani, S dan Astuti,D, M. 2013. Struktur Anatomi dan Uji
Aktivitas Antioksidan dan Ekstrak Metanol Daun Kersen. Universitas
Lampoung Mangkural. Prosiding Semirata FMIPA Universita Lampung.
Miftakhur, R. 2009. Kajian Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Kopi Robusta,
Kayu Manis dan Campurannya. [Jurnal]. Fakultas Pertanian, Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Mulawarman, Samarinda. Hal 50.
Mintowati, E., Kuntorini, Setya dan Maria.2013. Struktur Anatomi dan Uji
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Kersen. Universitas
Lambung Mangkurat. http://jurnal.fmipa.unila.ac.id. Diakses pada tanggal
25 Agujstus 2017.
Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam
Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.
Pillar Of Physics, Volume 2. Hal. 76-83.
Nurhasanah, Nenden. 2012. Isolasi Senyawa Antioksidan Ekstrak Metanol Daun
Kersen (Muntingia calabura L.). Jurusan Farmasi. Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Jenderal Achmad Yani. Cimahi
Palupi, MRdan Tri Dewanti Widyaningsih. 2015. Pembuatan Minuman
Fungsional Liang Teh Daun Salam (Eugenia polyantha) dengan
Penambahan Filtrat Jahe dan Filtrat Kayu Secang. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 3 (4): 1458-1464.
Pratiwi, Eka. 2013. Studi Pembuatan Teh Daun Benalu Kopi (Lorantus
parasiticus) dengan Tingkat Penambahan Sari Belimbing Wuluh sebagai
Minuman Fungsional. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Andalas, Padang.
Rahmat, Hardianzah. 2009. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran
Indigenous Jawa Barat. [Skripsi]. IPB. Bogor
27

Seniwaty,Raihanah, Nugraheni, IK., Umaningrum, D., 2009. Skrining Fitokimia


dari Alang-Alang (Imperata cylindrica L.Beauv) dan Lidah Ular (Hedyotis
corymbosa L.Lamk). Jurnal Sains dan Terapan Kimia,3 (2): 124 – 133.
Setyamidjaja, Djoehana. 2000. Teh Budi Daya dan Pengolahan Pascapanen.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal. 141147
Siddiqua, A., Premakumari, K.B., Sultana, R, Vithya dan Savithya. 2010.
Antioxidant Activity and Estimation of Total Phenolic Content of
Muntingia calabura by Colorymetry. In International Journal of
ChemTech Research CODEN (USE). 2(1): 205-208
Suwarto, Octavianty,Y., dan Silvia Hermawati. 2014. Top 15 Tanaman
Perkebunan. Catakan Pertama. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 89112

Tien R Muchtadi, Sugiono. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Penerbit


Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Widyastuti, Niken. 2010. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode
CUPRAC, DPPH, dan FRAP serta Korelasinya dengan Fenol dan
Flavonoid pada Enam Tanaman. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta.
Hal.11215.
Wulandari, Agustin. 2014. Aktivitas Antioksidan Kombucha Daun Kopi (Coffea
arabica)dengan Variasi Lama Waktu Fermentasi dan Konsentrasi Ekstrak.
[Naskah Publikasi]. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Yenrina, Rina. 2015. Metode Analisis Bahan Pangan dan Komponen Bioaktif.
Cetakan Pertama. Andalas University Press, Padang. Hal.312,106108.
Zakaria Zainul Amiruddin. 2007. Free Radical Scavenging Activity of Some
Plants Available in Malaysia. IJPT.6:87-91.
Zakaria Z. A. Mohd N. A Hazalin N. Et al, 2007. Antinociceptive, anti
inflammatory and antipyretic effects of Muntingia calabura aqueous
extract in animal models. J. Nat.Med. 61:443-8
28

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Teh Herbal Daun Kersen


(Modifikasi Pratiwi, 2013)

Daun kersen

Pemetikan

Pencucian

Pelayuan daun kersen menggunakan oven pada suhu 70°C


selama 20 menit

Pengecilan ukuran daun kersen menggunakam blender

Pengeringan dengan oven pada suhu 80°C selama 30 menit

Pengayakan dengan ayakan 20 mesh, kemudian dikemas dan


disimpan

Bubuk teh herbal daun kersen

Analisis : 1. Kadar air


2. Kadar abu
3. Total Polifenol
4. Aktifitas antioksidan
5. Uji Organoleptik
29

Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Cassiavera (Modifikasi Miftakhur,


2009)

Diagram Alir Pembuatan Bubuk


Cassiavera

Pembersihan kemudian pengecilan ukuran hingga


5­10 cm

Penggilingan dengan blender kemudian


pengayakan dengan ayakan 40 mesh

Pengemasan

Bubuk cassiavera

Analisis : 1. Kadar air


2. Kadar abu
3. Total Polifenol
4. Aktifitas antioksidan
5. Uji Organoleptik
30

Lampiran 3. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Teh Hijau Daun Kersen Bercitarasa
Cassiavera

Teh daun kersen dan bubuk


cassiavera

Pencampuran hingga rata

Pengemasan

Pengamatan:
Kadar air
Kadar abu
Kadar tanin
Uji antioksidan dengan DPPH
Total polifenol
Alkaloid
31

Lampiran 4. Pembuatan Air Seduhan Teh Herbal Daun Kersen Bercitarasa


Cassiavera

Bubuk teh herbal daun kersen bercitarasa


cassiavera

Penimbangan sebanyak 5 gr dan diseduh dengan 500 ml air panas


dengan suhu 100°C

Penyeduhan dengan 500 ml air panas dengan suhu 100°C

Didiamkan selama 3 menit Ampas

Air seduhan teh herbal

Dimasukkan kedalam 20 buah cup plastik, masing­masing berisi 20


ml tiap cup

Pengamatan :
Uji organoleptik (rasa, warna dan aroma)
32

Lampiran 5. Syarat Mutu Teh Hijau ( SNI 3945: 2016)

No Parameter Persyaratan Mutu


1. Syarat umum (fisik dan organoleptik)
1.1 Kenampakan keringan teh hijau
d. Ukuran partikel
Harus sesuai dengan jenis
e. Warna Hijau kehitaman sampai dengan
kuning kecoklatan
f. Bentuk Tergulung/ terpilin sempurna sampai
dengan bubuk, batang serat
g. Aroma Normal, khas teh hijau
h. Tekstur Padat sampai dengan tidak padat
i. Keragaman ukuran Sangat seragam sampai dengan
kurang seragam
j. Benda asing Tidak ada

Penilaian air seduhan


a. Warna
Hijau kekuningan sangat cerah,
sampai dengan merah kekuningan
b. Rasa yang meliputi unsur Sangat enak khas teh hijau (very
kesegaran (briskness), kekuatan good) sampai dengan tidak enak
(strength), aroma (flavour) dan (bad)
rasa asing
1.3 Kenampakan ampas seduhan
a. Warna
Hijau kekuningan sangat cerah
sampai dengan kusam (dull)
b. Aroma Khas teh hijau
1.4 Bahan tambahan pangan
a. penguat warna Tidak ada
b. penguat aroma Tidak ada
c. penguat rasa Tidak ada
2. Syarat Khusus
2.1 Kadar air (b/b) Maks 8%
2.2 Kadar ekstrak dalam air (b/b) Min 32%
2.3 Kadar abu total (b/b) 4 8%
33

2.4 Kadar abu larut dalam air (b/b) dan Min 45%
abu total
2.5 Kadar abu tidak larut dalam asam Maks 1%
(b/b)
2.6 Alkalinitas abu lrut dalam air (b/b) 1 3%
2.7 Kadar serat kasar (b/b) Maks 16,5 %
2.8 Polifenol (b/) Min 15%
2.9 Cemaran logam
a. Timbal (Pb) Maks 2 mg/kg
b. Timah (Sn) Maks 40 mg/kg
c. Raksa (Hg) Maks 0,03 mg/kg
d. Arsen (As) Maks 1 mg/kg
e. Kadmium (Cd) Maks 0,2 mg/kg
f. Seng (Zn) Maks 40 mg/kg
2.1 Cemaran mikroba
0 a. Angka lempeng total Maks 1 X 106 koloni/gr
b. Coliform Maks 3 X 103 koloni/gr
c. Kapang dan khamir Maks 4 X 105 koloni/gr
34

Lampiran 6. SNI 0137141995 tentang Kayu Manis Bubuk

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan
1.1 Bau Normal
1.2 Rasa Normal
1.3 Warna Normal
2 Air % b/b Maks. 12,0
3 Abu % b/b Maks. 3,0
4 Abu tak larut dalam asam % b/b Maks 0,1
5 Minyak atsiri % b/b Min 0,7
6 Kehalusan lolos ayakan % b/b Maks 96,0
7 Cemaran logam
7.1 Timbal (Pb) Mg/ kg Maks. 10,0
7.2 Tembaga (Cu) Mg/ kg Maks. 30,0
8 Cemaran arsen (As) Mg/ kg Maks. 0,1
9 Cemaran mikroba
9.1 Angka lempeng total Koloni/ gr Maks. 106
9.2 Eschericia coli APM/ gr Maks 103
9.3 Kapang Koloni/ gr Maks. 106
10 Aflatoksin Mg/ kg Maks. 20
Sumber: Badan Standarisasi Nasional. 1995
35

Lampiran 7. Lembar Uji Organoleptik Air Seduhan Teh Herbal Daun Kersen
Bercitarasa Cassiavera

Nomor penguji :
Tanggal uji :
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Bahan yang diuji :
Berilah tanda (v) pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode contoh
Kode contoh
Spesifikasi Nilai
102 106 110 109 104
1. Warna
a. Sangat suka 5
b. Suka 4
c. Biasa 3
d. Tidak suka 2
e. Sangat tidak suka 1
2. Rasa
a. Sangat suka 5
b. Suka 4
c. Biasa 3
d. Tidak suka 2
e. Sangat tidak suka 1
3. Aroma
a. Sangat suka 5
b. Suka 4
c. Biasa 3
d. Tidak suka 2
e. Sangat tidak suka 1

Produk yang paling disukai : .............


36

Lampiran 8. Jadwal Penelitian

Bulan
Kegiatan
Juli Agustus September Oktober November Desember
Pembuatan
Proposal
Pra-penelitian
Seminar
Proposal
Perbaikan
Penelitian
Bimbingan
Seminar Hasil
Ujian Sarjana

Anda mungkin juga menyukai