Anda di halaman 1dari 15

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Masyarakat Indonesia hingga saat ini masih menjunjung tinggi warisan
budayabangsa,salah satu diantaranya adalah dengan melestraikan penggunaan tanaman
obatuntukmenanggulangi penyakit . Dewasa ini pengobatan dengan obat tradisionalsemakin
disukai olehmasyarakat Indonesia, baik yang tinggal di pedesaan maupun di kota, seiring
dengan perkembangan pengobatan secara modern.Pasalnya obat tradisional selain harga relatif
murah juga mudah didapat Penggunaan obattradisional atau jamu masih berlangsung pada
sebagian besar dari masyarakat kita. Sebagai salahsatu contoh tanaman yang mempunyai efek
dalam pengobatan secara tradisional adalah Curcumazedoaria (Berg) Roscoe atau dikenal
dengan nama lokal: Temu Putih. Tanaman temu putihmengandung zat berkhasiat antara lain :
kurkuminoid, minyak atsiri, zat pati, damar, mineral,lemak, saponin, dan flavonoid.
Tanaman temu putih sering dimanfaatkan sebagai obat stimultan,obat cacing, karminatif,
diuretik, anti diare, anti piretik dan kanker dengan cara direbus ataudiseduh bahkan dalam
bentuk campuran serbuk kering atau simplisia. Temu putih adalah suatutanaman yang pada
umumnya ditanam sebagai tanaman obat.Dapat ditemukan tumbuh liar padatempat-tempat
terbuka yang tanahnya lembab, padaketinggian 0-1.000 m dpl. Sosok tanaman ini mirip
dengan temulawak tetapi dapat dibedakandari rimpangnya. Temu putih banyak ditemukan di
Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah,Sumatra, Ambon, Hingga Irian. Selain itu, temu
putih juga dibudidayakan di India, Banglades,Cina, Madagaskar, Filipina, dan Malaysia.
Pada masa kini temu putih telah banyak dikenal olehmasyarakat.Temu putih termasuk
tanaman tahunan. Temu putih mempunyai nama latin Curcumazedoria. Dalam
tradisi pengobatannya, rimpang temu putih lebih banyak digunakan. Daun temu putih biasa di
gunakansebagai bumbu masak karena rasanya hampir mirip dengan serai.Temu putih dari
hasil penelitian memiliki manfaat diantara nya sebagai anti mikroba, antiinflamasi, anti
kanker, anti oksidan, dan berbagai kandungan khasiat lainnya yang sangat bermanfaat bagi
masyarakat.
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang
dikeringkan. Simplisia temu putih biasanya diambil rimpangnya denga beberapa tahapan
pengolahan.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dapat diketahui dari tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) ?
b. Bagaimana morfologi tumbuhan dari Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) ?
c. Apa saja manfaat dari Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) ?
d. Bagaimana proses pembuatan simplisia dari Temu Putih (Curcuma zedoaria
(Christm.) ?
e. Bagaimana prinsip pembuatan simplisia dari temu putih (Curcuma zedoaria
(Christm.)

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui hal-hal seputar tanaman temu putih (Curcuma zedoaria (Christm.)
b. Untuk mengetahui morfologi temu putih (Curcuma zedoaria (Christm.)
c. Untuk mengetahui manfaat temu putih (Curcuma zedoaria (Christm.) yang dapat
digunakan dalam berbagai pengobatan.
d. Untuk mengetahui proses pembuatan simplisia temu putih (Curcuma zedoaria
(Christm.)
e. Untuk mengetahui prinsip pembuatan simplisia temu putih (Curcuma zedoaria
(Christm.)

2
BAB II
Pembahasan

2.1 Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.)


Genus Curcuma L. (Zingiberaceae) sangat penting secara ekonomi karena menjadi komoditi
yang dapat diperdagangkan. Genus Curcuma L. merupakan salah satu genus terbesar pada famili
Zingiberaceae, memiliki sekitar 80 spesies, yang terdistribusi di seluruh Asia tropis dari India,
Cina Selatan, Asia Tenggara, Papua Nugini, dan Australia Utara. Diperkirakan 50% spesies dari
Genus Curcuma digunakan oleh manusia dan lebih dari 50% spesies Curcuma belum diketahui
penggunaannya. Selain penting secara ekonomi di daerah tropis sebagian dari genus Curcuma
digunakan sebagai tanaman hias (Leong-Škorničková et al., 2008) seperti Curcuma xanthorrhiza
(temulawak), Curcuma zedoaria (kunyit putih), dan Curcuma longa (kunyit).
Spesies-spesies dalam genus Curcuma memiliki kesamaan struktur morfologi terutama bagian
daun sehingga sulit dibedakan antara satu spesies dengan spesies lainnya. Untuk identifikasi
spesies genus Curcuma digunakan berbagai karakter antara lain: warna rhizoma, posisi
pembungaan (inflorescence), bentuk dan warna braktea, dan bagian-bagian bunga yang lain
(Škorničková dan Sabu, 2005). Pengetahuan taksonomi genus Curcuma diperlukan untuk
menentukan dengan benar spesies yang digunakan secara komersial sebagai rempah-rempah,
tanaman hias, dan obat-obatan. Pada awalnya Curcuma adalah anggota famili Hedychiceae,
namun selanjutnya direvisi dan dimasukkan dalam famili Zingiberaceae.
Curcuma zedoaria atau yang dikenal dengan kunyit/temu putih merupakan salah satu dari
genus Curcuma yang banyak dimanfaatkan sebagai obat maupun bahan untuk masakan. Di
Indonesia, daun Curcuma zedoaria digunakan sebagai bumbu tambahan untuk meningkatkan cita
rasa masakan ikan dan makanan lainnya. Dalam pengobatan Curcuma zedoaria telam lama
dimanfaatkan oleh berbgai etnis di Indonesia, Malaysia dan India. Di Malaysia Curcuma zedoaria
banyak dikonsumsi sebagai rempah-rempah dan makanan ibu pasca melahirkan (postpartum).
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat berhubungan dengan kandungan metabolit sekundernya.
Tumbuhan dari suku temu-temuan (Zingiberaceae) telah lama digunakan dalam pengobatan
tradisional. Famili Zingiberaceae yang tumbuh di dunia diperkirakan terdiri dari 47 genus dan
1400 spesies, baik yang tumbuh di daerah tropika maupun subtropika. Delapan spesies
diantaranya terdapat di Indonesia dan banyak digunakan sebagai bahan obat, salah satunya adalah
temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Seluruh bagian tanaman temu putih mulai dari daun,
bunga, rimpang muda, dan rimpang tua dapat dimanfaatkan sebagai obat seperti maag, ambeien,
radang tenggorokan, radang hati, amandel, nyeri haid, keputihan, jerawat, bisul, obat stimulan,

3
obat cacing, obat diare, antivirus, pelega perut, batuk, nyeri dada, gangguan pencernaan,
melancarkan peredaran darah, kanker (serviks, ovarium, paru, hati, payudara, leukemia), serta
gangguan paru-paru diantaranya asma, TBC, dan bronchitis. Pemanfaatan temu putih sebagai obat
diare dan disentri juga dilaporkan Depkes RI dalam SP. No.383/12.01/1999 dan didukung oleh
hasil penelitian Puslitbang Bio Medis dan Farmasi yang menunjukkan bahwa jus temu putih
mempunyai efek sebagai obat diare, setelah dilakukan uji terhadap tikus putih jantan.
Rimpang temu putih mengandung 1,0-2,50% minyak atsiri yang terdiri dari monoterpen
yang berkhasiat sebagai antineoplastik (antikanker) dan telah terbukti dapat menonaktifkan
pertumbuhan sel kanker payudara dan seskuiterpen sebagai komponen utamanya. Minyak atsiri
tersebut mengandung lebih dari 20 komponen, diantaranya kurzerenon (zedoarin) yang
merupakan komponen terbesar, kurkumin yang berkhasiat sebagai anti radang dan antioksidan
yang dapat mencegah kerusakan gen, epikurminol yang berkhasiat sebagai antitumor, kurkuminol
yang berkhasiat sebagai hepatoprotektor (pelindung hati), dan zingiberen. Selain minyak atsiri,
dalam temu putih juga terkandung zat pati, damar, mineral, lemak, saponin,
flavonoid, polifenol, dan triterpenoid.
Setelah dilakukan uji pendahuluan terhadap ekstrak etanol rimpang temu putih, diketahui
bahwa rimpang temu putih mengandung senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid,
polifenol, dan triterpenoid sebagai komponen utama (mayor), yang secara kualitatif dapat dilihat
dari intensitas warna yang dihasilkan dengan pereaksi uji fitokimia. Senyawa golongan
triterpenoid juga ditemukan pada Honje ( Amomum heyneanum) yang satu famili dengan temu
putih. Berdasarkan kaidah kemotaksonomi bahwa tumbuhan dari genus atau famili yang sama
kemungkinan mengandung senyawa dengan kerangka struktur yang mirip, maka dalam penelitian
ini dicoba untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa golongan triterpenoid dari rimpang
temu putih. Berdasarkan pemanfaatan dari rimpang temu putih yang salah satunya sebagai obat
diare, maka dalam penelitian ini juga akan dilakukan uji antibakteri untuk mengetahui aktivitas
senyawa golongan triterpenoid tersebut terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli.

2.2 Morfologi Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.)


Kunyit putih (Curcuma zidoaria) termasuk kedalam family zingiberacea yang dapat tumbuh
di daerah tropis. Ciri-ciri morfologi tanaman herbal ini terdiri dari batang, daun, bunga, akar, dan
rimpang. Setiap bagian dari kunyit putih ini memiliki fungsi yang berbeda dalam penggunaan
secara tradisional. Temu putih merupakan tumbuhan semak yang berumur tahunan, tingginya
dapat mencapai 2 m. Temu putih tidak tumbuh merumpun, hanya memiliki beberapa pokok
batang yang tumbuh jarang.
4
Temu putih banyak ditemukan tumbuh liar di lahan yang kurang subur karena pada dasarnya
temu putih dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi lebih menyukai tanah yang berpasir
dengan drainase yang baik, pada daerah dengan ketinggian 1-1000 m di atas permukaan laut.
Batang temu putih merupakan batang semu yang tersusun dari gabungan kelopak-kelopak daun.
Daun penyusun batang biasanya sedikit yakni sekitar 4-6 lembar. Daunnya berbentuk bundar
lonjong dengan ujung meruncing, panjang daun sekitar 30-60 cm, lembaran daun licin tidak
berbulu, warna daun didominasi warna hijau. Pada bagian pertengahan sampai pangkal berwarna
ungu. 
Perbungaan terpisah dari batang yang berdaun, keluar dari tanah melalui rimpang samping
yang menjulang membentuk bonggol bunga yang besar, dengan panjang 20-25 cm. Bunga
memiliki daun pelindung berbentuk tumpul, seperti pelepah yang menutupinya, berwarna merah
tua atau keunguan, panjang daun pelindung sekitar 5 cm. Mahkota bunga berwarna putih dengan
garis tepi merah tipis. Musim bunga biasanya berlangsung antara bulan Agustus sampai Mei
tahun berikutnya, tetapi dominan pada bulan September sampai Desember. Buah tumbuhan temu
putih berbentuk bundar bersegi tiga, kulitnya lunak dan tipis. Jika pecah bentuk buahnya tidak
teratur. Biji berbentuk lonjong berselaput dengan bagian ujung berwarna putih. 
Umbi atau rimpang temu putih merupakan umbi batang, berbentuk bulat melebar dan mudah
sekali dipatahkan, rimpang mempunyai percabangan yang banyak dan dipenuhi akar-akar besar
yang kaku dan jarang, warna rimpang putih pucat dan menjadi kecoklatan ketika tua, rasanya
sangat tajam dan pahit. Perbanyakan tumbuhan ini dapat dilakukan dengan cara pemisahan
dengan rimpangnya.

Klasifikasi Temu Putih 


Dalam taksonomi tumbuhan, temu putih dikelompokkan sebagai berikut: 
o Kingdom : Plantae
o Divisi (divisio) : Spermatophyta 
o Anak divisi (sub-divisio) : Angiospermae 
o Kelas (class) : Monocotyledonae 
o Bangsa (ordo) : Zingiberales 
o Suku (family) : Zingiberaceae 
o Marga (genus) : Curcuma 
o Jenis (species) : Curcuma zedoaria. 

5
2.3 Manfaat Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.)
Kunyit putih beserta fungsinya
No.
Bagian Kunyit Putih Fungsi
1.
Minyak dari rimpang Mual, muntah, peluruh haid
2.
Akar Mengatasi keputihan
3.
Batang Pengobatan, kecacingan pada anak
4.
Rimpang bentuk bubuk Antialergen
5. Daun (jus) Pengobatan lepra
6.
Daun Pengobatan, furunculosis
Berbagai bagian tanaman ini ditemukan sebagai antikanker, antifungal, antiamebik,
antimikroba, analgetik, antialergi dll. Hal ini dijelaskan secara lebih rinci di bawah ini:
a. Kunyit putih sebagai antikanker
Kunyit putih dapat membantu proses penyembuhan kanker karena mengandung senyawa
seperti, ethyl p-methoxycinnamate, kurkuminoid, bisdemothxycurcumin, flavonoid, dan
demothxycurcumin yang didapatkan dari ekstrak ethanol. Kunyit putih ini juga mengandung
Ribosome Inacting Protein (RIP) yang berfungsi menonaktifkan perkembangan sel kanker dan
menghambat pertumbuhan sel kanker. Hasil penelitian Seo et al (2005) menyatakan bahwa
asupan ekstrak air rimpang Curcuma zedoaria dengan dosis 250 dan 500 mg/kg selama 42 hari
dari 14 hari sebelum tumor inokulasi dapat mengurangi jumlah metastasis permukaan nodul di
paru-paru secara signifikan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Carvalho et al (2010)
menunjukkan bahwa ekstrak sederhana rimpang Curcuma zedoaria 0,1–0,2% yang diberikan
secara intraperitoneal pada hewan percobaan tikus yang diinduksi oleh sel melanoma B16F10
murine meningkatkan jumlah limfosit pada hari ke 15 dan 30 setelah pemberian, jumlah neutrofil
meningkat setelah 15 hari pemberian, dan pemberian ekstrak selama 15–60 hari meningkatkan
jumlah sel darah merah dan leukosit.
Selain itu, pemberian secara oral selama 30–45 hari juga meningkatkan jumlah limfosit dan
produksi NO oleh makrofag sehingga menghambat mediator sitotoksik sel melanoma B16F10
serta memiliki efek antimigrasi sel kanker yang dapat menghambat metastasis.Ekstrak methanol
Curcuma zedoaria juga memiliki efek antiinflamasi karena menghambat aktifitas jalur COX-2
dan biosintesis prostaglandin. Selain itu, kandungan ethyl p-methoxycinnamat, kurkuminoid,
bisdemothxycurcumin, isocurcumenol, demothxycurcumin pada Curcuma zedoaria ini dapat
menghambat pertumbuhan sel OVCAR-3 (human ovarian cancer), leukemia (HL–60).

6
b. Kunyit putih sebagai antifungal
Senyawa seperti kurkumin, curzerenone, zedoarone yang diperoleh dari ekstrak sebelas
spesies tanaman famili Zingiberaceae termasuk Curcuma zedoaria efektif sebagai antijamur
karena menghambat aktivitas jamur patogen termasuk strain jamur yang resisten terhadap
amfoterisin B dan ketokonazol.
c. Kunyit putih sebagai antiamoeba
Ekstrak ethanol dari rimpang kunyit putih terbukti dapat menghambat pertumbuhan
Entamoeba Histolytica pada konsentrasi 1-10mg/ml.
d. Kunyit putih sebagai Larvasida
Minyak Zedoaria yang diserap butiran pasir pada uji larvasida terhadap Aedes Aegypti
dibandingkan dengan abate memiliki efek potensial dengan lethal dose 50% dan 99%.
e. Kunyit putih sebagai antimikroba
Ekstrak petroleum eter, heksana, kloroform, aseton, dan etanol dari batang Curcuma zedoaria
yang diuji terhadap Staphylococcus aureus, E. Coli, Corynebacterium amycolatum, Candida
albicans menunjukkan aktivitas antimikroba yang baik.15 Penelitian lain dari ekstrak Curcuma
zedoaria terhadap mikroorganisme oral seperti S. mutans, E. faecalis, S. aureus dan C. albicans
dibandingkan dengan antimikroba pada lima obat kumur komersial untuk mengevaluasi potensi
ekstrak tanaman ini menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba.
f. Kunyit putih sebagai antioxidant
Curcuma zedoaria memiliki kandungan antioxidan alami yaitu diferuloylmethan yang berasal
dari minyak esensial rimpangnya. Minyak ini dapat digunakan dalam mencegah dan
memperlambat proses penuaan yang berhubungan dengan penyakit degeneratif pada dosis 20
mg/ml.
g. Kunyit putih sebagai analgetik
Penelitian Navarro et al (2004) membandingkan zat kurkumenol dan steroid yang terkandung
dalam Curcuma zedoaria dengan obat aspirin dan dipyrone sebagai kontrol positif. Steroid dan
kurkumenol yang diperoleh melalui ekstrak hydroalcoholic rimpang tumbuhan ini ini memiliki
aktivitas analgesik yang lebih kuat dibandingkan obat kontrol karena cara kerjanya tidak
melibatkan sistem opioid.
h. Kunyit putih sebagai antialergi
Zat kurkumin, dihydrocurcumin, tetrahydrodemethoxycurcumin, dan
tetrahydrobisdemethoxycurcumin dalam Curcuma Zedoaria menghambat pelepasan beta-
hexosaminidase sebagai penanda antigen-IgE-mediated degranulasi dan merangsang pelepasan
TNF–alfa dan IL–4.

7
i. Kunyit putih sebagai antialergi
Kandungan seperti flavonoids, trimethoxyflavone, kurkumin, tetramethoxyflavone dari
rimpang Curcuma zedoaria memiliki efek antiplasmodial.

2.4 Proses Pembuatan Simplisia dari Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.)
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang
dikeringkan (Badan pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).
Terdapat 3 jenis simplisia yaitu :
1. Simplisia nabati adalah simplisis yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat
tanaman, atau gabungan antara ketiganya.
2. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan
oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni.
3. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan  pelikan atau mineral yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni.
Proses pembuatan simplisia
1. Pengumpulan bahan baku
 Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang
paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen. Panen daun atau herba dilakukan pada
saat proses fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai
berbunga atau buah mulai masak.
2. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi
dilakukan terhadap tanah dan krikil, rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau bagian lain
dari tanaman yang tidak digunakan dan bagian tanaman yang rusak (dimakan ulat dan
sebagainya.
3. Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama
bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar pestisida.
4. Pengubahan bentuk
Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas
permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin cepat
kering. Proses pengubahan bentuk untuk rimpang, daun dan herba adalah perajangan.
5. Pengeringan

8
Proses pengeringan simplisia terutama bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga
bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri serta memudahkan dalam hal
pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan, tahan lama dan sebagainya).
Pengeringan dapat dilakukan lewat sinar matahari langsung maupun tidak langsung juga
dapat dilakukan dalam oven dengan suhu maksimum 60oC.
6. Sortasi Kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan.
Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan yang rusak akibat
terlindas roda kendaraan (misalnya dikeringkan di tepi jalan raya, atau dibersihkan dari
kotoran hewan.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan
dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan yang
lainnya

2.5 Prinsip Pembuatan Simplisia Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.)


Bahan : Bahan yang digunakan adalah irisan rimpang temuputih (Curcuma zedoaria
(Berg.) Rosc.).
Alat : pengering laboratorium terkendali-terakuisisi, timbangan digital model AQT 200 (kapasitas
200 gram dan ketelitian 0,01 gram), oven Ikeda Scientific SS204D, desikator, anemometer
Kanomax A541, seperangkat kamera dan pengolah data.
Prinsip : Perolehan simplisia dengan proses pengeringan yang optimal sehingga
menghasilkan simplisia temu putih yang memenuhi standar.
Tahapan perolehan simplisia telah dijelaskan bada poin 2.4. Simplisia temu putih
(Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc.) digolongkan sebagai simplisia nabati yaitu yang berasal dari
tanaman atau bagian tanaman dalam hal ini umbi akarnya. Simplisia standar adalah simplisia yang
telah memenuhi syarat mutu yang telah ditentukan diantaranya memenuhi kadar air standar yang
ditetapkan. Menurut Farmakope Herbal Indonesia dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
661/Menkes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional, standar kadar air maksimum
simplisia adalah 10%. Kadar air rimpang temuputih pada saat dipanen berkisar 80-90% sehingga
perlu dikeringkan.
Salah satu produk pertanian yang memerlukan proses pengeringan adalah tanaman obat.
Pada umumnya petani dan pedagang pengumpul melakukan pengeringan dengan cara penjemuran
yang rawan kontaminasi. Selain itu tingkat suhu dan kelembaban penjemuran tidak cukup
memadai sehingga sulit untuk mencapai standar kadar air yang disyaratkan. Untuk meningkatkan
9
kualitas hasil pengeringan maka cara pengeringan dengan penjemuran alami harus diganti dengan
teknik pengeringan yang lebih modern.
Proses pengeringan dengan menggunakan suhu dan laju udara yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan hilangnya kandungan bahan aktif simplisia. Oleh karena itu pengeringan harus
dilakukan pada kondisi proses yang tepat. Pengeringan merupakan cara yang paling umum
digunakan untuk meningkatkan stabilitas bahan dengan mengurangi kandungan air bahan
sehingga aktivitas airnya menurun. Pengeringan juga mengurangi aktivitas mikroba serta
meminimalkan perubahan fisik dan kimiawi selama bahan kering disimpan. Perubahan kadar air
selama pengeringan bahan-bahan yang mengandung air tinggi akan menyebabkan perubahan
bentuk, densitas dan porositas bahan. Perubahan bentuk dan ukuran ini mempengaruhi sifat-sifat
fisik dan akhirnya juga berdampak pada berubahnya tekstur dan sifat-sifat transpor (transport
properties) produk yang dihasilkan.
Kondisi pengeringan simplisia temu putih yang dilakukan pada studi ini adalah pada
rentang suhu 40-70 °C dengan rentang RH 20-60%. Setelah dilakukan proses pengeringan maka
akan diperoleh kadar air pada simplisia tersebut. Kadar air keseimbangan merupakan nilai kadar
air minimum yang dapat dicapai pada satu kondisi pengeringan tertentu. Semakin tinggi suhu
pengeringan maka kadar air keseimbangan semakin rendah dan sebaliknya. Temuputih dengan
penjemuran membutuhkan waktu yang sangat panjang dan seringkali tidak dapat mencapai kadar
air standar 10%. Proses Pengeringan ini dipengaruhi oleh kondisi eksternal yaitu suhu,
kelembaban, kecepatan dan tekanan udara pengering serta kondisi internal seperti kadar air,
bentuk/geometri, luas permukaan dan keadaan fisik bahan. Setiap kondisi yang berpengaruh di
atas dapat menjadi faktor pembatas laju pengeringan
Standar Mutu Simplisia
Analisis mutu simplisia temu putih dilakukan untuk melihat kadar proksimat dan bahan
aktifnya dalam hal ini kadar kurkuminoid. Penentuan kadar kurkumin dilakukan dengan
spektrofotometer.

10
BAB III
Penutup

Kesimpulan
Kandungan senyawa kimia pada kunyit putih, seperti RIP (Ribosome Inacting Protein),
isocurcumenol, ethyl p-methoxycinnamate, epicurzerenone, demothxycurcumin, curdione,
bisdemothxycurcumin, dan kurkumenol dapat menonaktifkan perkembangan sel kanker dan
menghambat pertumbuhan sel kanker. Kunyit putih (Curcuma zidoaria) termasuk kedalam family
zingiberacea yang dapat tumbuh di daerah tropis. Ciri-ciri morfologi tanaman herbal ini terdiri
dari batang, daun, bunga, akar, dan rimpang. Manfaat temu putih diantaranya sebagai antikanker,
antiinflamasi, analgesik dan antipiretik, antimikroba, antifungi, antioxidant dll. Cara perolehan
simplisia dengan proses pengeringan pada suhu 40℃ - 70℃.

11
DAFTAR PUSTKA

- Manulu P Lahmot dan Himawan Adinegoro. 2016. KONDISI PROSES PENGERINGAN


UNTUK MENGHASILKAN SIMPLISIA TEMUPUTIH STANDAR. Jurnal Farmakognosi. 63-
523
- Putri Muflikha S. 2014. WHITE TUMERIC (Curcuma zedoria): ITS CHEIMCAL
SUBSTANCE AND THE PHARMACOLOGICAL BENEFITS. Artikel Review.
- Rita Wiwik S. 2010. ISOLASI, IDENTIFIKASI, DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
SENYAWA GOLONGAN TRITERPENOID PADA RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma
zedoaria (Berg.) Roscoe). Jurnal Kimia 4 (1) ; 20-26

12
LAMPIRAN – LAMPIRAN

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai