Anda di halaman 1dari 2

Kembang 6 Rupa: Karatagan Ciremai

”Pentingnya Toleransi agar tidak ada Diskriminasi”

Film Karatagan Ciremai merupakan film dokumenter yang di produksi oleh Kampung
Halaman. Karatagan Ciremai bersama 5 film lainnya terkumpul dalam seri film Kembang 6
Rupa. Film ini disutradarai oleh sutradara bernama Ady Mulyana Karatagan Ciremai
menceritakan tentang kepercayaan Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan sendiri adalah
kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan dinamisme)
yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda. Penganut ajaran ini dapat ditemukan di
beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti di Kanekes, Lebak, Banten;
Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; Cirebon; dan
Cigugur, Kuningan. Menurut penganutnya, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang
dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam.
Kepercayaan di anut oleh masyakarakat Cigugur, salah satunya seorang remaja
bernama Atih. Atih dan keluarganya tinggal di Cigugur,Kuningan,Jawa Barat. Disana masih
banyak yang menganut ajaran ini. Namun, Atih dan keluarganya mendapat diskriminasi oleh
sebagian masyarakat beragama. Sejak lahir ia tercatat sebagai anak angkat kedua orang
tuanya. Pernikahan orang tuanya yang dianggap tidak sah dan mengalami kesulitan dalam
pembuatan akte nikah yang membuat Atih dan kedua adiknya juga mendapat kesulitan dalam
mengurus akte kelahiran karena salah satu syarat untuk membuat akte kelahiran adalah orang
tuanya memiliki akte nikah yang sah. Selain itu, saat Atih ditanya oleh gurunya perihal acara
yang dilakukannya dan beberapa temannya dalam acara Surasa( Pendidikan kerohanian
kepercayaan Sunda Wiwitan), guru membalas dengan sebuah tawaan. Bukan hanya Atih dan
keluarganya, namun teman-temannya juga ikut terdiskriminasi oleh masyarakat. Mereka
menganggap bahwa Sunda Wiwitan adalah keercayaan yang sangatlah berbeda dengan
agama-agama lain. Memang, Sunda Wiwitan ini belum diakui oleh negara sebagai agama.
Film Karatagan Ciremai ini menjadi sindiran kepada kita, khususnya pada
pemerintah. Pemerintah yang tidak memberikan kejelasan hukum akan kepercayaan ini. Hal
ini membuat para penganut kepercayaan ini mendapat perlakuan kurang baik dalam
mengurus segala sesuatu yang berhubungan tentang agama. Selain itu film ini juga menjadi
sindiran keras kepada kita umat beragama khususnya agama Islam akan pentingnya
menghargai sesama. Sudah seharusnya kita tidak mendiskriminasi, namun menghargai
kepercayaan orang lain. Karena, Indonesia ini mempunyai berbagai macam budaya yang
berbeda-beda maka pentingnya toleransi dalam hal ini.

Sebenarnya keperayaan ini memiliki beberapa kesamaan dengan agama Islam. Dalam
film ini, Atih bercerita bahwa mengapa dia masih tetap memegang kepercayaan kepada
ajaran ini, alasannya karena dalam ajaran ini mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan
diantaranya mengargai adanya perbedaan suku, ras dan agama. Sunda wiwitan juga

1
menjunjung tinggi toleransi dan mengajarkan untuk mencintai makhluk hidup lain dan alam
sekitar. Pandangan ini sebenarnya sama yang diajarkan oleh agama Islam. Sayangnya agama
ini masih mempercayai arwah para leluhur dan benda-benda keramat. Dalam film ini banyak
menggunakan bahasa-bahasa daerah, salah satunya yaitu bahasa Sunda. Subtitlenya juga
menggunakan bahasa Inggris. Ini membuat para penonton memiliki kesulitan dalam mengerti
apa yang dibicarakan.
Film ini diambil dengan baik, karena dapat memunculkan keingin tahuan penonton
tentang Sunda Wiwitan. Terdapat beberapa konflik yang terlihat saat ibu Atih ingin membuat
akte kelahiran. Dalam film ini juga terdapat pesan yang digambarkan oleh guru Atih saat
mengajarkan betapa beragamnya kebudayaan di Indonesia. Film ini cocok untuk menambah
pengetahuan baru bagi mereka yang menyukai keberagaman budaya Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai