Anda di halaman 1dari 14

RINGKASAN MATERI KULIAH TOPIK 5

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA


PENDIDIKAN PANCASILA
UNO 101 B7

OLEH:
KELOMPOK 5

1. NI WAYAN SUDIARTI (1607531044) / 01


2. IDA AYU YUNI PRAMITHA (1607531046) / 02
3. NI WAYAN PITRIYANI (1607531047) / 03
4. PUTU AYU PRAMESTI (1607531050) / 04

AKUNTANSI REGULER
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2019

1
1. PENGERTIAN ETIKA
Secara etimologi “etika” berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu “ ethos” yang berarti
watak, sikap, cara berfikir, kebiasaan/adat. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika juga dapat diartikan
sebagai suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana kita dan mengapa kita mengikuti
suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung
jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu
kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah, etika membahas sistem-sistem pemikiran
yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika sebagai ilmu dibagi dua yaitu :
1) Etika umum, membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia. Tetapi pada prinsipnya etika umum membicarakan asas-asas dari tindakan dan
perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung di dalamnya.
2) Etika khusus, dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
(1) Etika indvidual, membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan
kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan
tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.
(2) Etika sosial, membahas kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya
dipatuhi dalam hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika
sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga,
etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran, etika
jurnalistik, etika seksual dan etika politik. Etika politik sebagai cabang dari etika
sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma dalam kehidupan
politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan ( yang
menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik dengan orang atau
kelompok masyarakat lain

2. ALIRAN-ALIRAN ETIKA
Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan
keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu
perbuatan dikatakan baik atau buruk.
1) Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan
apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak

2
mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruknya. Ukuran kebaikan
dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi
bebas. Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan
sungguh-sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan yang baik adalah
didasarkan atas otonomi bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.
2) Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik
buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika
teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
(1) Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
berakibat baik untuk pelakunya.
(2) Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung
bagaimana akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila
mendatangkan manfaat yang besar bagi banyak orang.
3) Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada
penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Beberapa watak yang
terkandung dalam nilai keutamaan adalah baik hati, ksatriya, belas kasih, terus terang,
bersahabat, murah hati, bernalar, percaya diri, penguasaan diri, sadar, suka bekerja
bersama, berani, santun, jujur, terampil, adil, setia, ugahari (bersahaja), disiplin,
mandiri, bijaksana, peduli, dan toleran
4) Etika Pancasila
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-
aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan
pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar
tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk
pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan
dan Keadilan.

3
3. TEORI ETIKA
Dalam mengkaji masalah etika diketahui terdapat 2 teori, yaitu :
1) Teori konsekuensialis
Kelompok teori yang konsekuensialis menilai baik-buruknya perilaku manusia atau
benar-salah tindakannya sebagai manusia berdasarkan konsekuensi atau akibatnya.
Apakah perbuatan atau tindakan itu secara keseluruhan membawa akibat baik lebih
banyak daripada akibat buruknya atau sebaliknya. Teori-teori etika konsekuensialis,
karena dalam menilai perbuatan atau tindakan juga merujuk pada tujuan (dalam
bahasa Yunani = telos) , juga disebut teori-teori etika teleologis. Teori-teori ini
mendasarkan diri atas suatu keyakinan bahwa hidup manusia secara kodrati
mengarah pada suatu tujuan. Baik-buruknya perilaku orang dinilai dari apakah
perilaku itu menunjang proses pencapaian tujuan akhir hidupnya sebagai manusia
dan merupakan bentuk perwujudan nilai-nilai yang dicita-citakan dalam hidupnya
sebagai manusia, atau sebaliknya menghambat dan merupakan pengkhianatan
terhadap cita-cita tersebut. Termasuk dalam kelompok teori konsekuensialis dan
teleologis adalah teori etika egoisme, eudaimonisme, dan utilarisme. Sesuai dengan
arti dari kata konsekuen, yaitu etika tersebut sesuai dengan apa yang di katakan dan
diperbuatnya.
2) Teori non konsekuensialis
Teori non-konsekuensialis menilai baik buruknya perbuatan atau benar-salahnya
tindakan tanpa memperhatikan kesekuenasi atau akibatnya, melainkan berdasarkan
sesuai tidaknya dengan hukum atau standar moral. Sedangkan yang non-
konsekuensialis kadang juga disebut teori etika deontologis, karena menekankan
konsep kewajiban (dalam bahasa Yunani = deon) moral yang wajib ditaati oleh
manusia sebagai makhluk rasional.

4. ETIKA PANCASILA
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Etika
Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai
Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Kelima
nilai tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.

4
1) Sila ketuhanan mengandung dimensi moral berupa nilai spiritualitas yang
mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan kepada nilai agama yang
dianutnya.
2) Sila kemanusiaan mengandung dimensi humanus, artinya menjadikan manusia lebih
manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam pergaulan antar
sesama.
3) Sila persatuan mengandung dimensi nilai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein),
cinta tanah air.
4) Sila kerakyatan mengandung dimensi nilai berupa sikap menghargai orang lain, mau
mendengar pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
5) Sila keadilan mengandung dimensi nilai mau peduli atas nasib orang lain, kesediaan
membantu kesulitan orang lain
Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika kebajikan,
meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan teleologis termuat pula di
dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin dalam
empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan.
Kebijaksanaan artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh kehendak yang
tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal – rasa – kehendak yang berupa
kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dengan memelihara nilai-nilai
hidup kemanusiaan dan nilai-nilai hidup religius. Kesederhaaan artinya membatasi diri
dalam arti tidak melampaui batas dalam hal kenikmatan. Keteguhan artinya membatasi diri
dalam arti tidak melampaui batas dalam menghindari penderitaan. Keadilan artinya
memberikan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain, serta terhadap Tuhan
terkait dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya.

5. ALASAN DIPERLUKANNYA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA


Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur
sistem penyelenggaraan negara. Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu
dipandang perlu dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, yaitu :
1) Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda
sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak
mendapatkan pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai
yang melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah.
Dekadensi moral terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai

5
Pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan. Contoh-contoh dekadensi
moral, antara lain: kebebasan tanpa batas, penyalahgunaan narkoba, , rendahnya rasa
hormat kepada orang tua, tawuran di kalangan para pelajar, serta menipisnya rasa
kejujuran. Kesemuanya itu menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Dengan demikian, Pancasila sebagai sistem etika
diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam bentuk pendidikan karakter di
sekolah-sekolah.
2) Korupsi akan terus merusak karena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-
rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara negara tidak dapat
membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk (good
and bad). Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik
(good) dan buruk (bad).
3) Kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak.
Hal tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah, padahal peranan pajak
dari tahun ke tahun semakin meningkat dalam membiayai APBN. Pancasila sebagai
sistem etika akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar memenuhi
kewajiban perpajakannya dengan baik.
4) Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia
ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain. Kasus
kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai media, seperti penganiayaan
terhadap pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-
pihak yang seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain-
lain. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai
Pancasila sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Selain diperlukan adanya
sosialisasi sistem etika Pancasila, diperlukan pula penjabaran sistem etika ke dalam
peraturan perundang-undangan tentang HAM yaitu Undang-Undang No. 39 Tahun
1999 tentang HAM.
5) Kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia,
seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang,
perubahan cuaca, global warming dan lain sebagainya. Kasus-kasus tersebut
menunjukkan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika
belum terealisasi dengan baik.

6
6. PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL
1) Nilai (Value)
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok.
Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap
dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di
samping sistem sosial dan karya. Pandangan para ahli tentang nilai-nilai yang terdapat dalam
masyarakat.
(1) Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat dalam
enam macam, yaitu :
a. Nilai teori
b. Nilai ekonomi
c. Nilai estetika
d. Nilai sosial
e. Nilai politik
f. Nilai religi
(2) Max Scheler, mengelompokkan nilai menjadi empat tingkatan, yaitu:
a. Nilai kenikmatan
b. Nilai kehidupan
c. Nilai kejiwaan
d. Nilai kerohanian
(3) Notonagoro, membedakan nilai menjadi tiga, yaitu :
a. Nilai material
b. Nilai vital
c. Nilai kerohanian
2) Norma

7
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral, religi, dan
sosial. Norma terdiri dari norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan
norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi. Norma-norma
yang terdapat dalam masyarakat antara lain :
(1) Norma agama adalah ketentuan hidup masyarakat yang ber- sumber pada agama.
(2) Norma kesusilaan adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nurani, moral atau
filsafat hidup.
(3) Norma hukum adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan bersumber pada
UU suatu Negara tertentu.
(4) Norma sosial adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara manusia
dalam masyarakat.
3) Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, kelakuan. Moral
adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan
manusial. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang
benar, baik terpuji dan mulia.
4) Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap
terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak
digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi
yang kuat tumbuh dan berkembang. Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna
menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih
obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh
integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang
mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau
seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak
berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu
dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.

7. MAKNA NILAI-NILAI PANCASILA


Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia merupakan nilai
yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal ini dikarenakan
apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan

8
bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu
kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk
lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka
berikut ini kita uraikan :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila
lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah
pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Konsekuensi yang
muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya dengan hak-hak
dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan
untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan
kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu,
di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari
adanya Tuhan (atheisme).
2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu makhluk yang berbudaya dengan memiliki
potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada tingkatan
martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama
berarti hakekat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu
sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan sopan
santun, berbudi luhur, dan susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan harus
senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan
demikian, sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada
potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan
umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan.
Hakekat pengertian di atas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama :”bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan ...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannnya dalam Batang Tubuh UUD.
3) Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu
kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa

9
yang mendiami seluruh wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai
kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan
bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian
dunia yang abadi.
4) Persatuan Indonesia
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai
oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
paham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain.
Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini
sesuai dengan alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada
itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”. Selanjutnya dapat dilihat
penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD 1945.
5) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan.
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu
wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem
demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan. Hikmat
kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan
dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan
hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk
merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai
keputusan yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui
lembaga perwakilan. Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam
melaksanakan tugas kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusan. Sila ini merupakan
sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan
Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang
berbunyi :”...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan
rakyat ...”

10
6) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap
orang yang menjadi rakyat Indonesia. Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis
atau komunalistis karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya
hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari masyarakat.
Konsekuensinya meliputi :
(1) Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan warganya dalam
arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi,
dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama
yang didasarkan atas hak dan kewajiaban.
(2) Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara,
dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk
mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
(3) Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan lainnya
secara timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan
diantara keduanya sehingga tujuan harmonisasi akan dicapai. Hakekat sila ini
dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu :”dan perjuangan kemerdekaan
kebangsaan Indonesia ... Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur”.

8. ESENSI DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA


1) Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut:
Pertama, hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan
sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga negara harus
didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama. Setiap prinsip moral
yang berlandaskan pada norma agama, maka prinsip tersebut memiliki kekuatan (force) untuk
dilaksanakan oleh pengikut-pengikutnya.
Kedua, hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan  manusia
yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus homini,
yaitu tindakan manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang mengandung implikasi
moral diungkapkan dengan cara dan sikap yang adil dan beradab sehingga menjamin tata

11
pergaulan antar manusia dan antarmakhluk yang bersendikan nilai-nilai kemanusiaan yang
tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan.
Ketiga, hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai
warga bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau
kelompok. Sistem etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan, solidaritas sosial
akan melahirkan kekuatan untuk menghadapi penetrasi nilai yang bersifat memecah belah
bangsa.
Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat.
Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.
Kelima, hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan
perwujudan dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban semata (deontologis)
atau menekankan pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih menonjolkan keutamaan (virtue
ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.
2) Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai sistem etika
meliputi hal-hal sebagai berikut: 
(1) Pertama, meletakkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika berarti menempatkan
Pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap, tindakan, dan
keputusan yang diambil setiap warga negara. 
(2) Kedua, Pancasila sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap warga negara
sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik lokal, nasional,
regional, maupun internasional. 
(3) Ketiga, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai
kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara sehingga tidak keluar dari semangat
negara kebangsaan yang berjiwa Pancasilais. Keempat,Pancasila sebagai sistem etika
dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas nilai yang berkembang dalam
kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi yang memengaruhi pemikiran
warga negara.

KESIMPULAN
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu
deontologi, teleologi dan keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri
dalam menilai apakah suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk. Etika Pancasila adalah

12
etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Kelima nilai tersebut
membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Makna Pancasila
terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat
diputarbalikkan letak dan susunannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

PROF. DR. KAELAN, M.S. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Penerbit


PARADIGMA Yogyakarta.
Susilowati Dwi dan Sudjatmoko. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Winatraputra S.Udin. 2002. Pendidikan Pancasila. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka.

https://aisyahizza.wordpress.com/2017/11/04/pancasila-sebagai-sistem-etika/
http://diary-mybustanoel.blogspot.co.id/2012/02/makalah-pancasila-tentang-pancasila.html
https://malvaspalette.wordpress.com/2017/12/12/alasan-mengapa-pancasila-sebagaisistem-
etika/
http://sucirahmawati13.blogspot.co.id/2014/09/makalah-etika-pancasila.html
http://sinarmentari4u.blogspot.co.id/2011/07/makalah-pancasila-sebagai-sistem-
etika.html#!/tcmbck

14

Anda mungkin juga menyukai