Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN KELUARGA

KONSEP PTSD PADA KELUARGA DENGAN BENCANA DAN


PERANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah


Keperawatan Keluarga Semester VI

Disusun oleh :
Kelompok 2 Reguler 1 PSIK 17
Aliyasir Muhammad 175070200111019
Sisvi Risna Ningtyas 175070200111021
Siti Maskuroh 175070200111023
Dian Febiola Christian 175070200111027
Nurita Sahara Baiduri 175070200111029
Agustinus Lorensa K.T 175070200111031
Syafira Idhatun Nasyiah 175070200111033
Faiqotul Amalia 175070201111001
Ayu Widia Kusuma 175070201111005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini. Tugas berjudul “KONSEP PTSD PADA KELUARGA DENGAN
BENCANA DAN PERANG” ini dibuat untuk melengkapi tugas kelompok
mata kuliah Keperawatan Keluarga.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.Kami manusia yang selalu memiliki kesalahan, terutama dalam
penulisan tugas ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi pengerjaan yang lebih baik lagi.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan supaya kita selalu berada dilindungan oleh Tuhan Yang
Maha Esa.

Malang,
10 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
DEFINISI PTSD................................................................................................................................4
POPULASI RENTAN PTSD.............................................................................................................4
ETIOLOGI PTSD..............................................................................................................................4
PATOFISIOLOGI PTSD...................................................................................................................5
TANDA DAN GEJALA PTSD..........................................................................................................5
PEMERIKSAAN PTSD.....................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................19

iii
A. DEFINISI PTSD
Gangguan stress pascatrauma (post-traumatic stress disorder/PTSD) adalah reaksi
maladaptive yang berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis. Gangguan stress
akut (acute stress disorder/ASD) adalah factor resiko mayor untuk PTSD, karena banyak
orang dengan ASD yang kemudian mengembangkan PTSD. Gangguan stress akut (acute
stress disorder/ASD) adalah suatu reaksi maladaptive yang terjadi pada bulan pertama pada
pengalaman traumatis. Berlawanan dengan ASD, PTSD kemungkinan berlangsung
berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau sampai beberapa decade dan mungkin baru muncul
setelah beberapa bulan atau tahun setelah adanya pemaparan terhadap peristiwa traumatis.
Terdapat perbedaan antara gangguan stress pasca trauma dengan gangguan stress
akut, suatu diagnostic yang pertama kali muncul dalam DSM-IV. Hampir semua orang
yang mengalami trauma akan mengalami stress, kadangkala hingga tingkat yang sangat
berat. Hal itu normal. Jika stressor menyebabkan kerusakan signifikan dalam
keberfungsian social dan pekerjaan selama kurang dari satu bulan, diagnosis yang
ditegakkan adalah gangguan stress akut. Jumlah orang yang mengalami jumlah stress akut
berbeda sesuai dengan tipe trauma yang mereka alami. Dalam peristiwa pemerkosaan,
angka penderitanya sangat tinggi-lebih dari 90%. Trauma yang tidak seberat itu, seperti
berada ditengah penembakan massal atau mengalami kecelakaan kendaraan bermotor,
angka penderitanya jauh lebih rendah, contohnya 13% pada korban kecelakaan kendaraan
bermotor. Walaupun beberapa orang dapat mengatasi gangguan stress akut yang mereka
alami, jumlah yang signifikan kemudian menderita PTSD. Dengan demikian, PTSD dapat
dipertimbangkan sebagai reaksi negative terberat terhadap stress.

B. POPULASI RENTAN PTSD


Semua orang di segala umur dan tahapan kehidupan bisa menderita PTSD.
Populasi yang rentan terkena PTSD meliputi veteran perang, korban dari eksploitasi
seksual dan non-seksual, hukuman penjara, penyakit mengancam nyawa, kekerasan,
kecelakaan yang parah, bencana alam, bullying, lingkungan kerja penuh tekanan dan
stressor, serangan teroris, kehilangan seseorang yang berharga, konflik interpersonal, dan
kejadian traumatis lainnya (NIMH, 2017; Lukascheck, 2013).

4
Post-Traumatic Stress Disorder atau PTSD biasanya berasal dari kejadian
traumatis. Penelitian oleh Hamblen (2007) menyebutkan bahwa sebesar 100% dari anak-
anak yang menyaksikan pembunuhan orang tua atau kekerasan seksual akan
mengembangkan PTSD. Hal ini selaras dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa
sebanyak 90% anak-anak yang mengalami pelecehan seksual, 77% anak-anak korban
bullying di sekolah, dan 35% dari remaja yang mengalami kekerasan akan mengalami
PTSD (Wahyuni, 2016). Pada laki-laki, kejadian traumatis yang sering dialami adalah
menyaksikan orang lain dibunuh atau terluka, mengalami kecelakaan yang mengancam
nyawa, veteran perang, dan pernah diancam dengan senjata. Pada wanita, kejadian
traumatis yang sering dialami adalah korban bencana alam, menyaksikan orang lain terluka
atau dibunuh, trauma perkosaan, seksual abuse, KDRT, dan mengalami kecelakaan yang
mengancam nyawa (Sareen, 2014).
Menurut Wahyuni (2016), faktor risiko terjadinya PTSD diklasifikasikan
berdasarkan penyebabnya yaitu faktor internal dan faktor lingkungan. Faktor internal
meliputi sikap pesimisme, introvert, menyalahkan diri sendiri, dan penyangkalan. Faktor
lingkungan meliputi:
 Selama hidup pernah mengalami peristiwa yang membuat trauma (melihat orang
terluka atau terbunuh, trauma masa kecil, dan kehilangan)
 Memiliki riwayat penyakit mental atau penyalahgunaan NAPZA
 Perasaan ketakutan ekstrim dan ketidakberdayaan
 Kurangnya dukungan sosial
Faktor risiko PTSD berdasarkan waktu kejadian trauma meliputi pre-trauma, peri-
trauma, dan post trauma. Faktor risiko yang potensial menderita PTSD adalah jenis
kelamin perempuan, status ekonomi rendah, riwayat trauma. Faktor risiko peri-trauma
adalah tipe trauma, keparahan trauma, dan frekuensi kejadian traumatis. Faktor risiko post
trauma adalah kurangnya dukungan dari sosial seperti teman, keluarga, dan komunitas
(Soelch & Schnyder, 2019).
Selain mempunyai faktor risiko, PTSD juga mempunyai faktor proteksi yang
dapat mengurangi risiko PTSD, karena pada dasarnya semua orang pasti pernah melewati
kejadian yang membuat trauma, tetapi ada yang menderita PTSD dan ada juga yang tidak
menderita PTSD. Faktor protektif ini meliputi:

5
 Dukungan lingkungan (teman dan keluarga)
 Kelompok pendukung setelah peristiwa trauma
 Tidak menyalahkan diri sendiri dan merasa mampu melewati masa sulit
 Memiliki strategi koping
 Mampu bertindak dan merespon secara efektif
 Memiliki tujuan hidup yang jelas, mindful attention, berperilaku positif, dan
hubungan sosial yang positif (Wahyuni, 2016; Soelch & Schnyder, 2019)

C. ETIOLOGI PTSD
Penyebab Post Traumatic Stress Disorder ada beberapa aspek yaitu aspek biologis dan
aspek psikososial.
1. Aspek Biologis
Faktor predisposisi PTSD terjadi karena adanya proses yang terjadi di otak. Individu
yang mengalami PTSD akan merasakan berbagai perubahan pada fisiknya. Sistem
saraf pusat dan sistem saraf otonom akan terpengaruh oleh kondisinya. PTSD terjadi
karena adanya gangguan pada fungsi otak, terutama amigdala dan bagian-bagian
lainnya, gangguan regulasi mekanisme kecemasan dan adanya faktor genetik (depresi
dan kecemasan).
2. Aspek Psikologis
Pengalaman hidup yang dialami oleh seseorang sepanjang hidupnya juga merupakan
salah satu penyebab PTSD. Pengalaman hidup ini mencakup pengalaman yang
dialami dari masa kecil. Selain itu, jumlah dan tingkat keparahan peristiwa traumatik
yang dialami oleh seseorang juga sangat mempengaruhi. Sidat bawaan atau
kepribadian individu dan kurangnya dukungan sosial juga merupakan penyebab
PTSD.

6
D. PATOFISIOLOGI PTSD
Patofisiologi dari PTSD masih belum diketahui secara pasti, namun temuan-
temuan baru semakin bertambah. Studi yang menggunakan pemindaian resonansi magnetik
menunjukkan bahwa ada penurunan volume hippocampus, amigdala kiri, dan korteks
cingulate anterior pada pasien dengan PTSD. 
Hippocampus yang mengalami penurunan/kerusakan akan mengakibatkan penderita PTSD
mengalami kesulitan untuk belajar dan menciptakan harapan baru pada berbagai situasi
setelah kejadian traumatais yang menimpa. Korteks cingulate anterior berperan dalam
pengaturan diri dan emosi seseorang, jika mengalami penurunan maka akan menyebabkan
seseorang mengalami kesulitan dalam mengatur emosinya.
Pada penderita PTSD, amigdala mengalami over reactif. Amigdala sendiri
berfungsi untuk memproses emosi dan memodulasi respon rasa takut, sehingga jika
amigdala bekerja secara over reactif akan mempertahankan perasaan waspada yang
konstan bagi penderita PTSD meskipun tidak dalam kondisi yang mengancam atau dalam
situasi yang aman sekalipun, penderita akan tetap merasa menghadapi suatu ancaman.
Faktor genetika juga dapat berkontribusi pada kerentanan individu terhadap PTSD
melalui interaksi dengan faktor lingkungan. Namun, studi penelitian tentang genetika
PTSD masih sedikit dan temuannya tidak meyakinkan. Selain itu paparan trauma
sebelumnya juga meningkatkan risiko PTSD dengan kejadian traumatis berikutnya.

7
Faktor predisposisi:
Faktor presipitasi:
1. peristiwa traumatic
1. ancaman terhadap integritas
2. konflik emosional
fisik
3. konsep diri terganggu
2. ancaman terhadap harga diri
4. frustasi
5. angguan fisik
6. pola mekanisme koping
diri/keluarga
7. riwayat gangguan kecemasan
8. medikasi yang dapat memicu
ansietas (benzodiazepine)

Stressor

Isyaratnya dikirim ke otak, otak


mengirimkan informasi ke
hypothalamus

Thalamus

Hypocampus

Amygdala

Respon

TD ↑ Nadi ↑ Mengurung diri Mendengar bisikan-


Gelisah Takut bertemu orang lain bisikan
Palpitasi/berdebar-debar Menghindari keramaian Melihat sesuatu yang tidak
Pupil melebar/mdiriasis Murung dilihat orang lain
Tremor Menyendir Takut berlebihan

Ansietas Isolasi sosial Halusinasi 8


E. TANDA DAN GEJALA PTSD
Seseorang dengan PTSD akan mengalami gejala khas yang berhubungan dengan
kejadian traumatis. Gejala-gejala tersebut muncul setelah mengalami kejadian traumatis.
a. Untuk orang dewasa, remaja, dan anak-anak di atas 6 tahun, memiliki gejala seperti:
 Seseorang dengan PTSD akan teringat dengan memori negatif dan mimpi buruk
tentang kejadian traumatis. Pada anak di atas 6 tahun, pola bermain yang berulang-
ulang, misalnya berulang-ulang memperagakan adegan berkelahi, mungkin akan
muncul. Pada pola bermain berulang tersebut tema atau aspek dari kejadian traumatis
akan diekspresikan oleh anak. Mimpi buruk yang muncul pada anak juga bisa
berbentuk mimpi menyeramkan tanpa tema tertentu.
 Seseorang dengan PTSD akan mengalami reaksi yang membuatnya merasa atau
berperilaku seolah-olah kejadian traumatis terjadi kembali. Tingkatan paling ekstrem
dari reaksi tersebut terjadi ketika seseorang kehilangan kesadaran atas apa yang ada
di sekelilingnya. Pada anak-anak, mereka dapat memeragakan kembali hal-hal yang
berhubungan dengan kejadian tersebut ketika bermain.
 Seseorang dengan PTSD akan merasa tidak nyaman dan mengalami reaksi tubuh
yang intens dan bertahan lama. Contohnya adalah jantung berdebar atau berkeringat.
Reaksi tersebut muncul ketika bertemu tanda internal (contoh: ingatan) atau tanda
eksternal (contoh: tempat) yang mengingatkan atau menyerupai aspek dari kejadian
traumatis.
Seseorang yang mengalami PTSD juga akan menghindari hal-hal yang
berhubungan dengan kejadian traumatis. Penghindaran tersebut muncul setelah mengalami
kejadian traumatis dan ditandai dengan hal-hal berikut, yaitu:
 Penghindaran atau berusaha untuk menghindari ingatan, pemikiran, atau
perasaan tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kejadian traumatis tersebut.
 Penghindaran atau berusaha untuk menghindari orang, tempat, atau percakapan yang
menimbulkan rasa tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kejadian traumatis.

9
Seseorang dengan PTSD mengalami perubahan negatif pada cara berpikir dan
suasana hati yang berhubungan dengan kejadian traumatis. Perubahan tersebut bermula
atau memburuk setelah mengalami kejadian traumatis.
 Amnesia psikologis yang tidak disebabkan oleh benturan di kepala, konsumsi
alkohol, atau obat-obatan.
 Harapan dan kepercayaan yang keliru dan berlebihan mengenai diri sendiri, orang
lain atau dunia. Contohnya merasa diri sendiri tidak berguna atau merasa tidak ada
orang lain yang peduli padanya. Orang dengan PTSD juga dapat merasa ditinggalkan
dan dijauhi orang lain.
 Pemikiran tidak tepat tentang penyebab atau konsekuensi dari kejadian traumatis.
Pemikiran tersebut menyebabkan orang dengan PTSD menyalahkan diri sendiri atau
orang lain terkait kejadian traumatis yang terjadi.
 Kondisi emosional negatif yang bertahan lama (rasa takut, marah, bersalah atau
malu) dan kesulitan merasakan emosi positif dalam waktu lama.
 Penurunan minat atau partisipasi pada kegiatan tertentu.
Seseorang dengan PTSD mengalami perubahan pada caranya bereaksi terhadap
hal-hal yang berhubungan dengan kejadian traumatis. Perubahan tersebut bermula atau
memburuk setelah mengalami kejadian traumatis, yang ditandai oleh hal berikut:
 Cepat marah dan mengalami ledakan emosi, dengan sedikit atau tanpa provokasi
sama sekali. Ledakan emosi atau kemarahan tersebut diekspresikan dengan perkataan
atau perilaku agresif kepada orang lain atau objek tertentu.
 Gegabah atau melakukan perilaku yang merusak diri sendiri.
 Meningkatnya sensitivitas sensor tubuh (hypervigilance) seperti mudah terkejut,
pupil membesar, atau meningkatnya detak jantung.
 Mengalami masalah dalam berkonsentrasi dan gangguan tidur.
Gejala-gejala di atas biasanya dialami selama lebih dari 1 bulan untuk dapat
menegakkan diagnosis. Diagnosis harus dilakukan oleh tenaga profesional seperti
psikolog/psikiater. Gangguan yang terjadi dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau
penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sosial atau pekerjaan. Gangguan
tersebut juga tidak disebabkan oleh efek pengonsumsian alkohol, obat-obatan, atau kondisi
medis lainnya.

10
b. Untuk Anak-Anak Berusia 6 Tahun Ke Bawah:
Gejala PTSD pada anak berusia 6 tahun atau kurang pada dasarnya sama dengan
gejala orang dewasa, remaja, atau anak di atas 6 tahun. Akan tetapi terdapat beberapa hal
yang membedakan gejala tersebut, di antaranya:
 Penyaksian atau pengetahuan mengenai kejadian traumatis yang terjadi pada orang
lain akan lebih berpengaruh jika terjadi pada orang tua atau pengasuh utama.
Misalnya menyaksikan kecelakaan pada ayah atau mengetahui ibu mengalami
kekerasan.
 Ingatan negatif dan mimpi buruk yang muncul terkait kejadian traumatis dapat
diperagakan oleh anak saat bermain. Begitu pula dengan reaksi seolah mengalami
kejadian traumatis juga dapat diperagakan.
 Perubahan dalam perilaku berupa kehilangan minat atau partisipasi pada kegiatan
tertentu juga terlihat dari perilaku membatasi permainan yang dilakukan.
 Menarik diri.
 Jarang mengekspresikan emosi positif.
 Gangguan yang dialami mengakibatkan terganggunya hubungan dengan orang tua,
saudara, teman sebaya, pengasuh, atau perubahan pada perilaku di sekolah.

F. PEMERIKSAAN PTSD
Post-traumatic stress disorder (PTSD) diskrining berdasarkan tanda-tanda dan
gejala serta evaluasi psikologis yang menyeluruh. Dokter atau profesional kesehatan
mental akan meminta seseorang yang diduga mengalami PTSD untuk menjelaskan tanda-
tanda dan gejala yang Anda alami – apa dan kapan hal tersebut terjadi, bagaimana
intensitasnya, dan berapa lama hal itu berlangsung. Dokter atau profesional kesehatan
mental juga akan meminta seseorang yang diduga mengalami PTSD untuk
menggambarkan peristiwa yang menyebabkan gejala PTSD muncul. Selain itu,
pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk memeriksa setiap masalah medis lainnya.
Untuk dapat didiagnosis dengan PTSD, seseorang harus memenuhi kriteria yang
dijabarkan dalam Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders (DSM) yang
diterbitkan oleh American Psychiatric Association. Pedoman ini biasanya digunakan oleh

11
profesional kesehatan mental untuk mendiagnosis kondisi mental dan oleh perusahaan
asuransi untuk menentukan penggantian biaya perawatan.
Kriteria untuk diagnosa pasca-traumatic stress disorder meliputi:
1. Anda mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa yang melibatkan kematian atau
cedera serius, atau ancaman kematian yang serius
2. Tanggapan Anda ke peristiwa tersebut termasuk ketakutan yang sangat, horor atau
rasa tidak berdaya
3. Anda seperti mengalami kembali kejadian tersebut, seperti memiliki gambar
menyedihkan dan kenangan,mimpi buruk yang mengganggu, kilas balik atau bahkan
reaksi fisik
4. Anda mencoba untuk menghindari situasi atau hal-hal yang mengingatkan kembali
akan peristiwa traumatik, atau merasakan mati rasa emosional
5. Anda merasa seolah-olah Anda harus terus-menerus waspada atau waspada akan
adanya tanda-tanda bahaya, yang mungkin membuat sulit tidur atau berkonsentrasi
6. Gejala berlangsung lebih dari satu bulan
7. Gejala menyebabkan penderitaan yang signifikan dalam hidup Anda atau mengganggu
kemampuan Anda untuk pergi atau melakukan tugas-tugas normal Anda sehari-hari.

12
DAFTAR PUSTAKA

Isro, Hafizi. 2017. Gangguan Stres Pasca Trauma Pada Korban Pelecehan Seksual di
Kalangan Pelajar. PROCEEDING IAIN Batusangkar (1), 156-159.

Galea, S., Nandi, A., & Vlahov, D. (2005). The epidemiology of post-traumatic stress
disorder after disasters. Epidemiologic reviews, 27(1), 78-91.

Gradus, J. L. (2007). Epidemiology of PTSD. National Center for PTSD (United States


Department of Veterans Affairs).

Lukaschek, K., Kruse, J., Emeny, R. T., Lacruz, M. E., von Eisenhart Rothe, A., &
Ladwig, K. H. (2013). Lifetime traumatic experiences and their impact on PTSD: a
general population study. Social psychiatry and psychiatric epidemiology, 48(4),
525-532.

National Institute of Mental Health. (2017). Post-Traumatic Stress Disorder. Diakses dari
www.nlm.nih.gov/medlineplus/

Sareen, J. (2014). Posttraumatic stress disorder in adults: impact, comorbidity, risk factors,
and treatment. The Canadian Journal of Psychiatry, 59(9), 460-467

Soelch, C.M., Schnyder, U. (2019). Editorial: Resilience and Vulnerability Factors in


Response to Stress. Frontiers in Psychiatry, 10(732).

Wahyuni, H. (2016). Faktor Resiko Gangguan Stress Pasca Trauma Pada Anak Korban
Pelecehan Seksual. KHAZANAH PENDIDIKAN, 10(1).

Astuti, Retna Tri. 2018. Manajemen Penanganan Post Traumatic Stress Disorder.
Magelang: UNIMMA PRESS

13
Sareen, J. (2018). Posttraumatic stress disorder in adults: Epidemiology, pathophysiology,
clinical manifestations, course, assessment, and diagnosis. Retrieved from
UpToDate website: https://www. uptodate. com/contents/posttraumatic-stress-disorder-in-
adultsepidemiology-pathophysiology-clinical-manifestations-course-
assessment- anddiagnosis.

Fox, K. C., Nijeboer, S., Dixon, M. L., Floman, J. L., Ellamil, M., Rumak, S. P., ... &
Christoff, K. (2014). Is meditation associated with altered brain structure?
A systematic review and meta-analysis of morphometric
neuroimaging in meditation practitioners. Neuroscience & Biobehavioral
Reviews, 43, 48-73.

Yustitia, Ayu. 2018. Direktori Psikologi: Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Tersedia
https://pijarpsikologi.org/direktori-psikologi-posttraumatic-stress-
disorder-ptsd/ diakses pada 23 April 2020 pukul 11.20

Jiwo, Torto. 2012. Mengenal Gangguan Stres Pasca Trauma. tersedia dalam
http://tirtojiwo.org/wp-content/uploads/2012/06/kuliah-PTSD.pdf (diakses
pada tanggal 23 April 2020)

14

Anda mungkin juga menyukai