Anda di halaman 1dari 7

NAMA: SITI MASKUROH

NIM : 175070200111023
KELAS: PSIK 2017 REGULER 1

KONSEP DUKUNGAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL (DKJPS)

Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) adalah suatu dukungan pada kondisi
kedaruratan yang bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan psikologis ataupun
mencegah dan menangani kondisi kesehatan jiwa dan psikososial. DKJPS ini digunakan untuk
meresponsegala bentuk kondisi kedaruratan maupun bencana yang diintegrasikan dengan pendekatan
biologis, psikologis, dan sosiokultural pada bidang kesehatan, sosial, pendidikan maupun komunitas.

Prinsip utama pemberian DKJPS yaitu tidak menyakiti, menjunjung tinggi hak asasi manusia
dan kesetaraan, menggunakan pendekatan yang partisipatif, meningkatkan sumber daya dan kapasitas
yang sudah ada, menjalankan intervensi yang berlapis serta menjalankan tugas dengan sistem
dukungan yang terintegrasi. Adapun piramida intervensi DKJP digambarkan sebagai berikut.

Menurut Peraturan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2006, program


intervensi yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa dan psikososial diantaranya
yaitu dengan memberikan promosi kesejahteraan psikologis dan sosial, prevensi terhadap masalah
kesehatan jiwa dan psikososial, mendeteksi dini adanya masalah kesehatan jiwa dan psikososial, serta
penanganan dan rehabilitasi masalah kesehatan jiwa dan psikososial. Penanganan pada masyarakat
yang terdampak bencana dan konflik terdiri atas tiga tahap yaitu pra bencana (pre incident), saat
bencana (incident), dan pasca bencana.
Pada tahap pre incident yang dapat dilakukan yaitu kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan serta peringatan dini masalah kesehatan jiwa dan psikososial akibat adanya suatu
wabah. Pencegahan merupakan upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan
terjadinya ancaman terhadap masalah kesehatan jiwa dan psikososial. Mitigasi merupakan upaya
untuk mengurangi dampak buruk masalah kesehatan jiwa dan psikososial akibat wabah dengan
melakukan penataan manajemen stress. Kemudian kesiapsiagaan dan peringatan dini dilakukan dalam
rangka mempersiapkan rencana untuk bertindak ketika ada kemungkinan terjadinya masalah
kesehatan jiwa dan psikososial.

Pada tahap incident dilakukan kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan
melalui kegiatan mendampingi kesehatan jiwa dan psikososial pada orang-orang yang terdampak.
Sedangkan pada tahap pasca incident, kegiatan yang dilakukan yaitu proses pemulihan, rehabilitasi
dan rekonstruksi. Pada tahap pemulihan dilakukan proses psikososial untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan jiwa, pada tahap rehabilitasi terjadi proses perbaikan kesehatan jiwa dan psikosial yang
dibutuhkan secara langsung dalam jangka pendek dan sifatnya sementara, pada tahap rekonstruksi
terjadi proses pervaikan kesehatan jiwa dan psikosial yang sifatnya menetap atau permanen.
KONSEP PSYCHOLOGICAL FIRST AID (PFA)

1. DEFINISI
Psychological Firs Aid atau PFA adalah suatu tindakan suportif dan manusiawi berupa
dukungan sosial, emosional, dan psikis yang dilakukan untuk mengurangi dampak stres akut dan
trauma serta membantu mereka yang berada dalam situasi krisis untuk mengatasi kesulitan yang
dihadapi secara efektif. PFA dirancang untuk diterapkan dalam keadaan darurat, termasuk bencana
dan serangan teroris, kecelakaan, serta peristiwa traumatis lainnya.

2. TUJUAN
PFA berguna untuk mengurangi tekanan awal yang disebabkan oleh peristiwa traumatis dan
untuk menumbuhkan fungsi adaptif jangka pendek dan jangka panjang serta koping. PFA tidak
memandang bahwa semua penyintas akan mengalami masalah kesehatan mental yang parah atau
kesulitan jangka panjang dalam pemulihan. Namun, peru dipahami bahwa para penyintas bencana dan
orang-orang lain yang terkena dampak peristiwa tersebut akan mengalami berbagai reaksi awal
(misalnya, fisik, psikologis, perilaku, spiritual). Hal inilah yang menjadi dasar dilakukannya PFA.

3. RESPON DAN DUKUNGAN


Respon dan dukungan yang termasuk dalam PFA adalah memberikan perawatan dan
dukungan yang praktis namun tidak menginterupsi, mencanangkan kebutuhan dan hal-hal yang harus
diperhatikan, membantu orang untuk mendapatkan akses terhadap kebutuhan dasar, menjadi
pendengar namun tidak memaksa korban untuk bercerita, menghibur orang-orang dan membantu agar
mereka merasa tenang, membantu untuk menghubungkan korban pada penyedia informasi dan
layanan sosial yang lainnya, serta melindungi orang-orang/korban dari bahaya yang lebih lanjut.

4. PELAKSANAAN PFA
Dalam pelaksanaan PFA , harus diperhatikan cara berkomunikasi yang baik, tetap tenang dan
menunjukkan kepedulian tanpa adanya unsur paksaan kepada korban untuk menceritakan kejadian
yang mereka alami, harus memperhatikan keamanan, harga diri, privasi, dan hak-hak korban yang
mengalami kejadian traumatis. Selain itu juga harus memperhatikan budaya korban dalam
memberikan pertolongan agar dapat memahami hal-hal baik ataupun tidak baik untuk dilakukan dan
dikatakan kepada korban sehingga mereka merasa nyaman. Dalam konteks budaya yang harus
diperhatikan yaitu cara berpakaian, bahasa, gender, usia, wewenang, kontak fisik dan tingkah laku,
kepercayaan dan agama.
Menurut WHO terdapat tiga hal standar operasi PFA yaitu lihat, dengar dan hubungkan.
1) Lihat: memeriksa keamanan, memeriksa dengan seksama apakah memerlukan bantuan gawat
darurat, memeriksa orang-orang dengan reaksi stress yang sangat serius
2) Dengar: mendekati orang-orang yang mungkin memerlukan bantuan, menanyakan kepada
korbn mengenai apa yang mereka butuhkan dan khawatirkan, serta mendengarkan cerita dan
menenangkan korban
3) Hubungkan: mambantu korban untuk mendapatkan kebutuhan dan pelayanan yang mendasar,
membantu korban untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, memberikan informasi, dan
menghubungkan korban dengan kelurga mereka serta pada pelayanan sosial. Dalam
memberikan dukungan psikosoial perlu dorongan untuk korban untuk memiliki strategi
koping stress yang positif dan mencegah strategi koping stress yang negatif.

5. 8 CORE ACTION UNTUK PSYCHOLOGICAL FIRST AID


Menurut pedoman Psychological First Aid (PFA), memiliki 8 factor inti antara lain:
1) Kontak dan Keterlibatan (Contact and Engagement)
Untuk menananggapi atau merespon kontak dari penyintas dan terlibat dalamnya dengan cara
yang baik tanpa mengganggu, penuh kasih dan membantu.
2) Keselamatan dan Kenyamanan (Safety and Comfort)
Untuk meningkatkan keselamatan langsung dan berkelanjutan, serta memberikan
kenyamanan fisik dan emosional.
3) Stabilisasi (Stabilization)
Untuk menenangkan dan mengorientasikan korban yang kewalahan atau merasa emosional.
4) Pengumpulan Informasi (Information Gathering)
Untuk mengidentifikasi dan menilai kebutuhan dan masalah yang mendesak secara langsung
pada korban, kumpulan informasi tambahan dan disesuaikan dengan intervensi Pertolongan
Pertama Psikologis.
5) Bantuan Praktis (Practical Assistance)
Untuk menawarkan bantuan praktis kepada korban dalam menangani kebutuhan dan masalah
yang mendesak pada dirinya. Pemberian bantuan kebutuhan dasar dan juga sumber daya,
termasuk perumahan, pekerjaan, keuangan, makanan, pakaian dan lain-lain.
6) Koneksi dengan Dukungan Sosial(Connection with Social Supports)
Untuk membantu menjalin kontak singkat atau berkelanjutan dengan orang-orang yang
mendukung terutama system pendukung utama dan sumber-sumber dukungan lainnya,
termasuk anggota keluarga, teman, dan sumber daya bantuan masyarakat.
7) Informasi tentang Mengatasi(Coping Information)
Untuk memberikan informasi tentang reaksi stress dan cara mengatasi atau mengurangi
kesusahan dan mempromosikan fungsi adaptif yang baik.
8) Tautan dengan Layanan Kolaboratif(Linkage with Collaborative Services)
Untuk menghubungkan para penyintas/korban krisis dengan layanan yang tersedia yang
dibutuhkan pada saat itu atau di masa depan.
6. POPULASI RENTAN
Menurut Buku Pertolongan Psikologis Pertama Universitas Airlangga, 2020 orang-orang
yang mungkin rentan dan membutuhkan bantuan khusus antara lain:
1. Anak-Anak Termasuk Remaja
Anak anak dan remaja akan bereaksi dengan cara-cara tertentu saat terjadi krisis,
misalnya menunjukkan gejala fisik seperti gemetar, bersedih, cemas atau takut, menjadi
sangat waspada atau gelisah, sulit tidur, kebingungan, tidak berespons, mengalami
disorientasi atau bahkan tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Namun pada anak-anak dan
remaja terapat beberapa reaksi stress khusus yang dapat muncul antara lain:
- Anak anak kecil dapat menunjukkan kemunduran pada tahapan perkembangannya,
misalnya anak yang awalnya sudah bisa dalam toileting menjadi sering mengompol. Anak
anak juga menjadi lebih lekat dengan orangtuanya, mengurangi bermain, atau melakukan
permainan berulang (repetitive play) yang berkaitan dengan peristiwa krisis yang baru
dialaminya.
- Anak usia sekolah bisa merasa bahwa dirinya yang menyebabkan krisis tersebut terjadi,
merasa takut, kurang peka terhadap emosi orang-orang disekitarnya, dan merasa
kesepian.
- Remaja biasanya merasa kosong, terisolasi dari teman temannya dan memunculkan
perilaku berisiko dan sikap negatif.
2. Orang dengan Gangguan Kesehatan, Disabilitas Fisik atau Disabilitas Mental
Saat mengalami peristiwa krisis dapat mengakibatkan berbagai kondisi gangguan
kesehatan semakin buruk, seperti tekanan darah tinggi, kondisi jantung, asma serta kecemasan
dan gangguan mental lainnya. Wanita hamil dan menyusui mungkin mengalami stress berat
akibat krisis sehingga mempengaruhi kesehatan kehamilan dan proses menyusui mereka.
Orang dengan disabilitas fisik mengalami kesulitan mobilisasi atau mengalami kesulitan
untuk menemukan keluarganya atau mengakses layanan yang tersedia. Beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk membantu orang dengan gangguan kesehatan dan disabilitas antara
lain:
- Membantu untuk sampai ketempat yang aman
- Membantu memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, minum, mendapat air bersih,
merawat diri sendiri, atau membangun tempat berteduh dari bahan yang dibagikan
lembaga pengelola bantuan bencana.
- Menayakan gangguan kesehatan yang dialami, keteraturan mengkonsumsi obat, dan
membantu untuk tetap mendapatkan pengobatan sesuai masalah kesehatan yang dialami
serta mengakses layanan kesehatan.
- Memberikan informasi mengenai cara mengakses layanan kesehatan
3. Orang yang Berisiko Mengalami Diskriminasi atau Kekerasan
Orang-orang yang berisiko mengalami diskriminasi atau kekerasan diantaranya yaitu
perempuan, orang-orang dari kelompok etnis atau agama tertentu, dan orang orang dengan
kecacatan mental. Maka dari itu, orang-orang dengan berisiko mengalami deskriminasi dan
kekerasan perlu dilakukan perlindungan khusus dalam situasi krisis dengan cara:
- Membantu menemukan tempat yang aman untuk tinggal
- Membantu menghubungkan dengan keluarga dan orang-oranag yang dapat dipercaya
lainnya
- Memberikan informasi tentang layanan yang tersedia, dan membantu untuk
menghubungkan dengan layanan yang tersedia jika dibutuhkan.
REFERENSI

1. Everly Jr, G. S., & Lating, J. M. (2017). The Johns Hopkins guide to psychological first aid. JHU
Press.
2. Fransiska,ED.Keefektifan Psychological First Aid (Pfa) Sebagai Pertolongan Pertama Pada
Korban Bencana & Trauma. ISBN 978-602-6988-58-4
3. Iqbal, M. 2018. Psychological First Aid pada Korban Terdampak Bencana.
https://www.google.com/amp/s/pijarpsikologi.org/psychological-first-aid-pada-korban-
terdampak-bencana/amp/
4. Jacobs, G. A., Gray, B. L., Erickson, S. E., Gonzalez, E. D., & Quevillon, R. P. (2016). Disaster
mental health and community‐based psychological first aid: Concepts and education/training.
Journal of clinical psychology, 72(12), 1307-1317.
5. Kemenkes RI. 2020. Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Pandemi
COVID-19. Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dan Napza,
Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan RI
6. Margaretha. 2018. Pertolongan Psikologis Pertama (Psychological First Aid): Upaya Bantuan
Psikososial Awal Pada Korban Bencana. 280-299
7. NCTSN. (2019). "Psychological First Aid (PFA)." About PFA Retrieved April 24th, 2020, from
https://www.nctsn.org/treatments-and-practices/psychological-first-aid-and-skills-for
psychological-recovery/about-pfa.
8. Sumampouw, N. 2016. Puat Krisis Psikologi UI. All Right Reserved
9. Universitas Airlangga. 2020. Pertolongan Psikologis Pertama : Panduan bagi Relawan Bencana
10. Windarwati, HD. 2020. Panduan Praktis Rapid Pespons dan Penanganan Dini Aspek Psikososial
Terhadap COVID-19

Anda mungkin juga menyukai