Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
KELOMPOK 3
Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat
dan Hidayah-Nya serta Nikmat Sehat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini
tepat pada waktunya.
Terimakasih yang tak terhingga kami ucapkan kepada Ibu Ratna Duhita Pramintari, S.KM,
M.Si, selaku dosen pengampu Mata Kuliah Intervensi Kelompok dan Komunitas ini.
Terimakasih tak terhingga juga diucapkan kepada Kak Wella Ayu Febriana, S.Psi, selaku
asisten dosen Mata Kuliah Intervensi Kelompok dan Komunitas yang telah banyak
membantu, sehingga Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa Makalah masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami menerima
saran serta kritikan untuk membangun kesempurnaan laporan ini. Kami berharap semoga
Makalah yang kami susun dapat bermanfaat untuk kita semua.
Kelompok 3
A. Kesimpulan ................................................................................................................15
B. Saran ..........................................................................................................................15
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peristiwa bencana atau krisis yang terjadi di komunitas sering kali terjadi
sehingga dapat menyebabkan salah seorang individu merasa stress atau mengalami
masalah kejiwaan. Untuk itu, pertolongan pertama dari sisi psikologis tidak boleh
dilupakan Krisis yang dialami seseorang berpotensi menimbulkan gangguan
psikologis. Krisis yang terjadi bukan hanya dari krisis bencana alam, tetapi ada juga
krisis akibat kehilangan atau kejadian yang menyebabkan seseorang mengalami
traumatik. Seperti bencana alam, konflik, perang, migrasi, kecelakaan, KDRT, hingga
kehilangan orang terdekat, kekerasan dan juga bullying itu juga termasuk suatu krisis
yang sering terjadi di suatu komunitas atau lingkungan yang berisiko menimbulkan
gangguan psikologis baik ringan maupun berat. krisis yang dialami berdampak pada
psikologis karena tidak semua orang memiliki ketahanan mental yang sama. Ada yang
ketahanan mentalnya baik dan tidak mengalami dampak lanjutan dari krisis, ada juga
yang ketahanan mentalnya jelek dan berpotensi mengalami gangguan psikologis berat
Berbagai macam bentuk reaksi yang kerap dialami oleh para korban. Reaksi
tesebut sebagai bentuk dalam penyesuaian dirinya terhadap kejadian yang tidak
mengenakkan. Meskipun reaksi yang dikeluarkan oleh mereka terlihat seperti reaksi
normal tetapi reaksi-reaksi tersebut tetap perlu diatasi karna apabila tidak hal tersebut
akan mengganggu fungsi psikis, sosial dan juga spiritual yang dapat menyebabkan
lemahnya kemampuan bertahan korban. Salah satu intervensi awal yang dapat
digunakan sebagai pertolongan pertama bagi para korban bencana adalah
Psychological First Aid (PFA). PFA merupakan pertolongan pertama dalam durasi
yang singkat. Yang dapat diberikan kepada orang yang mengalami tekanan akibat
bencana atau keadaan darurat yang di alami untuk membantu keadaan tersebut. (Asih
et al., 2021)
Pertolongan Pertama Psikologis dirancang untuk diberikan dalam berbagai
situasi. Pekerja kesehatan mental dan tanggap bencana lainnya dapat diminta untuk
memberikan Pertolongan Pertama Psikologis di tempat penampungan masyarakat
umum, tempat penampungan kebutuhan khusus, rumah sakit lapangan dan area triase
A. Pertolongan pertama
1. Pengertian Psychological First Aid
B. Pemberian PFA
1. Prinsip-Prinsip Psychological First Aid
Pada tahun 2016, World Federation Of Mental Health (WFMH) menjadikan
PFA sebagai tema dari hasri Kesehatan mental sedunia. Dan menurut WFMH itu
sendiri pun prinsip utama dalam PFA yang harus di pahami baik oleh pelaksana
maupun penyintas itu ada 3 :
1. Lihat (Look)
Yang di maksud dengan lihat disini yaitu, pelaksana melakukan
pengamatan terlebih dahulu tentang jaminan keamanan, terutama
Orang-orang yang memerlukan perhatian khusus pada suatu krisis diantaranya adalah :
Anak-anak (termasuk remaja), terutama mereka yang terpisah dari sosok pengasuhnya,
mungkin perlu dilindungi dari pelecehan dan eksploitasi. Mereka juga akan
membutuhkan bantuan dari sekitar mereka untuk mendapatkan kebutuhan dasar
mereka.
Orang-orang dengan disabilitas fisik, mental, atau gangguan kesehatan akan
membutuhkan bantuan khusus untuk dapat menjangkau area yang aman, terhindar
dari pelecehan, dan mengakses bantuan kesehatan atau layanan lain. Hal tersebut juga
berlaku pada orang lanjut usia, wanita hamil, orang-orang dengan gangguan mental,
atau orang yang memiliki gangguan penglihatan dan pendengaran.
Orang-orang yang berisiko terkena diskriminasi atau kekerasan, contohnya perempuan
dan orang-orang dari etnis tertentu. Mereka membutuhkan bantuan agar tetap dalam
kondisi aman dan mendapatkan akses untuk bantuan yang tersedia.
2. Dengarkan (Listen)
Setelah mengamati lingkungan yang dituju, prinsip selanjutnya
yaitu mendengarkan. Pelaksana harus menjalin komunikasi/ kontak
dengan orang yang mungkin membutuhkan pertolongan atau
dukungan. Tanyakan dengan tenang apa yang mereka butuhkan,
dengarkan dan bantulah mereka agar mereka merasa tenang.
Mendengarkan dengan baik saat membantu orang lain
merupakan hal yang penting. Dengan menjadi pendengar, Anda dapat
memahami situasi dan kebutuhan mereka serta membantu mereka agar
merasa tenang, sehingga Anda dapat memberikan bantuan yang tepat.
Belajarlah untuk mendengarkan dengan:
Mendekati seseorang
Memperkenalkan diri
Memperhatikan dan mendengarkan secara aktif
Menerima perasaan orang lain
Tenangkan orang yang kesusahan
Tanyakan kebutuhan apa yang dibutuhkan dan
kekhawatiran apa yang dirasakan
Membantu mereka untuk menemukan solusi terhadap
kebutuhan dan masalah yang mendesak mereka.
3. Jaringan (Link)
Bantulah orang untuk menemukan tempat yang dapat
memberikan layanan kebutuhan dasar dan akses pelayanan, bantulah
orang untuk menyelesaikian masalahnya, beri informasi secara benar,
dan hubungkan dia dengan orang yang dapat memberikan dukungan
sosial secara utuh/ orang yang dicintai.
Berikut terkait apa saja yang dibutuhkan oleh korban :
Kebutuhan dasar, seperti tempat berteduh, makanan, air, dan
sanitasi.
Layanan kesehatan untuk mereka yang mengalami cedera atau
bantuan untuk mereka dengan penyakit kronis.
Informasi yang benar dan dapat dimengerti mengenai kejadian
krisis tersebut, orang-orang terdekatnya, dan bantuan yang
tersedia.
Kemampuan untuk mengontak orang terdekatnya, teman-
temannya, dan bantuan.
Adanya keterbatasan data kuantitatif yang mendukung, membuat PFA cukup sulit
untuk dinyatakan cukup efektif dalam penanganan kasus trauma, namun komponen yang ada
dalam PFA yang meliputi Lima elemen penting" yang meliputi keselamatan, ketenangan,
keterhubungan, self-efficacy, dan harapan dapat dianggap sebagai "standar" terbaik yang
tersedia untuk menilai cakupan berbagai kerangka PFA.
Saat memberikan pertolongan pertama psikologis pun ada beberapa hal yang harus di
perhatikan, diantaranya adalah :
Psychological First Aid ini sangat dibutuhkan oleh siapa saja, Pertolongan pertama pada
psikologis ini bertujuan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada diri
seseorang. Memperlebar jendela toleransinya sehingga lebih jernih melihat persoalan.
Idealnya justru solusi muncul dari si penyintas sendiri, bukan dari pemberi layanan.
Penyintas membutuhkan tempat bercerita, orang yang mampu mendengar aktif, tanpa
bertanya balik, apalagi menginterogasi. Masalah yang dialami akan surut seiring
kecemasannya menurun dan timbul suatu semangat untuk bangkit dari keterpurukan.
PFA bukanlah konseling profesional, sehingga relawan yang akan mempelajari PFA tidak
harus memiliki latar belakang psikologi atau ilmu kesehatan. Relawan dari berbagai latar
belakang pendidikan dapat mengikuti pelatihan PFA. Semua relawan yang terlibat dalam
pertolongan di masa bencana/krisis bisa mempelajari PFA. Tidak hanya relawan yang
membantu pengungsi/orang secara langsung, bahkan petugas logistik atau keamanan pun
perlu memahami prinsip PFA.
Training PFA WHO dapat dilakukan dalam waktu 1 hari (sekitar 7 jam) dengan standar
pelatihan WHO. PFA diberikan secara integratif dalam pertolongan di masa krisis, artinya
tidak diberikan secara fragmental atau terpisah-pisah dengan bantuan lainnya. PFA
seharusnya diberikan di bawah koordinasi institusi yang berwenang dalam konteks bencana
agar layanan dalam konteks bencana menjadi terintegrasi
A. Kesimpulan
Psychological First Aid (PFA) bukanlah sesuatu yang hanya dapat dilakukan
oleh tenaga ahli atau profesional, tetapi juga dapat dilakukan oleh individu yang
memiliki pengetahuan atau telah mendapat pelatihan. Salah satu skill yang seharusnya
dimiliki oleh relawan bencana yang berinteraksi langsung dengan penyintas, hal
tersebut bertujuan agar relawan dapat memberikan penanganan dasar, kenyamanan,
dan dukungan kepada individu yang mengalami kondisi krisis saat terjadi bencana.
PFA sendiri tidak berperan sebagai terapi bagi permasalahan psikologis yang
diberikan pada saat situasi bencana, namun sebagai bentuk intervensi yang diberikan
kepada penyintas terkait kebutuhan awal pasca mengalami suatu bencana Dan untuk
menjadi relawan PFA dibutuhkan pembekalan berupa pelatihan untuk menambah
informasi dan keterampilan relawan dalam memberikan PFA yang tepat sasaran..
B. Saran
Makalah ini kami buat agar supaya kita semua dapat mengetahui lebih jauh
terkait psikologi komunitas, baik itu prinsip-prinsip nya ataupun pendekatan yang
digunakan dan juga metode-metode nya. Dan kami harap dengan makalah yang
dibuat dengan sederhana dan bahasa yang cukup sederhana ini dapat membuat kita
semua lebih mudah memahami isi dari makalah ini. Walaupun demikian, kami merasa
DAFTAR PUSTAKA
Anis Nabila Ahmad, Aisyah Arifuddin, Andi Besse Wulan Fauziah, St.Saniah Khalisah
Zakaria, & Asniar Khumas. (2023). Pelatihan Psychological First Aid Pada
Kebencanaan. Joong-Ki : Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(3), 650–655.
https://doi.org/10.56799/joongki.v2i3.2077
Asih, M. K., Utami, R. R., & Kurniawan, Y. (2021). PSYCHOLOGICAL FIRST AID ( PFA )
UNTUK PENDAMPING BALAI PEMASYARAKATAN ( BAPAS KELAS 1 )
SEMARANG. 3(1), 35–41.
Rusmiyati, C., & Hikmawati, E. (2021). Penanganan Dampak Psikologis Korban Bencana
Merapi (Sosial Impact of Psychological Treatment Merapi Disaster Victims). Rusmiyati,
C., & Hikmawati, E. (2012). Penanganan Dampak Psikologis Korban Bencana Merapi
(Sosial Impact. Jurnal Informasi, 17(02), 97–110.Jurnal Informasi, 17(02), 97–110.
Vernberg, E. (2007). Pertolongan Pertama Psikologis. Jurnal Konseling Kesehatan Jiwa, 17–