Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT & MANAJEMEN

BENCANA
“ Konsep Manajemen Krisi Bencana Melalui Penatalaksanaan PFA
(Psychological First Aid)”

DOSEN PENGAMPU : DEWI WULANDARI, S.Kep.Ns, M.Kep

NAMA : BAYU AJI PURWOKO


NIM : P17240203032
TINGKAT : 2B

PROGRAM STUDI
D3 KEPERAWATAN TRENGGALEK
POLITEKNIK KESEHATAN KEMNKES MALANG
JANUARI 2022
Konsep Manajemen Krisi Bencana Melalui Penatalaksanaan PFA

Bencana memberikan dampak secara fisik dan psikologis. Oleh sebab itu, pemberian
bantuan kepada korban bencana harus bersifat menyeluruh. Psychological First Aid (PFA)
adalah bentuk pertolongan pertama untuk meredakan reaksi emosional seseorang terhadap
peristiwa bencana yang dialaminya untuk menghindari dampak negative lebih lanjut. PFA
memfasilitasi korban untuk pulih, kembali menjadi individu yang sehat secara fisik dan
mental. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa PFA memiliki manfaat bagi korban dan
manfaatnya bahkan bisa dirasakan dalam jangka panjang.

A. Pengertian PFA
PFA(Psychological First Aid) merupakan salah satu bentuk intervensi yang
telah digunakan dalam bidang penanganan situasi krisis dan penanganan bencana, hal
ini terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan makin
meningkatnya perhatian akan penting aspek kesehatan mental dan dukungan
psikologis (Reyes, 2006).
PFA merupakan tanggapan pertama, dalam durasi yang singkat, yang
diberikan kepada orang yang mengalami tekanan karena bencana atau keadaan darurat
untuk membantu keadaan pada saat itu.
Menurut WHO (2011), PFA merupakan perawatan dasar yang bersifat praktis,
suportif, dan humanis, yang digunakan untuk menolong orang yang mengalami
tekanan karena bencana atau keadaan krisis, diberikan segera setelah bencana terjadi,
dengan pendekatan yang tidak memaksa dan disesuaikan dengan nilai-nilai yang
berlaku.
B. Tujuan PFA
PFA merupakan serangkaian keterampilan dasar yang bersifat praktis yang bertujuan
untuk:
 Mengurangi serta mencegah munculnya dampak psikologis yang lebih buruk
dari bencana atau situasi sulit lainnya
 Memperkuat proses pemulihan psikologis Prinsip Dasar PFA
 Berikan bantuan sesegera mungkin langsung pada orang yang memerlukan
dukungan
 Sediakan informasi akurat dan logis tentang situasi yang ada
 Bersikap jujur, jangan pernah menjanjikan sesuatu yang tak bisa kita penuhi
 Sediakan dukungan emosional bagi orang yang memerlukan dukungan
 Fokus pada kemampuan yang dimiliki orang yang memerlukan dukungan
untuk pulih
 Berikan perhatian yang non diskriminatif untuk semua. Perhatian yang non
diskriminatif adalah perhatian dengan tanpa membeda‐bedakan latar belakang
dari orang yang memerlukan dukungan.
C. Prinsip PFA
Pada 2016, World Federation of Mental Health (WFMH) menjadikan PFA sebagai
tema hari kesehatan mental sedunia. Menurut WFMH (2016), ada tiga prinsip utama
dalam PFA yang harus dipahami baik oleh pelaksana maupun penyintas, yaitu:
 Lihat (Look): lakukan pengamatan tentang jaminan keamanan, terutama untuk
orang yang secara jelas memerlukan kebutuhan dasar (makan, minum), dan
pengamatan untuk orang dengan reaksi distress yang serius.
 Dengarkan (Listen): buatlah komunikasi/ kontak dengan orang yang mungkin
membutuhkan dukungan, tanyalah dengan tenang apa yang sekiranya mereka
butuhkan/ minta, dengarkan dan bantulah mereka untuk merasa tenang.
 Jaringan (Link): bantulah orang untuk menemukan tempat yang dapat
memberikan layanan kebutuhan dasar dan akses pelayanan, bantulah orang
untuk menyelesaikian masalahnya, beri informasi secara benar, dan
hubungkan dia dengan orang yang dapat memberikan dukungan social secara
utuh/ orang yang dicintai.
D. Fokus PFA
PFA memfokuskan kepada beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
 Penyediaan dukungan dan perawatan praktis yang bersifat tidak memaksa
 Pengenalan dan pemenuhan kebutuhan dasar
 Kesediaan untuk mendengarkan korban tanpa memaksanya berbicara
 Kesediaan untuk membuat korban merasa nyaman
 Membantu korban mendapatkan informasi tentang pelayanan dan dukungan
sosial
 Melindungi korban dari hal-hal yang membahayakan.

PFA bisa diberikan kepada orang yang memerlukan dukungan dari berbagai
tahapan perkembangan mulai dari anak, remaja, orang dewasa, orang lanjut usia
ataupun anggota keluarganya. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa mereka
yang memberikan bantuan pun rentan mengalami masalah psikologis ketika
menjalankan tugasnya sehingga mereka membutuhkan dukungan juga.

PFA dikembangkan dalam sebuah kerangka kerja berdasarkan pembelajaran


dari upaya penanganan bencana sebelumnya dan penelitian‐penelitian terkait. Fungsi
kerangka kerja dalam sebuah model adalah agar langkah‐langkah yang dilakukan
tepat sasaran dan efektif. Tanpa adanya kerangka kerja kita akan cenderung
melakukan proses trial and error. Hal ini tentunya bisa merugikan orang yang ingin
kita bantu. Dalam buku ini, PFA diadaptasi dengan menggunakan kerangka kerja
Safety, Function, dan Action (SFA). Ketiga komponen inilah yang akan difasilitasi
oleh penyedia layanan PFA. Ada 3 target utama dalam kerangka ini:

1. Memenuhi rasa aman orang yang memerlukan dukungan (AMAN),


2. Mendorong keberfungsian optimal orang yang memerlukan dukungan
(FUNGSI)
3. Memfasilitasi tindakan orang yang memerlukan dukungan untuk
pemulihannya (AKSI).

Dalam menjalankan PFA, ketiga target ini dapat dijadikan sebagai suatu
tahapan pemberian dukungan. Meskipun demikian mengacu konteks situasi dan sosial
budaya yang ada, maka kerangka tahapan ini tidak juga dilihat sesuatu yang kerangka
tahapan yang kaku. Hal ini berarti penyedia layanan PFA dapat saja menentukan
untuk fokus pada target tertentu disesuaikan dengan kondisi orang yang akan dibantu.

E. Langkah-Langkah Pertolongan Pertama Psikologis


1. Memenuhi kebutuhan dasar penyintas
 Memenuhi Kebutuhan Dasar penyintas: Sediakan tempat berlindung yang
aman 
 Berikan pertolongan pertama fisik bila dibutuhkan 
 Bantu penyintas mengumpulkan barang pribadinya 
 Kebutuhan dasar akan tempat tinggal, pakaian & makanan harus dipenuhi 
 Tanyakan apakah penyintas membutuhkan hal lain 
2. Mendengarkan penyintas
 Sediakan waktu untuk mendengarkan penyintas. Hal ini akan mengurangi rasa
cemasnya.
 Fokuskan perhatian pada apa yang dikatakan penyintas.
 Jangan memotong pembicaraan dan meyakinkan penyintas bahwa semuanya
akan baik-baik saja.
 Pandanglah penyintas saat ia berbicara (jika memungkinkan menurut budaya
setempat).
 Gunakan komunikasi non verbal untuk menunjukkan dukungan dan empati
anda.
 Sediakan waktu untuk mendengarkan penyintas. Hal ini akan mengurangi rasa
cemasnya.
 Fokuskan perhatian pada apa yang dikatakan penyintas.
 Jangan memotong pembicaraan dan meyakinkan penyintas bahwa semuanya
akan baik-baik saja.
 Pandanglah penyintas saat ia berbicara (jika memungkinkan menurut budaya
setempat).
 Gunakan komunikasi non verbal untuk menunjukkan dukungan dan empati
anda.
3. Menerima Perasaan Penyintas
 Respon yang timbul pasca bencana seperti merasa cemas, marah, bersalah,
berduka, malu atau gembira karena selamat dari bencana merupakan hal yang
sangat wajar. Relawan perlu memahami bahwa hal tersebut adalah NORMAL.
 Panduan dalam menerima perasaan penyintas
 Terimalah perasaan penyintas tanpa menertawainya.
 Terimalah perasaan penyintas apa adanya meskipun Anda memiliki perasaan,
pikiran dan tindakan yang berbeda dengannya.
 Jangan menyalahkan perasaan dan pikiran penyintas.
 Ketika penyintas membutuhkan bantuan, yang diperlukan dan diharapkannya
adalah kepedulian terhadap perasaan mereka, bukan tuduhan atau penolakan.
 Sadari bahwa perasaan, pikiran, tindakan seseorang dipengaruhi oleh banyak
faktor. Orang dapat bertindak secara berbeda dalam situasi yang sama.
 Anda dapat sangat membantu dengan menerima perasaan penyintas dan
melakukan apa yang bisa Anda bantu bagi penyintas dalam menjalani masa
sulitnya.
4. Membantu dengan Langkah Selanjutnya
 Petakan kebutuhan akan bantuan medis, kebutuhan dasar, livelihood,
perumahan dan dukungan emosional.
 Berdasarkan kebutuhan yang ada, diskusikan rencana untuk memenuhi
kebutuhan.
 Berikan bantuan atau informasi penting bagi pemenuhan kebutuhan. Buat
networking dengan lembaga lain yang mungkin bisa membantu.
 Minta penyintas untuk segera memulai kembali tugas dan kegiatan hidup
mereka sehari-hari (kembali kerja, bersekolah, bersosialisasi,dll).
 Bantu mereka untuk menyadari bahwa dengan bekerja dan menjalankan
rutinitas lagi akan mempercepat proses pemulihan.
 Dorong munculnya gaya hidup sehat : istirahat cukup, makanan cukup gizi,
olah raga teratur, dan lainnya.
5. Merujuk dan menindaklanjuti
 Identifikasi, temu-kenali penyintas yang membutuhkan pertolongan atau
dukungan psikologis lebih lanjut.
 Identifikasi institusi yang memberikan pelayanan di bidang kesehatan mental.
Buat jaringan dengan institusi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VI-3-I-P3DI-Februari-2014-
48.pdf
2. https://staff.ui.ac.id/system/files/users/nathanael.elnadus/material/pfadepkes.pdf
3. file:///C:/Users/user/Dropbox/My%20PC%20(LAPTOP-6VM8ITIT)/Downloads/
2618-9893-1-PB.pdf
4. World Federation of Mental Healt,(2016). Psychological Fisrt Aid for All.
https://www.wfmh.global/ . Diakses pada tanggal 24 Januari 2022
5. Sugi Prihatno (2020).Manajemen Krisis : Pengertian, Tahapan,Tujuan, dan Mengapa
itu Penting. https://aksaragama.com/manajemen/manajemen-krisis/ .Diakses pada
tanggal 24 Januari 2022 jam 21.00

Anda mungkin juga menyukai