Anda di halaman 1dari 9

RESUME

TANGGAP DARURAT BENCANA

PENANGANAN FRAKTUR DAN PSIKOLOGICALL FIRST AID

OLEH :

ISRA HAYATI OKTAVIA LISNI

213310728

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. HENDRI BUDI, M.Kep. Sp.MB

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PADANG

TA. 2024
RESUME

A. PSIKOLOGICALL FIRST AID


1. Defenisi PFA
PFA merupakan serangkaian keterampilan yang bertujuan untuk mengurangi
dampak negatif stres dan mencegah timbulnya gangguan kesehatan mental yang
lebih buruk yang disebabkan oleh bencana atau situasi kritis (Everly, Phillips,
Kane & Feldman, 2006). Menurut Sphere (2011) dan IASC (2007),
Psychological First Aid (PFA) dideskripsikan sebagai sebuah respons suportif
kepada sesama yang sedang menderita atau memerlukan dukungan. Psychological
First Aid (PFA) adalah pendekatan yang digunakan untuk memberikan bantuan
pertama dan dukungan psikologis kepada individu yang mengalami krisis atau
trauma.

2. Tujuan PFA
Tujuan utama PFA adalah untuk mengurangi kesengsaraan mental dan emosional
serta mempromosikan pemulihan yang sehat setelah kejadian traumatis. PFA
bertujuan ntuk memberikan bantuan segera dan praktis kepada individu yang
mengalami krisis, seperti bencana alam, kecelakaan, atau peristiwa
traumatis lainnya.
a. Mengurangi serta mencegah munculnya dampak psikologis yang lebih buruk
dari bencana atau situasi sulit lainnya
b. Memperkuat proses pemulihan psikologis
c. PFA tidak bertujuan untuk memberikan terapi jangka panjang atau diagnosis
yang mendalam, tetapi bertujuan untuk memberikan bantuan praktis dalam
situasi darurat.
d. Mengurangi gejala stress pasca-trauma, meningkatkan kapasitas bertahan, dan
membantu individu memulihkan diri setelah mengalami kejadian traumatis.
e. Membantu individu mengembangkan strategi penanganan stres yang adaptif,
meningkatkan rasa kontrol diri, dan membangun harapan untuk masa depan.

3. Prinsip dasar PFA


1) Berikan bantuan sesegera mungkin langsung pada orang yang memerlukan
dukungan
2) Sediakan informasi akurat dan logis tentang situasi yang ada
3) Bersikap jujur, jangan pernah menjanjikan sesuatu yang tak bisa kita penuhi
4) Sediakan dukungan emosional bagi orang yang memerlukan dukungan
5) Fokus pada kemampuan yang dimiliki orang yang memerlukan dukungan
untuk pulih
6) Berikan perhatian yang non diskriminatif untuk semua. Perhatian yang non
diskriminatif adalah perhatian dengan tanpa membeda‐bedakan latar belakang
dari orang yang memerlukan dukungan.

Siapa yang Bisa Melakukan? PFA bisa dilakukan oleh siapapun yang
telah mendapat pelatihan atau sosialisasi termasuk masyarakat umum. Di mana
dalam hal ini adalah orang‐orang di sekitar orang yang memerlukan dukungan.
Pada Siapa Diberikan? PFA bisa diberikan kepada orang yang memerlukan
dukungan dari berbagai tahapan perkembangan mulai dari anak, remaja, orang
dewasa, orang lanjut usia ataupun anggota keluarganya. Namun demikian perlu
diperhatikan bahwa mereka yang memberikan bantuan pun rentan mengalami
masalah psikologis ketika menjalankan tugasnya sehingga mereka membutuhkan
dukungan juga. Kapan Dilakukan? Salah satu prinsip dasar PFA: “Berikan
bantuan sesegera mungkin langsung pada orang yang memerlukan dukungan”.
Oleh karena itu PFA dapat dilakukan sesegera mungkin dalam hitungan menit, jam
atau hari, bergantung konteks situasi yang dihadapi.
Prinsip Dukungan Psikologis Awal
1. Melindungi
2. Memenuhi kebutuhan dasar
3. Memberikan bimbingan dan informasi
4. Mendorong penyintas untuk berpartisipasi dalam proses pemulihan
pasca bencana
5. Menghubungkan penyintas dengan lingkungan sosial terdekat
6. Memberikan kenyamanan dan menenangkan

4. Kerangka Kerja PFA


Fungsi kerangka kerja dalam sebuah model adalah agar langkah ‐langkah yang
dilakukan tepat sasaran dan efektif. Tanpa adanya kerangka kerja kita akan
cenderung melakukan proses trial and error. Ada 3 target utama dalam kerangka
ini:
1) Memenuhi rasa aman orang yang memerlukan dukungan (AMAN).
2) Mendorong keberfungsian optimal orang yang memerlukan dukungan
(FUNGSI)
3) Memfasilitasi tindakan orang yang memerlukan dukungan untuk
pemulihannya (AKSI).

5. Langkah-Langkah Dasar PFA


a. Fasilitasi Rasa Aman
a) Pastikan orang yang memerlukan dukungan dengan membawanya ke
tempat yang aman.
b) Sediakan informasi tentang kegiatan layanan yang tersedia dan bisa
diakses.
c) Tekankan bahwa yang mereka alami merupakan reaksi yang sewajarnya
dalam situasi yang luar biasa (bencana)
b. Fasilitasi Keberfungsian
Dorong orang untuk berfungsi kembali, dalam artian dia bisa berpikir dengan
relatif lebih jernih memahami situasi yang terjadi dan apa saja yang dapat dia
lakukan untuk mengatasi masalah yang ada. Cara yang bisa dilakukan untuk
memfasilitasi keberfungsian antara lain:
a) Berikan perhatian melalui kata‐kata dan perbuatan yang tidak menyakiti
atau menyinggung perasaan orang yang ingin kita bantu.
b) Jaga keluarga mereka agar tetap bersama dan berhubungan satu sama lain.
c) Tanyakan pada mereka adakah pihak lain yang ingin diberitahu
sehubungan dengan bencana yang baru saja terjadi.
c. Fasilitasi Proses Pemulihan dan Rencana Tindak Lanjut.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam rangka menfasilitasi proses
pemulihan, antara lain adalah:
a) Mendorong orang yang memerlukan dukungan untuk kembali pada
rutinitasnya.
b) Libatkan orang yang memerlukan dukungan secara aktif dalam tugas ‐tugas
pemulihan

6. Penerapan Langkah-Langkah PFA


contoh penerapan langkah-langkah PFA yang biasa dilakukan:
a. Mendekati dengan empati: Tunjukkan sikap empati dan perhatian kepada
individu yang terdampak. Dengarkan dengan penuh perhatian, hargai perasaan
mereka, dan hindari sikap yang menghakimi. Berikan dukungan moral dan
ciptakan lingkungan yang aman untuk mereka berbagi pengalaman dan emosi.
b. Memprioritaskan keamanan: Pastikan bahwa individu merasa aman dan
terlindungi. Carilah lingkungan yang aman dari bahaya potensial. Bantu
mereka merasa nyaman dan mengurangi factor stres yang dapat memperburuk
kondisi mereka.
c. Menyediakan informasi yang akurat: Berikan informasi yang jelas dan akurat
tentang situasi bencana, langkah-langkah keamanan, dan sumber daya yang
tersedia. Hal ini dapat membantu mengurangi kecemasan dan memberikan
individu rasa kontrol atas situasi yang mereka hadapi.
d. Memperhatikan kebutuhan dasar: Pastikan bahwa kebutuhan dasar individu
terpenuhi, seperti makanan, minuman, tempat berlindung, dan akses ke
layanan kesehatan yang diperlukan. Penuhi kebutuhan fisik mereka untuk
membantu memulihkan kesejahteraan secara keseluruhan
e. Mendorong dukungan sosial: Bantu individu membangun hubungan dan
mencari dukungan dari keluarga, teman, atau Masyarakat sekitar. Dukungan
sosial dapat membantu mengurangi isolasi dan meningkatkan koping mereka
dalam menghadapi trauma bencana.
f. Mengembangkan strategi penanganan stres: Bantu individu mengidentifikasi
dan mengembangkan strategi penanganan stress yang adaptif, seperti teknik
relaksasi, pernapasan dalam, atau aktivitas fisik. Dorong mereka untuk
menjaga keseimbangan dan merawat kesehatan fisik dan mental mereka.
g. Mengarahkan ke sumber dukungan lanjutan: Jika diperlukan, arahkan individu
ke sumber dukungan lanjutan, seperti professional kesehatan mental,
kelompok dukungan, atau layanan pemulihan pasca bencana. Bantu mereka
dalam mengakses sumber daya yang dapat membantu
pemulihan jangka Panjang.
B. Penanggangan Fraktur
1. Defenisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan
jenis dan luasnya yang biasanya disebabkan oleh rudapaksa atau tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Tipe fraktur
berdasarkan atas hubungan tulang dengan jaringan di sekitarnya terbagi menjadi
fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka merupakan fraktur yang
disertai rusaknya jaringan kulit dan menyebabkan adanya hubungan fragmen
tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur tertutup merupakan fraktur tanpa
adanya hubungan antar fragmen tulang dengan dunia luar.

2. Penatalaksanaan Fraktur
Untuk penatalaksanaan fraktur bisa secara medis pembedahan atau tanpa
pembedahan tergantung dengan jenis frakturnya, dan dilanjutkan dengan
fisioterapi. Adapun secara medis bisa dilakukan pembedahan atau tanpa
pembedahan, yang tanpa pembedahan bisa dilakukan dengan pemasangan GIPS
atau bisa dilakukan traksi, secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan
beban dengan tali pada ekstreminasi klien. Tempat tarikan disesuaikan dengan
arah tarikan yang segaris dengan sumbu tarikan tulang yang patah. Kegunaan
traksi untuk mengurangi patah tulang, mempertahankan fragmen tulang pada
posisi yang sebenarnya selama penyembuhan, memobilisasikan tubuh bagian
jaringan lunak, memperbaiki deformitas.
1) Pertolongan pertama pada fraktur tertutup (Closed Fracture):
a. Setelah mengevaluasi cedera, instruksikan korban agar membatasi gerakan
tubuhnya. Gunakan bantalan ringan untuk memberikan dukungan pada
area yang terluka.
b. Jika memungkinkan, setelah menempatkan bantalan pada lokasi cedera,
terapkan gendongan dengan menggunakan kain untuk melindungi area
yang terluka agar tidak mengalami kerusakan lebih lanjut. Gendongan
digunakan sebagai penopang atau pembatas gerakan pada bagian tubuh
yang mengalami patah, sambil menunggu bantuan medis.
c. Lakukan imobilisasi pada tulang yang patah dengan mengggunakan
gendongan yang dibuat dari kain segitiga hingga setinggi dada. Langkah
ini bertujuan untuk menghambat pergerakan ketika korban dalam
perjalanan menuju fasilitas kesehatan. Segera hubungi layanan kesehatan
terdekat untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut
2) Pertolongan pertama open fraktur
a. Segera kontak Rumah Sakit atau fasilitas kesehatan terdekat. Tempatkan
balutan steril di atas daerah cedera untuk melindungi luka terbuka dari
kontaminasi, menghentikan perdarahan, dan mengurangi risiko infeksi.
Pastikan pembalutan tidak terlalu longgar maupun terlalu ketat. Susun
simpul balutan secara datar dan hindari menempatkannya di atas luka.
Letakkan bantalan di sebelah tulang yang patah jika menonjol dari kulit.
Pantau kondisi korban secara terus-menerus, terutama pernapasannya,
karena mungkin terjadi syok. Lakukan pemeriksaan sirkulasi pada lengan
atau kaki yang cedera di luar balutan setiap 10 menit.
b. Dalam situasi yang lebih kritis, misalnya di daerah terpencil di mana
bantuan medis memerlukan waktu lama atau jika Anda harus membawa
korban ke dokter atau Rumah Sakit sendiri, kemungkinan Anda perlu
menggunakan pembidaian belat (splint). Tambahkan bantalan tambahan di
sekitar kaki atau lengan dan terapkan pembidaian (mungkin dengan
menggunakan payung yang dilipat, gulungan koran, atau bahan keras
seperti tongkat) pada bagian yang dicurigai patah tulang. Pastikan
pembidaian tidak terlalu kencang dan upayakan untuk meminimalkan
gerakan sebisa mungkin.

Menurut (Muttaqin, 2013), konsep dasar penatalaksanaan fraktur yaitu:


1. Fraktur terbuka
Kasus gawat darurat karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri disertai
perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Perawat
perlu melakukan tindakan agar bakteri belum terlalu jauh meresap, seperti:
pembersihan luka, eksisi jaringan mati atau debridement, hecting situasi
dan pemberian antibiotic
2. Seluruh fraktur.
a. Reduksi (Reposisi) terbuka dengan fiksasi interna (Open Reduction
and Internal Fixation/ORIF). Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis.
Open Reduction Interna Fixation (ORIF) adalah fiksasi interna dengan
pembedahan terbuka untuk mengistirahatkan fraktur dengan
melakukan pembedahan untuk memasukkan paku, screw, pen kedalam
tempat fraktur untuk menguatkan/mengikat bagian-bagian tulang yang
fraktur secara bersamaan.
b. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna (Open Reduction and Enternal
Fixation/OREF), Tindakan untuk mengobati patah tulang terbuka yang
melibatkan kerusakan jaringan lunak. Ekstremitas dipertahankan
sementara dengan gips, bidai atau alat lain. Alat imobilisasi ini akan
menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan
tulang.
c. Retensi (Immobilisasi) adalah tindakan yang dilakukan untuk menahan
fragmen tulang agar dapat kembali ke posisi semula secara optimal.
Setelah fraktur mengalami proses reduksi, penting untuk memobilisasi
atau menjaga fragmen tulang dalam posisi yang tepat dan sejajar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan fiksasi eksternal, yang melibatkan metode seperti
pembalutan, pemberian gips, penggunaan bidai, traksi kontinu,
penggunaan pin, teknik gips, atau fiksatoreksternal

REFERENSI :
Cahyono, W. (2015). PSYCHOLOGICAL FIRST AID: Sebuah Kesiapsiagaan Dari Kita
Untuk Kita. Depok: Pusat Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Parahita, P. S., & Kurniyanta, P. (n.d.). PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
PADA CEDERA FRAKTUR EKSTREMITAS.

Anda mungkin juga menyukai