Anda di halaman 1dari 9

RANGKUMAN KEPERAWATAN JIWA

OLEH:

ZHADIAN WARDANI ABDULLAH 2121016

PROGRAM STUDI SARJANA

KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESESHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR

2023
1. SEJARAH KEPERAWATAN JIWA

Sejarah keperawatan jiwa dimulai pada abad ke-18 di Eropa,


ketika para pekerja sosial dan filantropis mulai memberikan
perhatian kepada orang-orang yang mengalami masalah mental.
Awalnya, perawatan jiwa dilakukan secara terpisah dari perawatan
medis umum, dengan penggunaan metode yang kontroversial seperti
terapi agresif dan pengucilan sosial.

Namun, pada abad ke-19, pendekatan baru mulai muncul


dengan adanya reformasi dalam perawatan jiwa. Pada tahun 1853,
pengusaha asal Prancis, Philippe Pinel, mengubah kondisi brutal di
rumah sakit jiwa dan memperkenalkan metode perawatan yang lebih
manusiawi. Ia membebaskan para pasien dari rantai dan
menekankan pentingnya pengobatan holistik dan perawatan penuh
kasih sayang.

Selanjutnya, pada pertengahan abad ke-19, seorang perawat


Inggris bernama Florence Nightingale, yang terkenal dengan perannya
dalam perkembangan keperawatan modern, juga memberikan
perhatian terhadap perawatan jiwa. Dia mengakui perlunya
perawatan yang empatik dan holistik bagi pasien jiwa, dan pada
tahun 1860, mendirikan sekolah perawat jiwa pertama di
Inggris.Pada awal abad ke-20, keperawatan jiwa semakin berkembang
dengan adanya penemuan baru dalam bidang psikiatri dan
pemahaman yang lebih baik tentang penyakit jiwa. Perawatan jiwa
menjadi lebih terpusat pada pasien dan orientasi pada pemulihan.
Pemahaman tentang faktor-faktor sosial, psikologis, dan biologis
dalam kesehatan mental semakin meningkat.

2. TREND DAN ISSUE DALAM KEPERAWATAN JIWA GLOBAL


Secara global, ada beberapa tren dan isu dalam keperawatan jiwa
yang memiliki dampak pada bidang keperawatan jiwa secara
keseluruhan. Beberapa tren dan isu penting termasuk:
1. Penuaan penduduk: Banyak negara mengalami peningkatan
jumlah populasi lanjut usia yang membutuhkan layanan kesehatan,
termasuk perawatan jiwa. Tren ini menimbulkan tantangan bagi
perawat jiwa dalam memberikan perawatan khusus untuk orang
dewasa lanjut usia dengan masalah kesehatan jiwa, seperti demensia.
2. Stigma kesehatan jiwa: Stigma kesehatan jiwa masih menjadi isu
penting secara global, yang menyebabkan diskriminasi dan
marginalisasi individu dengan kondisi kesehatan jiwa. Perawat jiwa
memainkan peran penting dalam menghadapi dan mengurangi stigma
dengan mempromosikan kesadaran, pendidikan, dan advokasi bagi
hak-hak mereka yang menderita gangguan mental.
3. Integrasi kesehatan jiwa ke dalam perawatan primer: Semakin
banyak pengakuan akan perlunya mengintegrasikan layanan
kesehatan jiwa ke dalam pengaturan perawatan primer. Pendekatan
ini bertujuan untuk meningkatkan akses ke perawatan kesehatan
jiwa serta mendorong deteksi dini dan intervensi. Perawat jiwa sering
terlibat dalam memberikan layanan kesehatan jiwa di perawatan
primer, bekerja sama dengan profesional kesehatan lainnya.
4. Perawatan berbasis masyarakat: Terdapat pergeseran menuju
memberikan perawatan kesehatan jiwa di setting masyarakat, bukan
hanya mengandalkan perawatan kelembagaan. Perawatan berbasis
masyarakat memungkinkan pendekatan holistik dan terfokus pada
individu, mendorong pemulihan dan inklusi komunitas. Perawat jiwa
terlibat dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat, perawatan
berbasis rumah, dan bekerja dalam tim multidisipliner untuk
menyediakan perawatan komprehensif di masyarakat.
5. Kelangkaan tenaga kerja kesehatan global: Banyak negara
menghadapi kelangkaan tenaga kesehatan, termasuk perawat jiwa,
karena berbagai alasan seperti populasi tenaga kerja yang menua,
migrasi, dan kapasitas pendidikan yang tidak memadai. Kelangkaan
ini menjadi tantangan dalam memberikan perawatan kesehatan jiwa
yang memadai dan berkualitas.
3. PROSES TERJADINYA GANGGUAN JIWA
Proses terjadinya gangguan jiwa melibatkan berbagai faktor yang
kompleks, termasuk faktor genetik, biologis, psikologis, dan
lingkungan. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan jiwa
antara lain:
1. Faktor genetik: Gangguan jiwa dapat disebabkan oleh adanya
kelainan genetik atau riwayat keluarga yang memiliki gangguan jiwa.
Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa gangguan jiwa
seperti skizofrenia dan depresi dapat memiliki faktor keturunan.
2. Faktor biologis: Ketidakseimbangan zat kimia otak
(neurotransmiter) seperti serotonin, dopamin, dan noradrenalin dapat
berperan dalam terjadinya gangguan jiwa. Perubahan pada struktur
atau fungsi otak juga dapat menjadi faktor penyebab gangguan jiwa.
Faktor psikologis: Pengalaman traumatis, stres berkepanjangan.
Dalam keperawatan jiwa, terdapat beberapa konseptual model yang
digunakan untuk memahami dan mengelola gangguan jiwa

4. KONSEPTUAL MODEL DALAM KEPERAWATAN JIWA

Dalam keperawatan jiwa, terdapat beberapa konseptual model


yang digunakan untuk memahami dan mengelola gangguan jiwa.
Berikut beberapa contoh konseptual model dalam keperawatan jiwa:

1. Model Biopsikososial: Model ini menganggap bahwa gangguan jiwa


disebabkan oleh interaksi antara faktor biologis, psikologis, dan
sosial. Model ini mengakui pentingnya pengaruh faktor-faktor
tersebut dalam terjadinya gangguan jiwa dan memandang manusia
sebagai makhluk holistik yang membutuhkan pendekatan yang
menyeluruh dalam perawatan jiwa.

2. Model Ekologi Sistem: Model ini menganggap individu sebagai


bagian dari sistem yang lebih besar, seperti keluarga, komunitas, dan
masyarakat.
3. Model Pemulihan: Model ini berfokus pada upaya pemulihan
individu yang mengalami gangguan jiwa. Pemulihan dianggap sebagai
proses yang melibatkan individu dalam membangun kembali
identitas, meningkatkan kualitas hidup, dan mencapai tujuan hidup
yang bermakna. Perawatan jiwa dengan model ini lebih menekankan
pada pemberdayaan individu dan kolaborasi dalam perencanaan
perawatan.

4. Model Penyesuaian Tugas: Model ini menganggap bahwa gangguan


jiwa adalah hasil dari ketidakmampuan individu untuk berhasil
menyelesaikan tugas perkembangan yang diperlukan pada tahap
kehidupan tertentu. Perawatan jiwa dengan model ini fokus pada
membantu individu dalam menyelesaikan tugas tersebut dengan
dukungan, edukasi, dan strategi pemecahan masalah.

Sejarah keperawatan jiwa telah memberikan landasan bagi disiplin


keperawatan jiwa modern. Perawat jiwa saat ini memiliki peran yang
penting dalam memberikan perawatan yang komprehensif,
melibatkan pemahaman terhadap kondisi mental pasien, serta
mendukung pemulihan dan kesejahteraan mereka.

5. KONSEP STRESS
Konsep stres adalah suatu kondisi di mana individu mengalami
ketegangan fisik, emosional, atau mental sebagai respons terhadap
tekanan atau tuntutan dari lingkungan sekitarnya. Stres dapat
berasal dari berbagai faktor, seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, masalah keuangan, atau perubahan besar dalam
kehidupan.Ada beberapa konsep yang terkait dengan stres, antara
lain:
1. Stimulus Stres: Merujuk pada faktor-faktor yang
menyebabkan stres, seperti tuntutan fisik, masalah
keuangan, atau peristiwa kehidupan yang menekan.
2. Respons Stres: Merupakan respon fisiologis, emosional,
dan mental yang terjadi ketika individu menghadapi stresor.
Respons ini dapat meliputi peningkatan denyut jantung,
perasaan cemas atau putus asa, serta kesulitan
berkonsentrasi atau tidur.

3. Faktor Penyebab Stres: Merujuk pada faktor-faktor yang


mempengaruhi bagaimana individu merespons stresor.
Faktor-faktor ini meliputi faktor genetik, kepribadian,
pengalaman masa lalu, dan kemampuan mengatasi.

4. Dampak Stres: Merupakan konsekuensi yang dialami


individu akibat stres yang berkepanjangan atau tidak
terkendali. Dampak stres dapat berupa gangguan kesehatan
fisik dan mental, penurunan kualitas hidup, dan gangguan
hubungan interpersonal.

6. RENTANG SEHAT SAKIT JIWA


Rentang kesehatan mental adalah suatu spektrum yang
melibatkan berbagai tingkat kesehatan dan kesejahteraan mental
individu. Rentang kesehatan mental ini mencakup kondisi di mana
seseorang memiliki kesehatan mental yang baik dan mampu
berfungsi secara optimal, serta kondisi di mana seseorang mengalami
gangguan mental atau penyakit jiwa.
Seseorang yang berada di rentang kesehatan mental yang baik
biasanya memiliki kemampuan untuk mengatasi tekanan dan stres,
memiliki hubungan yang sehat dengan orang lain, dapat mengelola
emosi dengan baik, dan memiliki perasaan yang positif terhadap diri
sendiri. Mereka juga dapat berkonsentrasi dengan baik, merasa
bersemangat dan memiliki tujuan dalam hidup, serta memiliki tingkat
daya tahan yang baik dalam menghadapi tantangan.
7. KOPING MEKANISME
Koping adalah cara individu mengatasi atau menangani stres dan
tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Ada berbagai mekanisme
koping yang digunakan oleh orang untuk menghadapi situasi yang
sulit atau mendukung kesehatan mental mereka. Berikut adalah
beberapa mekanisme koping yang umum:
1. Mekanisme koping instrumental: Ini melibatkan mengambil
tindakan konkret untuk mengatasi atau memperbaiki masalah yang
dihadapi. Contohnya termasuk mencari solusi, membuat rencana,
atau mengambil langkah-langkah nyata untuk mengubah situasi
yang sulit.
2. Mekanisme koping emosional: Ini melibatkan mengelola dan
menerima emosi yang terkait dengan stres atau tantangan. Individu
menggunakan mekanisme ini untuk mengurangi tekanan atau
ketegangan emosional yang mereka rasakan. Contoh mekanisme
koping emosional adalah berbicara dengan orang yang dipercaya,
bermeditasi, menulis jurnal, atau menjalani terapi untuk membantu
mereka mengelola dan mengerti emosi mereka.
3. Mekanisme koping penghindaran: Ini melibatkan menghindari atau
mengalihkan perhatian dari stresor atau situasi yang sulit. Salah satu
contoh mekanisme koping penghindaran adalah mengalihkan
perhatian dengan melakukan hobi, menonton film, atau melakukan
kegiatan yang meningkatkan kenyamanan dan hiburan.
4. Mekanisme koping sosial: Ini melibatkan mencari dukungan dan
bantuan dari orang lain. Orang-orang mungkin mencari dukungan
emosional, saran, atau bantuan praktis dari teman, keluarga, atau
profesional kesehatan mental. Berbagi pengalaman dengan orang lain
dapat membantu mengurangi tekanan dan memberikan perspektif
yang berbeda.
5.Mekanisme koping pemecahan masalah: Ini melibatkan
mengidentifikasi dan menerapkan langkah-langkah konkret untuk
mengatasi masalah. Orang menggunakan keterampilan pemecahan
masalah untuk memecahkan masalah satu per satu. Pendekatan ini
dapat membantu mengurangi kecemasan dan memberikan rasa
kontrol.
8. PREVENSI PRIMER
Prevensi primer adalah tindakan untuk mencegah terjadinya
penyakit atau masalah kesehatan sebelum mereka muncul.
Tujuannya adalah untuk mengurangi insiden atau kejadian penyakit
dan mencegahnya sejak awal. Beberapa contoh tindakan prevensi
primer termasuk:
1. Vaksinasi: Melakukan vaksinasi rutin atau imunisasi yang
dianjurkan untuk mencegah penyakit menular seperti influenza,
hepatitis, cacar air, polio, dan banyak lagi.
2. Pendidikan kesehatan: Memberikan informasi dan pengetahuan
kepada masyarakat mengenai gaya hidup sehat, pengetahuan tentang
nutrisi, kebersihan diri, pengendalian stres, dan pentingnya kegiatan
fisik.
3. Pencegahan cedera: Memastikan keselamatan di tempat kerja atau
di rumah dengan mengadopsi tindakan keselamatan yang tepat,
menggunakan peralatan pelindung diri, menghindari kebiasaan
merokok, atau menggunakan sabuk pengaman saat mengemudi.
4. Promosi pola hidup sehat: Membangun kesadaran dan mendorong
praktik pola hidup sehat, seperti diet seimbang, olahraga rutin, tidur
yang cukup, menjaga kebersihan, tidak mengonsumsi alkohol
berlebihan, dan tidak menggunakan narkoba.
5. Kebersihan dan sanitasi: Memastikan adanya infrastruktur sanitasi
yang baik, seperti air bersih, pembuangan limbah yang aman, dan
sanitasi yang baik di tempat umum, untuk mencegah penyebaran
penyakit yang berkaitan dengan kotoran dan kebersihan yang buruk.
Prevensi primer penting untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan
secara keseluruhan, tidak hanya pada tingkat individu tetapi juga
pada tingkat populasi. Dengan menerapkan tindakan prevensi primer,
kita dapat meminimalkan risiko terjadinya berbagai penyakit dan
masalah kesehatan.
9. PREVENSI SEKUNDER
a. Pengertian
Prevensi sekunder adalah pencegahan yang dilakukan
setelah mengetahui bahwa diri sendiri atau pasangan
menyandang penyakit langka dan ingin mencegah agar tidak
diwariskan pada anak.
b. Tujuan
Pencegahan ini bertujuan untuk mempertahankan
kesehatan klien yang mengalami kesehatan klien yang
mengalami kesehatan, komplikasi atau kecacatan.
Pencegahan sekunder dilaksanakan periode pathogenesis
setelah suatu penyakit termanifestasi dalam tanda dan gejala.
c. Contoh pencegahan sekunder
Melakukan Pemeriksaan secara mandiri atau ke dokter
untuk individu yang mempunyai gejala penyakit kronis.

10. PREVENSI TERSIER


a. Pengertian Prevensi Tersier
Prevensi tersier adalah kegiatan yang bertujuan untuk
mengembalikan klien ke tingkat fungsi tertinggi dan mencegah
kerusakan lebih lanjut dalam kesehatan. Dalam keperawatan
kesehatan masyarakat, pencegahan tersier juga berfokus pada
pencegahan kekambuhan dari masalah.
b. Tujuan Prevensi Tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang bertujuan
mengembalikan klien ke tingkat fungsi tertinggi dan mencegah
kerusakan lebih lanjut dalam kesehatan.
c. Contoh pencegahan Tersier
Rajin mengkonsumsi obat yang diberikan dokter. Pencegahan
penyakit dilakukan untuk mencegah segala kemungkinan
buruk yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai