15-4. BacaanTB Paru
15-4. BacaanTB Paru
Irawaty Djaharuddin
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Unhas
I. PENDAHULUAN
II. ETIOLOGI
III. EPIDEMIOLOGI
1
Asia Selatan, Cina, India, Afrika dan Amerika Latin. Pada orang dewasa dua pertiga
kasus terjadi pada laki-laki, sedangkan pada anak-anak lebih dominan pada wanita.
Angka kesakitan TB tertinggi pada usia tua untuk populasi kulit putih, sedangkan untuk
non kulit putih tertinggi pada dewasa muda dan usia kurang dari 5 tahun.5
Di Indonesia sesuai dengan laporan badan kesehatan dunia ( WHO ) tahun
2015, merupakan negara dengan jumlah penderita TB terbesar kedua. Indonesia juga
merupakan satu dari enam belas negara dengan angka keberhasilan pemberantasan
tuberkulosis yang belum memuaskan. Sedangkan di Amerika Serikat sejak 1985 mulai
timbul lagi peningkatan kasus - kasus baru , hal ini berhubungan dengan meningkatnya
penderita immunocompromised seperti HIV.4,6 Target yang ditetapkan WHO adalah
menyembuhkan 85 % kasus yang dideteksi sputum BTA positif dan mampu mendeteksi
70% dari perkiraan kasus baru sputum BTA positif.4
IV. PATOGENESIS
2
Hipersensitivitas tubuh terhadap tuberkulin tidak terjadi segera tetapi pada
minggu ke-2 – 10 setelah infeksi. Pada saat itu fokus primer mungkin bertambah tetapi
tidak berkapsul. Ketika reaksi hipersensitivitas makin meningkat, reaksi perifokal akan
makin menonjol dan pembuluh limfe regional akan membesar. Fokus primer mungkin
akan menjadi pengejuan (caseosa) tetapi pertahanan tubuh akan membatasinya.
Bahan-bahan pengejuan secara perlahan-lahan akan terhisap dan menjadi kalsifikasi.
Lesi kemudian akan menghilang.1
Fokus primer ini biasanya satu, pada beberapa kejadian terdapat dua atau lebih
lesi. Pada keadaan ini setelah reaksi hipersensitiviti, ciri dari kompleks primer (fokus
pada parenkhim paru dan pembesaran kelenjar limfe) tidak terjadi. Walaupun TB paru
primer ini bertendensi untuk sembuh tetapi progresifitas lesi untuk bertambah besar bisa
terjadi. Lesi kemudian makin membesar, pneumonitis berkembang dalam jaringan
sekitar dan pluera yang menutupinya akan menebal. Pengejuan akan mencair dan
mengisi satu atau lebih bronki, menghasilkan sisa kaviti dan area baru penumonia
tuberkulosis, yaitu tuberkulosis kaviti primer.1
Pada saat pengejuan, penyebaran secara hematogen terjadi dan menghasilkan
lesi milier di organ-organ viscera atau fokus yang terisolasi di paru, tulang, mata, otak
ginjal, hati dan limpa. Beberapa bakteri TB mencapai aliran darah sebelum reaksi
hipersensitiviti terjadi, bakteriemi ini terjadi secara langsung atau melalui pembuluh limfe
regional dan ductus thoracicus.Keterlibatan pembuluh limfe regional bertendensi adanya
penyembuhan tetapi telah terjadi penyebaran yang lebih luas dibanding fokus primer.
Kuman TB dapat hidup bertahun-tahun pada pembuluh limfe walaupun area kalsifikasi
pada tempat ini menandakan penyembuhan secara parsial telah terjadi.1
Pembesaran pembuluh limfe ini akan mengakibatkan obstruksi, menutupi
jalannya udara dari lumen yang menyebabkan atelektasis pada bagian distal. Selain itu
pengejuan (caseosa) yang terjadi melekat pada bronkus menyebabkan reaksi inflamasi .
terjadilah infeksi yang menciptakan fistel, sehingga terjadi transmisi penyakit melalui
bronkus ke parenkim paru. Demikian pula pengeluaran bahan-bahan caseosa melalui
bronkus akan menyebabkan obstruksi dan terjadilah atelektasis pada bagian distal
paru.1
Penyulit pada TB primer terbanyak ditemui pada tahun pertama setelah infeksi.
Bila fase ini terlewati komplikasi relatif jarang terjadi sampai terjadi lagi reinfeksi dengan
manifestasi klinik yang lebih berat.1
Periode laten ( beberapa bulan / tahun ) setelah infeksi primer. Dapat terjadi
karena reactivation dan reinfection. Reactivation terjadi akibat kuman dorman yang
berada pada jaringan selama beberapa bulan / tahun setelah infeksi primer, mengalami
multiplikasi. Hal ini dapat terjadi akibat daya tahan tubuh menurun, misalnya akibat
status gizi yang buruk atau HIV. Reinfection terjadi infeksi ulang pada seseorang yang
sebelumnya pernah mengalami infeksi primer. TB pasca primer umumnya menyerang
paru, tetapi dapat pula ditempat lain diseluruh tubuh umumnya pada usia dewasa.
3
Karakteristik TB pasca primer adalah adanya kerusakan paru yang luas dengan kavitas,
hapusan dahak BTA positif, melibatkan lobus atas, umumnya tidak terdapat
limfadenopati intratoraks.8
Tuberkulosis pasca primer dimulai dari sarang dini yang umumnya pada segmen
apical lobus superior atau lobus inferior. Awalnya berbentuk sarang pneumonik kecil.
Sarang ini dapat mengalami salah satu keadaan :
1. Diresorbsi dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang meluas, tetap segera mengalami penyembuhan berupa jaringan fibrosis dan
perkapuran . sarang dapat aktif kembali membentuk jaringan keju dan bila dibatukkan
menimbulkan kaviti.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju, yang bila dibatukkan akan
menimbulkan kaviti. Kaviti awalnya berdinding tipis kemudian menjadi tebal ( kaviti
sklerotik ). Kaviti akan mengalami :
a. Meluas dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
b. Memadat dan membungkus diri disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat
mengapur dan sembuh, tapi dapat aktif kembali dan mencair menimbulkan kaviti
baru.
c. Menyembuh dan disebut open healed cavity, atau menyembuh dengan
membungkus diri , akhirnya mengecil. Kaviti dapat menciut dan tampak sebagai
bintang ( stellate shape ).9
V. GAMBARAN KLINIK
Tuberkulosis sering mendapat julukan The Great Imitator yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan, bahkan kadang- kadang asimtomatik.5
Gambaran TB paru dapat dibagi menjadi dua golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik .2,6
A.Gejala respiratorik
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula – mula non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila
sudah terjadi kerusakan jaringan. Bila batuk telah berlangsung selama 3 minggu maka
hendaknya dipikirkan adanya tuberkulosis.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan bervariasi, mungkin berupa garis atau bercak- bercak
darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah
terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari
besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah inilah yang paling sering
4
membawa penderita berobat ke dokter. Perlu diingat, batuk darah tidak selalu
menunjukkan proses aktif.
c.Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal – hal yang menyertai seperti efusi pleura atau anemia dll.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistim persarafan di pleura terkena.
B Gejala sistemik
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai, biasanya timbul pada sore dan malam
hari, mirip demam influenza. Demam seperti influenza ini hilang timbul dan makin lama
makin panjang serangannya, sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, berat badan menurun serta
malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual/ berangsur- angsur dalam beberapa minggu – bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan batuk , panas dan sesak, walaupun jarang dapat
juga timbul menyerupai pneumoni.
5
prosesus spinosus dari vertebra thorakalis IV atau korpus vertebra thorakalis V
( sela iga II) dan tidak dijumpai kavitas.
b. Lesi luas ( far advanced )
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.9
1. TB paru primer
Gambaran fokus primer nampak sebagai peningkatan densitas dengan
ukuran dan bentuk yang bervariabel pada jaringan paru yang radiolucent,
kelenjar limfe regional tampak membesar dan gambaran limfangitis yang
nampak sebagai gambaran linier yang menghubungkan antara kelenjar limfe
dengan focus lesi di jaringan paru. Pleural effusi nampak sebagai bayangan
meningkatnya densitas pada cavum pleura.10
Atelektasis dapat terjadi akibat adanya proses endobronkial, pembesaran
kelenjar, sembab mukosa, penebalan jaringan granulasi, penyumbatan oleh
sekret yang kental, stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalam bronkus.
Bila fokus infeksi berdekatan dengan lumen pembuluh darah dan terjadi nekrosis
dapat menimbulkan early post primary TB septicemia ( hiper akut miliari TB ).
Terjadi panas yang tinggi , general toksik dan meningitis tuberkulosa biasanya
terjadi, kelainan ini sering mengenai anak- anak.1
Tuberkuloma nampak merupakan primair atau pasca primair TB,
gambaran local parenchymal disease yang merupakan proses gabungan aktif
dan penyembuhan fokal. Gambaran nodul yang ditimbulkan berdiameter 10 – 15
mm dan dapat berlokasi disembarang tempat pada paru, tetapi paling sering di
bagian atas paru. Batas tepi nodul sering kali jelas dan dapat terjadi lesi lain di
sekitarnya. Tuberkuloma dapat bertahan tetap sama bertahun – tahun tetapi
merupakan focus potensial untuk menyebar.6
2. TB post primer
Hampir selalu selalu memberikan gambaran yang abnormal pada foto
thorak. Khasnya adalah parenkimal tanpa pembesaran kelenjar getah bening,
yang bermanifestasi sebagai kavitas. Terdapatnya gambaran kavitas pada lobus
superior dan tidak ditemukannya pembesaran kelenjar getah bening, sangat
membantu dalam membedakan tuberkulosis primer dan post primer.
Pembentukan kavitas adalah gambaran khas dari tuberculosis post
primer, dan hampir selalu ditemukan pada kira – kira 50 % kasus. Kavitas disini
berdinding tebal dan berbentuk irregular. Gambaran air fluid level jarang sekali
ditemukan kecuali bila ada infeksi sekunder. Bentukan aktifitas ini dapat
menyebabkan penyebaran infeksi melalui bronkus kepada bagian paru yang lain
atau melalui ruptur ke ruang antar pleura, dimana dapat menyebabkan empiema
dan fistula bronkopleural. Kavitas juga dapat menyebabkan terbentuknya
6
aneurisma Rasmussen ( pseudoaneurisma dari arteri pulmonalis ). Penyebaran
miliaris jarang terjadi pada tuberkulosis post primer dan apabila terjadi
dikarenakan erosi dari pembuluh darah pulmonal atau bronchial.
7
c. Pemeriksaan lain – lain :
Pemeriksaan serologi dengan berbagai metode antara lain : ELISA (
EnzymLinked Immunosorbent Assay ), Mycodot, Uji Peroksidase Anti
Peroksidase ( PAP ), Dot EIA TB.
PCR ( Polimerase chain reaction ).
RFLP ( Restrictive fragment length polymerase )
LPM ( Ligth producing mycobacteriophage ).
Pemeriksaan RFLP dan LPM lebih banyak digunakan untuk kegiatan penelitian.2,8
B. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
tuberkulosis.Laju endap darah ( LED ) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan.
Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai
keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu
respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi
tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan
biologik / daya tahan tubuh penderita. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberculosis. Limfositpun
kurang spesifik.2,8
C. Uji Tuberkulin.
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah
dengan prevalensi rendah. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis tinggi,
pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apa lagi
pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji
yang didapatkan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar
sekali. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan menunjukkan
gambaran reaksi tubuh yang analog dengan reaksi peradangan dari lesi yang
berada pada target organ yang terkena infeksi ,atau status respon imun individu
yang tersedia bila menghadapi agen dari basil tahan asam yang bersangkutan.2,8
Pada proses tuberculosis menahun, perlu diingat ada penyakit paru menahun
yang bukan tuberkulosis sehingga memberikan gejala klinik yang hampir sama seperti
brokiektasis, bronkitis , emfisema dan kanker paru. Beberapa penyakit paru kerja juga
memberi gejala yang menyerupai TB paru. Walaupun TB paru banyak dimasyarakat,
8
sebaiknya jangan cepat – cepat mendiagnosis suatu penyakit paru sebagai TB paru bila
tidak ditunjang data yang cukup meyakinkan.6,8
X. PENGOBATAN
Tujuan pengobatan tuberculosis adalah untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah relaps, menurunkan penularan ke orang lain dan
mencegah terjadinya resistensi terhadap OAT. Untuk itu diperlukan OAT yang efektif
dengan pengobatan jangka pendek. Standarisasi regimen untuk pengobatan TB
didasarkan pada rekomendasi WHO.2,6
Terdapat 3 aktifitas anti tuberculosis yaitu :
1. Obat bakterisidal : INH, rifampisin, pirazinamide.
2. OAT dengan kemampuan sterilisasi : rifampisin, PZA.
3. OAT dengan kemampuan mencegah resistensi : rifampisin dan INH, sedang
streptomisin dan etambutol kurang efektif.
OBAT ANTI TB
Dose mg/kg
Anti TB drug Action Potensi Daily Intermitten
3x/wk 2x/wk
TB TB treatment regimens
9
Continuation phase
Diagnostic Initial phase (daily or
TB patients
Category 3 Times weekly)
(Daily or 3 times/weekly)
New smear-positive patients;
New smear-negative PTB with
2 HRZE 4 HR
extensive parenchymal
I or
envolvement;
6 HE daily
Severe concomitant HIV disease or
severe forms of EPTB
Previously treated sputum
Smear positive PTB:
II -relapse; 2 HRZES/ 1 HRZE 5 HRE
-tratment after iunterruption;
-treatment failure.
New smear-negative PTB 4 HR
III (other than in Category I ); 2 HRZE or
Less severe forms of EPTB 6 HE daily
Chronik and MDR-TB cases Specially designed standardized or individualized
IV (still sputum-positive after regimens are suggested for this category
Sepervised re-treatment)
DAFTAR PUSTAKA
1. Inselman, L.S, Kendig, E.L. Tuberculosis In :C hernick, V., Kendig’s disorders of the
Respiratory Tract in Children 5th Ed. WB Saunders Company, USA,1990. 730-769
10
2. Loubue PA. .Diagnosis of Tuberculosis. In : Tuberculosis a comprehensive
International Approach. Eds : Reichman LB, Hershfield ES, Marcel Dekker
Company, New York ,2000. 341-75
5. Munoz FM, Starke JR. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-18. Philadelpia : WB
Saunders Company.2007.1044-55
11