R DENGAN BIPOLAR
TIPE MANIK / GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
PENGLIHATAN DAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG GARUDA RS JIWA PROVINSI JAWA BARAT
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Jiwa
Disusun oleh :
Ade Kurnianto
Ahmad Harun
Fany Dwi Fajarini
Rizal Mochamad Fajar
Shelly Fatimah Nurfarida
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT., yang telah memberikan Rahmat dan
karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas ini. Makalah dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN BIPOLAR TIPE
MANIK / GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENGLIHATAN
DAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG GARUDA RS JIWA
PROVINSI JAWA BARAT” disusun untuk memenuhi tugas kelompok stase
Keperawatan Gawat Darurat pada Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Bandung.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik berupa moril maupun materil.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
i
Akhir kata, semoga laporan ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca dalam mengembangkan profesi keperawatan guna
menciptakan perawat profesional yang berakhlakul karimah.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................i
DAFTAR ISI ...............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ...................................................................................1
B. Tujuan ................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyebab suatu penyakit tidak hanya dikarenakan kelainan pada fisiologi
tubuh seseorang namun juga karena adanya gangguan psikologis. Gangguan
psikologi atau gangguan kejiwaan banyak ditemui di tengah masyarakat,
mulai ringan hingga berat. Berbagai penelitian pun dilakukan untuk mencari
penanganan yang tepat. Salah satu masalah kejiwaan yang masih kurang
dipahami masyarakat adalah gangguan bipolar. Selain itu penelitian maupun
jurnal masih jarang mengangkat tentang penyakit gangguan bipolar.
Gangguan bipolar adalah salah satu penyakit mental yang paling umum,
parah, dan persisten (Ikawati, 2011). Gangguan Bipolar atau juga dikenal
sebagai mania-depresif merupakan gangguan otak yang menyebabkan
perubahan yang tidak normal dalam suasana hati, energi, tingkat aktivitas,
dan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari (NIMH, 2008).
Angka kejadian gangunan jiwa mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2016
terdapat 143,5 juta orang menderita gangguan jiwa (Kemenkes RI, 2016).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) menunjukkan prevalensi
gambaran masalah kesehatan jiwa berat/psikosis di Indonesia sebanyak 14
juta orang. Sedangkan prevalensi penderita gangguan jiwa di Jawa Barat
mencapai 1,6% atau sebanyak 465.973 orang (Pusdalisbang Jabar, 2014).
Prevalensi gangguan bipolar I (satu atau lebih episode mania atau campuran)
adalah 0,4% sampai 1,6%, dan untuk bipolar II disorder (episode depresi
berulang besar dengan episode hypomania) adalah sekitar 0,5%. Gangguan
bipolar I terjadi sama pada pria dan wanita, sedangkan bipolar II gangguan ini
lebih sering terjadi pada wanita. Perbandingan pria dan wanita adalah sekitar
3:2 (Drayton&Weinstein, 2008). Episode mania lebih terjadi terutama pada
orang muda, sedangkan episode depresi mendominasi dalam kelompok usia
yang lebih tua. Usia onset gangguan bipolar sangat bervariasi. Rentang usia
baik untuk bipolar I dan bipolar II adalah dari masa kanak-kanak sampai 50
1
2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan bipolar tipe
manik gangguan sensori persepsi halusinasi penglihatan dan risiko
perilaku kekerasan di ruang Garuda Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa
Barat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dengan gangguan sensori
persepsi halusinasi penglihatan dan risiko perilaku kekerasan
berdasarkan teori
b. Mengetahui asuhan keperawatan dengan gangguan sensori persepsi
penglihatan dan risiko perilaku kekerasan :
1) Pengkajian
2) Merumuskan diagnosa keperawatan
3) Merencanakan intervensi keperawatan (SP)
4) Mendokumentasi implementasi keperawatan
LAPORAN PENDAHULUAN
A. BIPOLAR
1. Definisi
Menurut PPGDJ III, gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan
suasana perasaan yang ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-
kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitas jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai
penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu
lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas
(depresi) (Maslim, 2013).
Gangguan bipolar menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental
Disorders-Text Revision edisi ke empat ialah gangguan mood yang terdiri
dari paling sedikit satu episode manik, hipomanik atau campuran yang
biasanya disertai dengan adanya riwayat episode depresi mayor (Amalina,
2011).
2. Etiologi
Penyebab gangguan bipolar sampai saat ini belum dapat diketahui
dengan pasti. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam gangguan bipolar
yaitu faktor genetik, faktor biokimia, faktor neurofisiologi, faktor
psikodinamik, dan faktor lingkungan.
Beberapa penyakit mempunyai penyebab yang jelas dan spesifik
sehingga pengobatannya juga bisa khusus atau spesifik untuk mengatasi
penyakit tersebut. Bila seseorang menderita kencing manis maka obatannya
adalah dengan mendapat insulin. Bila seseorang terserang usus buntu, maka
obatnya adalah dengan operasi. Namun tidak demikian halnya dengan
gangguan bipolar.
Sepertinya penyebab gangguan bipolar bersifat komplek atau multi
faktor. Gangguan bipolar bukan hanya disebabkan oleh adanya gangguan
keseimbangan kimia didalam otak yang cukup disembuhkan dengan minum
3
4
obat obatan. Para ahli berpendapat bahwa gangguan bipolar disebabkan oleh
kombinasi faktor biologis, psikologis dan sosial.
Menurut teori stress-vulnerability model, ada beberapa resiko atau factor
penyebab gangguan jiwa bipolar, yaitu :
a. Genetika dan riwayat keluarga
Penderita bipolar lebih sering dijumpai pada penderita yang mempunyai
saudara atau orang tua dengan gangguan bipolar. Riwayat pada keluarga
dengan penyakit bipolar bukan berarti anak atau saudara akan pasti
menderita gangguan bipolar. Penelitian menunjukkan bahwa pada orang
orang dengan riwayat keluarga penderita bipolar maka kemungkinannya
terkena bipolar akan sedikit lebih besar dibandingkan masyarakat pada
umumnya. Artinya ada factor predisposisi terhadap gangguan bipolar.
Hanya saja, tanpa adanya factor pemicu, maka yang bersangkutan tidak
akan terkena gangguan bipolar. Faktor predisposisi gangguan bipolar bisa
terjadi juga karena anak meniru cara bereaksi yang salah dari orang
tuanya yang menderita gangguan bipolar.
b. Kerentanan psikologis (psychological vulnerability)
Kepribadian dan cara seseorang menghadapi masalah hidup
kemungkinan juga berperanan dalam mendorong munculnya gangguan
bipolar
c. Lingkungan yang menekan (stressful) dan kejadian dalam hidup (live
events)
Riwayat pelecehan, pengalaman hidup yang menekan
d. Gangguan neurotransmitter di otak
e. Gangguan keseimbangan hormonal
f. Factor biologis
Ada beberapa perubahan kimia di otak yang diduga terkait dengan
gangguan bipolar. Hal ini menunjukkan adanya factor biologis dalam
masalah gangguan bipolar.
5
3. Klasifikasi
Tabel 2.1 Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan
Dari tabel diatas, dapat terlihat bahwa episode manik dibagi menjadi 3
menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik,
dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat diidentikkan dengan
seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (estrus) atau seorang
laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk
beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh
gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena
gejala-gejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi social (Amalina, 2011).
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan
hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial.Harga diri membumbung tinggi
dan terlalu optimis. Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak
daripada elasi (suasana perasaan yang meningkat). Bila gejala tersebut sudah
berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik
perlu ditegakkan.Bertolak belakang dengan hipomanik/manik, gejala pada
depresi terjadi sebaliknya.Suasana hati diliputi perasaan depresif, tiada minat
dan semangat, aktivitas berkurang, pesimis, dan timbul perasaan bersalah dan
tidak berguna. Episode depresi tersebut harus berlangsung minimal selama 2
minggu baru diagnosis dapat ditegakkan. Bila perasaan depresi sudah
6
menimbulkan keinginan untuk bunuh diri berarti sudah masuk dalam depresif
derajat berat (Amalina, 2011).
a. Kriteria episode mania
Episode mania adalah suatu periode tersendiri yang ditandai dengan
secara terus menerus (persistent), secara tidak normal (abnormal) dan
naik (elevated), meluas (expansive), suasana hati yang mudah marah
(irritable mood) yang berlangsung selama minimal 1 minggu (atau
kurang dari 1 minggu bila dipondokkan di rumah sakit). Dalam masa
dimana terjadi gangguan suasana hati tersebut, setidaknya ada 3 atau
lebih gejala harus ada (4 gejala harus ada bila hanya irritable mood):
1) Waham kebesaran atau terlalu percaya diri (Inflated self-esteem or
grandiosity)
2) Menurunnya kebutuhan untuk tidur (misalnya hanya perlu tidur 3 jam
sehari)
3) Terlalu banyak bicara
4) Pikiran yang berkejaran
5) Distractibility (mudah terganggu)
6) Meningkatnya kegiatan untuk mencapai suatu tujuan (bisa di sekolah,
kerja, social atau seksual)
7) Melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan konsekuensi yang
menyakitkan, misalnya menghamburkan uang, hubungan seksual atau
investasi bisnis yang bodoh
b. Kriteria episode hipomania
Episode hipomania adalah suatu periode tersendiri yang ditandai dengan
secara terus menerus (persistent), secara tidak normal (abnormal) dan
naik (elevated), meluas (expansive), suasana hati yang mudah marah
(irritable mood) yang berlangsung selama minimal 4 hari, dan berbeda
dengan kondisi biasa ketika tidak depresi (non-depressed mood). Episode
hipomania harus mempunyai 3 gejala atau lebih ( 4 gejala bila hanya
irritable mood):
7
c. Gangguan cyclothymic
Penderita mengalami beberapa episode hipomania dan episode depresi,
namun tidak pernah mengalami episode mania (full manic) atau depresi
berat (major depression) atau episode campuran. Diagnosa cyclothymic
disorder ditegakkan bila penyakit berlangsung selama 2 tahun atau lebih
(setahun pada anak anak dan remaja). Selama masa itu, gejala tidak
pernah hilang setidaknya selama 2 bulan. Gejala menimbulkan kesulitan
atau gangguan dalam kehidupan yang bersangkutan, misalnya dalam
masalah sekolah atau hubungan sosial.
4. Patofisiologi
Neurotransmitter yang paling berpengaruh pada patofisiologi gangguan
afektif bipolar ini adalah norepinefrin, dopamine, serotonin, dan histamine
(Ikawati, 2011).
a. Norepinefrin
Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan sensitivitas
dari reseptor Beta adrenergic dan dalam klinik hal ini di buktikan oleh
respon pada penggunaaan anti depresan yang cukup baik sehingga
mendukung adanya peran langsung dari sistem noradrenergic pada
depresi. Bukti lainnya melibatkan reseptor Beta-2 presinaps pada depresi
karena aktivitasi pada reseptor ini menghasilkan penurunan dari
pelepasan norepinefrin. Reseptor Beta-2 juga terletak pada neuron
serotoninergic dan berperan dalam regulasi pelepasan serotonin.
b. Serotonin
Teori ini di dukung oleh respon pengobatan SSRI dalam mengatasi
depresi. Rendahnya kadar serotonin dapat menjadi faktor resipitas
depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri memiliki
konsentrasi serotonin yang rendah dalam cairan cerebrospinal nya dan
memiliki kadar konsentrasi rendah uptake pada platelet.
c. Dopamine
Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga di duga memiliki
peran. Data memperkirakan nahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi
10
depresi dan meningkat pada mania. Dua teori mengenai dopamine dan
depresi adalah jalur mesolimbic dopamine tidak berfungsi terjadi pada
depresi dan dopamine reseptor D1 hipoaktif pada keadaan depresi.
5. Manifestasi Klinis
Gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II.
Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu
mania dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomania
dan depresi (Lubis, 2009).
Episode mania yaitu pada kelompok ini terdapat efek yang meningkat,
disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik mental,
dalam berbagai derajat keparahan. Sedangkan episode depresi ditandai
dengan gejala utama yaitu: afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan,
serta kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktivitas. Hipomania yaitu derajat gangguan yang lebih ringan
dari mania, afek meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas
menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturur-turut, pada suatu
derajat intensitas dan bertahan melebihi siklotimia serta tidak ada halusinasi
atau waham (Mansjoer, 1999).
Pasien dengan gangguan bipolar juga bisa mendapat episode campuran
yang didefinisikan sebagai terjadinya simultan gejala mania dan depresi.
Episode campuran terjadi hingga 40% dari semua episode dan lebih umum
pada pasien lebih muda dan tua serta wanita (Drayton & Weinstein, 2008).
Serta dapat juga mengalami siklus cepat ; yaitu bila terjadi paling sedikit
empat episode – depresi hipomania atau mania – dalam satu tahun. Seseorang
dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan biasanya terdapat
adanya kesulitan dalam hubungan interpersonal atau pekerjaan. Siklus ultra
ceoar yaitu episode mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan
sangat cepat dalam beberapa hari. Gejala dan hendaknya lebih berat bila
dibandingkan dengan siklotimia dan sangat sulit diatasi. Symptom psikotik
kasus berat, pasien bisa mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang
11
paling sering yaitu: halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
dan waham (APA, 2011).
Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik dari Episode Depresi
1. Lima (atau lebih) gejala berikut telah ada hampir setiap hari selama periode
2-minggu yang sama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya;
setidaknya salah satu gejala adalah perasaan depresi atau kehilangan minat
atau kesenangan :
a. Perasaan tertekan atau sedih hampir sepanjang hari
b. Kurang bersemangat atau kesenangan dalam kegiatan semua, atau hampir
semua, sepanjang hari
c. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, peningkatan
berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam
sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan
d. Insomnia atau hypersomnia
e. Agitasi psikomotorik atau keterbelakangan mental (diamati oleh orang
lain, tidak hanya subjektif perasaan kegelisahan atau sedang melambat)
f. Kelelahan atau kehilangan energi g. Perasaan tidak berharga atau
perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak pantas selayaknya (yang
mungkin delusi)
g. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi (baik subjektif
atau diamati oleh orang lain)
h. Terus berpikiran tentang kematian (tidak hanya rasa takut mati), berulang
keinginan bunuh diri tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri
sebelumnya atau rencana tertentu untuk melakukan bunuh diri
2. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran
3. Gejala menyebabkan tekanan klinis secara signifikan atau dalam sosial,
pekerjaan, atau fungsi dari bidang-bidang penting lainnya
4. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, pengobatan lainnya) atau kondisi medis umum
(misalnya, hipotiroidisme)
5. Gejala yang tidak bisa diperhitungkan dalam keadaan berkabung (yaitu,
12
setelah kehilangan orang yang dicintai) dan tetap bertahan selama lebih dari 2
bulan atau ditandai dengan gangguan fungsional, berkeinginan bunuh diri,
gejala psikotik, atau psikomotorik keterbelakangan.
5. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya) atau kondisi medis
umum (misalnya, hipertiroidisme)
6. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1) Deskriksi Umum atau kesan umum
a) Penampilan : umumnya pasien dalam episode manik
penampilannya rapi, menggunakan pakaian yang berwarna cerah,
terkadang tidak tampak sakit jiwa.
b) Tatapan mata: bias berbinar atau hidup, dan sering mengarah pada
orang yang mengajak bicara, misalnya pemeriksa.
2) Sikap : pasien episode manik biasanya kooperatif atau mau bekerja
sama dengan pemeriksa, tetapi sedikit agresif.
3) Tingkah laku : biasanya hiperaktif (aktivitas motorik meningkat),
bersemangat, dan terkadang seperti menantang.
4) Orientasi
a) Waktu : bisa baik, bisa buruk
b) Orang : bisa baik, bisa buruk
c) Tempat: bisa baik, bisa buruk
d) Situasi : bisa baik, bisa buruk
5) Kesadaran :compos mentis
6) Proses pikiran
a) Bentuk pikir : bisa realistis atau nonrealistsc, pada hipomanik,
manik tanpa psikosis umumnya realitis atau sesuai kenyataan.
Sedangkan pada manik dengan gejala psikosis bentuk pikirnya
nonrealistik karena pasien dengan psikosis mempunyai waham
dan atau halusinasi.
16
b) Isi pikir: terdapat waham atau tidak. Isi pikirannya termasuk tema
kepercayaan dan kebesaran diri, sering kali perhatiannya mudah
dialihkan
c) Progresi pikir: fligh of idea atau penuturan pikiran dan
pembicaraan yang meloncat-loncat, logorrhea atau intonasi bicara
keras dan cepat alurnya banyak bicara tidak dapat disela,
sirkumtangensial atau bicara memutar-mutar.
7) Roman muka: biasanya banyak mimik
8) Afek: terkadang afek inappropriate atau afek tidak sesuai , selain itu
pasien manik biasanya euforik dan lekas marah. Mereka memiliki
toleransi frustasi yang rendah, yang dapat menyebabkan perasaan
kemarahan dan permusuhan. Secara emosional adalah labil, beralih
dari tertawa menjadi lekas marah .
9) Gangguan Persepsi : jika nonpsikosis tidak ada halusinasi, tetapi jika
psikosis ada halusinasi.
10) Hubungan jiwa: jika non psikosis hubungan jiwa bias masih baik,
tetapi jika psikosis umumnya hubungan jiwa cenderung buruk.
11) Perhatian : bias mudah ditarik atau sukar ditarik, dan mudah dicantum
atau sukar dicantum.
12) Insight/ tilikan berbeda-beda setiap pasien:
Jenis - jenis tilikan:
a) Tilikan derajat 1: penyangkalan total terhadap penyakitnya
b) Tilikan derajat 2: ambivalensi terhadap penyakitnya
c) Tilikan derajat 3: menyalahkan faktor lain sebagai penyebab
penyakitnya
d) Tilikan derajat 4: menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan
namum tidak memahami penyebab sakitnya
e) Tilikan derajat 5: menyadari penyakitnya dan faktor - faktor
yang berhubungan dengan penyakitnya namun tidak
menerapkan dalam perilaku praktisnya
17
B. HALUSINASI
1. Definisi
19
2) Psikologis
20
Gejala klinis :
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
4. Pohon Masalah
Menurut Trimelia ( 2012 ), pohon masalah pada klien dengan gangguan
sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan perabaan sebagai berikut :
Isolasi Sosial
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
Resiko Prilaku Kekerasan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di
lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata,
kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau
mendekati pasien, bicaralahGangguan persepsi
dengan pasien. sensori:
Begitu jugaHalusinasi
bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu
tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
Isolasi Sosial
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,
majalah dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan
sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati
agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di
berikan.
Data subjektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
24
Data subjektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
Data objektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
apatis, ekspresi sedih, komunikasi verbal kurang, aktivitas
menurun, menolak berhubungan, kurang memperhatikan
kebersihan.
7. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan Klien mampu : Setelah .... pertemuan SP 1 (Tanggal .......................)
Sensori Persepsi 1. Mengenal klien mampu 1. Bantu klien mengenal
: Halusinasi halusinasi yang menyebutkan isi, waktu, halusinasi
dialaminya frekuensi, siatuasi 1) Isi
2. Mengontrol pencetus, perasaan dan 2) Waktu terjadinya
halusinasinya mampu memperagakan 3) Frekuensi
3. Mengikuti cara dalam mengontrol 4) Situasi pencetus
program secara halusinasi 5) Perasaan saat terjadi
optimal halusinasi
2. Latih mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik.
Tahapan tindakannya
meliputi :
1) Jelaskan cara
menghardik halusinasi
2) Peragakan cara
menghardik
3) Minta klien
memperagakan ulang
4) Pantau penerapan cara
ini beri penguatan
perilaku klien
5) Masukan dalam jadwal
kegiatan klien
mampu melaksanakan
follow up rujukan
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis
29
4) Tidak berdaya
5) Bermusuhan
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
4. Pohon Masalah
5. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Obat anti psikosis : Phenotizin
2) Obat anti depresi : Amitriptyline
3) Obat anti ansietas : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
4) Obat anti insomnia : Phneobarbital
b. Terapi Modalitas
1) Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian :
32
a) BHSP
b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
d) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
e) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah
yang dialami
2) Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan
tingkah laku pada orang lain.
3) Terapi musik
Dengan musik klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien.
6. Masalah Keperawatan yang Perlu Dikaji
a. Masalah keperawatan
1) Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
2) Perilaku kekerasan / amuk
3) Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
4) Koping Individu Tidak Efektif
b. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
1) Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
Data subjektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
Data objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
33
Diagnosa Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
Resiko Perilaku Klien mampu : Setelah ..... pertemuan, 1. Membina hubungan saling
klien dapat membina percaya
Kekerasan 1. Mengidentifika hubungan percaya 1.1 salam terapeutik,
si penyebab dan
34
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
a. Nama : Tn. F
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Umur : 28 tahun
d. Alamat : Kp. Dahu Kec Cikesal Serang
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : Serjana Islam
g. Bangsa : Sunda
h. No. Med. Rec : 2014.00.143
i. Informan : Klien dan rekam medis
j. Tanggal Pengkajian: Jumat 21 Februari 2019
2. ALASAN MASUK
= Perempuan
= Meninggal
= Tinggal 1 rumah
= Klien
2) Konsep diri
a) Gambaran diri
Klien mengatakan bagian tubuh yang paling disukainya adalah
mata, dan bagian tubuh yang tidak disukai adalah giginya.
b) Identitas diri
Klien mengatakan puas dengan dirinya sebagai seorang laki-laki.
c) Peran
Klien mengatatakan klien adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara dan
sehari-harinya kuliah.
d) Ideal diri
Klien mengatakan ingin mencari pekerjaan yang layak dan halal
ketika sudah boleh dipersilahkan pulang oleh rumah sakit.
Masalah Keperawatan: -
3) Hubungan sosial
a) Orang yang berarti
Klien mengatakan orang tuanya adalah orang yang sangat berarti
bagi klien.
b) Peran serta kegiatan kelompok/masyarakat
Klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan masyarakat
apapun selama di rumah.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien terlihat dapat berinteraksi dengan klien dari kamar lain dan
sangat terbuka untuk berkomunikasi dengan perawat maupun
klien lain.
Masalah Keperawatan: -
4) Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan dan meyakini islam sebagai agama yang
dianutnya.
b) Kegiatan ibadah
Klien mengatakan saat masih di rumah klien kadang-kadang
melaksanakan sholat. Sholat yang paling sering dikerjakan adalah
sholat magrib.
Masalah Keperawatan: -
h. Status mental
1) Penampilan
Klien berpenampilan dan berpakaian seperti sebagimana mestinya.
Memakai baju dan celana sesuai dengan tempatnya.
Masalah Keperawatan: -
2) Pembicaraan
Saat berbicara dengan klien, tenang.
Masalah Keperawatan:
3) Aktivitas motorik
Klien terlihat menatap mata kita saat berbicara. Namun beberapa saat
kemudian klien terlihat percaya diri.
Masalah Keperawatan:
4) Alam perasaan
Dari hasi wawancara dengan klien, dapat disimpulkan bahwa klien
merasa sedih. Klien mengatakan rindu pada ibunya dan suasana
rumah dan ingin pulang. Juga ketika.
Masalah Keperawatan: -
5) Afek
Afek klien labil. Saat berbicara dengan perawat klien terlihat sangat
senang, tetapi saat membahas pengalaman klien terdiam.
Masalah Keperawatan: -
6) Interaksi selama wawancara
Saat wawancara dengan klien, klien terlihat gembira. Tetapi saat
disinggung tentang pengalaman masalalu klien terdiam.
Masalah Keperawatan: -
7) Persepsi
Klien mengatakan pernah mendengar seorang perempuan yang
meledek klien.
Masalah Keperawatan: Gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran
8) Proses berfikir
Pembicaraan klien melompat-lompat dari topik mengenai amarah ke
topik mengenai kehidupan percintaan klien. Klien juga membicarakan
mengenai keagamaannya
Masalah Keperawatan: -
9) Isi pikir
Klien mengatakan pernah mendengar sosok perempuan yang
mengejek klien.
Masalah Keperawatan: Gangguan sensori persepsi: Halusinasi
pendengaran
10) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien pada saat dikaji yaitu composmentis. Klien
dapat berbincang-bincang dan menjawab pertanyaan dengan jelas.
Masalah Keperawatan: -
11) Memori
Klien masih mengingat kejadian-kejadian yang sudah lama seperti
kejadian mesantren. Tetapi klien tidak mengingat bagaimana
kronologi klien dibawa ke rumah sakit jiwa.
Masalah Keperawatan:
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berhitung hitungan sederhana seperti dapat menghitung
berapa lama klien dirawat di rumah sakit dan menghitung umur
sendiri
Masalah Keperawatan: -
13) Kemampuan penilaian
Klien dapat memutuskan keputusan sederhana yang ditawarkan oleh
perawat. Seperti memutuskan kontrak waktu pembicaraan.
Masalah Keperawatan:
14) Daya tilik diri
Klien tidak membantah gangguan jiwa yang dideritanya ataupun
menyalahkan hal-hal lain di luar dirinya.
Masalah Keperawatan: -
i. Kebutuhan persiapan pulang
Klien dapat memakan makanan yang disediakan 3x/hari. Klien juga selalu
menghabiskan makanannya.
Klien dapat mandi, BAK dan BAB secara mandiri ke kamar mandi. Juga
mencuci tangan dengan sabun setelah dari kamar mandi
Masalah Keperawatan: -
j. Mekanisme koping
Mekanisme koping klien berlebihan, ditandai dengan klien tertawa
kencang saat menceritakan hal yang tidak terlalu lucu untuk ditertawakan.
Masalah Keperawatan: -
Analisa Data
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Perencanaan
Keperawata
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
n
Gangguan Klien mampu : Setelah 6 kali 1. Observasi TTV klien 1. Memantau kondisi
Sensori 1. Mengenal dan pertemuan klien 2. Berikan terapi komunikasi fisik klien
Persepsi : mengontrol mampu : (SP) sesuai kebutuhan klien 2. Komunikasi yang
Halusinasi halusinasinnya 1. Mengontrol 3. Selenggarakan Terapi terencana dapat
2. Mengenal dan halusinasi Aktivitas Kelompok (TAK) memudahkan
Risiko hingga dengan dengan klien yang memiliki perawat untuk
Perilaku mengontrol rasa menghardik, diagnosa yang sama berkomunikasi
Kekerasan kesal/marahnya bercakap-cakap, 4. Berikan terapi modalitas: dengan klien dan
membuat murotal Al-Qur’an menentukan evaluasi
jadwal aktivitas akhirnya
harian dan 3. TAK merupakan
patuh minum salah satu alternatif
obat terapi modalitas bagi
2. Mengontrol klien dengan
rasa gangguan jiwa dan
kesal/marah bermanfaat
dengan tarik menambah
napas dalam, pengalaman sosial
memukul klien
bantal/kasur, 4. Terapi
meminta atau mendengarkan ayat
menolak suci Al-Qur’an
dengan baik, memiliki pengaruh
beribadah/berdz yang signifikan
ikir dan patuh terhadap kemampuan
minum obat mengontrol emosi
klien dengan
diagnosa risiko
perilaku kekerasan
dengan menurunkan
hormon-hormon stres
dan memperbaiki
sistem kimia tubuh,
termasuk
memperbaiki
gelombang otak.
Gangguan Klien mampu : Setelah .... SP 1 (Tanggal .......................) Mengenal perilaku saat
Sensori 1. Mengenal pertemuan klien 1. Bantu klien mengenal halusinasi timbul
Persepsi : halusinasi yang mampu halusinasi mempermudah perawat
Halusinasi dialaminya menyebutkan isi, a. Isi dalam melakukan
2. Mengontrol waktu, frekuensi, b. Waktu terjadinya intervensi, mengenal
halusinasinya siatuasi pencetus, c. Frekuensi halusinasi
3. Mengikuti perasaan dan d. Situasi pencetus memungkinkan klien
program secara mampu e. Perasaan saat terjadi untuk menghindari faktor
optimal memperagakan cara halusinasi timbulnya halusinasi.
dalam mengontrol 2. Latih mengontrol halusinasi
halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindakannya
meliputi :
a. Jelaskan cara
menghardik halusinasi
b. Peragakan cara
menghardik
c. Minta klien
memperagakan ulang
d. Pantau penerapan cara
ini beri penguatan
perilaku klien
e. Masukan dalam jadwal
kegiatan klien.
Setelah .... SP 2 (Tanggal .......................) Upaya untuk memutus
pertemuan klien 1. Evaluasi kegiatan yang lalu siklus halusinasi
mampu (SP1) sehingga halusinasi tidak
menyebutkan 2. Latih berbicara/bercakap berlanjut.
kegiatan yang dengan orang lain saat
sudah dilakukan halusinasi muncul
dan mampu 3. Masukan dalam jadwal
memperagakan cara kegiatan klien
bercakap-cakap
dengan orang lain
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan
antara konsep dasar teori dan kasus nyata Tn. F dengan Bipolar Tipe Mekanik/
Gngguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran dan Risiko Perilaku
Kekerasan diruang Yayasan Provinsi Banten. Pembahasan yang penulis lakukan
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan
dan evaluasi.
A. PENGKAJIAN
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian merupakan
pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis untuk menentukan
tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas. Pengumpulan data
pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik,
psikososisal dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Dalam pengumpulan
data penulis menggunakan metode wawancara dengan Tn. R, observasi secara
langsung terhadap kemampuan dan perilaku Tn. R serta dari status Tn. R. Selain
itu status rekam medik juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam
memberikan asuhan keperawatan pada Tn. R. Namun, disaat pengkajian tidak ada
anggota keluarga Tn. R yang menjenguknya sehingga, penulis tidak memperoleh
informasi dari pihak keluarga. Episode manik biasanya diawali secara tak terduga
berlangsung sekitar dua minggu sammpai dengan lima bulan. Episode ini sangat
sering terjadi setelah kehidupan yang penuh beban pikiran (stres) atau trauma
(Rusdi M, 2003) hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh klien yaitu klien
mengalami stress dan trauma setelah ditinggalkan oleh istrinya.
Menurut Stuart & Laraia (dalam Ngadiran, 2010) faktor presipitasi pada
klien dengan gangguan halusinasi dapat muncul setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa, dan tidak
berdaya. Menurut Sunardi (2005) faktor predisposisi gangguan halusinasi dapat
muncul sebagai proses panjang yang berhubungan dengan kepribadian seseorang,
karena itu halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman psikologis
55
56
seseorang. Hal ini juga di alami Tn. R yang memiliki masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu klien mengatakan bahwa klien pernah kecewa oleh istrinya
karena istrinya dengan sengaja menggugurkan anak yang sedang dikandungnya
dan pergi meninggalkan klien.
Tanda dan gejala halusinasi menurut Depkes (dalam Ngadiran, 2010) adalah
sebagai berikut : bicara, senyum, dan tertawa sendiri; tidak mampu mandiri dalam
mandi, berpakaian dan berhias dengan rapi; beicara kacau kadang-kadang tidak
masuk akal; sikap curiga dan bermusuhan, ketakutan; tampak bingung; mondar
mandir; konsentrasi kurang; perubahan kemampuan memecahkan masalah, dan
menarik diri. Gejala-gejala tersebut juga dialami oleh Tn. R seperti Tn. R sering
mondar mandir, Tn. R mampu mandi secara mandiri, Tn. R berbicara dengan nada
suara klien terdengar keras dan jelas. Tn. R merasa sedih, klien mengatakan rindu
suasana rumah dan ingin pulang. Juga ketika membahas soal istrinya klien merasa
sedih.
Menurut Keliat (2009) didalam pengkajian harus dijelaskan jenis dan isi
halusinasi, waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi, serta
respon klien terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian pola fungsional
difokuskan pada pola persepsi pada Tn. R , didapatkan data bahwa Tn. R
mengalami halusinasi penglihatan. Tn. R kadang mengatakan melihat sosok
wanita yang mengejeknya.
Tn. R mengalami episode halusinasi penglihatan dimana Tn. R melihat
sosok perempuan yang mengejeknya. Pada bipolar tipe manik, gejala-gejalanya
sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas
sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis. Perasaan mudah
tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi (suasana perasaan yang
meningkat), hal tersebut sesuai yang diutarakan oleh Yusuf, Fitryasari, & Nihatati
(2014) respons marah dapat diutarakan melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan
secara verbal, (2) menekan, dan (3) menantang dan sesuai juga dengan penelitian
Yoesuf (2009) tentang faktor presipitasi dari risiko perilaku kekerasan, yaitu; (1)
Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
57
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya. (2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi. (3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik. (4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam
merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa. (5)
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi. (6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
Episode mania adalah suatu periode tersendiri yang ditandai dengan secara terus
menerus (persistent), secara tidak normal (abnormal) dan naik (elevated), meluas
(expansive), suasana hati yang mudah marah (irritable mood) yang berlangsung
selama minimal 1 minggu (atau kurang dari 1 minggu bila dipondokkan di rumah
sakit) (Amalina, 2011).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut NANDA (2009-2011) pada diagnosa gangguan persepsi halusinasi
memiliki batasan karakteristik: perubahan dalam perilaku, perubahan dalam
menejemen koping, disorientasi, konsentrasi buruk, gelisah, dan distorsi sensori
seperti bicara sendiri, tertawa sendiri mendengar suara yang tidak nyata, dan
mondar mandir. Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan
persepsi sensori: Halusinasi penglihatan yaitu data subyektif yang diperoleh dari
Tn. R yaitu Tn. R klien mengatakan sering melihat sosok wanita yang
mengejeknya.
Menurut Yosep (2009), terdapat ciri-ciri dari seseorang yang berisiko
perilaku kekerasan, yaitu :
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
58
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
Ciri-ciri tersebut didapatkan pada klien, seperti nada suara yang tinggi dan
melipat kedua tangan didepan dada, maka perawat menegakan diagnosa risiko
perilaku kekerasan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2005) rencana tindakan keperawatan
merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus.
Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian
asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah
kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi. Rencana keperawatan yang penulis
lakukan sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan
tersebut telah sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedure) yang telah
ditetapkan. Dalam kasus penulis juga mencantumkan alasan ilmiah atau rasional
disetiap tindakan keperawatan.yaitu Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan
umum berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan
khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu di capai atau dimiliki.
59
Kemampuan ini dapat berfariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien.
Kemampuan pada tujuan khusus terdiri atas tiga aspek yaitu: kemampuan
kognitif, psikomotorik, afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan
masalahnya. Pada kasus gangguan jiwa, intervensi yang diberikan berupa strategi
pelaksanaan (SP). SP yang diberikan adalah SP yang sesuai dengan diagnose
klien. Pada Tn. R didapatkan diagnosa resiko perilaku kekerasan dan gangguan
persepsi sensori : halusinasi penglihatan dengan tujuan klien mampu
mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan menyebutkan jenis
perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, menyebutkan akibat dari perilaku
kekerasan yang pernah dilakukan, menyebutkan cara mengontrol perilaku
kekerasan, mengontrol perilaku kekerasan secara: fisik Sosial/verbal spiritual
terapi psikofarmako. Adapun tujuan dari diagnosa keperawatan gangguan persepsi
sensori : halusinasi penglihatan adalah mengenal halusinasi yang dialaminya,
mengontrol halusinasinya, dan mengikuti program secara optimal.
D. EVALUASI
Menurut Kurniawati (dalam Nurjanah,2005) evaluasi adalah proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi
dibagi dua,yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap seslesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah
ditentukan. Pada kasus ini penulis hanya menggunakan evaluasi formatif. Pada
tanggal 5 Juni 2018, Tn. R masih mengingat perawat, klien dapat mengikuti SP 1
sampai SP 4 dan dapat mempraktekan dengan baik tetapi observasi kurang efektif
dikarenakan adanya hambatan yaitu klien dipindahkan ke ruangan perkutut dan
harus tetap difollow up tetapi tidak setiap waktu dikarenakan penulis berdinas di
ruang garuda.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut PPGDJ III, gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan suasana
perasaan yang ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitas jelas terganggu, pada waktu
tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas
(mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai
pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Pada klien Tn. R terdapat masalah
halusinasi penglihatan dan risiko perilaku kekerasan.
Pada bab ini akan dibahas kesimpulan pada asuhan keperawatan Tn. R
sebagai barikut :
1. Pada pengkajian, diperoleh data bahwa Tn. R mengalami halusinasi
penglihatan. Tn. R mengatakan melihat seorang perempuan yang sedang
meledeknya dan membuat Tn. R kesal sehingga klien memukul atap kamar
hingga ambruk, dari data tersebut di dapatkan diagnosa perilaku kekerasan.
Klien juga memiliki afek labil, dimana aaat berbicara dengan perawat klien
terlihat sangat senang, tetapi saat membahas istri dan teman-temannya klien
terlihat tidak berekspresi dan melipat kedua tangannya di dada.
2. Masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan sensori persepsi :
halusinasi penglihatan dan risiko perilaku kekerasan.
3. Diagnosa keperawatan yang diangkat berdasarkan prioritas adalah :
a. Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
b. Risiko bunuh diri
c. Gangguan konsep diri : harga iri rendah
d. Risiko perilaku kekerasan
4. Penyusunan rencana keperawatan melibatkan klien dengan menggunakan
Strategi Pelaksanaan (SP) dan tambahan terapi lainnya seperti Terapi
Aktifitas Kelompok (TAK) dan terapi modalitas mendengarkan murotal Al-
Qur’an.
60
61
B. SARAN
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, sebagai perawat sebaiknya selalu
melakukan pendekatan secara bertahap kepada klien diagnosa medis bipolar
dengan masalah halusinasi penglihatan dan risiko perilaku kekerasan. Perawat
sebaiknya sering melakukan interaksi agar pencetus halusinasi tidak mudah terjadi
pada klien dan tidak merugikan diri klien, orang lain dan lingkungan di
sekitarnya. Pengawasan dan dorongan positif perlu selalu dilakukan oleh perawat
ruangan maupun mahasiswa keperawatan agar dapat memotivasi klien untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengontrol halusinasi dan pencetus
perilaku kekerasan klien.
Serta semoga semakin banyak penelitian-penelitian lain mengenai
penanganan bipolar yang efektif di rumah sakit, agar pemberi asuhan keperawatan
semakin terpapar ilmu-ilmu baru dan dapat mengaplikasikannya kepada klien
dengan gangguan bipolar.
DAFTAR PUSTAKA