Anda di halaman 1dari 43

RESUME SKENARIO 4

TUMOR dan INFEKSI

Penyusun :

Rizki Wardatul M.S. 122010101005

Retno Arun W. 122010101008

Krisnha Dian A. 122010101022

Ayu Dwi Mufidah 122010101032

Raditya Rangga P. 122010101033

Davina Amalia 122010101042

Rizka Kartikasari 122010101063

Ivan Kristantya 122010101064

Henggar Allest Pratama 122010101080

Habibur Rochman S. 122010101082

Diastri Nur S. 122010101088

Maulidah Ayuningtyas 122010101089

Dear Farah S. 122010101092

Yessie Elin S. 122010101094

Putri Erlinda K. 122010101098

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

TAHUN 2012
Learning Object Skenario 4
Infeksi dan Tumor

1. Infeksi
1.1 Osteomyelitis
1.2 Ulkus pada Tungkai
1.3 Spondilitis
1.4 Tenosinovitis Supuratif
2. Tumor
2.1 Tumor Tulang Primer dan Sekunder
2.2 Osteosarkoma
2.3 Sarkoma Ewing
2.4 Kista Ganglion
2.5 Teratoma Sacrocoxigeal
2.6 Lipoma
2.7 Leiomyoma
2.8 Rhabdomiosarkoma
2.9 Fibrosarkoma
2.10 Myositis Osifikan
3. Kemoterapi dan Radioterapi
1. Infeksi
1.1Osteomyelitis

Osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik,


walaupun berbagai organ infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap
terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan
kanselosa, dan periosteum.

Etiologi

Sebanyak 90 % disebabkan oleh stafilokokus aureus hemolitikus ( koagulasi


positif ) dan jarang oleh streptokokus hemolitikus. Pada anak umur dibawah 4 tahun
sebanyak 50 % disebabkan oleh Hemofilus influenza. Adapun organisme lain seperti B.
Colli, B. Aerogenus kapsulata, Pneumokokus, Salmonella tifosa, Pseudomonas
aerogenus, Proteus mirabilis, Brucella, dan bakteri anaerobik yaitu Bakteroides fragilis
juga dapat menyebabkan osteomielitis hematogen akut.

Faktor predisposisi osteomielitis akut adalah :

- Umur, terutama mengenai bayi dan anak – anak


- Jenis kelamin, lebih sering pada laki – laki daripada wanita dengan perbandingan 4:1
- Trauma, hematogen akibat trauma pada daerah metafisis, merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen akut
- Lokasi, osteomielitis hematogen akut sering terjadi pada daerah metafisis karena daerah
ini merupakan daerah aktif tempat terjadinya pertumbuhan tulang
- Nutrisi, lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi sebelumnya
( seperti bisul, tonsilitis ) merupakan faktor predisposisi osteomielitis hematogen akut

Patologi dan Patogenesis

Gambar skematis perjalanan penyakit osteomielitis


Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung pada umur,
daya tahan penderita, lokasi infeksi serta virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui aliran
darah dari fokus tempat lain dalam tubuh pada fase bakterimia dan dapat menimbulkan
septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk kedalam juksta epifisis pada daerah
metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi hiperemi dan edema didaerah
metafisis disertai pembentukan pus. Terbentuknya pus menyebabkan tekanan dalam
tulang bertambah. Peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan terganggunya
sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah tulang yang akhirnya menyebabkan
nekrosis tulang. Disamping itu pembentukan tulang baru yang ekstensif terjadi pada
bagian dalam periosteum sepanjang diafisis ( terutama anak – anak ) sehingga terbentuk
suatu lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum dengan jaringan
sekuestrum didalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua. Apabila pus
menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus ( discharge ) dari involucrum keluar
melalui lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit.

Gambaran Klinis

Osteomielitis hematogen akut berkembang secara progresif atau cepat. Pada


keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakterial pada kulit dan saluran
napas atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan
dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan.
Gejala – gejala umum timbul akibat bakterimia dan septikemia berupa panas
tinggi, malaise serta nafsu makan yang berkurang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya:
- Nyeri tekan
- Gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan akan
bertambah berat bila terjadi spasme lokal.

Pemeriksaan Radiologis

• Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak ditemukan kelainan
radiologik yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan lunak.

Gambar 1. Proyeksi lateral pada tibia terlihat gambaran sklerotik di diametafisis tibia
Gambar 2. Proyeksi AP pada tibia terlihat gambaran sklerotik di lateral diametafisis
tibia.

Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari ( 2 minggu ) berupa refraksi
tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang baru dibawah
periosteum yang terangkat.

Gambar 3. Tampak destruksi tulang pada tibia dengan pembentukan tulang subperiosteal

• Pemeriksaan Ultrasonografi dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.

Gambar 4.Ultrasound image of the left hip shows a large joint effusion
Pengobatan

o Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu


Stafilokokus aureus sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik diberikan
selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju endap darah
penderita. Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu setelah laju endap darah
normal.
o Istirahat dan pemberian analgesik juga diperlukan untuk menghilangkan nyeri.
o Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik antibiotik gagal ( tidak ada
perbaikan keadaan umum ), maka dapat dipertimbangkan drainase bedah. Pada
drainase bedah, pus subperiosteal dievakuasi untuk mengurangi tekanan intra-
oseus kemudian dilakukan pemerikasaan biakan kuman. Drainase dilakukan
selama beberapa hari dengan menggunakan cairan Nacl 0,9% dan dengan
antibiotik.

1.2Ulkus pada Tungkai


1. Ulkus Tropikum
Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada
tungkai bawah dan lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di daerah tropic.

Etiologi :
Penyebab pasti ulkus tropikum belum diketahui secara pasti. Ada tiga faktor yang
memegang peranan penting dalam menimbulkan penyakit ini, yaitu trauma, hygiene, dan
gizi serta infeksi oleh bakteri Baccilus fusiformis yang biasanya bersama-sama dengan
Borrelia vicenti. Trauma merupakankeadaan yang mendahului timbulnya ulkus. Dari
luka yang kecil yang tidak ada keluhan, tapi mampu membuat bakteri masuk. Keadaan
hygenedan gizi sangat berpengaruh karena mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
terhadap serangan penyakit. Demikian pula dengan ulkus tropikum akan lebih mudah
timbul pada penderita yang kekurangan gizi.
Biasanya dimulai dengan luka kecil, kemudian terbentuk papula yang dengan
cepat meluas menjadi vesikel. Vesikel kemudian pecah dan terbentuklah ulkus kecil.
Setelah ulkus diinfeksi oleh kuman, ulkus meluas ke samping dan ke dalam dan member
bentuk klas pada ulkus peptikum.

Penatalaksanaan :
 Penatalksanaan Umum
Perbaiki keadaan gizi dengan member makanan mengandung kalori dan protein tinggi,
vitamin dan mineral
 Penatalaksanaan Khusus
- Pebobatan sistemik  Penisilin i.m selama 1 minggu-10 hari, dosis sehari 600.000
unit sampai 1,2 juta unit. Tetrasiklin peroral dengan dosis 3x500 mg sehari dapat juga
dipakai pengganti penicillin.
- Pengobatan Topikal  salep salisilat 2%, kompres KMnO4

1.3Spondilitis
DEFINISI

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa


yg bersifat kronisdestruktif olehMycobacterium tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Pottds
disease of the spine atau tuberculousvertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering
ditemukan pada vertebraT8 – L3dan paling jarang pada vertebraC1 2. Spondilitis tuberkulosis
biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.

ETIOLOGI

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifatacid-fastnon-


motile ( tahanterhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai Basil/bakteri
Tahan Asam (BTA))dan tidakdapat diwarnai dengan baik melalui cara yg konvensional.
Dipergunakanteknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya.Bakteri tubuh secara lambat
dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasinmerupakankarakteristik
Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies
lainSpondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh,
5 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe
bovin ) dan 5 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa
terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga didugaadanya infeksi
sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yang penyebarannyamelalui pleksus Batson
pada vena paravertebralis.Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah
tertularflu.

Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama dan Intensif dengan
sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yg kesehatan fisiknya baik,
memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk
dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yang diperlukan dari mula
terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan cepat mati
bilaterkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yang lembab, gelap, dan pada suhu
kamar, kuman dapat bertahan hidupselama beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur
lama (dorman) selamabeberapa tahun.

PATOGENESIS/KLASIFIKASI

Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari
TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara hematogen, diduga terjadinya penyakit
ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson.
Infeksi TBC vertebra ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian
depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuanakan
menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos squestra. Sedang
jaringan granulasi TBCakan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses paravertebral yang dapat
menjalar ke atas atau bawah lewatligamentum longitudinal anterior dan posterior.

Sedangkan diskus intervertebralis karena avaskular lebih resisten tetapiakan mengalami


dehidrasi dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif
bagiananterior vertebra akan menimbulkan kifosis (Savant,2007). Perjalanan penyakit spondilitis
tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu:

1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasimembentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu.
Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus danpada anak-anak pada daerah sentral
vertebra.

2. Stadium destruksi awalSelanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang
ringan pada diskus. Proses ini berlangsungselama 3-6 minggu.

3. Stadium destruksi lanjutPada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yangberbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah
stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuksekuestrum dan kerusakan diskus
intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan (wedginganterior) akibat
kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.

4. Stadium gangguan neurologis Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis
yang terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan abses kekanalis spinalis. Vertebra torakalis
mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudahterjadi di
daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia yaitu:

i. Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan
jauh. Pada tahap ini belum terjadigangguan saraf sensoris.
ii. Derajat II : Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
iii. Derajat III : Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau
aktivitas penderita disertai denganhipoestesia atau anestesia.
iv. Derajat IV : Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi
dan miksi.TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat
tergantung dari keadaan penyakitnya.Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi
karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau kerusakan langsung sumsum
tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang tidakaktif
atau sembuh terjadi karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau
pembentukan jaringan fibrosisyang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC
paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadidestruksi tulang disertai dengan
angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.

5. Stadium deformitas residua, Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium
implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karenakerusakan vertebra yang massif di
depan (Savant, 2007)

PATOFISIOLOGI

Kuman yg “bangun” kembali dari paru-paru akan menyebar mengikuti aliran darah ke
pembuluh tulang belakang dekatdengan ginjal. Kuman berkembang biak umumnya di tempat
aliran darah yg menyebabkan kuman berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di tulang
belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman bersarang.Kemudian
kuman tersebut akan menggerogoti badan tulang belakang, membentuk kantung nanah (abses)
bisa menyebar sepanjang otot pinggang sampai bisa mencapai daerah lipat paha. Dapat pula
memacu terjadinya deformitas.Gejala awalnya adalah perkaratan umumnya disebut pengapuran
tulang belakang, sendi-sendi bahu, lutut, panggul.Tulang rawan ini akan terkikis menipis hingga
tak lagi berfungsi. Persendian terasa kaku dan nyeri, kerusakan padatulang rawan sendi, pelapis
ujung tulang yang berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut bila dua ruang tulang
berbenturan saat sendi digerakkan.Terbentuknya abses dan badan tulang belakang yang hancur,
bisa menyebabkan tulang belakang jadi kolaps dan miring kearah depan. Kedua hal ini bisa
menyebabkan penekanan syaraf sekitar tulang belakang yang mengurus tungkai bawah,
sehingga gejalanya bisa kesemutan, baal-baal, bahkan bisa sampai kelumpuhan.Badan tulang
belakang yg kolaps dan miring ke depan menyebabkan tulang belakang dapat diraba dan
menonjol dibelakang dan nyeri bila tertekan, sering sebut sebagai gibbus. Bahaya yang terberat
adalah kelumpuhan tungkai bawah, karena penekanan batang syaraf di tulang belakang yg dapat
disertai lumpuhnya syaraf yang mengurus organ lain, seperti saluran kencing dan anus (saluran
pembuangan).

Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan yg kronik dan destruktif yg disebabkan
basil tuberkulosis ygmenyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari
paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer atau pasca primer.
Penyakit ini sering ter-jadi pada anak-anak. Basil tuberculosis biasanya menyangkut dalam
spongiosa tulang. Pada tempat in infeksi timbul osteitis.

PATOLOGI

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau
penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari
fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya,
fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah
berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa
tulang belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran
terjadi dari fokus ekstra pulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat terjadi melalui
arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan,
yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau
melalui pleksus Batsondsyang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak
vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebab kan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini
diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan
tiga atau lebih vertebra.Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis:

1. Peridiskal / paradiskalInfeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (diarea


metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior /area subkondral). Banyak ditemukan
pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis
diskus.Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalah
artikan sebagai tumor. Sering terjadipada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan
kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan
deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau
akibat trauma.Terbanyak di temukan di regio torakal.
3. AnteriorInfeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Gambaranradiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di
bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji).Pola ini diduga disebabkan karena
adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawahligamentum
longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
4. Bentuk atipikal. Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan focus primernya
tidak dapat diidentifikasikan. Termasukdidalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan
keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa
keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan
spinosus, sertalesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi
tuberkulosa yang melibatkan elemen posteriortidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar
antara 2%-10%.

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:

a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.
b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anak-
anak sering disertai denganmenangis pada malam hari.
c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke
garis tengah atas dada melaluiruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya
radiks dorsalis di tingkat torakal.
d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinale. Deformitas pada punggung
(gibbus)
f. Pembengkakan setempat (abses)
g. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).Kelainan neurologis yang terjadi pada 50% kasus
spondilitis tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa:
- Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang
menyebabkan kekakuan padagerakan berjalan dan nyeri.
- Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas
defisit sensorik setinggi tempatgibbus atau lokalisasi nyeri interkostal
DIAGNOSIS SPONDILITIS TUBERKULOSA
Diagnosis pada spondilitis tuberkulosa meliputi:
1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari pasien, meliputi keluhan


utama, keluhan sistem badan,riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan
riwayat penyakit keluarga atau lingkungan.

2. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi Pada klien dengan spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang
belakang terlihat bentukkiposis.

b. PalpasiSesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, keadaan tulang belakang terdapat
adanya gibbus pada area tulangyang mengalami infeksi.

c. PerkusiPada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.

d. AuskultasiPada pemeriksaan auskultasi, keadaan paru tidak ditemukan kelainan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG SPONDILITIS TUBERKULOSA

Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa yaitu:

1. Pemeriksaan laboratoriuma.
2. Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat.
3. Uji mantoux positif tuberkulosis.
4. Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium
5. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
6. Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.
7. Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.
8. Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein).
9. Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
10. Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay) tetapi menghasilkan
negatif palsu pada penderitadengan alergi.
11. Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNA kuman
tuberkulosis melekatkannukleotida tertentu pada fragmen DNA dan amplifikasi
menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantaiDNA utuh yang diidentifikasi
dengan gel.
12. Pemeriksaan radiologisa.
13. Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses dingin
tampak sebagai suatubayangan yang berbentuk spindle.
14. emeriksaan foto dengan zat kontras.
15. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus vertebra,
penyempitan diskusintervertebralis, dan mungkin ditemukan adanya massa abses
paravertebral.
16. Pemeriksaan mielografi.
17. CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesiirreguler, skelerosis, kolaps
diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang.
18. MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang belakang serta
menunjukkan adanyapenekanan saraf (Lauerman, 2006).

DIAGNOSIS BANDING SPONDILITIS TUBERKULOSA

Diagnosis banding pada spondilitis tuberkulosa yaitu:

1. Fraktur kompresi traumatik akibat tumor medulla spinalis.

2. Metastasis tulang belakang dengan tidak mengenai diskus dan terdapat karsinoma prostat.

3. Osteitis piogen dengan demam yang lebih cepat timbul.

4. Poliomielitis dengan paresis atau paralisis tungkai dan skoliosis.

5. Skoliosis idiopatik tanpa gibbus dan tanda paralisis.

6. Kifosis senilis berupa kifosis tidak lokal dan osteoporosis seluruh kerangka.

7. Penyakit paru dengan bekas empiema tulang belakang bebas penyakit.

8. Infeksi kronik non tuberkulosis seperti infeksi jamur (blastomikosis).

9. Proses yang berakibat kifosis dengan atau tanpa skoliosis (Currier, 2004).KET:

a. Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis). Adanya sklerosis


atau pembentukan tulangbaru pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu
keterlibatan dua atau lebih corpus vertebrayang berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi
tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.

b. Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari pemeriksaan


laboratorium.

c. Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkinds disease, eosinophilic granuloma, aneurysma


bone cyst danEwingds sarcoma) Metastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus
vertebra tetapi berbedadengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap
dipertahankan. Secara radiologis kelainan karenainfeksi mempunyai bentuk yang lebih difus
sementarauntuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.
d. Scheuermannds disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh karena tidak
adanya penipisan korpusvertebrae kecuali di bagian sudut superior dan inferior bagian anterior
dan tidak terbentuk abses paraspinal.

1.4Tenosinovitis Supuratif

- Keadaan dimana terjepitnya tendon yang sedari awal sudah terkena tendinitis sebelumnya
di area kompartemen dorsal pertama di lengan  akan menyebabkan nyeri ketika ibu jari
digerakkan
- Etiologi: tendon dari m. abdukto policis longus dan ekstensor policis brevis
‘terkunci/terdesak’ dengan sangat ketat terhadap proc. Styloideus radialis oleh
retinaculum ekstensor
- Ada penebalan tendon karena kondisi akut atau trauma berulang di karenakan menahan
terpuntirnya tendon melewati selaputnya. Gerakan ibu jari terutama ketika bersamaan
dengan deviasi radial/ulnar  akan menyebabkan nyeri dan memicu inflamasi dan
bengkak
- Gejala: nyeri saat lengan dan ibu jari digerakkan
- Pemeriksaan:
o Palpasi: teraba adanya penebalan dan struktur tulang keras dan tonjolan massa di
kompartemen dorsal I yang sejajar dengan proc. Styloideus radial
o Tes Finkelstein  memfleksikan ibu jari  akan timbul nyeir tajam
- Tatalaksana: secara farmakologi bisa diinjeksi dengan kortikosteroid di fascianya di
kompartemen dorsal I  akan menurunkan penebalan tendon dan inflamasi

2. Tumor
2.1Tumor Tulang Primer dan Sekunder

Ketika mencurigai adanya tumor di tulang maka yang perlu dilakukan pertama kali
adalah membedakan tumor tersebut merupakan tumor tulang primer atau sekunder.

Definisi :

Tumor Tulang Primer : tumor pada tulang yang disebabkan oleh sel – sel tumor yang
berasal dari tulang itu sendiri.

Tumor Tulang Sekunder : tumor pada tulang yang disebabkan oleh sel – sel tumor yang
berasal dari metastasis jaringan lain.

Cara membedakan :

1. Usia
Tumor tulang primer menyerang pada usia dekade 1 dan 2, sedangkan tumor tulang
sekunder menyerang pada usia dewasa.
2. Lokasi
Tumor tulang primer sering terdapat pada tulang panjang, baik distal maupun proksimal.
Tumor tulang sekunder sering terdapat pada vertebra, pelvis, costae, femur proksimal,
humerus proksimal, tulang tengkorak
Pada tumor tulang sekunder, lokasi tulang yang terkena tumor relatif dekat dengan
sumber tumor primer.
3. Foto Rontgent
Tumor tulang primer memiliki gambaran lesi soliter, sedangkan tumor tulang sekunder
memiliki gambaran lesi yang multiple.

Beberapa contoh kasus kanker yang metastase ke tulang :

1. Ca mamae
66% kasus ca mamae mengalami metastasis ke tulang. Tulang yang sering terkena adalah
kolumna vertebralis. Sebagian besar tumor tulang sekunder bertipe osteoblastik
(osteoblas dominan, bentukan tulang menjadi menebal, radioopak).
2. Ca prostat
50% kasus mengalami metastasis ke tulang. Tulang yang paling sering terkena adalah
segmen lumbosacral vertebra, pelvis, proksimal femur, coxae. Sebagian besar tumor
tulang sekunder bertipe osteolitik (osteoklas dominan, bentukan beberapa bagian tulang
menjadi radiolusen).
3. Ca paru
33% kasus mengalami metastasis ke tulang. Tulang yang paling sering terkena costae.
Sebagian besar tumor tulang sekunder bertipe osteolitik.
4. Ca ginjal
Sebagian besar tumor tulang sekunder bertipe osteolitik. Sering menyerang pada bagian
pelvis. Gambaran X-fotonya sering soliter sehingga sulit dibedakan dengan tumor primer.

2.2Osteosarkoma
- Osteosarkoma adalah tumor ganas primer dari tulang yang ditandai dengan pembentukan
tulang yang immatur atau jaringan osteoid oleh sel-sel tumor.
- Insiden dari osteosarkoma paling tinggi pada usia 10-20 tahun
- Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng
pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif; yaitu pada distal femur,
proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis.
- Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke paru atau pada
tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada saat
diagnosis ditegakkan. Metastase secara limpogen hampir tidak terjadi.
Faktor Resiko

Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai faktor resiko
untuk terjadinya osteosarkoma yaitu:
a. Pertumbuhan tulang yang cepat  seperti yang terlihat bahwa insidennya meningkat
pada saat pertumbuhan remaja. Lokasi osteosarkoma paling sering pada metafisis,
dimana area ini merupakan area pertumbuhan dari tulang panjang. 
b. Faktor lingkungan  paparan terhadap radiasi.
c. Predisposisi genetic Kombinasi dari mutasi RB gene (germline retinoblastoma) dan
terapi radiasi berhubungan dengan resiko tinggi untuk osteosarkoma, Li-Fraumeni
syndrome (germline p53 mutation), dan Rothmund-Thomson syndrome (autosomal
resesif yang berhubungan dengan defek tulang kongenital, displasia rambut dan tulang,
hypogonadism, dan katarak). 

Gejala Klinis

- Nyeri, terutama pada saat aktifitas. Nyeri pada ekstremitas bisa menyebabkan kekauan.
- Edema  bisa ada atau tidak. Bergantung pada lokasi dan luasnya lesi.
- Gejala sistemik  misal demam atau keringat malam walupun sangat jarang terjadi.
- Jika sudah mengalami metastase ke paru  gejala respiratorik menunjukkan
keterlibatan paru yang berat.

Gambar 1 : Pasien dengan osteosarkoma di distal femur.

Pemeriksaan Penunjang :

a. Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk :
- LDH
- ALP (kepentingan prognostik)
- Hitung darah lengkap
- Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT),
bilirubin, dan albumin.
- Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium, magnesium, phosphorus.
- Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine
b. X-ray

Gambar 2 : Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow)
dan difus, mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak. Perubahan periosteal berupa
Codman triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak yang luas (black arrow).

Gambar 3 : Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal.

c. Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi dapat
ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High-grade osteosarcoma
akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif.
d. Biopsi
Biopsi jarum perkutan (percutaneous needle biopsy) dengan berbagai keuntungan seperti:
invasi yang sangat minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, risiko
infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post biopsy dapat
dicegah.
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-grade
sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk jaringan osteoid
dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian
perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang
pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan
terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang
membentuk osteoid.

Tatalaksana

a. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma, terbukti
dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah melakuan
prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan
meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke
paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada metastase
tersebut.
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma
adalah kemoterapi preoperative. Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya
nekrosis pada tumor primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan
memberikan pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan
ini akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor
dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi
postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah
operasi.
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk osteosarkoma
adalah: doxorubicin (Adriamycin), cisplatin (Platinol), ifosfamide (Ifex), mesna
(Mesnex), dan methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex). Protokol standar yang
digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis
tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-kadang
dapat ditambah dengan ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-agent
ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate
sampai 60 - 80%.
b. Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus sampai batas
bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani pembedahan jika
memungkinkan reseksi dari tumor prmer. Tipe dari pembedahan yang diperlukan
tergantung dari beberapa faktor yang harus dievaluasi dari pasien secara
individual. Batas radikal, didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen
yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil dari kombinasi
kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan amputasi
radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival rates sebesar 50-70%
dan sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal amputasi.

Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan pilihan terapi, namun lebih
dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani dengan
pembedahan limb salvage  dan tidak membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan, maka
dapat dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang harus dipilih berdasarkan konsiderasi
individual, sebagai berikut :

 Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa vaskularisasi. Penolakan tidak
muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada pasien yang mempunyai
lempeng pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan yang terbatas untuk fiksasi tulang
yang stabil (osteosynthesis).
 Allograft: penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi permasalahan, terutama selama
kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.
 Prosthesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan prostesis dapat soliter
atau expandable, namun hal ini membutuhkan biaya yang besar. Durabilitas merupakan
permasalahan tersendiri pada pemasangan implant untuk pasien remaja.
 Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor yang berada pada
distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran tumor yang besar sehingga alternatif
pembedahan hanya amputasi.
o Selama reseksi tumor, pembuluh darah diperbaiki dengan cara end-to-end anastomosis
untuk mempertahankan patensi dari pembuluh darah. Kemudian bagian distal dari kaki
dirotasi 180º dan disatukan dengan bagian proksimal dari reseksi. Rotasi ini dapat
membuat sendi ankle menjadi sendi knee yang fungsional.
o Sebelum keputusan diambil lebih baik untuk keluarga dan pasien melihat video dari
pasien yang telah menjalani prosedur tersebut.
Resection of pulmonary nodules: nodul metastase pada paru-paru dapat
disembuhkan secara total dengan reseksi pembedahan. Reseksi lobar
atau pneumonectomy biasanya diperlukan untuk mendapatkan batas bebas tumor.
Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama dengan pembedahan tumor primer.
Meskipun nodul yang bilateral dapat direseksi melalui median sternotomy, namun
lapangan pembedahan lebih baik jika menggunakan lateral thoracotomy. Oleh karena
itu direkomendasikan untuk melakukan bilateral thoracotomies untuk metastase yang
bilateral (masing-masing dilakukan terpisah selama beberapa minggu).

2.3Sarkoma Ewing
DEFENISI
Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang bersifat neoplastik.
Tumor dalam arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap pertumbuhan yang baru dan
abnormal disebut neoplasma. Sarkoma Ewing adalah neoplasma ganas yang tumbuh cepat dan
berasal dari sel-sel primitif sumsum tulang pada dewasa muda. Penampilan secara kasarnya
adalah berupa tumor abu-abu lunak yang tumbuh ke retikulum sumsum tulang dan merusak
korteks tulang dari sebelah dalam. Di bawah periosteum terbentuk lapisan-lapisan tulang yang
baru diendapkan paralel dengan batang tulang sehingga membentuk gambaran serupa kulit
bawang. Sarkoma Ewing merupakan tumor maligna yang tersusun atas sel bulat, kecil yang
paling banyak terjadi pada tiga dekade pertama kehidupan, yang paling sering mengenai tulang
panjang.
INSIDENS
Tumor ini paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan dan paling sering
adalah tulang-tulang panjang. Pada anak-anak, sarkoma ewing merupakan tumor tulang primer
yang paling umum setelah osteosarkoma. Setiap tahun tidak kurang dari 0,2 kasus per 100.000
anak-anak di diagnosis sebagai sarkoma ewing, dan diperkirakan terdapat 160 kasus baru yang
terjadi pada tahun 1993. Di seluruh dunia, insidensinya bervariasi dari daerah dengan insidensi
tinggi, misalnya Amerika Serikat dan Eropa ke daerah dengan insidensi rendah, misalnya Afrika
dan Cina. Sarkoma Ewing sering juga terjadi pada dekade kedua kehidupan. Jarang terjadi pada
umur 5 tahun dan sesudah 30 tahun. Insidensinya sama antara pria dan wanita. Biasanya sarkoma
ewing tidak berhubungan dengan sindroma kongenital, tetapi banyak berhubungan dengan
anomali skeletal, misalnya : enchondroma, aneurisma kista tulang dan anomali urogenital, misal

PATOFISIOLOGI
Dengan mikroskop cahaya, sarcoma Ewing tampak sebagai massa difus dari sel tumor
yang homogen. Seringkali terdapat populasi bifasik dengan sel yang besar, terang dan kecil,
gelap. Tanda vaskularisasi dan nekrosis koagulasi yang luas merupakan gambaran yang khas.
Tumor akan menginfiltrasi tulang dan membuat destruksi kecil. Tepi tumor biasanya infiltratif
dengan pola fili dan prosesus seperti jari yang kompak disertai adanya sel basofil yang biasanya
berhubungan erat dengan survival penderita yang buruk. Sarcoma Ewing merupakan tumor
maligna dengan gambaran histologis agak uniform terdiri atas sel kecil padat, kaya akan
glikogen dengan nukleus bulat tanpa nukleoli yang prominen atau outline sitoplasma yang jelas.
Jaringan tumor secara tipikal terbagi atas pita-pita ireguler atau lobulus oleh septum fibrosa, tapi
tanpa hubungan interseluler serabut retikulin yang merupakan gambaran limfoma maligna.
Mitosis jarang didapatkan, namun perdarahan dan area nekrosis sering terjadi.

LOKASI
Sarkoma Ewing terutama terdapat pada daerah diafisis dan metafisis tulang panjang seperti
femur, tibia, humerus dan fibula atau pada tulang pipih seperti pada pelvis dan scapula.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis sarkoma Ewing dapat berupa manifestasi lokal maupun sistemik.
Manifestasi lokal meliputi : nyeri dan bengkak pada daerah femur atau pelvis, meskipun tulang
lain dapat juga terlibat. Masa tulang dan jaringan lunak di daerah sekitar tumor sering dan bisa
teraba fluktuasi dan terlihat eritema yang berasal dari perdarahan dalam tumor. Manifestasi
sistemik biasanya meliputi: lesu, lemah serta berat badan menurun dan demam kadang terjadi
serta dapat ditemukan adanya masa paru yang merupakan metastase. Durasi dari munculnya
gejala bisa diukur dalam minggu atau bulan dan seringkali memanjang pada pasien yang
mempunyai lesi primer pada aksis tulang. Tanda dan gejala yang khas adalah: nyeri, benjolan
nyeri tekan,demam (38-40oC), dan leukositosis (20.000 sampai 40.000 leukosit/mm3).
DIAGNOSIS
Riwayat panyakit dan pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan pada semua pasien
yang dicurigai sebagai sarkoma Ewing. Perhatian khusus harus ditempatkan pada hal-hal berikut
ini: Keadaan umum dan status gizi penderita. Pemeriksaan Nodus limfatikus, meliputi: jumlah,
konsistensi, nyeri tekan dan distribusinya baik pada daerah servikal, supraklavikula, axilla serta
inguinal harus dicatat. Pada pemeriksaan dada, mungkin didapatkan bukti adanya efusi pleura
dan metastase paru, misal penurunan atau hilangnya suara napas, adanya bising gesek pleura
pada pemeriksaan paru-paru. Pemeriksaan perut, adanya hepato-splenomegali, asites dan semua
massa abdomen harus digambarkan dengan jelas. Pemeriksaan daerah pelvis, bisa dilakukan
palpasi untuk mengetahui adanya massa, atau daerah yang nyeri bila ditekan. Pemeriksaan
ekstremitas, meliputi pemeriksaan skeletal termasuk test ruang gerak sangat diperlukan.
Pemeriksaan sistem saraf menyeluruh harus dicatat dengan baik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Test dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien yang
dicurigai sarkoma Ewing:
1. Pemeriksaan darah : a)Pemeriksaan darah rutin b)Transaminase hati c)Laktat dehidrogenase.
Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan adanya atau berkembangnya metastase.
2. Pemeriksaan radiologis : a)Foto rontgen b)CT scan: Pada daerah yang dicurigai neoplasma
(misal : pelvis, ekstremitas, kepala) dan penting untuk mencatat besar dan lokasi massa dan
hubunganya dengan struktur sekitarnya dan adanya metastase pulmoner. Bila ada gejala
neorologis, CT scan kepala juga sebaiknya dilakukan.
3. Pemeriksaan invasif : a)Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan biopsi sample
sumsum tulang pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk menyingkirkan adanya metastase.
b). Biopsi. Biopsi insisi atau dengan jarum pada massa tumor sangat penting untuk mendiagnosis
Sarkoma Ewing. Jika terdapat komponen jaringan lunak, biopsi pada daerah ini biasanya lebih
dimungkinkan.

RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Gambaran radiologis sarkoma Ewing: tampak lesi destruktif yang bersifat infiltratif yang
berawal di medulla; pada foto terlihat sebagai daerah-daerah radiolusen. Tumor cepat merusak
korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang-kadang reaksi periostealnya tampak sebagai garis-
garis yang berlapis-lapis menyerupai kulit bawang dan dikenal sebagai onion skin appearance.
Gambaran ini pernah dianggap patognomonis untuk tuimor ini, tetapi biasa dijumpai pada lesi
tulang lain. Tumor dapat meluas sampai ke jaringan lunak dengan garis-garis osifikasi yang
berjalan radier disertai dengan reaksi periosteal tulang yang memberikan gambaran yang disebut
sunray appearance.

STADIUM TUMOR
Hingga sekarang ini belum didapatkan keseragaman dalam penerapan sistem staging
untuk sarkoma Ewing. Sistem yang berdasar pada konsep TNM dianggap lebih sesuai untuk
penyakit dari pada sistem yang berdasar pada perluasan penyakit sesudah prosedur pembedahan,
oleh karena itu maka pendekatan kontrol lokal pada tumor ini jarang dengan pembedahan.
Pengalaman menunjukan bahwa besar lesi sarkoma Ewing mempunyai prognosis yang cukup
penting. Delapan puluh tujuh persen pasien dengan tumor (T) pada tulang tetap hidup dalam lima
tahun dibandingkan dengan 20 % pada pasien dengan komponen ekstraossea. Nodus limfatikus
(N) jarang terlibat. Adanya penyakit metastase (M) akan menurunkan survival secara nyata.
Keterlibatan tulang atau sumsum tulang lebih sering didapat dari pada hanya metastase tumor ke
paru-paru.

PENATALAKSANAAN
Semua pasien dengan sarkoma Ewing, meskipun sudah mengalami metastase harus
diobati dengan sebaik-baiknya. Untuk keberhasilan pengobatan diperlukan kerja sama yang erat
diantara ahli bedah, kemoterapist dan radiotherapist untuk memastikan pendekatan yang efektif
guna mengendalikan lesi primer dan penyebaran tumor. Protokol pengobatan sarkoma Ewing
sekarang ini sering kali dimulai dengan 3 hingga 5 siklus kemoterapi sebelum radiasi.
Kemoterapi adjuvant adalah suatu kewajiban yang biasa digunakan untuk pengobatan sarkoma
ewing. Secara dua dekade berturut-turut, kemoterapi adalah terapi yang lebih efektif. Adapun
obat kemoterapi yang digunakan sejak 1960 adalah vincristine, actinomycin D dan
cyclophosphamide (regimen VAC) yang memang terbukti secara pemantauan jangka panjang.
Penelitian terbaru, terbukti dengan studi yang memperlihatkan bahwa ada dua jenis obat yang
sangat efektif berikatan dengan sel-sel agen tumor, antara lain alkylating agent dan
anthracycline. Disini dibuktikan bahwa isosfamide dan cyclophosphamide merupakan agen
alkylating dan anthracycline doxorubicin akan menstabilkan dan membuat maksimal jika
digunakan dengan regimen VAC.Sekarang secara universal telah ditemukan adanya terapi
terbaru yang telah difokuskan pada pengobatan lokal dengan strategi yang lebih baik, yang telah
dibuktikan pada berbagai macam pasien untuk tumor ekstremitas.
Dua strategi untuk meningkatkan hasil lokalisasi pada pasien. Pertama, membandingkan
efisiensi antara ifosfamide dengan cyclophosphamide, ternyata yang lebih bagus adalah regimen
yang menggunakan ifosfamide karena bisa menginduksi waktu paruh lebih panjang. Strategi
kedua adalah menggabungkan antara ifosfamide dan etoposide di dalam terapi VDCA
(vincristine, doxorubicin, cyclophosphamide dan actinomycin D), ternyata hasilnya
meningkatkan masa hidup yang lebih lama. Studi ini membuktikan bahwa untuk pasien yang
penyakitnya masih terlokalisasi, hasilnya lebih bagus tapi tidak ada hasil yang memuaskan bila
ada metastasis. Terapi radiasi biasanya menggunakan energi tinggi untuk menghancurkan atau
membunuh sel-sel kanker dari kecenderungan untuk tumbuh dan bermetastasis. Ini termasuk
pembedahan kecil. Terapi ini hanya bisa digunakan untuk area yang spesifik. Radiasi tidak bisa
digunakan untuk daerah yang tidak terlokalisasi atau sel-sel kanker yang sudah menyebar pada
bagian-bagian tubuh. Radioterapi bisa dilakukan dengan dua cara yakni eksternal dan internal.
Secara eksternal dengan cara mengirimkan energi radiasi tingkat tinggi yang berasal dari mesin
secara langsung pada tumor. Secara internal atau brachiterapi, biasanya dengan menanamkan
implantasi atau sejenis materil radioaktif yang lebih kecil, dekat dengan kanker. Sarkoma ewing
relatif sensitif terhadap radiasi. Bila terlokalisasi, terapi radiasi adalah terapi utama tapi akan
lebih efektif jika digabungkan dengan kemoterapi.
Efek samping bisa timbul dengan berjalannya waktu. Dosis besar dapat menyebabkan kerusakan
pada kulit di area yang langsung menerima radioterapi. Pada pasien sarkoma ewing bisa
menyebabkan kerusakan pembuluh darah vena dan saraf, sedangkan pemberian pada efek-efek
lanjut biasanya muncul pada anak-anak, bisa menyebabkan atropi, fibrosis, gangguan
pertumbuhan tulang, gangguan pergerakan, edem dan kerusakan saraf perifer

DIAGNOSIS BANDING
Penting untuk diingat bahwa usia adalah faktor yang paling penting untuk diagnosis
tumor tulang. Sarkoma Ewing adalah yang paling umum di antara para pasien tumor tulang dari
kelompok usia ini. Gambaran klinis dan radiologis sarkoma ewing mirip dengan osteomielitis,
osteosarkoma dan neuroblastoma metastatik.

PROGNOSIS
Buruk. Mortalitas pada tahun-tahun pertama setelah diagnosis ± 95%. Akhir-akhir ini
dengan terapi kombinasai radioterapi, kemoterapi dan operasi, prognosis menjadi lebih baik.
Follow up jangka panjang pada pasien sarkoma ewing adalah sangat penting karena efek
potensial pengobatan seperti kardiotoksitas antracycline, keganasan sekunder, khususnya dalam
bidang radiasi.

2.4Kista Ganglion

Kista Ganglion atau biasa disebut Ganglion merupakan kista yang terbentuk dari kapsul
suatu sendi atau sarung suatu tendo. Kista ini berisi cairan kental jernih yang mirip dengan jelly
yang kaya protein. Kista merupakan tumor jaringan lunak yang paling sering didapatkan pada
tangan. Ganglion biasanya melekat pada sarung tendon pada tangan atau pergelangan tangan
atau melekat pada suatu sendi; namun ada pula yang tidak memiliki hubungan dengan struktur
apapun. Kista ini juga dapat ditemukan di kaki. Ukuran kista bervariasi, dapat bertambah besar
atau mengecil seiring berjalannya waktu dan bahkan menghilang. Selain itu kadang dapat
mengalami inflamasi jika teriritasi. Konsistensi dapat lunak hingga keras seperti batu akibat
tekanan tinggi cairan yang mengisi kista sehingga kadang didiagnosis sebagai tonjolan tulang.
Ganglion timbul pada tempat-tempat berikut ini: Pergelangan tangan – punggung tangan ("dorsal
wrist ganglion"), pada telapak tangan ("volar wrist ganglion"), atau kadang pada daerah ibu jari.
Kista ini berasal dari salah satu sendi pergelangan tangan, dan kadang diperberat oleh cedera
pada pergelangan tangan.
o Telapak tangan pada dasar jari-jari ("flexor tendon sheath cyst"). Kista ini berasal
dari saluran yang menjaga tendon jari pada tempatnya, dan kadang terjadi akibat iritasi pada
tendon - tendinitis. 

o Bagian belakang tepi sendi jari ("mucous cyst"), terletak di sebelah dasar kuku.
Kista ini dapat menyebabkan lekukan pada kuku, dan dapat menjadi terinfeksi dan
menyebabkan infeksi sendi walaupun jarang. Hal ini biasanya disebabkan arthritis atau taji
tulang pada sendi.
Anatomi
Ganglion terjadi pada sendi, oleh karena itu perlu diketahui mengenai anatomi sendi.
Ganglion ditemukan pada sendi diartrodial yang merupakan jenis sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas dan ditemukan paling sering padawrist joint. Hal ini mungkin diakibatkan
banyaknya gerakan yang dilakukan olehwrist joint sehingga banyak gesekan yang terjadi antar
struktur di daerah tersebut sehingga memungkinkan terjadinya reaksi inflamasi dan pada
akhirnya mengakibatkan timbulnya ganglion. Selain itu wrist joint merupakan sendi yang
kompleks karena terdiri dari beberapa tulang sehingga kemungkinan timbulnya iritasi atau
trauma jaringan lebih besar.
Jenis sendi diartrodial mempunyai unsur-unsur seperti rongga sendi dan kapsul sendi.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat serta sinovium yang membentuk suatu
kantung yang melapisi seluruh sendi dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi.
Sinovium tidak terlalu meluas melampaui permukaan sendi tetapi terlipat sehingga
memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa di seluruh persendian
membentuk sinovium. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi
permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna.
Jumlah yang ditemukan pada tiap sendi relatif sedikit (1-3 ml). Asam hialuronidase adalah
senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel-sel
pembungkus sinovial. Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari transudat plasma.
Cairan sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.

Epidemiologi
Kista ganglion merupakan tumor jaringan lunak yang paling sering ditemukan pada
tangan dan pergelangan tangan. Kista ini dapat terjadi pada berbagai usia termasuk anak-anak;
kurang lebih 15% terjadi pada usia di bawah 21 tahun. Tujuhpuluh persen terjadi pada dekade
kedua dan keempat kehidupan. Perempuan tiga kali lebih banyak menderita dibandingkan laki-
laki. Tidak ditemukan predileksi antara tangan kanan dan kiri, dan tampaknya pekerjaan tidak
meningkatkan resiko timbulnya ganglion, namun referensi lain menyebutkan bahwa ganglion
banyak ditemukan pada pesenam dimana terjadi tekanan yang besar pada pergelangan tangan.

Etiologi
Penjelasan yang paling sering digunakan untuk mengungkapkan pembentukan kista 
hingga degenerasi mukoid dari kolagen dan jaringan ikat. Teori ini menunjukkan bahwa sebuah
ganglion mewakili struktur degeneratif yang melingkupi perubahan miksoid dari jaringan ikat.
Teori yang lebih baru, yang dipostulasikan oleh Angelides pada 1999, menjelaskan  bahwa kista
terbentuk akibat trauma jaringan atau iritasi struktur sendi yang menstimulasi produksi asam
hialuronik. Proses ini bermula di pertemuan sinovial-kapsular. Musin yang terbentuk membelah
sepanjang ligamentum sendi serta kapsul yang melekat untuk kemudian membentuk duktus
kapsular dan kista utama. Duktus pada akhirnya akan bergabung menjadi kista ganglion soliter
yang besar.
Seperti yang telah disebutkan, penyebab ganglion tidak sepenuhnya diketahui, namun
ganglion dapat terjadi akibat robekan kecil pada ligamentum yang melewati selubung tendon
atau kapsul sendi baik akibat cedera, proses degeneratif atau abnormalitas kecil yang tidak
diketahui sebelumnya.

Patofisiologi
Kista ganglion dapat berupa kista tunggal ataupun berlobus. Biasanya memiliki dinding
yang mulus, jernih dan berwarna putih. Isi kista merupakan musin yang jernih dan terdiri dari
asam hialuronik, albumin, globulin dan glukosamin. Dinding kista terbuat dari serat kolagen.
Kista dengan banyak lobus dapat saling berhubungan melalui jaringan duktus. Tidak terdapat
nekrosis dinding atau selularitas epitel atau sinovia yang terjadi.
 Normalnya, sendi dan tendon dilumasi oleh cairan khusus yang terkunci di dalam sebuah
kompartemen kecil. Kadang, akibat arthritis, cedera atau tanpa sebab yang jelas, terjadi
kebocoran dari kompartemen tersebut. Cairan tersebut kental seperti madu, dan jika kebocoran
tersebut kecil maka akan seperti lubang jarum pada pasta gigi –jika pasta gigi ditekan,
walaupun lubangnya kecil dan pasta di dalamnya kental, maka akan mengalir keluar- dan
begitu keluar, tidak dapat masuk kembali. Hal ini bekerja hampir seperti katup satu arah, dan
akan mengisi ruang di luar area lubang. Ketika kita menggunakan tangan kita untuk bekerja,
sendi akan meremas dan menyebabkan tekanan yang besar pada kompartemen yang berisi
cairan tersebut- ini dapat menyebabkan benjolan dengan tekanan yang besar sehingga sekeras
tulang.

 Cairan pelumas mengandung protein khusus yang menyebabkannya kental dan pekat dan
menyulitkan tubuh untuk me-reabsorbsi jika terjadi kebocoran. Tubuh akan mencoba untuk
menyerap kembali cairan tersebut, tapi hanya sanggup menyerap air yang terkandung di
dalamnya sehingga membuatnya lebih kental lagi. Biasanya, pada saat benjolan cukup besar
untuk dilihat, cairan tersebut telah menjadi sekental jelly.

Kadang disebutkan bahwa ganglion berasal dari protrusi dari membran sinovial sendi
atau dari selubung suatu tendo. Namun, kami tidak dapat memperlihatkan adanya hubungan
antara rongga kista dengan selubung tendon atau sendi yang berhubungan. Namun, terdapat
kemungkinan bahwa kista berasal dari bagian kecil membran sinovia yang mengalami protrusi
dan kemudian terjadi strangulasi sehingga terpisah dari tempat asalnya; bagian ini kemudian
berdegenerasi dan terisi oleh materi koloid yang berakumulasi dan membentuk kista.

Gejala dan Tanda


Meskipun kista ganglion umumnya asimtomatik, gejala yang muncul dapat berupa
keterbatasan gerak, parestesia dan kelemahan. Kista ganglion umumnya soliter, dan jarang
berdiameter di atas 2 cm. Dapat melibatkan hampir semua sendi pada tangan dan pergelangan
tangan. Dorsal wrist, volar wrist, volar retinakular dan distal interfalangeal merupakan kista
ganglion yang paling sering ditemukan pada tangan dan pergelangan tangan. Ganglion terbesar
terletak di belakang lutut dan biasa disebut Kista Baker.
Ahli bedah tangan yang berpengalaman juga dapat mengenali ganglion dorsal okulta
(tersembunyi), yang dapat timbul dengan tekanan lembut pada regio fossa scapholunate. Nyeri
terjadi dengan gerakan pergelangan tangan yang ekstrim. Temuan radiografik biasanya normal,
dan MRI berguna dalam mengkonfirmasi diagnosis. Eksisi bedah pada ganglion okulta dapat
menghilangkan nyeri dan gejala pada sebagian besar kasus. Sebagian pasien mengeluhkan
benjolan di bawah kulit yang sebagian besar terletak pada bagian belakang pergelangan tangan,
sisi telapak pada pergelangan tangan, di atas tendon pada dasar jari pada sisi telapak tangan, atau
pada sendi jari terdekat ke ujung jari. Ganglion umumnya tidak nyeri; namun dapat
menyebabkan nyeri ketika digerakkan atau menyebabkan masalah mekanis (terbatasnya ruang
gerak) tergantung dari lokasi ganglion tersebut. Kista ganglion memiliki kecenderungan untuk
membesar dan mengecil, kemungkinan karena cairan yang terdapat dalam kista terserap kembali
ke dalam sendi atau tendon untuk kemudian diproduksi kembali. Masalah terbesar dengan
ganglion adalah ketakutan pasien bahwa benjolan tersebut merupakan sesuatu yang
gawat. Diagnosis didasarkan atas riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan kemungkinan foto
sinar x polos atau USG. Kista dapat dibedakan dari tumor padat melalui transiluminasi (berkas
sinar akan melewati cairan yang memenuhi ganglion, tapi tidak jika merupakan massa tumor
yang padat). Pencitraan USG juga telah digunakan untuk membedakan massa padat dan kistik di
tangan.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis dan kadang melalui
pemeriksaan radiologik. Dari anamesis bisa didapatkan benjolan yang tidak bergejala namun
kadang ditemukan nyeri serta riwayat penggunaan lengan yang berlebihan. Pada pemeriksaan
fisis ditemukan benjolan lunak yang tidak nyeri tekan. Melalui transiluminasi diketahui bahwa
isi benjolan bukan merupakan massa padat tapi merupakan cairan. Pada aspirasi diperoleh cairan
dengan viskositas yang tinggi dan jernih. Sering juga ditemukan adanya gangguan pergerakan
dan parestesia dan kelemahan pada pergelangan tangan ataupun lengan.

Diagnosis Banding
Ganglion dapat didiagnosis banding dengan benjolan lain yang mungkin didapatkan di
tangan seperti lipoma, kista sebasea dan  nodul rheumatoid arthritis.

Penatalaksanaan
Terdapat tiga pilihan utama penatalaksanaan ganglion. Pertama, membiarkan ganglion
tersebut jika tidak menimbulkan keluhan apapun. Setelah diagnosis ditegakkan dan pasien
diyakinkan bahwa massa tersebut bukanlah kanker atau hal lain yang memerlukan pengobatan
segera, pasien diminta untuk membiarkan dan menunggu saja. Jika ganglion menimbulkan gejala
dan ketidaknyamanan ataupun masalah mekanis, terdapat dua pilihan penatalaksanaan: aspirasi
(mengeluarkan isi kista dengan menggunakan jarum) dan pengangkatan kista secara bedah.
 Aspirasi melibatkan pemasukan jarum ke dalam kista dan mengeluarkan isinya setelah
mematirasakan daerah sekitar kista dengan anestesi lokal. Karena diperkirakan bahwa inflamasi
berperan dalam produksi dan akumulasi cairan di dalam kista, obat anti inflamasi (steroid)
kadang diinjeksikan ke dalam kista sebagai usaha untuk mengurangi inflamasi serta mencegah
kista tersebut terisi kembali oleh cairan kista. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
menggunakan substansi lain seperti hialuronidase bersama dengan steroid setelah  aspirasi
meningkatkan angka kesembuhan dari 57% (aspirasi dan steroid) menjadi 89% dengan substansi
tambahan.
Jika kista rusak, menimbulkan nyeri, masalah mekanis dan komplikasi saraf (hilangnya
fungsi motorik dan sensorik akibat tekanan ganglion pada saraf) atau timbul kembali setelah
aspirasi, maka eksisi bedah dianjurkan. Hal ini melibatkan insisi di atas kista, identifikasi kista,
dan mengangkatnya bersama dengan sebagian selubung tendo atau kapsul sendi dari mana kista
tersebut berasal. Lengan kemudian dibalut selama 7-10 hari. Eksisi kista ini biasanya merupakan
prosedur minor, tapi dapat menjadi rumit tergantung pada lokasi kista dan apakah kista tersebut
melekat pada struktur lain seperti pembuluh darah, saraf atau tendon.

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi tergantung pada lokasi dan ukuran ganglion.
Komplikasi utama adalah keterbatasan gerak pada sendi dimana terdapat ganglion. Tidak seperti
tumor lain, ganglion tidak pernah berubah menjadi ganas.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat prosedur bedah yang dilakukan berupa rekurensi
walaupun kemungkinannya tidak besar. Selain itu juga terdapat resiko infeksi, keterbatasan
gerak, kerusakan serabut saraf atau pembuluh darah.

Prognosis
Prognosis penyakit tergantung dari beberapa hal:
 Kista yang berasal dari selaput tendon lebih mudah sembuh dengan suntikan
kortikosteroid dbandingkan dengan yang berasal dari sendi

 Kista dari pergelangan tangan bagian depan (volar wrist ganglion) akan lebih mudah
kembali setelah pembedahan dibandingkan kista pada bagian dorsal.
Tingkat rekurensi setelah penanganan nonoperatif mencapai 30-60% dibandingkan
dengan yang dioperasi (5-15%). Total ganglionektomi menghasilkan angka kesembuhan 85-95%
jika kista dan akar diangkat bersamaan dengan pemotongan sedikit dari kapsul tendo. Rekurensi
setelah operasi biasanya diakibatkan oleh pengangkatan kapsul atau membrane sinovial yang
tidak lengkap.
2.5Teratoma Sacrocoxigeal

Definisi

Teratoma sacrococcygea adalah suatu bentuk neoplasma pada os.sacrum dan


os.coccygea. Penyebab pastinya masih belum diketahui. Di Eropa termasuk neoplasma yang
umum terjadi pada neonatus dengan prevalensi 1:35.000 kelahiran hidup. Sekitar 75% kasus
teratoma sacrococcygea merupakan tumor benigna.

Klasifikasi

Teratoma sacroccygea diklasifikasikan menjadi

1. Altman I Hampir keseluruhan tumor ada di exterior dengan keterlibatan pelvis


minimal
2. Altman II Sebagian besar di luar meski ada keterlibatan pelvis yang signifikan
(hourglass pattern)
3. Altman III Proporsi bagian tumor di intraabdominal dan intrapelvis lebih besar
daripada di luar
4. Altman IV Tumor hanya ada di dalam

Diagnosis

Diagnosis teratoma sacroccygea dapat dilakukan pada masa prenatal. Seringkali


ditemukan sebagai bentkan kistik pada pemeriksaan USG rutin bila ukurannya cukup besar atau
apabila dilakukan analisis amnion akan didapatkan peningkatan α-fetoprotein. Apabila
ukurannya kecil dan terlewatkan pada USG, seringkali tertoma sacroccygea dapat terpalpasi pada
masa neonatus sebagai benjolan keras seukuran telur ayam.

2.6Lipoma

a. Definisi
Lipoma adalah  tumor jinak jaringan lemak yang berada di bawah kulit yang tumbuh
lambat, berbentuk lobul masa lunak yang dilapisi oleh pseudokapsul tipis berupa jaringan
fibrosa.

b. Etiologi
Penyebab lipoma belum diketahui dengan pasti, akan tetapi ada kecenderungan lipoma
dapat diturunkan. Beberapa jenis lipoma dapat terjadi akibat trauma tumpul. Orang yang gemuk
tidak meningkatkan kemungkinan terjadinya lipoma. 
Pada pemeriksaan secara mikroskopis akan ditemukan suatu tumor yang berbentuk
lobulus yang mengandung sel lemak yang normal. Pada pemeriksaan secara sitogenetik, lipoma
sering sekali berhubungan dengan alterasi dari kromosom 12q, 6p, dan 13q.

c. Jenis Lipoma
 Lipoma soliter (paling sering)
Kebanyakan lipoma soliter adalah superfisial dan berukuran kecil Lipoma soliter bisa
tumbuh dengan kenaikan berat badan dan tidak menghilang apabila berat badan diturunkan 

 Diffuse Kongenital Lipoma


Lipoma diffuse dengan batas tidak tegas biasanya berlokasi pada daerah belakang badan.
Tumor ini sering meluas ke dalam otot maka kurang memberikan hasil yang baik dengan
reseksi lokal Tumor ini terdiri dari jaringan lemak yang immatur 

 Lipomatosis simetris ( Madelung)


Sering dijumpai pada daerah kepala, leher, bahu dan proximal extremitas atas. Pada
anamnesa sering terdapat riwayat mengkomsumsi alkohol atau penyakit diabetes mellitus 

 Familial lipomatosis multiple


Ditandai dengan beberapa benjolan kecil dengan batas tegas dan "berkapsul" Biasanya
terdapat pada daerah extremitas dan timbul setelah pubertas Pada anamnesa didapatkan
riwayat penyakit yang sama pada keluarga 

 Penyakit Dercum ( adiposis dolorosa)


Lipoma yang menimbulkan rasa nyeri Biasanya dijumpai pada wanita postmenopausa
yang obese ,alcoholism, ketidakstabilan emosi dan depresi berasosiasi dengan penyakit ini.
 Angiolipoma
Angiolipoma adalah nodul subkutan yang kenyal dan nyeri. Tumor ini lebih keras
daripada lipoma biasa dan multilobulasi. 
 Hibernomas
Tumor ini tumbuh soliter, nodul yang berbatas tegas dan biasanya asimptomatik 
Biasanya dijumpai pada regio interskapula, axilla, colli dan mediastinum Secara histologik,
hibernomas terdiri dari lipoblast coklat yang dikenali sebagai mulberry cells

d. Gejala Klinis
Lipoma bersifat lunak pada perabaan, dapat digerakkan, dan tidak nyeri. Pertumbuhannya
sangat lambat dan jarang sekali menjadi ganas. Lipoma kebanyakan berukuran kecil, namun
dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari diameter 6 cm.
Biasanya suatu lipoma di kulit hanya dirasakan mengganggu kosmetik oleh
penderitanya.Sangat jarang suatu lipoma dikulit akan menekan struktur lain yang akan
menyebabkan gangguan.
Suatu lipoma sangat jarang berubah menjadi suatu keganasan, misalnya suatu
liposarkoma. Liposarkoma praktis tidak pernah timbul dari suatu lipoma.
Pemeriksaan Fisik
 Nodul subkutan ukuran rata-rata 2 – 10 cm
 Sering berlobus
 Mobile
 Konsistensi  kenyal
 Kulit diatas lesi normal
Diagnosis lipoma bisa ditegakkan dari anamnesa dan gambaran klinis atau dari fine needle
biopsy

e. Penatalaksanaan 
Pada dasarnya lipoma tidak perlu dilakukan tindakan apapun, kecuali bila berkembang
menjadi nyeri dan mengganggu pergerakan. Biasanya seseorang menjalani operasi bedah untuk
alasan kosmetik.
 Konservatif 
Mesoterapi 
Mesoterapi adalah terapi dengan injeksi NSAIDS, enzim dan hormon.
Namun sekarang yang sering digunakan adalah lecithin (phosphatidylcholine isoproterenol) yang
mempunyai efek lipolitik.
 Operatif 
Simple surgical excision
Insisi dilakukan pada kulit hingga ke pseudokapsul lipoma, kemudian masa direseksi.  Setelah
pendarahan dihentikan, dijahit dengan absorbable suture setelah itu luka ditutup (pressure
dressing) selama 24 jam untuk mencegah terjadinya hematoma atau seroma.
Squeeze teknik ( lipoma superficial yang kecil) 
Insisi selebar ¼ diameter lipoma dilakukan dan bagian tepi lipoma ditekan supaya massa tersebut
keluar. Kemudian dilakukan diseksi dan kuret
Liposuction 
Teknik yang bagus untuk angiolipoma,     adiposis dolorosa dan sindroma Madelung. Kebaikan
teknik ini adalah berkurangnya masa operasi dan insisi lebih kecil.

f. Teknik Operasi
1. Bersihkan daerah operasi dengan tindakan aseptik.
2. Lakukan anestesi lokal field blok infiltrations dengan lidocaine 2%   
3. Tandai batas insisi  yang akan dilakukan, linier, dengan panjang sejajar dengan garis
Langers
4. Insisi kulit sampai subkutis. Sampai jaringan adipose
5. Pegang tepi insisi dengan klem dan angkat
6. Lakukan diseksi tumpul dengan klem menelusuri masa kesekelilingnya
7. Jepit bagian masa dengan klem, angkat dan teruskan diseksi tumpul
8. Jika masa sudah terangkat, potonglah jaringan bagian bawah
9. Perdarahan dirawat
10. Jahit luka operasi lapis demi lapis.
11. Kirim masa untuk pemeriksaan patologi anatomi.

 
Lakukan anestesi secara infiltrasi di kedua sudut, menyebar ke tepi

 
Insis linier sampai subkutis       Diseksi mulai tepi insisi kebawah
 
Diseksi kedalam tiap sisi                         Diseksi tumpul dengan jari 

 
Tarik tepi atas dengan klem sambil diseksi terus menelusuri tiap sisi

 
Angkat, dan identifikasi dasar masa, masa dapat diluksir keluar

    
Potong dasar masa dengan kauter, setelah itu masa dilepaskan

    
Setelah perdarahan diatasi, jahit subkutis sampai tepi insisi menyatu

  
      Jahit kutis setelah jahitan subkutis benar-benar rapat dan kuat
 
2.7Leimyoma

Leiomyoma adalah sebuah tumor jinak yang berasal dari otot polos. Dalam bahasa sehari-
hari disebut sebagai fibroid. (leio- + myo- + -oma, "smooth-muscle tumor") adalah neoplasma
jinak otot polos yang sangat jarang (0,1%) premalignant. Dapat terjadi pada setiap organ, tetapi
bentuk yang paling umum terjadi pada rahim, usus halus dan esophagus.

 Uterine leiomyomata:
Uterine fibroids adalah leiomyomata dari otot polos uterus. Seperti leiomyomata lainnya,
sifatnya jinak, namun dapat menyebabkan perdarahan menstruasi yang berlebihan
(menorrhagia), sering menyebabkan anemia dan dapat menyebabkan infertilitas. Sebuah
bentuk yang jarang dari tumor ini adalah lipoleiomyoma rahim - tumor jinak yang terdiri
dari campuran adiposit dan sel otot polos. Lipoleiomyomata rahim telah diamati bersama-
sama dengan patologi ovarium dan lainnya dan beberapa dari mereka dapat berkembang
menjadi Liposarkoma.
 Gallbladder leiomyoma:
Neoplasma mesenchymal kandung empedu sangat jarang terjadi. Leiomyomas kantong
empedu telah jarang dilaporkan, semuanya pada pasien dengan gangguan sistem
kekebalan tubuh/ immunodeficiency.
 Leiomyoma of jejunum
Adalah tumor jinak yang paling umum dari usus halus. Sekitar 50% kasus ditemukan di
jejunum, diikuti oleh ileum pada 31% kasus. Hampir setengah dari semua lesi kurang dari
5 cm.
 Cutaneous
Leiomyoma kutaneus merupakan neoplasma jinak yang jarang. Pada payudara
kejadiannya kurang dan 1 % dari seluruh neoplasma payudara. Untuk menegakkan
diagnosis definitif, perlu pemeriksaan histopatologi. ada pemeriksaan histopatologi
tampak tumor yang tidak berbatas jelas pada dermis terdiri dari hiperplasia sel-sel
berbentuk kumparan inti di tengah berbentuk seperti cerutu tanpa tanda-tanda anaplasia
dan tersusun dalam fasikulus yang saling bersilangan. Jaringan tumor dipisahkan dari
epidermis yang atrofik oleh suatu grenz zone.
Leiomyoma kulit dibagi menjadi beberapa kategori:
 Solitary cutaneous leiomyoma: biasanya muncul sebagai tumor yang dapat bergerak
bebas, bulat, nodul berkisar antara 2 sampai 15 mm diameter, dengan kulit di atasnya
yang mungkin berwarna kemerahan atau warna lembayung
 Multiple cutaneous (or pilar) leiomyomas timbul dari musculus arrectores pilorum:
juga dikenal sebagai Pilar leiomyomas, muncul dari m. arrectores pilorum, dan terdiri
dari proliferasi buruk dari serat otot polos yang terletak di dermis yang dapat meluas
ke jaringan sekitarnya dan dapat meluas ke subcutis. Kadang-kadang dikaitkan dengan
leiomioma uterus (kombinasi yang dikenal sebagai as multiple cutaneous and uterine
leiomyomatosis, MCUL).
 Angioleiomyomas (Vascular leiomyomas): diduga berasal dari otot polos pembuluh
darah
 Dartoic (or genital) leiomyomas: adalah leiomioma yang berasal dari m. dartos dari
genitalia, areola, dan nipple.
 Angiolipoleiomyoma: adalah tumor soliter, asymptomatic acral nodule, secara
histologis tumor terdiri dari sel-sel otot polos, pembuluh darah, jaringan ikat, dan
lemak.
2.8Rhabdomyosarkoma

Definisi

Rhabdomiosarkoma adalah adalah kanker jaringan lunak dengan derajat keganasan tinggi
dan timbul dari sel-sel mesenkimal primitive yang akan menjadi otot lurik.

Epidemiologi

Kanker ini paling sering ditemukan pada anak-anak. Sebagian besar terjadi pada anak
usia 1-5 tahun. Rhabdomiosarkoma lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan dengan perbandingan 2:1. Rhabdomiosarkoma embryonal adalah tipe yang paling
banyak ditemukan dan mencapai 70- 80% kasus. Rhabdomiosarkoma alveolar lebih banyak
terjadi pada orang dewasa dengan lokasi tersering di ekstrimitas dan mempunyai prognosis
buruk.

Predileksi

Lokasi paling sering terdapatnya rabdomiosarkoma:

- Kepala dan leher : 35-40%


- Vesica urinaria : 20%
- Otot, ekstremitas, thoraks dan abdomen : 15-20% (thoraks terbanyak).

Etiologi

Etiologi dari rabdomiosarkoma tidak diketahui pasti, diduga berhubungan dengan


kelainan kongenital. Rabdomiosarkoma mulai tumbuh ketika manusia masih berupa janin.
Rabdomioblast adalah sel pada stadium awal yang tumbuh pada bayi yang belum dilahirkan. Sel
ini akan menjadi matang dan tumbuh ke dalam otot. Rabdomiosarkoma biasanya memiliki sel
tumor dengan kromosom yang abnormal. Pada anak-anak yang menderita embrional
rabdomiosarkoma, biasanya memiliki kelainan kromosom 11.

Pada alveolar rabdomiosarkoma, terdapat perubahan susunan kromosom antara


kromosom 2 dan 13. Perubahan susunan ini menyebabkan perubahan posisi dan fungsi gen, yang
akan menyebabkan penyatuan gen yang dinamakan fusion transcript. Pasien yang memiliki
fusion transcript melibatkan dua gen yaitu PAX3 dan FKHR.

Rabdomiosarkoma kemungkinan disebabkan oleh kelainan genetik, contohnya mutasi


p53. Hal ini didukung dengan adanya risiko yang meningkat pada pasien dengan penyakit
genetik, contohnya Li fraumeni syndrome, neurofibromatosis, fetal alcohol syndrome, dan
nevoid basal cell carcinoma.
Tipe

Berdasarkan histologis, terdapat 4 tipe rabdomiosarkoma:

1. Tipe embrional : sel –sel nya mirip dengan sel embrio berusia 6-8 minggu. Merupakan
tipe yang terbanyak pada rabdomiosarkoma, sekitar 60 %. Predilesi nya adalah kepala,
leher, dan tractus genitourinaria.
2. Tipe alveolar : sel-sel nya mirip dengan sel embrio berusia 10-12 minggu. Tipe ini
memiliki karakteristik adanya translokasi kromosom 1 dengan 13 atau 2 dengan 13.
Angka kejadian sekitar 15% dari kasus. Tipe ini menyerang anak yang lebih dewasa dan
remaja. Tipe ini merupakan prognosa yang terburuk. Sel tumor ini cenderung tumbuh di
bagian inti lalu membetuk celah menyerupai alveoli. Predilesinya adalah batang tubuh
dan ekstremitas.
3. Tipe botryoid : merupakan variasi dari tipe embrional, berbentuk seperti anggur. Predilesi
nya adalah vagina, uterus, vesica urinaria, nasofaring, dan telinga tengah.
4. Tipe pleomorfik : banyak terdapat pada orang dewasa, jarang pada anak-anak (1%).

Gejala Klinis

Rabdomiosarkoma adalah tumor yang sangat agresif dan cenderung berinfiltrasi di


permukaan dan dalam jaringan di sekitarnya dan juga menyebar secara limfogen dan hematogen.
Gejala klinik sesuai dengan tempat di mana tumor tersebut tumbuh:

- Kepala dan leher : jika mengenai mata atau alis mata, maka dapat menyebabkan mata
menonjol, bengkak pada palpebra, atau paralisis otot-otot mata. Jika mengenai sinus,
maka dapat menyebabkan hidung tersumbat, terkadang sekret hidung berupa darah atau
nanah. Bila mengenai parameningeal, maka dapat terjadi kelumpuhan saraf kranial. Pada
lokasi lain kepala dan leher, gejala umum yang timbul adalah benjolan yang tidak sakit
atau bengkak yang cepat membesar. Rabdomiosarkoma yang terdapat dekat dengan
tulang tengkorak dapat mengerosi tulang yang melindungi otak, menyebabkan sakit
kepala dan mual.
- Tractus genitourinaria : sulit berkemih, hematuria, kontipasi, benjolan pada vagina, sekret
vagina yang mengandung darah, atau pembesaran salah satu scrotum namun tidak sakit.
- Ekstremitas dan batang tubuh : berupa benjolan dengan atau tanpa rasa sakit, lunak, dan
berwarna kemerahan. (Rudolph. A. M., 2002.)

Diagnosis

Anamnesis mengenai perjalanan penyakit termasuk riwayat adanya kecenderungan


kanker dalam keluarga (li-Fraumenn), pemeriksaan fisik yang teliti untuk menentukan letak dan
ukuran tumor dan kelenjar gerah bening regional. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan
termasuk darah lengkap, faal hati dan ginjal, elektrolit serum, kalsium dan bila mungkin kadar
magnesium, asam urat dan fungsi pembekuan. Aspirasi sumsum tulang juga diperlukan untuk
dugaan RMS parameningeal. Pemeriksaan radiologi yang dianjurkan adalah foto rontgen toraks.
CT scan dan USG daerah tumor primer, bila memungkinkan dilakukan pmeriksaan MRI
terhadap tumor primer. Selanjutnya dilauakn biopsi dari tumor primer dan kelenjar getah bening
yang dicurigai.

Staging

Staging System

1. Stadium I (16% kasus)


Kanker hanya terdapat pada tempat awal kanker muncul Pada pemeriksaan mikroskopis,
tidak terdapat sel kanker pada jaringan setelah tumor diangkat.
2. Stadium II (28% kasus)
Terbagi menjadi II A, II B, dan II C ·
o II A : Kanker dapat diangkat, tetapi secara mikroskopis, masih terdapat sel kanker
yang tersisa pada jaringan. Tidak ada kelenjar limfe yang terkena.
o II B : Kanker terlokalisasi, dapat diangkat, engan atau tanpa keterlibatan kelenjar
limfe
o II C : Kanker telah menyebar ke kelenjar limfe. Kanker dan kelenjar limfe masih
dapat diangkat melalui pembedahan, namun masih terapat sel kanker yang tersisa
secara mikroskopis.
3. Stadium III (36% kasus)
Kanker dapat diangkat melalui pembedahan, namun masih terdapat sisa kanker yang
dapat dilihat tanpa mikroskop. Kanker belum menyebar ke tempat yang jauh.
4. Stadium IV (20% kasus) Kanker telah menyebar ke tempat yang jauh.

Risk Group

Sistem ini digunakan untuk rencana terapi. Dibagi atas:

1. Risiko rendah: jika memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:


a. Tumor embrional dengan ukuran berapapun yang ditemukan pada favorable site.
Tumor itu mungkin merupakan tumor yang masih tersisa setelah pembedahan
yang dapat terlihat tanpa mikorskop. Kanker ini mungkin sudah menyebar ke
kelenjar limfe. Favorable site tersebut adalah: Mata atau daerah sekitar mata.
Kepala dan leher (tetapi tidak pada jaringan yang menyelimuti otak dan medulla
spinalis). Kandung empedu dan saluran empedu. Dekat testis atau vagina (tetapi
bukan ginjal, kandung kemih, atau prostat).
b. Tumor embrional dengan ukuran berapapun yang tidak ditemukan pada favorable
site. Tumor ini mungkin tumor yang tersisa setelah pembedahan yang hanya dapat
dilihat dengan mikroskop. Kanker ini mungkin sudah menyebar ke kelenjar limfe.
2. Risiko menengah : jika memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
a. Tumor embrional dengan ukuran berapapun yang tidak ditemukan pada favorable
site. Tumor itu mungkin merupakan tumor yang masih tersisa setelah
pembedahan yang dapat terlihat dengan atau tanpa mikroskop. Kanker ini
mungkin sudah menyebar ke kelenjar limfe terdekat.
b. Tumor alveolar dengan ukuran berapapun yang ditemukan pada favorable atau
unfavorable site. Tumor itu mungkin merupakan tumor yang masih tersisa setelah
pembedahan yang dapat terlihat dengan atau tanpa mikroskop. Kanker ini
mungkin sudah menyebar ke kelenjar limfe terdekat.
3. Risiko tinggi : semua tipe rabdomiosarkoma yang mungkin sudah menyebar ke kelenjar
limfe dan sudah menyebar ke jarak yang jauh.

Terapi

Stadium I:

- Operasi
- Kemoterapi selama 1 tahun
- Radiasi tidak diperlukan

Stadium II

- Operasi
- Radiasi pada sisa tumor yang terlihat secara mikroskopik.
- Kemoterapi sealama 1 tahun

Stadium III

- Biopsi atau reseksi parsial


- Kemoterapi untuk mengecilkan tumor secara maksimal dan mencegah pemotongan organ
penting.
- Kemoterapi primer diiukuti radiasi atau eksisi tumor atau dilakuakn dua-dua nya.
- Kemoterapi maintenance : 12-18 bulan

Stadium IV

- Kemoterapi primer
- Operasi atau radiasi dapat dilakukan bila remisi sebagian atau sempurna
- Maih dalam penelitian : menggunakan kemoterapi masif diikuti autologous bone graft

Prognosis

Tergantung dari: Stadium tumor, Tipe histologis dan sitologis, Lokasi tumor primer,
Lokasi metastasis, Usia. 5 year survival rate umunya sekitar 72%. Tipe embrional merupakan
tipe yang paling banyak dapat disembuhkan. Jika terdapat metastasis, maka akan memperburuk
prognosis. Lokasi tumor primer yang terdapat pada mata dan traktus genitourinarius memiliki
prognosa yang lebih baik dibandingkan letak tumor primer di kepala dan leher.
2.9Fibrosarkoma

Fibrosarcoma adalah tumor yang berasal dari jaringan lunak endoesteal dan menghasilakn
kolagen. Fibrosarcoma bisa bersifat primer atau sekunder akibat keganasan penyakit
sebelumnya semisal paget disease. Insidensi dari penyakit ini adalah 5-7% dari sseluruh tumor
ganas tulang. Penyakit ini ditemukan setelah usia 20-60 tahun. Gejala yang dikeluhkan adalah
terjadinya pembengkakan dan fraktur patologis.

Lokasi paling sering adalah pada bagian metafisis femur dantibia walaupun bisa meluas
sampai ke epifisis. Tumor ini bisa bersifat sentral ataupun eksentrik.

Pemeriksaan

Pemeriksaan radiologis akan ditemukan tumor berbentuk lobulus dan trabekulasi


irreguler yangdiesebut gambaran melting away. Tumor biasanya mengenai daerah sumsum
tulang akan tetapi dapat juga mengenai korteks yang mengakibatkan erosi dan penipisan korteks
tulang dan dapat ditemukan gambaran oseteolitik.

Pengobatan

Pengobatan dengan radioterapi kurang sensitif sehingga hanya digunakan sebagai


pengobatan tambahan.

Prognosis

Prognosis tergantung tingkat anaplastik sel tumor. 5 years survival rate sekitar 25-30%.

2.10 Myositis Osifikan

Miositis osifikan adalah sebuah massa jinak yang ditandai dengan osifikasi heterotopik,
merupakan pertumbuhan tulang baru bukan neoplasma diluar tulang normal. Biasanya kelainan
ini dimulai dengan adanya riwayat trauma, atau komplikasi yang terjadi seperti paralisis.

Beberapa jenis miositis osifikan antara lain :


a. miositis osifikan circumscripta
b. miositis osifikan progressiva
c. panniculitis osifikan
d. fibro-osseous pseudotumour of the digits.

Pada umumnya kasus miositis osifikan muncul setelah terjadi sebuah trauma, dengan
demikian penyakit ini sering mengenai dewasa muda sekitar dekade ke-2 sampai 3.
Keterlibatan otot-otot besar di tubuh sering dijumpai. Otot quadriceps dan brachialis paling
sering terlibat. Penyakit ini ditandai dengan adanya massa yang membesar, lunak, terasa
sakit, sebanyak 80% kasus ini berada pada otot-otot alat gerak.

Kondisi yang menimbulkan ketegangan otot yang buruk atau mati rasa, bila diabaikan
maka bisa mengalami Miositis Osifikans. Biasanya diakibatkan dari dampak kerusakan pada
selubung yang mengelilingi tulang (periostium) dan juga ke otot. Tulang akan tumbuh dalam
otot (disebut kalsifikasi) yang dapat menyakitkan. Tulang akan tumbuh 2 sampai 4 minggu
setelah cedera tulang dan matang dalam waktu 3 sampai 6 bulan.

Miositis osifikan adalah kondisi yang tidak biasa yang sering terjadi pada atlet yang
mempertahankan cedera tumpul yang menyebabkan perdarahan dalam jaringan. Jaringan
lunak yang terluka dalam peristiwa traumatik pada awalnya mengembangkan sebuah
hematom, dan kemudian mengembangkan miositis osifikans. Kata miositis osifikan berarti
bahwa bentuk-bentuk tulang di dalam otot, dan ini terjadi pada lokasi hematoma.

Gejala

1.Pembatasan berbagai gerakan.


2.Nyeri pada otot saat digerakan
3.Benjolan keras di otot.
4.Dengan X-ray dapat menunjukkan pertumbuhan tualng

Perawatan miositis osifikan terdiri dari:

1. Istirahat
Disarankan untuk istirahat total. Istirahat memainkan peran yang sangat penting dalam
pemulihan. Membatasi gerakan mereka dan beristirahat sebaik mungkin. Ini dilakukan
sampai rasa sakit jauh lebih berkurang.

2. Imobilisasi
Imobilisasi membantu dalam mempercepat proses penyembuhan.

3. Obat anti-inflamasi
Obat anti inflamasi juga efektif untuk mengobati myositis ossificans, ketika merasa adanya
ketidaknyamanan pada pasien. Indometasin bermanfaat karena dapat membantu untuk
mengurangi rasa sakit.

4. Terapi ICE
Ice juga dapat ditempatkan pada tempat yang terluka untuk mengurangi rasa sakit.

5. Massage
Pemijatan pada awal cidera harus dihindari untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Tapi
setelah periode yang ditetapkan, ketika pendarahan telah berhenti dapat menggunakan terapi
pijat untuk mengurangi ketegangan dan stres yang terkena jaringan lunak.
Ini akan membantu untuk mendapatkan kembali fleksibilitas otot. Dengan massage dapat
merehabilitasi cedera, karena meningkatkan sirkulasi darah dan mengurangi waktu
penyembuhan. Massage memang cara terbaik untuk meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan
otot cedera.
Penanganan operatif
Dalam kasus myositis ossificans dapat menyebabkan rasa sakit parah, bahkan setelah berbulan-
bulan cedera, maka untuk membuang tulang digunakan prosedur pembedahan. Beberapa pasien
myositis ossificans tidak memungkinkan gerakan sendi yang normal dan adanya iritasi saraf.
Dalam kasus seperti itu, operasi ini digunakan untuk menghilangkan tulang. Bahkan jika kondisi
ini didiagnosis dini, pembedahan tidak dianjurkan sebagai myositis ossificans tidak “dewasa”.
Dibutuhkan waktu selama 6 sampai 12 bulan sebelum mempertimbangkan operasi
pengangkatan.

3. Kemoterapi dan Radioterapi


Kemoterapi

Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan jalan memberikan zat/obat yang
mempunyai khasiat membunuh sel kanker atau menghambat proliferasi sel-sel kanker dan
diberikan secara sistematik. Obat anti kanker yang artinya penghambat kerja sel. Untuk
kemoterapi bisa digunakan satu jenis sitostika. Pada sejarah awal penggunaan kemoterapi
digunakan satu jenis sitostika, namun dalam perkembangannya kini umumnya dipergunakan
kombinasi sitostika atau disebut regimen kemoterapi, dalam usaha untuk mendapatkan hasiat
lebih besar

Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker.

Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama
terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut
berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya
semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah , hal ini disebut Kemoresisten.
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :

1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin


obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel
tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang
berakibat menghambat sintesis DNA.
3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada
gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel
4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis
protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker
tersebut.

Pola pemberian kemoterapi

1) Kemoterapi Induksi Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah
sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada
keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.
2) Kemoterapi Adjuvan Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan
atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau
metastase kecil yang ada (micro metastasis).

3) Kemoterapi Primer Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan
pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang
lain misalnya bedah atau radiasi.

4) Kemoterapi Neo-Adjuvan Diberikan mendahului/sebelum pengobatan/tindakan yang lain


seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya
adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih
berhasil gun

Cara pemberian Kemoterapi

1) Intra vena (IV) Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV
pelanpelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan continous
drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.

2) Intra tekal (IT) Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam
cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.

3) Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk
memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin,
Taxol, Taxotere, Hydrea.

4) Oral Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®,
Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.

5) Subkutan dan intramuskular Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya
adalah LAsparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM
juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.

6) Topikal

7) Intra arterial

8) Intracavity

9) Intraperitoneal/Intrapleural Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis


yang banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural
yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura
atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya
Bleocin.

Efek Samping Kemoterapi.

Sel Kanker paada organ tubuh manusia terdiri dari jaringan dan sel tubuh yang berubah
atau mutasi menjadi ganas dan membelah terus tidak terkendali dan menjadi besar mendobrak,
merusak, jaringan sekitarnya dan akhirnya menyebar, bersarang diorgan lain dan mengulangi
pertumbuhan seperti tempat semula. Sel kanker inilah yang menjadi target obat kemoterapi.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian, maupun
dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda walaupun
dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai pengaruh
bermakna. Kemoterapi anti kanker akan menyebabkan sel kanker serta beberapa jenis sel sehat
yang juga sedang membelah atau tumbuh mengalami kerusakan. Namun sel kanker akan
mengalami kerusakan lebih parah dibanding kerusakan pada sel sehat. Setelah beberapa periode
1-3 minggu sel sehat pulih dan sel kanker juga akan pulih kembali namun mengalami kerusakan
berarti, sehingga atas dasar inilah obat anti kanker dipergunakan.

Untuk mencegah kerusakan permanen dari sel sehat, obat kanker tidak bisa diberikan
sekaligus 4-8 siklus. Hal ini dimaksud untuk memulihkan sel sehat. Dilain pihak berangsur
mengecilkan kanker sehingga akhirnya sel kanker menjadi sangat kecil tidak terlihat lagi dan
bisa dihancurkan dengan sinar atau dihilangkan dengan operasi. Secara umum obat anti kanker
mempunyai akibat terhadap sel kanker yang sedang cepat membelah itu, namun sel sehat yang
cepat membelah pun termasuk kena akibat anti kanker tersebut. Umumnya efek samping
kemoterapi terbagi atas :

1) Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24 jam pertama
pemberian, misalnya mual dan muntah.

2) Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis.

3) Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam beberapa
hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.

4) Efek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa bulan
sampai tahun, misalnya keganasan sekunder

Radioterapi

Radioterapi adalh suatu teknik perawatan kanker dengan menggunakan radiasi ionisai.
Radiasi ionisasi dibagai menjadi dua, yaitu korpuskular dan elektromagnetik. Radiasi
Korpuskular terdiri dari electron, proton dan neutron. Radiasi elektromagnetik terdiri dari sina X
atau sinar gamma. Radiasi ionisasi mempengaruhi atom dan molekul sel serta menghasilkan
radikal bebas yang tersebar ke dalam sel yang kemudian merusak sel target yaitu DNA dan
mengakibatkan kematian sel atau kehilangan kapasitas reproduksi sel. Sewaktu kandungan DNA
berduplikasi elama mitosis, sel-sel yang mempunyai aktivitas mitosis yang lebih tinggi akan
lebis sensitive terhadap radiasi dibandingkan sel-sel yang aktivitas mitosisnya lebih rendah.
Kerja radiasi ada secara langsung atau tidak langsung.

Indikasi dan Kontraindikasi

Pasien yang menerima radioterapi dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu pasien yang
menjalani radioterapi sebagai perawatan kuratif dan pasien yang menjalani radioterapi sebagai
perawatan paliatif. Kelompok kuratif adalah :
- Kasus-kasus dengan kanker dan tumor ganas sangat sensitive terhadap radioteapi
- Kasus-kasus yang setelah pembedahan menunjukkan tingkat keberhasilan yag rendah
- Kasus-kasus dengan lesi terletak di permukaan, yang mana jika diangkat dengan
pembedahanmeninggalkan bekas luka yang besar
- Kasus-kasus kontraindikasi anestesi

Pasien yang usianya sangat muda seharusnya tidak memperoleh perawatan radioterapi.
Bila radiasi mengenai organ kritis dan tidak dapat dihindari maka radioterapi sebaiknya tidak
dilakukan. Radiasi selama kehamilan dapat menyebabkan gangguan yang sangat serius
terhadap fetus. Leist melaporkan bahwa adanya kasus mikrosepalus, gangguan terhadap
perkembangan kepala serta gangguan perkembangan gigi pada anak-anak dari 21 wanita
yang menerima sinar X selama masa kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai