Anda di halaman 1dari 54

AIR DAN POLUSI AIR

STRUKTUR, SIFAT DAN REAKTIVITAS AIR


Struktur Air
Walaupun air merupakan senyawa yang sederhana tetapi peranannya bagi
kehidupan di bumi ini tidak dapat diabaikan, malahan dapat dikatakan bahwa kehidupan
di bumi tidak akan ada bila tidak ada air. Volume total air di bumi tidak dapat
ditingkatkan namun dengan terjadinya siklus air yang terus-menerus memungkinkan
untuk menutupi keterbatasan air tersebut. Hanya sayang pendistribusian air ini tidak
merata di seluruh bagian dari bumi. Hal ini disebabkan karena distribusi curah hujan yang
tidak merata di berbagai daerah. Ada daerah yang curah hujannya tinggi dan berkembang
menjadi daerah yang subur, sebaliknya daerah yang curah hujannya sangat rendah
menjadi gersang dan tandus.
Air dapat berbentuk padat (es), cair dan gas (uap air) yang ternyata menunjukkan
sifat-sifat yang istimewa dan unik bila dibandingkan dengan sifat yang ditunjukkan oleh
senyawa-senyawa lainnya. Sebagai contoh : es mengapung di air; sifat ini berbeda
dengan sifat bentuk padat pada umumnya yang kerapatannya lebih besar dari bentuk
cairnya. Ternyata penyimpangan sifat dari es ini memungkinkan bagi biota akuatik untuk
dapat mempertahankan hidupnya di musin dingin.
Air merupakan pelarut yang sangat baik karena dapat melarutkan berbagai macam
senyawa ionik dan polar. Dengan demikian air bertindak sebagai media untuk
transportasi senyawa-senyawa nutrisi bagi tanaman dan hewan dan juga senyawa--
senyawa yang berasal dari limbah yang bersifat toksik ataupun polutan.
Dalam pembahasan mengenai air akan ditinjau secara singkat hal yang berkaitan
dengan struktur molekul, komposisi, siklus dan distribusinya serta sifat-sifat dan
implikasinya bagi kehidupan di bumi.

Distribusi Air di Bumi


Air merupakan senyawa yang terbanyak yang hampir menutupi tiga perempat
bagian dari permukaan bumi. Walaupun keberadaan air di bumi cukup berlimpah namun
sebagian kecil saja yang berupa air tawar. Dari porsi air tawar ini sebagian besar tidak
dapat digunakan langsung bagi keperluan manusia.
Hampir 97% lebih dari total air yang ada di bumi berupa air laut yang tidak dapat
dimanfaatkan baik untuk keperluan rumah tangga, industri maupun irigasi. Sisanya
sekitar 3%, kira-kira 2% dalam bentuk es yang berada di kutub-kutub bumi sedangkan
bagian yang tersisa dari air ini sebagian besar berupa air tanah (ground water) yang
pemanfaatannya memerlukan biaya yang cukup tinggi. Jadi hanyalah air permukaan yang
berupa danau-danau, sungai-sungai yang hanya meliputi sekitar 0,1 % dari total air di
bumi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bagi kehidupan manusia di bumi. Air
merupakan komponen utama dari makhluk hidup; pada manusia sekitar 70% sedangkan
pada hewan dan tumbuhan berkisar antara 50% sampai 90%. Hampir semua kegiatan
manusia dan hewan membutuhkan air. Air merupakan medium untuk berbagai reaksi dan
ekskresi dari jaringan hidup.

Komposisi Air Alami


Air alami sesungguhnya merupakan suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam berbagai konsentrasi. Air yang mengandung sekitar 1000 ppm padatan yang
terlarut umumnya digolongkan sebagai air tawar. Air laut rata-rata mengandung sekitar
35.000 ppm padatan yang terlarut. Sedangkan air payau konsentrasi padatan yang terlarut
berada di antara batas-batas antara air tawar dan air laut. Konsentrasi ion-ion pada air
tawar jauh lebih rendah dari konsentrasi ion-ion dalam air laut; begitupun distribusi ion-
ionnya sangat berbeda.
Tabel 1 Perbandingan konsentrasi ion-ion utama pada air tawar dan air laut (% dari konsentrasi total ion)
Ion Air Tawar Air Laut
HCO3- 41,0 0,2
Ca2+ 16,0 0,9
Mg2+ 14,0 4,9
Na+ 11,0 41,0
Cl- 8,5 49,0

Pada air laut kation utamanya adalah Na+ dan anion utamanya adalah Cl. Pada air
tawar, Ca2+ dan Mg2+ merupakan kation utama, sedangkan anionnya adalah HC03-.
Ion-ion pada air tawar berasal dari pelapukan batu-batuan dan tanah.
Siklus Hidrologi
Secara sederhana gambar 4.1 memperlihatkan siklus air di bumi. Air di bumi
secara terus-menerus mengalami siklus melalui proses penguapan, transpirasi, kondensasi
dan presipitasi. Pendistribusian air melalui siklus yang tidak henti ini dimotori oleh peran
energi matahari dan gaya gravitasi bumi. Panas matahari menghangatkan permukaan
bumi dan menyebabkan air dari danau, sungai lautan dan bagian-bagian hidrosfir lain
mengalami penguapan (evaporasi).
Demikian pula tanaman-tanaman mengalami transpirasi. Uap air yang terjadi
masuk ke dalam atmosfir mengalami pendinginan sehingga terjadi kondensasi dan
membentuk awan. Awan ini terbawa oleh angin ke bagian lain dari bumi. Molekul--
molekul air yang terdispersi menempel pada partikel-partikel debu yang ada di atmosfir
bergabung membentuk butiran-butiran air yang seterusnya setelah mencapai berat yang
cukup untuk jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan. Presipitasi ini dapat berupa hujan,
salju, embun tergantung pada kondisi lingkungannya. Sebagian dari hujan ini jatuh
langsung ke daerah hidrosfir, yang lainnya jatuh di atas tanah atau batu-batuan. Sebagian
dari air ini mengalir melalui permukaan menuju sungai atau danau dan sebagian lainnya
meresap ke dalam tanah. Air yang meresap ke dalam tanah ini mencapai lapisan yang
kedap air dan disebut air tanah (ground water). Selanjutnya secara perlahan air tanah ini
meresap menuju hidrosfir untuk melengkapi siklusnya.
Gambar 1 Siklus Hidrologi

Sifat-sifat Air
Air merupakan senyawa paling dikenal dan memegang peranan penting dalam
kehidupan di bumi adalah zat cair yang memiliki sifat-sifat istimewa dan unik yang
berpangkal dari adanya ikatan hidrogen. Walaupun ikatan hidrogen ini lebih lemah dari
ikatan ionik ataupun ikatan kovalen akan tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisika
dari air, baik dalam keadaan padat maupun cair sangatlah penting.

Molekul Air dan Ikatan Hidrogen


Air mempunyai rumus molekul H2O. Antara atom O dan kedua atom H terbentuk
ikatan kovalen; namun karena atom oksigen bersifat lebih elektronegatif dibanding atom
hidrogen maka molekul air bersifat polar. Sudut ikatan antara H dan O dalam molekul
H2O adalah 104,5o. Sifat polar yang kuat dari air sangat berperan dalam pembentukan
ikatan hidrogen. Jenis ikatan ini umumnya terjadi antara molekul-molekul yang bersifat
polar yang mengandung H dengan senyawa-senyawa yang mengandung O, F dan N.
Dalam hal ini H atom yang bermuatan positif akan tertarik oleh atom yang bersifat
elektronegatif.
Satu molekul air dapat membentuk empat ikatan hidrogen. Atom O dapat
membentuk dua ikatan hidrogen karena mempunyai dua pasang elektron bebas
sedangkan masing-masing atom H membentuk satu ikatan hidrogen dengan atom O pada
molekul lain yang berdekatan. Dalam keadaan cair, molekul-molekul air senantiasa
bergerak dan ikatan hidrogen secara terus-menerus terbentuk dan terputus. Susunan
molekul-molekulnya bersifat acak.

H H H H
O O
H H
O
H H H H
O O
Dalam keadaan padat (es) gerakan molekul-molekulnya minimal dan
molekul-molekulnya terorientasi sedemikian rupa sehingga terbentuk ikatan hidrogen
yang maksimal. Molekul-molekulnya tersusun dalam heksagonal beraturan membentuk
struktur tiga dimensi yang teratur dan kuat. Rongga yang terjadi pada susunan ini
besarnya ditentukan oleh sudut ikatan dari molekul-molekul air. Akibat terjadinya rongga
ini maka volume es lebih besar dari bentuk cairnya. Akibatnya jarak molekul molekul air
pada keadaan cair lebih rapat daripada dalam keadaan padat (es).

Titik Didih dan Titik Leleh


Titik didih senyawa hidrogen dan unsur-unsur golongan VI A pada umumnya
meningkat secara teratur sesuai dengan kenaikan berat molekulnya : H 2S, H2Se dan H2Te.
Di luar dugaan H2O yang berat molekulnya paling kecil ternyata mempunyai titik didih
paling tinggi jauh di atas titik didih senyawa-senyawa lainnya.

Gambar 2 Diagram titik didih senyawa hidrogen dari unsur-unsur golongan VIA
Tingginya titik didih air ini adalah akibat adanya ikatan hidrogen di antara
molekul-molekul H2O ini; sedangkan pada senyawa-senyawa lainnya keberadaan ikatan
hidrogen ini tidak signifikan.
Pada penguapan air dari cair menjadi uap, diperlukan energi tambahan dalam
bentuk panas untuk memutuskan ikatan hidrogen ini; sehingga titik didih air menjadi jauh
lebih tinggi dari yang diprediksikan.
Seandainya air memiliki titik didih seperti yang diprediksikan (sekitar –80 oC)
maka pada temperatur rata-rata dari permukaan bumi ini akan berada dalam bentuk uap
sehingga kehidupan di bumi tidak mungkin berlangsung.
Air juga mempunyai titik lebur yang tinggi karena diperlukan sejumlah energi
dalam bentuk panas untuk memutuskan ikatan hidrogen agar terjadi perubahan dari
bentuk padat (es) menjadi bentuk cair.

Kapasitas Panas
Kapasitas panas adalah panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur 1
gram senyawa sebesar 1oC. Ternyata air mempunyai kapasitas panas paling tinggi yaitu 1
kalori untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1oC.
Dari batasan di atas, makin tinggi kapasitas panas suatu senyawa makin kecil
kenaikan temperaturnya bila menyerap sejumlah panas tertentu dari makin kecil
penurunan temperaturnya bila melepaskan sejumlah panas yang sama.
Sifat ini besar sekali implikasinya terhadap iklim di bumi; sebab dengan adanya
sifat ini lautan mampu menyerap panas dalam jumlah yang sangat besar tanpa mengalami
kenaikan temperatur yang berarti. Dengan kata lain, air mampu meredam terjadinya
perubahan temperatur yang drastis di muka bumi.

Panas Peleburan dan Panas Penguapan

Gambar 3 Diagram kalor transisi fasa air

Panas peleburan yaitu panas yang diperlukan oleh 1 gram zat padat untuk berubah
menjadi cair pada titik lelehnya. Sebaliknya sejumlah panas yang sama akan dilepaskan
pada perubahan 1 gram zat zair menjadi zat pada pada titik bekunya.
Panas peleburan yaitu panas yang diperlukan oleh 1 gram zat cair untuk berubah
menjadi uap pada titik didihnya. Sejumlah panas yang sama dilepaskan pada
pengembunan 1 gram uap menjadi cair pada titik didihnya.
Pada proses peleburan, terjadi penyerapan panas tetapi temperatur tidak
meningkat sampai seluruhnya meleleh. Sebaliknya pada proses pembekuan, panas
dilepaskan ke lingkungan tetapi temperatur tidak turun sampai seluruhnya membeku.
Demikian pula halnya pada proses penguapan dan pengembunan, tidak terjadi perubahan
temperatur sampai prosesnya selesai.
Karena peleburan dan panas penguapan terkait dengan kapasitas panas maka tidak
heran kalau air mempunyai panas peleburan dan panas penguapan yang lebih tinggi dari
senyawa-senyawa lainnya. Hal ini juga akibat dari adanya ikatan hidrogen pada
molekul-molekulnya. Pada proses peleburan es maupun penguapan air diperlukan energi
panas untuk memutuskan ikatan hidrogen tersebut. Untuk menguapkan sejumlah kecil air
diperlukan energi panas yang relatif besar. Kenyataan ini mempunyai arti yang penting
bagi manusia karena dengan adanya penguapan sedikit air dari kulit (berkeringat) dapat
menurunkan suhu tubuh secara efisien. Dengan demikian tubuh hanya kehilangan air
relatif kecil sehingga tidak menimbulkan goncangan kesetimbangan cairan tubuh.
Panas penguapan yang tinggi dari air ini juga mempengaruhi iklim dari bumi.
Pada musim panas air menguap dari permukaan badan air seperti lautan, danau, dan
sebagainya. Panas yang diperlukan untuk penguapan ini diambil dari lingkungan di
sekelilingnya, sehingga daerah di sekitamya terasa sejuk. Pada musim dingin, pada waktu
air membeku terjadi pelepasan panas sehingga daerah sekitarnya terasa lebih hangat.

Hubungan Temperatur dengan Kerapatan


Kerapatan didefinisikan sebagai berat per satuan volume. Kerapatan zat cair
umumnya meningkat dengan turunnya temperatur dan mencapai maksimum pada titik
bekunya. Tidak demikian halnya dengan air. Bila temperatur air menurun, kerapatannya
mencapai maksimum pada 4oC (empat derajat di atas titik bekunya), dan selanjutnya
menurun sampai titik bekunya tercapai pada 0oC. Dengan demikian kerapatan es lebih
kecil dari air sehingga es akan mengapung di permukaan air.
Sifat istimewa dari es ini diakibatkan terbentuknya susunan kisi yang berongga
pada waktu air membeku. Ternyata sifat es ini mempunyai arti penting bagi kehidupan
akuatik. Pada waktu musim dingin, air permukaan danau mulai membeku membentuk
lapisan es yang mengapung menutupi permukaan air dan bertindak sebagai dinding
penyekat yang mencegah air yang ada dibawahnya kehilangan panas. Dengan demikian
proses pembekuan tidak sampai mencapai dasar danau dan hanya terbatas setebal
beberapa kaki saja. Akibatnya ikan-ikan dan organisme-organisme akuatik lainnya dapat
hidup dalam air yang ada di bawah lapisan es tersebut.
Akibat lain yang dapat terjadi dari fenomena di atas adalah kerusakan pada
karang-karang dan lingkungan. Air yang terperangkap masuk ke celah-celah karang bila
membeku maka tenaga ekspansi yang timbul begitu besarnya sehingga mengakibatkan
karang-karang tersebut retak; dan hal ini merupakan faktor penting dari pelapukan batu
karang.

GAS-GAS DALAM AIR


Gas yang terlarut dalam air mempunyai arti yang amat penting terutama bagi
ekosistem air. Biota akuatik sangat membutuhkan oksigen dan tanaman-tanaman air
memerlukan CO2 untuk proses fotosintesa. Kelarutan gas-gas di dalam air menuruti
Hukum Henry yang menyatakan bahwa kelarutan suatu gas dalam zat cair sebanding
dengan tekanan parsialnya.
Berdasarkan pemyataan di atas, bila kelarutan gas di dalam air adalah X, maka
dapat dinyatakan dalam bentuk-persamaan berikut :
(X(aq)) = k. Px (1)
dimana k adalah konstanta gas tersebut pada suhu tertentu dan Px adalah tekanan parsial
dan gas tersebut.
Perlu dicatat bahwa hukum Henry ini tidak berlaku bagi gas-gas yang bereaksi
dengan pelarutnya; seperti misalnya gas CO2 atau gas SO2.
Tabel berikut menyatakan nilai k dari beberapa macam gas dalam air pada 25oC.
Tabel 4.2 Harga konstanta gas dari beberapa macam gas dalam air pada 25oC
Gas K (mol.1-1.atm-1)
O2 1,28 x 10-3
CO2 3,38 x 10-2
H2 7,90 x 10-4
N2 6,48 x 10-4
CH2 1,34 x 10-3

Kelarutan jenuh oksigen pada 25oC dalam air dapat diperhitungkan secara
sederhana dengan berpegang pada tekanan udara 1 atm dan tekanan uap air pada 25 oC
0,0313 atm dan udara kering mengandung 20,95% volume oksigen.
Dari ketentuan diatas, tekanan parsial oksigen didapatkan dari perhitungan :
PO2= 20,95 x 10-2 x (1,0000 - 0,0313 atm) = 0,2029 atm.
Seanjutnya berdasarkan hukum Henry konsentrasi molar dari oksigen terlarut :
(O2 (aq)) = k. P O2
= 1,28 x 10-3 mol 1-1 atm-1 x 0,2029 atm
= 2,60 x 10-4 mol 1-1
Karena massa molekul O2 = 32 maka kelarutannya menjadi :
(2,60 x 10-4 mol 1-1 ) x 32 g/mol = 8,32 mg/L atau 8,32 ppm.

Oksigen dalam Air


Di samping untuk kelangsungan kehidupan biota akuatik, oksigen terlarut juga
digunakan untuk menguraikan bahan-bahan organik dalam air. Bila bahan-bahan jenis ini
cukup banyak mencemari badan air maka jumlah oksigen yang dikonsumsi untuk
menguraikan bahan-bahan tersebut semakin banyak. Konsekuensinya kandungan oksigen
terlarut dalam air turun sampai sedemikian rendah sehingga tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan biota akuatik yang ada dalam perairan tersebut. Banyak ikan-ikan akan mati,
bukan karena keracunan zat-zat pencemar tetapi akibat dari kekurangan oksigen.
Hampir seluruh oksigen yang ada dalam air berasal dari atmosfir. Kemampuan
suatu badan air untuk mengisi oksigen kembali dengan cara kontak dengan atmosfir
merupakan faktor penting dalam mempertahankan kandungan oksigen dalam air.
Oksigen yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan air yang berwarna hijau melalui
proses fotosintesis pada siang hari tidak dapat diharapkan untuk meningkatkan
kandungan oksigen dalam air karena oksigen tersebut digunakan kembali untuk proses
metabolisme oleh organisme tersebut pada malam harinya.
Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur air, tekanan parsial
oksigen dalam atmosfir dan kandungan garam dalam air. Dari perhitungan yang telah
dilakukan pada pembicaraan terdahulu terlihat bahwa konsentrasi oksigen dalam air pada
25oC yang berada dalam keadaan setimbang dengan udara pada tekanan 1 atmosfir
hanyalah 8,32 mg/L atau 8,32 ppm. Jadi bila dalam air ini terjadi proses yang
memerlukan oksigen, maka kandungan oksigen terlarut akan dengan cepat menurun
mendekati nol seandainya tidak dilakukan tindakan-tindakan untuk mengatasinya seperti
pengoperasian mekanisme reaerasi yang efisien dalam air.
Penggunaan oksigen untuk menghancurkan senyawa- senyawa organik dapat
dinyatakan dengan persamaan reaksi berikut :
{CH2O} + O2 CO2 + H2O (2)
Ternyata dari persaman stoikiometri di atas, untuk mengkonsumsi kandungan oksigen
sebesar 8,32 mg per liter pada 25oC ini hanya 7,8 mg per liter bahan organik {CH2O}
sudah cukup.
Pengaruh suhu terhadap kelarutan gas-gas dalam air terutama pada kelarutan
oksigen dalam air sangatlah penting artinya. Kenaikan temperatur akan menurunkan
kelarutan gas-gas dalam air seperti terlihat pada data berikut. Pada 0oC kelarutan oksigen
dalam air adalah 14,74 mg/L, sedangkan pada 35oC kelarutannya 7,03 mg/L. Dengan
kenaikan suhu air, kelarutan oksigen dalam air akan menurun. Keadaan ini dibarengi
dengan meningkatnya kecepatan metabolisme (pernafasan) dari organisme perairan
sehingga menyebabkan adanya suatu keadaan di mana naiknya kebutuhan oksigen diikuti
oleh penurunan kelarutan gas tersebut dalam air.

Oksigen Terlarut, BOD dan COD


Gas yang terlarut dalam air sangat penting artinya bagi kehidupan di air. Hal ini
karena gas-gas diperlukan dalam proses fotosintesis dan respirasi. Oksigen di dalam air
yang digunakan oleh organisme hidup adalah oksigen terlarut, bukan atom O dalam
molekul H2O. Untuk tersedianya air yang sehat, jumlah oksigen dan gas-gas yang lainnya
haruslah dijaga setinggi mungkin. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada suhu dan
kadar garam. Jika dalam air terjadi proses pemakaian oksigen maka kadar oksigen
terlarut menjadi makin kecil dan bahkan dapat mencapai nol yang tentu saja hal ini sangat
merugikan bagi ekosistem dalam badan air tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut maka
dalam badan air harus ada suatu proses reoksigenasi. Proses ini tergantung dari kinetika
yang dapat menghambat masuknya udara ke dalam air seperti suhu, turbulensi, dan
adanya partikel dalam badan air.
Pengaruh suhu terhadap kelarutan gas dalam air ditunjukan dengan persamaan
Clausius Clapeyron:
log (C2/C1) = H/2,303 R (1/T1 - 1/T2) (3)
di mana C = konsentrasi gas; T = suhu mutlak (K). dH = kalor larutan dalam kal/mol; dan
R = konstanta gas (1,987 kal/K.mol).
Kelarutan oksigen dalam air pada suhu 25oC dalam keseimbangan dengan udara
pada tekanan 1 atmosfir sebesar 8,32 mg/L. Dalam keadaan setimbang dengan udara, air
tidak dapat mengandung kadar oksigen terlarut yang terlampau tinggi dibandingkan
dengan banyak jenis zat terlarut yang lainnya. Bila terjadi proses penggunaan oksigen
dalam air, kadar oksigen terlarut dapat dengan cepat mencapai nol tanpa adanya proses
mekanisme reaerasi yang efisien dalam air, seperti aliran turbulensi pada sungai-sungai
yang dangkal atau aerasi dengan pemompaan udara ke dalam tangki yang merupakan
fasilitas pengolahan pada suatu perlakuan sekunder terhadap limbah dengan lumpur aktif.
Selain untuk kelangsungan kehidupan ekosistem air, oksigen dalam air digunakan
untuk menguraikan senyawa-senyawa organik dengan reaksi sbb:

CH2O + O2  CO2 + H20

Berat bahan organik-organik yang diperlukan untuk mengkonsumsi 8,3 mg O 2


dalam satu liter air yang seimbang dengan atmosfir pada suhu 25 oC adalah 7,8 mg CH2O.
Jadi mikroorganisme yang sedang menghancurkan bahan organik hanya mampu merubah
7 sampai 8 mg bahan organik saja, bila mikroorganisme itu mengkonsumsi oksigen jenuh
dalam satu liter air pada suhu 25oC.
Banyaknya oksigen yang terlarut dalam air dalam mg/L disebut oksigen yang
terlarut (Dissolved Oksigen = DO). Ada beberapa cara menentukan DO seperti metode
Winkler & Altenberg dan cara elektrokimia. Metode Winkler dan Altenberg berdasarkan
pada sifat-sifat gas oksigen yang terlarut dalam air dengan prinsip kerja sebagai berikut :
Segera setelah pengambilan cuplikan dalam air, ditambahkan dengan larutan MnSO 4 (350
g/L) dan 1 mL, larutan alkali yodium (terdiri dari 15 g I 2, 3 g NaOH dan 1 g NaN 3),
dalam 100 ml aquadest. Botol ditutup dan dikocok kuat-kuat, kemudian dibiarkan selama
5 menit. Dilakukan pengocokan lagi, kemudian secara perlahan ditambahkan 2 ml H 2SO4
pekat dan dititrasi dengan natriumtiosulfat.
Reaksi penetapan oksigen terlarut adalah sebagai berikut:
MnSO4 + 2 NaOH Mn(OH)2 + Na2SO4
2 Mn(OH)2 + H2O2 Mn2O4 + 3 H2O
Mn2O4 + 2 KI + 4 H2SO4 I2 + MnSO4 + K2SO4 + 4 H2O
I2 + 2 Na2S2O3 NaI + Na2S4O6
Gangguan nitrit :
H2SO4 - 2 KI + 2 HNO3 K2SO4 + 2 H2O + 2 NO + I2
4 NO + 2 H2O + O2 4 HNO3

Adanya NaN3 :
2NaN3 + H2SO4 Na2SO4 + 2 HNO3
HNO2 + HNO3 N2 + N2O+ H2O
Perhitungan kadar :
Oksigen terlarut (mg/L) = V x N/Vo
N = Normalitas;
V = Volume Na2S2O3;
VO = Volume cuplikan.
Selama penetapan sebaiknya dialirkan gas N2, dan gangguan akan terjadi oleh
adanya garam-garam besi, kromat, hipoklorit, klor bebas, tanin, lignin dan asam humat.
Metode pengukuran oksigen terlarut dengan metode elektrokimia memiliki prinsip
reduksi gas oksigen pada katoda akan menyebabkan timbulnya arus yang besarnya
proporsional dengan tekanan parsial dari oksigen dalam larutan. Prinsip kerjanya dengan
membuat arus baku dengan mengukur air yang jenuh dengan udara, kemudian dilakukan
penetapan dengan pembanding yang memberikan ekspresi hasilnya dengan kadar oksigen
dalam % konsentrasi jenuh. Jika menghendaki kadar dalam mg/L maka digunakan tabel
transformasi.
Tabel 3 Konsentrasi jenuh kelarutan Oksigen dalam Air dalam
berbagai temperatur
Temperatur (C) Air Tawar (mg/L) Air Laut (mg/L)
0 14,6 11,3
5 12,8 10,1
10 11,3 9,0
15 10,1 8,2
20 9,2 7,4
25 8,3 6,7
30 7,6 6,1
35 6,9 5,5
Sumber: Greg Laidler(1991)
Banyaknya gas oksigen (mg/ml) yang dapat digunakan untuk mengoksidasi
senyawa organik dan anorganik yang bisa teroksidasi dalam air disebut kebutuhan
oksigen kimiawi atau chemical oxygen demand = COD. Angka COD dapat digunakan
untuk mengevaluasi O2 yang dapat digunakan untuk mengoksidasi garam anorganik dan
organik dalam cuplikan, baik yang mengalami biodegradesi maupun yang tidak.
Prinsip kerja penentuan COD adalah dengan oksidasi cuplikan dengan K 2Cr2O7
yang berlebihan pada suasana asam dan suhu didih. Dilakukan penambahan katalisator
Ag2SO4 dan zat pengkompleks HgSO4. Kelebihan bikromat dititrasi dengan larutan ferri
ammoniumsulfat. Lima puluh ml cuplikan air yang sebelumnya disaring atau didekantasi
ditambah dengan 1 gram HgSO4 dan 5 ml H2SO4 dan ditunggu sampai larut dan tidak ada
endapan AgCl yang terjadi kemudian ditambahkan 25 ml larutan K 2Cr2O7 0,25 N dan 70
ml H2SO4. Setelah itu dipanaskan dengan sistem pendingin balik selama 2 jam kemudian
diencerkan dengan air. Selanjutnya ditambahkan indikator (Ferroine) dan dititrasi dengan
larutan baku Ferri ammoniumsulfat.
Jumlah oksigen total dalam mg/L yang dapat digunakan untuk reaksi kimia sebagai
berikut :
C + O2 CO2
4 H + O2 H2O
N + O2 NO + NO2
S + O2 SO2 +SO3
P + O2 P2O5
Pengerjaannya adalah dengan prinsip kerja fisis yaitu dengan melewatkan air ke
dalam tanur pemanas bertemperatur tinggi (900oC). Zat yang dapat dioksidasi akan
teroksidasi secara sempurna pada suhu tersebut.
Jumlah oksigen dalam mg/L yang dibutuhkan oleh bakteri aerobik untuk
menguraikan dan menstabilkan sejumlah senyawa organik dalam air melalui proses
oksidasi biologis aerobik dikenal dengan istilah BOD.
Setelah diinkubasi selama 5 hari maka hasil penetapan tersebut disebut BOD 5. Jadi
jumlah oksigen dalam mg/L yang diperlukan dalam kondisi penetapan inkubasi selama 5
hari dalam suhu 20oC dalam kegelapan menyatakan degradasi zat organik terhadap
oksigen melalui cara biologis.
Sebenarnya oksidasi senyawa organik secara biologis yang sempurna dapat terjadi
dalam waktu 21-28 hari, namun biasanya penetapan dilakukan dengan BOD5. Hal ini
dilakukan karena sudah dapat diketahui bahwa tahap oksidasi yang berlangsung sebesar
70%, dan menunggu sampai 21-28 hari untuk suatu analisa yang memerlukan waktu
cepat, terlalu lama dalam waktu 5 hari bakteri-bakteri nitrogen hampir secara sempurna
telah menggunakan oksigen yang ada :
NH4+ NO2- NO3-
Cara penetapan BOD5 mengikuti prosedur seperti berikut. Sejumlah volume
tertentu dari cuplikan dimasukan ke dalam labu takar dengan diencerkan dengan air yang
telah jenuh dengan oksigen. Derajat keasaman dibuat netral, kemudian cuplikan dibagi
menjadi dua bagian dan dimasukan ke dalam tabung inkubasi tanpa ada gelembung udara
yang tersisa salah satu cuplikan ditetapkan nilai oksigen terlarutnya (DO) sedangkan
tabung yang lainnya diinkubasi dalam almari inkubasi dalam kondisi gelap dan suhu
inkubasi 20oC selama 5 hari. Setelah itu cuplikan yang diinkubasi ditetapkan kandungan
oksigennya (DO). Perbedaan harga DO dari yang diinkubasi dengan cuplikan yang tidak
diinkubasi adalah nilai BOD5 cuplikan tersebut.
Pada proses penetapan BOD5 ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi yakni:
gangguan cahaya yang dapat menyebabkan proses fotosintesa sehingga kadar oksigen
bertambah, perubahan suhu, pH, elemen-elemen toksis, dan timbulnya gelembung udara
pada proses pengerjaan pengukuran.
Untuk lebih memastikan nilai BOD5 suatu cuplikan perlu dilakukan perbandingan
dengan larutan standar glukosa 300 mg/L (nilai BOD = 224 mg) atau dengan larutan
standar asam glutamat 300 mg/L (nilai BOD 217 mg). Jika nilai COD<BOD 21, maka
cuplikan yang diperiksa berisi zat-zat organik yang bisa terbiodegradasi. Perbandingan
nilai COD:BOD5 untuk limbah rumah tangga sebesar 1,5, sedangkan untuk limbah
industri sebesar 2,2.

Karbon Dioksida dalam Air


Gas CO2 berasal dari hasil pemecahan zat-zat organik oleh bakteri. Di samping itu
CO2 juga dihasilkan dari proses respirasi organisme hidup dan juga dari hasil peruraian
garam-garam atau batu-batuan yang mengandung karbonat.
Karbon dioksida, ion bikarbonat dan ion karbonat mempunyai pengaruh yang
sangat penting terhadap sifat-sifat kimia air terutama menyangkut masalah-masalah yang
terkait dengan pengendapan mineral-mineral sebagai garam-garam karbonat. Tumbuh--
tumbuhan air yang berwarna hijau menggunakan CO2 terlarut dalam sintesa biomassa
melalui proses fotosintesis. Kesetimbangan CO2 terlarut dengan gas karbon dioksida di
atmosfir dan kesetimbangan ion karbonat antara larutan akuatik dan padatan mineral--
mineral karbonat mempengaruhi pH perairan dan bertindak sebagai buffer.
Pada kondisi normal, karbon dioksida merupakan komponen yang sangat kecil
dari atmosfir yaitu sekitar 0,0314% dari volume udara kering. Sebagai konsekuensi dari
rendahnya konsentrasi CO2 ini maka kelarutan gas ini dalam air murni juga rendah.
Adanya interaksi antara CO2 dengan air membentuk HCO3- dan CO32- meningkatkan
kelarutan CO2 dalam air. Rendahnya CO2 bebas dalam air justru tidak menimbulkan
gangguan bagi hewan-hewan perairan. Bila konsentrasi CO2 bebas dalam air tinggi, hal
ini akan menimbulkan hambatan pada pernafasan dan pertukaran gas bagi hewan perairan
dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Kandungan CO2 bebas dalam air tidak boleh
melebihi 25 mg/L.
Sistem CO2, HCO3-, CO32- dalam air dapat dinyatakan :

CO2 + H2O HCO3- + H+ (4)

[H+] [HCO3-]
Ka1 = ––––––––––––––– = 4,45 x 10-7 (5)
[CO2]

pKal = 6,35

HCO3- CO32- + H+ (6)

[H+] [CO32-]
Ka2 = ––––––––––––––– = 4,69 x 10-11 (7)
[HCO3-]

pKa2 = 10,33
Dari sistem CO2-, HCO3-, CO32- ini bentuk yang dominan ditentukan oleh pH. Distribusi
spesies-spesies dari sistem tersebut dapat dibuat diagram dengan pH sebagai variabel
utama.
Fraksi-fraksi dari sistem diatas dinyatakan dengan x seperti persamaan berikut :

[CO2]
 CO2 = –––––––––––––––––––––––– (8)
[CO2] + [HCO3-] + [CO32-]

[HCO3-]
 HCO3- = –––––––––––––––––––––––– (9)
[CO2] + [HCO3-] + [CO32-]

[CO32-]
 CO32- = –––––––––––––––––––––––– (10)
[CO2] + [HCO3-] + [CO32-]

Subtitusikan harga-harga Ka1 dan Ka2 ke dalam persamaan diatas didapat :

[H+]2
 COx = –––––––––––––––––––––––– (11)
[H+]2 + Ka1[H+] + Ka2 Ka1

Ka1 [H+]
 HCO3- = –––––––––––––––––––––––– (12)
[H+]2 + Ka1[H+] + Ka2 Ka1

Ka2 Ka1
 CO 3
2-
= –––––––––––––––––––––––– (13)
[H+]2 + Ka1[H+] + Ka2 Ka1

Perhitungan berdasarkan persamaan-persamaan diatas menghasilkan titik-titik setara


yang dapat dipakai sebagai petunjuk untuk mempermudah mempelajari diagram
distribusi untuk sistem CO2-, HCO3-, CO32- berikut :
pH  CO2  HCO3-  CO32-
< pKa1 1,00 0 0
= pKa1* 0,5 0,5 0
= ½ (pKa1 + pKa2) 0,1 0,98 0,1
= pKa2*** 0 0,5 0,5
> pKa2 0 0 1,00

*  CO2 = HCO3-
**  HCO3- maksimum;  CO2 =  CO32-
***  HCO3- =  CO32-

Gambar.4 Diagram distribusi dari jenis-jenis zat dalam sistem CO2-, HCO3-, CO32-
dalam air

Diagram di atas menunjukkan bahwa dalam air alami yang kisaran pHnya di
daerah netral ion bikarbonat merupakan fraksi yang dominan, sedangkan pada pH yang
lebih asam fraksi CO2 yang lebih banyak.
Berdasarkan asumsi kandungan CO2 dalam udara kering sebesar 0,0314 %
volume dan tekanan uap air pada 25oC 0,0313 atm maka konsentrasi fraksi-fraksi sistem
CO2-, HCO3-, CO32- dan total CO2 yang terlarut dapat diperhitungkan sebagai berikut :
Dari ketentuan di atas, tekanan parsial CO2 pada 25oC :
Pco2 = 0,0314 x 10-2 x ( 1,0000 - 0,0313 atm)
= 3,04 x 10-4 atm
Berdasarkan hukum Henry :
[CO2] = k . P CO2 (14)
[CO2] = (3,38 x 10-2 mol 1-1 atm-1) (3,04 x 10-4 atm)
= 1,028 x 10-5 mol 1-1 atau 1,028 x 10-5 M

Reaksi kesetimbangan antara CO2 dengan air :


CO2 + H2O HCO3- + H-
[H+] [HCO3-]
Ka1 = –––––––––––––––– = 4,45 x 10-7
[CO2]
Konsentrasi [H+] = [HCO3-]
Sehingga :
[H+]2 = Ka1 [CO2]
[H+]2 = (4,45 x 10-7) (1,28 x 10-5)
[H+] = 2,14 x 10-6 M
atau pH = 5.67

Selanjutnya total CO2 terlarut adalah jumlah dari konsentrasi CO 2 bebas dengan
konsentrasi [HCO3-] yaitu (1,028 x 10-5 + 0,214 x 10-6)M = 1,242 x 10-5M.
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa air murni yang berada dalam
kesetimbangan dengan udara yang normal akan bersifat sedikit asam dengan pH sedikit
di bawah 7.

Alkalinitas
Alkalinitas dari suatu badan air dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari
badan air tersebut menerima proton (ion H+). Alkalinitas mempunyai arti penting
terutama dalam masalah-masalah yang berkait dengan proses pengolahan air ataupun
masalah-masalah kimia dan biologi dari perairan alami. Dengan mengetahui alkalinitas
suatu badan air seringkali permasalahan jumlah zat-zat kimia yang harus ditambahkan ke
dalam badan air dapat diatasi. Begitu pula dapat diprediksikan kandungan padatan yang
terlarut dalam badan air tersebut sehingga hal ini membantu penentuan kegunaannya.
Sebagai contoh badan air yang alkalinitasnya tinggi pada umumnya mengandung padatan
yang cukup tinggi pula. Badan air seperti ini tidak baik digunakan untuk pengisi ketel
uap, pengolahan makanan ataupun sisten saluran air perkotaan.
Alkalinitas juga merupakan parameter dari kandungan karbon anorganik suatu
badan air yang memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ganggang
dan biota akuatik lainnya. Oleh karena itu alkalinitas sering digunakan oleh para ahli
biologis sebagai ukuran kesuburan air.
Umumnya, spesies-spesies yang bersifat basa yang menentukan alkalinitas dalam
air adalah ion bikarbonat, ion karbonat dan ion hidroksida :
HCO3- + H+ CO2 + H2O
CO32- + H+ HCO3-
OH- + H+ H2O
Spesies yang bersifat basa lainnya, yang biasanya konsentrasinya rendah adalah
ammonia, basa konyugat dari asam-asarn fosfat, silikat, borat, dan asam-asam organik.
Alkalinitas air dapat dinyatakan dengan Alkalinitas fenolftalin atau dapat juga
dengan Alkalinitas total. Alkalinitas fenolftalein ditetapkan secara titrimetri dengan asam
menggunakan indikator fenolftalein. Titik akhir dicapai pada pH 8,1. Sesuai dengan
diagram distribusi (periksa gambar 4) maka pada keadaan ini fraksi yang dominan adalah
HCO3-. Sedangkan alkalinitas total ditetapkan dengan menggunakan indikator metil
jingga yang titik akhirnya dicapai pada pH 4,3. Pada pH ini fraksi yang dominan adalah
CO2. Dalam kaitannya dengan pembahasan di atas maka perlu dimengerti perbedaan
antara alkalinitas dengan basisitas. Basisitas merupakan faktor intensitas yang dinyatakan
dengan pH sedangkan alkalinitas merupakan faktor kapasitas yang menyatakan
kemampuan untuk menerima proton. Air yang mempunyai basisitas tinggi berarti pH nya
tinggi, sedangkan yang alkalinitasnya tinggi berarti kemampuannya yang tingggi dalam
menerima proton. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, bandingkan contoh
berikut ini :
1. Larutan 1,00 x 10-3 M NaOH mempunyai pH 11 mewakili larutan yang basisitasnya
tinggi. Untuk menetralkan larutan ini diperlukan 1,00 x 10-3 M asam. Dengan kata
lain larutan ini hanya mampu menerima 1.00 x 10-3 M proton.
2. Larutan 0,1 M NaHCO3 mempunyai pH 8,34 untuk menetralkan larutan ini
diperlukan 0,1 M asam atau larutan ini mampu menerima 0,1 M proton.
Jika antara kedua larutan di atas dibandingkan maka larutan 1 mempunyai basisitas yang
lebih tinggi tetapi alkalinitasnya lebih rendah dibandingkan larutan 2.
Alkalinitas suatu badan air sering dinyatakan dalam satuan mg/L CaCO3.
Berdasarkan reaksi penetralannya dengan asam :

CaCO3 + 2H+ Ca2+ + CO2 + H2O (15)

Satu mol CaCO3 mampu menerima dua mol proton, sehingga bobot ekivalen dari
CaCO3 adalah setengah dari berat molekulnya. Penggunaan satuan ini sering
membingungkan, oleh karena itu lebih disenangi pemakaian satuan ekivalen/L. Air alami
yang mempunyai alkalinitas 1,00 x 10-3 ekivalen per liter berarti bahwa spesies-spesies
yang bersifat basa yang terlarut dalam 1 liter air tersebut dapat dinetralkan oleh 1,00 x l0 -3
mol asam. Kontribusi dari spesies-spesies tersebut terhadap alkalinitas air ditentukan oleh
pH. Berikut ini akan ditunjukkan kontribusi relatif dari HCO 3-, CO32- dan OH- terhadap
alkalinitas pada pH 7,00 dan pH 10,00.
Pada pH 7,00 konsentrasi OH- = 10-7 M, kontribusinya sangat kecil terhadap
alkalinitas air yang besarnya 1,00 x 10-3 ekivalen per liter. Berdasarkan diagram
distribusi, pada pH 7,00 spesies yang dominan adalah HCO 3-, dengan demikian [HCO3-]
>> [CO32-] dapat dikatakan bahwa alkalinitas air hanya ditentukan oleh [HCO3-] sehingga
dapat dianggap [HCO3-] = 1,00 x 10-3 M.
Selanjutnya berlaku (periksa reaksi 4.4):

[H+] [HCO3-]
Ka1 = ––––––––––––
[CO2]

[H+] [HCO3-]
[CO2] = –––––––––––––
Ka1

[10-7] [1,00 x 10-3]


= –––––––––––––––––
4,45 x 10-7
Pada pH = 10,00 Konsentrasi [OH-] = 10-4 M.
Total alkalinitas = [HCO3-] + 2 [CO32-] + [OH-] = 10-3.
Konsentrasi [CO32-] dikalikan dua karena setiap ion [CO 32] dapat menetralkan dua ion
[H+].
Selanjutnya :
[H+] [CO3-]
Ka2 = ––––––––––––
[HCO3-]

[H+] [HCO3-] [4,69 x 10-11] [HCO3-]


2-
[CO3 ] = ––––––––––––– = –––––––––––––––––––
[H+] 10-10
2- -
[CO3 ] = 0,469 x [HCO3 ]

Substitusikan ke dalam persamaan dari total alkalinitas di atas maka didapatkan


konsentrasi [HCO3-] = 4,64 x 10-4 M dan konsentrasi [CO32-] = 2,18 x 10-4 M. Dari hasil
perhitungan pada contoh di atas dapat ditunjukkan bahwa dalam air dengan alkalinitas
yang sama konsentrasi total karbon anorganik pada pH 7,00 lebih tinggi dibanding
konsentrasi pada pH 10,00.
Konsentrasi total karbon anorganik :
[C] = [CO2] + [HCO3-] + [CO32-] (16)
Pada pH 7,00 :
[C] pH7 = [2,25 x 10-4 M] + [1,00 x 10-3 M] + 0 = 1,225 x 10-3 M

Sedangkan pada pH 10,00 :


[C] pH10 = 0 + (4,64 . 10-4 M) + (2,18 . 10-4 M)
= 6,82 . 10-4 M

Data ini juga menunjukkan bahwa sistem akuatik dapat memberikan karbon anorganik
yang terlarut untuk proses fotosintesis disertai dengan perubahan pH, namun alkalinitas
tidak mengalami perubahan. Perubahan konsentrasi karbon anorganik yang terlarut akibat
perubahan pH ini merupakan sumber karbon yang potensial bagi pertumbuhan ganggang
di dalam air melalui reaksi berikut :
CO2 + H2O + h {CH2O} + O2 (17)
Dan
HCO3- + H2O + h {CH2O} + OH- + O2 (18)
Pada proses pembentukan biomassa {CH2O} di atas, dengan terlepasnya OH- air menjadi
lebih alkalis. Dan jumlah karbon anorganik terlarut yang dapat diubah menjadi biomas
dalam 1 liter air pada contoh di atas adalah :
[C]pH7 - [C]pH10 = 1,225 x 10-3 mol 6,82 x 10-4 mol
= 0,543 x 10-3 mol

Karena berat molekul dari biomassa {CH2O} = 30 maka berat biomas yang dihasilkan
dalam 1 liter air adalah 0,543 x 10-3 x 30 g = 16,3 mg.
Tanpa adanya tambahan pemasukan CO2, maka pada perubahan pH yang sama
jumlah biomas yang dihasilkan akan lebih banyak pada air yang alkalinitasnya lebih
tinggi. Atas dasar inilah ahli-ahli biologi menggunakan alkalinitas sebagai parameter
kesuburan perairan.
Pengaruh alkalinitas terhadap kelarutan CO2 dapat digambarkan dengan contoh
berikut yaitu membandingkan kelarutan CO2 dalam air murni (alkalinitasnya 0) dengan
kelarutannya dalam air yang mengandung 1,00 . 10-3 M NaOH (alkalinitasnya 1,00 . 10-3
ekivalen/L).
Kelarutan CO2 dalam air murni = [CO2 (aq)] + [HCO3-]
Dari perhitungan pada seksi 4.14 didapat [CO2(aq)] = 1,028 x 10-5 M dan [HCO3-] =
2,14 x 10-6 M. Total CO2 yang terlarut 1,242 x 10-5 M. Dalam air yang mengandung 1,00
x 10-3 M NaOH, CO2(aq) di samping larut berupa CO2 (aq) juga bereaksi dengan NaOH
sebagai berikut :
CO2 (aq) + OH-  HCO3- (19)
Sehingga [HCO3-] yang terbentuk konsentrasinya = 1,00 x 10-3 M
Dengan demikian total CO3 yang terlarut = [CO2 (aq)] + [HCO3]
= 1,028 x 10-5 M + 1,00 x 10-3 M
= 1,01 x 10-3 M.

ASIDITAS
Asiditas suatu perairan alami dapat didefinisikan sebagai kapasitas badan air
tersebut untuk menetralkan OH-. Dibandingkan dengan alkalipitas, istilah asiditas agak
jarang digunakan kecuali pada kasus-kasus pencemaran badan air yang cukup berat.
Asiditas suatu badan air umumnya dikarenakan adanya asam-asam lemah terutama CO2
dan dapat juga dari spesies-spesies asam lainnya, seperti HPO4-, H2S, protein-protein dan
asam-asam lemak serta ion-ion logam yang bersifat asam terutama Fe-3.
Bila dikaitkan dengan masalah pencemaran, maka adanya "asam-asam mineral
bebas" seperti H2SO4 dan HCl di dalam air memberikan kontribusi yang penting terhadap
asiditas perairan. Di dalam hal asiditas ini disamping istilah asam mineral bebas juga
dikenal istilah "asiditas total".
Asiditas total ditetapkan dengan cara titrasi dengan basa menggunakan fenolftalin
sebagai indikator. Titik akhir dari titrasi ini adalah pada pH 8,3. Asam mineral bebas
ditetapkan dengan cara titrasi dengan basa menggunakan indikator metil jingga yang titik
akhirnya sekitar pH 4,3. Penetapan asiditas ini pada umumnya lebih sukar dari penetapan
alkalinitasnya karena beberapa spesies asam yang terutama seperti CO 2 dan H2S bersifat
mudah menguap.
Sifat asam dari beberapa ion-ion logam terhidrat dapat berperan pada asiditas,
seperti pada reaksi berikut ini :
Al (H2O)63+  [Al (H2O)5OH]2+ + H+ (20)

Demikian pula limbah-limbah industri yang mengandung ion-ion logam yang bersifat
asam serta tidak jarang tercampur dengan asam-asam kuat. Penentuan asiditas dari
limbah-limbah ini sangat penting artinya untuk menetapkan seberapa banyak kapur
ataupun zat-zat kimia yang diperlukan untuk mengatasi pencemaran asam dan limbah
tersebut.

KALSIUM DAN LOGAM LAIN DALAM AIR

Ion-ion logam dalam air biasanya dinyatakan dengan simbol M n+. Untuk
memperoleh keadaan yang paling stabil dari elektron pada kulit terluar, ion-ion logam ini
berusaha berikatan ataupun mengadakan koordinasi dengan spesies-spesies lain, misalnya
molekul-molekul air ataupun elektron donor lainnya yang ada dalam badan air tersebut.
Oleh karena itu ion logam dalam air didapati dalam bentuk kation logam yang terhidrat
yang dinyatakan dengan M(H2O)xn+. Ion-ion logam dalam air berusaha untuk mencapai
keadaan stabilitas maksimum melalui reaksi-reaksi kimia seperti reaksi asam basa,
pengendapan ataupun reaksi oksidasi-reduksi, seperti contoh-contoh berikut :
Reaksi asam-basa :
Fe(H2O)63+ FeOH(H2O)52+ + H+ (21)
Reaksi pengendapan :
Fe(H2O)63+ Fe(OH)3 (S) + 3 H2O + 3 H+ (22)
Reaksi oksidasi-reduksi :
Fe(H2O)62+ Fe(OH)3 (S) + 3 H2O + e- + 3 H+ (23)

Sifat-sifat dari logam-logam yang terlarut dalam air sangat ditentukan oleh sifat--
sifat dasar dari logamnya. Di samping dapat membentuk ion-ion logam terhidrat, logam--
logam ini juga dapat terikat pada ion-ion anorganik ataupun senyawa-senyawa organik
sebagai senyawa kompleks atau dapat berupa senyawa organometalik yang mengandung
ikatan karbon dengan logam. Kelarutan, sifat transportasi dan efek biologik dari
senyawa-senyawa ini seringkali sangat berbeda dengan sifat dari ion logam itu sendiri.
Ion-ion terhidrat, terutama yang bermuatan +3 atau lebih cenderung melepaskan
H+ dari molekul-molekul air yang terikat padanya sehingga dapat dikatagorikan bersifat
asam (sesuai batasan dari Bronstead). Makin tinggi muatan ion logam makin tinggi pula
keasamannya. Kecenderungan dari ion-ion metal terhidrat untuk bersifat sebagai asam
sangat berpengaruh terhadap lingkungan akuatik.

KALSIUM DALAM AIR


Dilihat dari komposisi kation-kation yang terdapat dalam air tawar, kalsium
menduduki konsentrasi tertinggi. Keberadaan ion kalsium dalam air terutama berasal dari
mineral-mineral antara lain adalah gips (CaSO4 . 2 H2O), dolomit (CaMg(CO3)2) dengan
kalsit dan aragonit yaitu mineral-mineral yang merupakan bentuk-bentuk lain dari
CaCO3.
Ion-ion kalsium bersama-sama dengan ion magnesium dan ion Fe 2+ menentukan
kesadahan dari air. Air sabun yang tidak berbuih menandakan adanya kesadahan dalam
air. Kesadahan sementara disebabkan oleh adanya ion kalsium dan ion bikarbonat dalam
air dan dapat dihilangkan dengan jalan mendidihkan air tersebut.
Reaksinya adalah :
Ca2+ + 2 HCO3- CaCO3 (s) + CO2 (s) + H2O (24)
Dengan persamaan, reaksi akan bergeser ke kanan dengan melepaskan gas CO2
dan membentuk endapan putih dari CaCO3.
Air yang mengandung CO2 cukup tinggi dapat melarutkan kalsium dari mineral
karbonatnya :
CaCO3 + CO2 + H2O Ca2+ + HCO3- (25)
Jika reaksi kesetimbangan terbalik dan air kehilangan CO 2 maka akan terjadi
pengendapan CaCO3. Dengan demikian arah dari reaksi ini sangat ditentukan oleh
konsentrasi dari CO2 dalam air. Konsentrasi CO2 dalam air yang berasal dari
kesetimbangan antara air dengan atmosfir tidak cukup untuk dapat melarutkan kalsium
dari mineral-mineral karbonatnya. Oleh karena itu reaksi diatas lebih banyak diakibatkan
oleh CO2 yang berasal dari pernafasan mikroorganisme pemecah bahan-bahan organik
dalam air :
{CH2O} + O2 CO2 + H2O (26)

KARBON DIAOKSIDA TERLARUT dan MINERAL KALSIUM KARBONAT


Kesetimbangan antara karbondioksida terlarut dan meneral-mineral kalsium
karbonat berperan sangat penting dalam menentukan berbagai parameter kimia alami
seperti akalinitas, pH dan konsentrasi kalisum terlarut. Bila air dalam keadaan setimbang
dengan CaCO3 dan dengan CO2 dari atmosfir maka konsentrasi CO2 (aq) dalam air yang
setimbang dengan udara telah dihitung = 1,28 x 10-5 M.
Konstanta disosiasi asam untuk CO2 :
[H+] [HCO3-]
Ka1 = ––––––––––––– = 4,45 x 10-7 (27)
[CO2]

Konstanta disosiasi asam dari HCO3- :


[H+] [HCO32-]
Ka2 = ––––––––––––– = 4,69 x 10-11 (28)
[HCO3-]

Hasil kali kelarutan CaCO3 :


Ksp = [Ca2+] [CO32-] = 4,47 x 10-9 (29)
Reaksi antara CaCO3 dengan CO2 terlarut :
CaCO3 (S) + CO2 (aq) + H2O Ca2+ + 2 HCO3- (30)
Pada keadaan setimbang berlaku :
[Ca2+] [HCO3-]2 Ksp . Ka1
K' = ––––––––––––––– = ––––––––– = 4,24 x 10-5 (31)
[CO2] Ka2

Dari persamaan stokiometri dari reaksi 4.30 terlihat bahwa konsentrasi [HCO3-1] dua kali
lipat dari konsentrasi (Ca2+). Substitusikan harga (CO2) = 1,028 x 10-5 pada persamaan
4.31 untuk K’ maka didapatkan (Ca2+) = 4,78 .10-4 M dam (HCO3-) = 9,56 x 10-5 M.
Selanjutnya substitusikan harga (Ca2+) ke dalam persamaan untuk Ksp (4.29) maka
didapatkan harga (CO32-) = 9,35 x 10-6 M. Dan bila harga-harga (CO2) aq dan (HCO3-)
disubstitusikan ke persamaan Kal (4.27) maka didapat harga (H+) = 4,79 x 10-9 M,
sehingga pH = 8,32. Ternyata dari hasil-hasil yang didapatkan, konsentrasi (HCO3) jauh
lebih besar dari (CO3 2-) ataupun (OH-) sehingga alkalinitas dapat dianggap sama dengan
konsentrasi ion bikarbonatnya. Jadi untuk air yang setimbang dengan CaCO 3 padat dan
CO2 atmosfer didapatkan :
[CO2] = 1.028 x 10-5 M [Ca2+] = 4,78 x 10-4 M
[HCO3-] = 9,56 x 10-4 M [H+] = 4,79 x 10-9 M
[CO32-] = 9,35 x 10-6 M pH = 8,32

Penyimpangan dari nilai-nilai di atas dapat terjadi akibat dari faktor-faktor seperti
keadaan tidak seimbang, kenaikan pH akibat pengambilan CO2 oleh ganggang dan
konsentrasi CO2 yang tinggi pada daerah bagian bawah. Walaupun demikian nilai-nilai
tersebut mendekati nilai-nilai dari sejumlah besar badan air alami.

SENYAWA KOMPLEKS dalam AIR


Ion logam dalam air dapat bertindak sebagai elektron akseptor (asam Lewis) yang
mampu membentuk kompleks atau senyawa koordinasi dengan basa Lewis, contoh :
[Fe(H2O)6]2+ (aq) + 6 CN- (aq) [Fe(CN)6]4- + 6 H2O (1) (32)

Pada contoh di atas senyawa kompleks terbentuk melalui reaksi substitusi dimana
CN- mendesak (H2O) dari ikatannya dengan ion pusat. Baik H 2O maupun CN- merupakan
gugus-gugus yang terikat pada ion pusat dari senyawa kompleks disebut ligan. Jumlah
ligan yang terikat langsung pada ion pusat menyatakan bilangan koordinasi dari
senyawa kompleks tersebut, pada umumnya bilangan koordinasinya adalah 4 atau 6.
Untuk Fe(CN)64+, bilangan koordinasinya enam. Ligan-ligannya menempati sudut-sudut
dari suatu oktahedron sehingga disebut senyawa kompleks oktahedral. Pada Cu(NH3)42+,
bilangan koordinasinya empat. Ligan-ligannya menempati sudut-sudutnya pada bidang
datar dan disebut kompleks tetrahedral.
Ligan-ligan H2O, NH3 dan CN- seperti pada contoh-contoh di atas karena hanya
menempati satu sudut saja maka disebut ligan monodentat, artinya hanya memiliki satu
ikatan dengan ion logamnya. Sedangkan ligan yang membentuk lebih dari satu ikatan
dengan ion logamnya disebut ligan polidentat. Etilen diamin, H2N-CH2-CH2-NH2, dapat
membentuk dua ikatan sehingga disebut ligan bidentat. Ligan ini banyak digunakan
dalam kimia koordinasi dan dinyatakan dengan simbol "en", misalnya [Co(en)3]3+.
Senyawa-senyawa kompleks dari ligan monodentat relatif tidak begitu penting
dalam larutan air alami. Ligan yang mempunyai lebih dari satu ikatan dengan ion pusat
dan membentuk cincin disebut kelat. Kompleks jenis ini jauh lebih penting karena dapat
mengikat ion logam secara simultan pada dua tempat atau lebih sehingga lebih stabil dari
kompleks yang dibentuk oleh ligan monodentat. Makin banyak jumlah ikatan dari kelat
makin stabil kompleks yang terbentuk.
Ligan-ligan yang didapati pada air alami dan air buangan mengandung berbagai
gugus fungsi antara lain : karboksilat, heterosiklik nitrogen, peroksida, amino aromatik
dan alifatik, dan fosfat. Ligan-ligan ini dapat membentuk kompleks dengan ion-ion
logam dalam air dan sistem biologi seperti Mg 2+,Ca2+, Mn2+, Fe+, Fe3+, CU2+, Zn2+. Juga
dapat membentuk kompleks dengan ion logam-logam pencemar seperti Co2+, Ni2+, Sr2+,
Cd2+ dan Ba2+.
Pada umumnya pembentukan suatu senyawa kompleks dalam suatu perairan
alami mencakup berbagai perubahan, baik terhadap ligan maupun ion-ion logamnya.
Ligan dapat mengalami perubahan-perubahan penting antara lain : reaksi oksidasireduksi,
dekarboksilasi ataupun reaksi hidrolisis. Sedangkan ion logam dapat mengalami
perubahan bilangan oksidasi ataupun perubahan kelarutannya, misalnya dengan
terbentuknya senyawa kompleks yang sukar larut ataupun sebaliknya.
Pembentukan senyawa-senyawa kompleks yang sukar larut ini banyak digunakan
untuk menghilangkan ion-ion logam dari larutannya. Dalam hubungan ini banyak sekali
senyawa pengkelat sintetik seperti natrium tripoliposfat, natrium etilen diamin tetraasetat
(EDTA), natrium nitrilo triasetat (NTA) dan natrium sitrat yang digunakan dalam
berbagai kegiatan misalnya proses pengolahan air, formulasi dari detergen, proses
pelapisan logam dan juga pada industri pangan. Sebagai konsekuensi dari
kegiatan-kegiatan di atas maka masuknya senyawa-senyawa kelat tersebut ke perairan
tidak dapat dihindarkan. Keberadaan senyawa-senyawa pengkompleks di dalam air,
terutama yang mempunyai kemampuan melarutkan logam-logam berat dapat
menimbulkan kesulitan pada proses pengolahan air dengan cara konvensional "Activated
Sludge". Metoda ini sebenarnya merupakan cara yang relatif efisien untuk
menghilangkan ion-ion logam berat dari air buangan dengan pengikatan oleh lumpur.
Dengan adanya senyawa-senyawa pengompleks seperti di atas dapat dipahami bahwa
efisiensi dari cara konvensional tersebut akan berkurang.

PENGARUH pH pada PENGOMPLEKAN ION LOGAM DALAM AIR

Pengomplekan oleh Ligan-ligan Deprotonasi


Dalam membahas pengomplekan oleh ligan-ligan deprotonasi, diambil contoh
ligan etilen diamin tetra asetat (EDTA) yang lazim dinotasikan dengan H4Y. Senyawa
H4Y merupakan asam lemah berbasa empat yang mengalami disosiasi parsial. Dari hasil
disosiasinya, spesies H3Y-, H2Y2-, HY3- dan Y4- merupakan ligan deprotonasi. Pada
prakteknya, EDTA tidak digunakan sebagai bentuk asamnya, melainkan bentuk garam
natriumnya Na2H2C10O8N2. 2H2O dengan massa molekul relatif (Mr) 372. Antara ion-ion
logam dengan ion H+ hampir selalu terjadi persaingan untuk memperebutkan ligan. Fraksi
spesies hasil disosiasi parsial EDTA dipengaruhi oleh pH larutan. Pada pH 11, fraksi
terbesar dimiliki oleh bentuk Y4-. Berdasarkan data ini reaksi pengomplekan antara ion
logam dengan EDTA dilakukan dalam larutan yang dibufer pada pH 11.
Dari analisa air limbah pada proses pembersihan dari salah satu tahap kegiatan
elektroplating dengan menggunakan senyawa kelat EDTA pada pH 11 didapatkan data
konsentrasi total Cu (II) adalah 4,0 mg/L dan kelebihan EDTA bebas 100 mg/L. Dari data
tersebut, Cu(II) diperkirakan sebagian besar berbentuk kompleks dengan EDTA dan
hanya sebagian kecil saja yang berada dalam bentuk Cu(II) terhidrasi seperti perhitungan
di bawah ini.
Seperti dinyatakan di atas, pada pH 11 EDTA berada dalam bentuk Y 4-. Reaksi
pengomplekan :
Cu2+ + Y4- CuY2- 33
[CuY2-]
K1 = –––––––––––– = 6,3 x 1018 34
[Cu2+] [Y4-]
100
Konsentrasi [Y4-] = x 10-3 M = 2,7 x 10-4 M
372

4
Konsentrasi total [Cu2+] = 63,5 x 10-3 M = 6,3 x 10-5 M

[CuY 2- ]
Selanjutnya : = (6,3 x 1018) (2,7 x 10-4) = 2,3 x 1014 35
[Cu 2  ]

Jadi hampir seluruh Cu (II) berada dalam bentuk kompleks, sehingga dapat dianggap
[CuY2-] = 6,3 x 10-5 M.

2+ 6,3 x 10 5 M
Konsentrasi [CU ] terhidrasi = = 2,7 x 10-19 M
2,3 x 1914

Dari hasil kalkulasi di atas terlihat bahwa pada kondisi seperti yang disebutkan di
atas, konsentrasi ion kupri terhidrasi sangat rendah dibandingkan dengan ion kupri total.
Tanpa adanya zat pengompleks dan pada pH yang lebih asam maka Cu(II) akan didapati
dalam bentuk Cu2+.
Fenomena penurunan konsentrasi ion-ion logam terhidrasi sampai sedemikian
rendah akibat penambahan suatu senyawa pengompleks merupakan salah satu pengaruh
pengomplekan yang terpenting pada sistem perairan alami.

Pengomplekan oleh Ligan-ligan Protonasi


Pada umumnya senyawa-senyawa pengompleks adalah konyugat basa dari asam--
asam Bronstead. Menurut Bronstead, asam adalah proton donor yaitu senyawa-senyawa
yang dapat memberikan H+. Sebagai contoh adalah :
NH4+ NH3 + H+ 36
(asam Bronstead) (konyugat basa)

Oleh karenanya dalam beberapa hal ion-ion logam dan ion H+ berkompetisi dalam
memperebutkan ligan. Dapat dipahami bahwa kemampuan pengomplekan suatu ion
logam dipengaruhi oleh pH. Seperti halnya pada sistem CO 2, CO32-, HCO3- maka
distribusi spesies-spesies dari ligan juga tergantung pada pH dan dapat dibuat diagram
dari distribusi spesies-spesiesnya sebagai fungsi dari pH.
Sebagai contoh adalah nitrilo triasetat (NTA) : H3T yang terionisasi dalam tiga tahapan :
H3T H++ H2T- 37
[H  ] [H 2 T  ]
Ka1 = = 2,18 x 10-2 pKal = 1,66 38
[H 3 T]

H2T- H+ + HT2- 39
[H  ] [H 2 T 2 ]
Ka2 = - = 1,2 x 10-3 pKal = 2,95 40
[H 2 T ]
HT2- H+ + T3- 41
[H  ] [T 3 ]
Ka3 = = 5,25 x 10-11 pKal = 2,95 42
[ HT 2- ]

Tabel 4 Fraksi-fraksi dari NTA


o o
pH C H3T C H3T- o
C H3T2- o
C H3T3-
pH < 1 1,00 0,00 0,00 0,00
pH = pKa1 0,49 0,49 0,02 0,00
pH = ½ (pKa1 + pKa2) 0,16 0,46 0,16 0,00
pH = pKa2 0,02 0,49 0,49 0,00
pH = ½ (pKa2 + pKa3) 0,00 0,00 1,00 0,00
pH = pKa3 0,00 0,00 0,50 0,50
pH > 12 0,00 0,00 0,00 1,00
Diagram 4.4 Fraksi-fraksi spesies NTA dalam air sebagai fungsi dari pH

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa anion T3- merupakan spesies yang dominan pada
pH tinggi, sedangkan HT2- mendominasi pada kisaran pH yang cukup luas terutama pada
pH normal dari air tawar.
Keberadaan NTA dalam sistem akuatik bersumber terutama dari penggunaan
detergen atau dari limbah proses elektroplating menyebabkan terjadinya pelarutan
logam-logam berat yang bersifat toksik Kemampuan pelarutan ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti stabilitas kelat yang terbentuk, konsentrasi pengompleks dalam
air, pH dan sifat-sifat dari deposit logam tersebut. Sebagai contoh adalah pelarutan
Pb(OH)2 padat oleh NTA pada pH 8 dengan konsentrasi NTA = 25 mg/L. BM NTA =
257.
Pada pH 8 bentuk dominan dari NTA adalah HT2- sehingga reaksinya :
Pb(OH)2 (S) + HT2- PbT- + OH- + H2O 43

Tahapan reaksinya dapat diperinci sebagai berikut :


1. Pb(OH)2 (s) Pb2+ + 2OH- 44
Ksp = (Pb2+) (OH-)2 = 1,61 . 10-20 45
2. HT2- H+ + T3- 46
(H  ) (T 3- )
Ka3 = = 5,25 . 10-11 47
(HT 2- )

3. Pb2+ + T3- PbT- 48


(PbT - )
Kf = = 2,45 . 1011 49
(Pb 2 ) (T 3- )
4. H+ + OH- H2O 50
1 1 1
 = 51
Kw (H )(OH  )

10 -14

Reaksi keseluruhan :
Pb(OH)2 (s) + HT2- PbT- + OH- + H2O 52
 PbT  OH 
- -
Ksp . Ka 3 . Kf
= 2,07 . 10-5
K=
 HT 2- =
Kw
53

25
Konsentrasi total NTA = . 10-3 M = 9,7 . 10-5 M
257

Pada pH 8 spesies dominan dari NTA adalah (HT 2-) sehingga bentuk kompleksnya adalah
(PbT-). Pada pH 8 berarti (OH-) 10-6 M sehingga dari persamaan K di atas didapat :
 PbT  = K =
-
2,07 . 10 -5
 HT   OH 
2- 
10 -6
= 20,7 54

2,07
Sehingga (PbT-) dapat dikalkulasikan : x 9,7 . 10-5 M = 9,3 . 10-5
(20,7  1)

Karena BA Pb = 207 maka konsentrasi Pb dalam larutan kira-kira 19 mg/L. Reaksi di


atas tergantung pada pH dan dalam hal ini makin tinggi pH akan menurunkan fraksi kelat
dari NTA.

Senyawa-senyawa Poliposfat dalam Air


Penggunaan garam-garam fosfat semakin banyak digunakan dalam berbagai
keperluan terutama untuk mengatasi kesadahan dari air (akibat adanya ion-ion kalsium
dan magnesium). Dalam hubungan ini senyawa-senyawa fosfat mengikat ion-ion kalsium
dalam bentuk kompleks yang mudah larut sehingga dapat mencegah terjadinya
pengendapan dari kalsium karbonat. Dengan dimilikinya kemampuan seperti ini maka
senyawa-senyawa fosfat banyak digunakan dalam proses pengolahan air, terutama pada
air yang digunakan sebagai pengisi tangki-tangki/ketel-ketel uap instalasi pipa-pipa air, di
samping juga digunakan sebagai "builders" pada detergen.
Ortofosfat (PO43-) merupakan senyawa fosfat yang paling sederhana. Asam
ortofosfat (H3PO4) mengalami tiga tingkatan ionisasi :
H3PO4 H+ + H2PO4 pKa1 = 2,17 55
H2PO4- H+ + H2PO42- pKa2 = 7,31 56
HPO4- H+ + PO4-3 pKa3 = 12,36 57

Dalam perairan alami kebanyakan senyawa-senyawa ortofosfat ini berasal dari


hasil hidrolisis spesies polifosfat. Karena pH perairan alami berada di sekitar pH netral
maka bentuk dominan dari spesies ini adalah H2PO4- dan HPO42-.
Ion pirofosfat (P2O74-) merupakan rantai polifosfat yang tidak bercabang yang
dihasilkan dari proses kondensasi ortofosfat :

2 PO43- + H2O P2O74- + 2 OH-

Rantai lurus berikutnya adalah trifosfat ion : P 3O105-. Bentuk asam-asam dari senyawa-
senyawa tersebut adalah H4P2O7 dan H5P3O10 yang rumus bangunnya dituliskan sebagai
berikut :
OH OH OH OH OH

HO – P O P OH HO P O P O P OH

O O O O O
Asam pirofosfat Asam trifosfat

Dari gambar di atas maka mudah dibuat susunan rantai lurus yang lebih panjang
dari deretan polifosfat tersebut. Campuran polifosfat rantai lurus dengan masing-masing
terdiri dari 4 sampai 18 atom fosfor disebut "Vitreous Sodium Fosfat”.
Di dalam air semua fosfat mengalami hidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana dan hasil akhir selalu merupakan bentuk-bentuk ortofosfat. Kecepatan
hidrolisisnya tergantung pada beberapa faktor dan salah satu diantaranya adalah pH.
Contoh yang paling sederhana adalah hidrolisa asam pirofosfat menjadi asam ortofosfat.
H2P2O7 + H2O 2 H3PO4
Hidrolisa dari polifosfat ini dikatalisir oleh ganggang dan mikroorganisme lain
yang ada dalam air. Kecepatan hidrolisa polifosfat ini walaupun dalam kondisi tanpa
adanya aktivitas biologis ternyata cukup memadai untuk mentransportasi ion-ion logam
berat dalam air, yang berarti tidak begitu tergantung pada degradasi mikrobial seperti
halnya pengkelat organik NTA atau EDTA.
Secara umum fosfat rantai lurus dapat dikatakan sebagai pengompleks yang baik
bahkan dapat membentuk kompleks dengan ion-ion logam alkali. Namun polifosfat
bentuk cincin kemampuan pengompleksnya jauh lebih rendah dari spesies yang berupa
rantai lurus.

Humus sebagai Zat Pengompleks


Humus merupakan zat pengompleks yang terjadi secara alami dan didapati
sebagai campuran senyawa-senyawa dari hasil dekomposisi tumbuh-tumbuhan. Pada
umumnya senyawa-senyawa diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya. Apabila sampel
yang mengandung humus ini diekstraksi dengan suatu basa kuat dan selanjutnya larutan
yang didapat diasamkan maka didapatkan :
a. Residu yang tidak dapat diekstraksi yang disebut humin.
b. Endapan dari ekstrak yang diasamkan yang disebut asam humat.
c. Zat-zat organik yang berupa larutan dalam asam yang disebut asam fulvat.
Zat-zat humus di atas baik yang larut maupun yang tidak larut mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap sifat-sifat perairan terutama yang menyangkut keasaman, kemampuan
penyerapan dan sifat-sifat pengompleks.
Senyawa-senyawa humus merupakan makro molekul polielektrik dengan bobot
molekul tinggi. Komposisi elementer dari zat-zat humus terdiri dari C (45-55 %), O (30--
45%), H (3-6%), N (1-5%) dan S (0-1%).
Istilah humin, asam humat dan asam fulvat bukanlah menggambarkan senyawa
tunggal tetapi merupakan kelompok senyawa-senyawa yang berasal dari sumber yang
sama dengan beberapa sifat-sifat umum.
PENCEMARAN AIR
Akhir-akhir ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian secara serius
karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah hasil kegiatan manusia.
Air tercemar adalah air yang telah menyimpang dari keadaan normalnya bukan dari
kemurniannya. Air di bumi tidak pernah dalam keadaan murni selalu ada unsur yang
terlarut di dalamnya.
Zat-zat yang dapat mencemari air dapat digolongkan atas :
- Unsur-unsur renik seperti logam berat
- Radionuklida
- Pencemar-pencemar anorganik seperti asbestos
- Pencemar-pencemar organik seperti pestisida
- Limbah manusia dan hewan
- Sedimen
- Bahan kimia karsinogenik
- Mikroorganisme patogen

Unsur-unsur renik
Unsur-unsur renik dalam perairan alami terdiri dari As, Be, B, Cr, Cu, F-, I-, Pb,
Fe, Mn, Hg, Mo, Se, dan Zn. Beberapa diantaranya merupakan nutrisi bagi hewan dan
tanaman namun diperlukan dalam jumlah yang sangat kecil, bila berlebih akan
menyebabkan keracunan. Beberapa diantaranya seperti Hg, Pb dan Cd merupakan unsur
pencemar (tidak diperlukan walaupun dalam jumlah sangat kecil). Logam-logam ini
merupakan logam berat yang umumnya mempunyai affinitas kuat terhadap sulfur,
sehingga dapat merusak fungsi enzim yang banyak mengandung gugus sulfur. Selain itu
logam berat juga dapat mengikat protein, asam karboksilat (--CO2H) dan gugus amino.
Ion-ion logam Cu, Cd, Pb dan Hg dapat berikatan dengan membran sel sehingga
menghambat transportasi melalui dinding sel.
Logam Hg masuk ke perairan bersumber dari limbah industri atau melalui air
hujan dari atmosfir dan dapat juga melalui leaching tanah dari kegiatan pertanian seperti
pestisida dan fungisida. Logam Hg dalam air umumnya berupa senyawa-senyawa seperti
fenil merkuri, etil merkuri klorida dan sebagainya.
Senyawa-senyawa Hg organik yang banyak digunakan dalam pestisida dan
fungisida biasanya dalam bentuk aril merkuri seperti fenil merkuri dimetil ditiokarbarnat
dengan rumus bangun sebagai berikut :
S
CH3
–– Hg –– S –– C –– N
CH3
Senyawa-senyawa alkil merkuri seperti etil merkuri klorida (C 2H5HgCl) banyak
digunakan sebagai fungisida untuk benih. Senyawa-senyawa alkil merkuri lebih resisten
terhadap peruraian dan umumnya lebih banyak terdapat di lingkungan dibandingkan
dengan senyawa-senyawa aril merkuri dan senyawa-senyawa merkuri anorganik. Kasus
pencemaran merkuri itu terjadi di Jepang di daerah Teluk Minamata yang mengakibatkan
banyak korban akibat makan ikan yang telah tercemar Hg di teluk tersebut dimana
temuan Hg dalam ikan mencapai 5-20 ppm. Pengaruh Hg dalam tubuh diduga akibat dari
kemampuannya berikatan dengan gugus yang mengandung sulfur pada molekul dalam
enzim dan dinding sel sehingga aktivitas enzim dan reaksi kimia yang dikatalis oleh
enzim tersebut akan terhambat. Manusia dapat tercemar Hg terutama melalui makanan
yang mengandung Hg. Secara alami ada kecenderungan mikroba mengubah semua
bentuk merkuri menjadi metil merkuri. Perubahan bentuk merkuri menjadi metil merkuri
dapat dilihat sebagai berikut :
metil kobalamin
HgC12 CH3HgCl + Cl-

Metil merkuri merupakan senyawa yang sangat toksik dan dapat merusak sistem saraf
pusat secara permanen.
Merkuri dalam perairan secara kontinyu berasal dari perlindian Hg dari sedimen
selama ratusan sampai ribuan tahun sehingga usaha untuk menghilangkan Hg dari sistem
perairan sangat sulit, memerlukan waktu yang lama.
Luasnya penggunaan Pb oleh manusia seperti dalam bahan bakar bensin, dalam
beterai, cat dan sebagainya menyebabkan kemungkinan tercemarnya perairan oleh Pb
juga tinggi. Toksisitas Pb dalam air berbanding terbalik dengan kesadahannya. Bila air
tercemar oleh Pb maka selain kehidupan didalamnya terganggu juga akan membahayakan
kesehatan manusia karena Pb masuk dalam rantai makanan. Pb dapat masuk ke dalam
tubuh manusia melalui pernafasan maupun pencernaan dapat menimbulkan berbagai
akibat tergantung dari bentuk kimianya, seperti Pb organik yang lebih berbahaya daripada
Pb anorganik. Daya racunnya adalah menghambat aktivitas enzim untuk pembentukan
Hb karena Pb terikat kuat pada gugus sulfur dalam asam amino dari enzim tersebut.
Selain itu Pb juga dapat mengumpul dalam tulang karena sifat dari ion Pb 2+ hampir sama
dengan ion Ca2+.
Seperti halnya Pb dan Hg, kadmium merupakan salah satu logam berat yang
sering mencemari lingkungan perairan, seperti kasus penyakit itai-itai di Jepang pada
tahun 1955. Hal ini disebabkan penggunaan kadmium sangat luas seperti pada proses
elektroplating, baterai, sebagai penstabil plastik dan sebagainya. Di bagian bawah
perairan mengandung kadmium terlarut pada konsentrasi rendah karena mikroba
mereduksi sulfat menghasilkan sulfida yang mengendapkan Cd dalam bentuk kadmium
sulfida. Reaksinya:

2 {CH2O} + SO42- + H+ 2 CO2 + HS- + 2 H2O


CdCl- + HS- CdS (s) + H+ + Cl-

Di dalam tubuh kita Cd dapat menurunkan penyerapan besi dan dapat


menyebabkan kekurangan kalsium. Kadmium dapat dibawa ke seluruh tubuh melalui -
peredaran darah dan dapat diserap oleh berbagai organ tubuh namun yang paling banyak
menyerap Cd adalah ginjal dan hati. Terkumpulnya Cd pada ginjal dan hati disebabkan
oleh protionin yang banyak mengandung gugus sulthidril yang mengikat kuat Cd.
Kompleks logam protein ini disebut metalotionin. Gejala yang timbul bila terjadi
kerusakan ginjal adalah adanya protein dalam urine yang disebut proteinurea. Keracunan
Cd juga menyebabkan terjadinya osteomalcea dan osteoporoses. Bila Cd terhirup melalui
pernafasan dapat menyebabkan kanker paru-paru.

Pencemar anorganik
Pencemar-pencemar anorganik di perairan menyebabkan air menjadi asam, basa
atau kadar garamnya tinggi. Beberapa spesies anorganik yang penting seperti ion sianida,
amonia, CO2, H2S, nitrit dan sulfit.
Sianida adalah suatu substansi beracun yang dalam perairan berada dalam bentuk
HCN yaitu suatu asam lemah yang mudah menguap, dan sangat toksik. Ion sianida
mempunyai affinitas yang sangat tinggi terhadap ion-ion logam membentuk senyawa
yang kurang toksik misalnya dengan Fe2+ membentuk Fe(CN)64-. Sianida banyak
digunakan dalam industri khususnya untuk pembersihan logam-logam dan elektroplating
seperti di Amerika Serikat pada tahun 70-an menggunakan sianida untuk mengekstraksi
emas sampai 1¼ ton per hari.
Amonia merupakan hasil penguraian limbah organik yang mengandung
nitrogen.Amonia dalam air lebih banyak berupa ion NH4 + daripada NH3. Tingginya kadar
amonia dalam air merupakan masalah bagi kualitas air.
Hidrogen sulfida (H2S), merupakan hasil penguraian bahan organik yang
mengandung sulfur secara anaerob. Selain itu H2S juga merupakan hasil reduksi sulfat
oleh mikroorganisme aerob dan merupakan gas pencemar dari panas bumi. Adanya H2S
dapat diketahui melalui adanya bau seperti bau telur busuk.
Adanya CO2 dalam air disebabkan oleh adanya penguraian bahan organik. Pada
proses penghilangan kesadahan air sejumlah CO2 ditambahkan melalui proses
rekarbonasi. Tingginya kadar CO2 dalam air akan menyebabkan karat dan berbahaya bagi
kehidupan di perairan.
Ion nitrit dalam air sebagai hasil sementara dari reaksi oksidasi nitrogen. Nitrit
ditambahkan pada beberapa industri pengolahan air untuk mencegah karat. Di dalam air
minum kadar nitrit harus lebih rendah dari 0,1 ppm.
Ion sulfit dijumpai dalam pengelolaan air limbah, karena natrium sulfit
ditambahkan sebagai penangkap oksigen melalui reaksi :
2 SO3- + O2 2SO42-
Dalam perairan sulfit dijumpai sebagai HSO3- atau SO32-, sehingga pH air menjadi
rendah.

Mikroorganisme
Mikroorganisme patogen digolongkan atas virus, bakteri dan protozoa sehingga
perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi konsentrasi patogen sampai pada batas
yang tidak membahayakan. Patogen-patogen ini bersumber dari sekresi manusia (urine
dan feses) yang menderita penyakit tersebut. Manusia terkena penyakit ini bisa berasal
dari binatang.
Karena mikroorganisme patogen kebanyakan berasal dari kotoran maka
kontaminasi air oleh mikroorganisme ini dideteksi dengan uji bakteri indikator yang
berasal dari kotoran seperti escherichia coli, streptococcus fecal dan clostridium
perfringens. Selain hidup dalam kotoran indikator ini dapat hidup lebih lama, tidak
tumbuh dalam saluran pencernaan organisme lain kecuali manusia dan hewan berdarah
panas.

Pencemar organik
Pencemar-pencemar organik terdapat dalam berbagai limbah industri, rumah
tangga, pengolahan bahan makanan dan sebagainya. Pencemar-pencemar ini merupakan
substansi yang memerlukan oksigen.
Sabun dan detergen merupakan limbah rumah tangga dan jasa-jasa binatu,
sehingga kemungkinan akan mencemari perairan terutama berupa buih yang merusak
estetika (keindahan) dan komponen-komponen utamanya berupa bagian yang sulit
terdegradasi. Sabun adalah garam dengan kandungan asam lemak tinggi, seperti natrium
stearat C17H35COONa+. Sabun dapat sebagai pembersih karena daya emulsinya dan
kemampuannya menurunkan tegangan permukaan air. Selain itu sabun juga mengalami
reaksi-reaksi kation-kation divalen membentuk garam-garam dari asam lemak yang tidak
larut melalui reaksi :
2 C17H35COONa+ + Ca2+ Ca(C17H35CO2)2(s) + 2 Na+
Senyawa-senyawa ini merupakan padatan yang tidak larut, biasanya berupa garam-garam
dari Mg atau Ca sehingga tidak efektif sebagai pembersih Selain itu kerak yang tidak
larut membentuk lapisan yang melekat pada pakaian dan mesin cuci. Untuk mencuci
dengan sabun diperlukan air yang tidak sadah atau tanpa kalsium dan magnesium.
Walaupun demikian pada akhirnya sabun akan dijumpai dalam parit atau perairan sebagai
bentuk garam-garam kalsium atau magnesiumnya.
Struktur ion stearat terdiri dari bagian kepala berupa ion karboksil dan
hidrokarbon yang panjang sebagai ekornya, yaitu :
O
C –– O-Na+

Jika dalam air terdapat minyak, lemak dan bahan organik yang tidak larut dalam air,
maka cenderung ekornya akan melarutkan bahan tersebut di atas, sedangkan kepalanya
tetap mengarah ke dalam air.
Detergen sintetik baik digunakan sebagai pembersih karena tidak membentuk
garam-garam, tidak larut dengan ion-ion sadah seperti ion Ca2+ dan Mg2+. Detergen baik
digunakan sebagai pencuci karena adanya surfaktan (surface active agent) yang
menyebabkan air menjadi lunak. Surfaktan ini mempunyai struktur amphipilic yang salah
satu bagian molekulnya yang polar atau gugus ionik mempunyai affinitas yang kuat
terhadap air dan bagian yang lain gugus hidrokarbon yang hidrofobik (tidak suka) air.
Contoh struktur dari surfaktan natrium dodesil sulfat adalah :
O H H H H H H H H H H H H

Na+ O S O C C C C C C C C C C C C H

O H H H H H H H H H H H H

Senyawa ini merupakan surfaktan alkil sulfat yaitu jenis yang banyak dipakai dalam
berbagai shampo, kosmetik, pembersih dan formulasi detergen untuk binatu.
Sampai tahun 60-an surfaktan yang banyak digunakan adalah alkil benzil sulfonat
(ABS) yaitu :
O H H H H H H H H H

Na+ O S C C C C C C C C C CH3

O CH3 H CH3 H CH3 H CH3 H CH3

Biodegradasi ABS sangat lambat, karena adanya struktur rantai cabang. Karena detergent
tersebut tahan terhadap pengolahan limbah, maka senyawa itu tidak banyak digunakan
lagi. Tegangan permukaan air menjadi sangat rendah oleh deterjen, sehingga terjadilah
deflokulasi koloid-koloid, flotasi (pengapungan) padatan, teremulsinya lemak dan
minyak serta matinya bakteri. Keadaan yang tak menguntungkan ini menyebabkan ABS
diganti dengan surfaktan yang dapat diuraikan secara biologis, antara lain linier alkil
sulfonat (LAS). Struktur umum -benzene sulfonat adalah :
H H H H H H H H H H H H H

H C C C C C C C C C C C C C H

H H H H H H H H H H H H

O= S=O
O –– Na+
LAS lebih mudah terurai karena tidak mempunyai rantai cabang dan tidak mengandung C
tersier, sehingga berpeluang untuk mengalami penguraian secara biologis.
Dalam detergent yang menyebabkan masalah lingkungan selain surfaktan juga
builders (bahan pembangun), pencerah, ion alkali penukar (NaCO3), natrium silikat anti
korosif, pelembut, enzim, penstabil dan sebagainya. Builders akan berikatan dengan
ion-ion sadah menyebabkan larutan detergent menjadi basa dan meningkatnya kerja
surfaktan. Yang berfungsi sebagai builders adalah polifosfat yang ditambahkan dalam
bentuk kompleks kalsium.
Bahan pencemar organik lainnya adalah pestisida. Jenis-jenis pestisida di
antaranya insektisida untuk membasmi serangga, herbisida untuk membasmi tanaman
pengganggu, fungisida untuk membasmi jamur, bakterisida untuk membasmi bakteri dan
sebagainya. Adanya insektisida dalam perairan selain berasal dari daerah pertanian juga
dapat berasal dari air hujan dan irigasi.
Pengunaan pestisida sangat luas antara lain bidang kesehatan, pertanian dan
kehutanan. Di bidang kesehatan digunakan DDT untuk membasmi nyamuk anoples
penyebab penyakit malaria. Setelah perang dunia II, pestisida banyak digunakan di
bidang pertanian yaitu dalam program green revolution yang bertujuan meningkatkan
hasil-hasil pertanian setinggi-tingginya melalui manipulasi genetik, peningkatan
penggunaan air dan pupuk dan pengendalian hama dengan pestisida. Seperti di India
penggunaan pestisida pada tahun 50-an sekitar 2000 ton, sedangkan di tahun 80-an
menjadi 8000 ton. Di bidang kehutanan pestisida digunakan untuk membasmi serangga
yang merusak hutan, karena menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan
produktivitas, bahkan menyebabkan matinya tanaman. Seperti kasus yang terjadi di
Kanada tahun 30-an hama spruce bud worm menyerang hutan seluas 400.000 km2 yang
menyebabkan lebih dari 70% pohon kayu mati.
Insektisida ada yang alami, yaitu insektisida yang berasal dari tanaman seperti
nikotin dari tembakau, rotenon dari akar tuba dan piretrin dari bunga piretrum. Insektisida
ini dapat terurai secara biologi. Selain itu ada juga insektisida sintetik seperti insektisida
organoklorin, organopospor dan insektisida karbamat.
Insektisida organoklorin adalah senyawa-senyawa hidrokarbon dengan berbagai
variasi atom H yang dapat diganti oleh atom Cl. Senyawa-senyawa ini selain
terakumulasi pada jaringan lemak juga bersifat racun, persisten sehingga menyebabkan
biomagnifikasi pada rantai pangan. Contoh insektisida organoklorin adalah DDT dengan
rumus bangun sebagai berikut :

Cl –– –– C –– –– Cl

Cl –– Cl –– Cl

Cl

Insektisida organofosfat adalah senyawa-senyawa organik insectisidal yang


mengandung fosfor, dan banyak diantaranya merupakan derivat-derivat dari asam
ortofosfat :

HO –– P –– OH

OH

Organofosfor kurang stabil dibandingkan dengan organoklorin, sehingga tidak


menimbulkan biomagnifikasi. Senyawa-senyawa ini sangat toksik terhadap lebah,
insektisida parasit dan predator. Contoh insektisida organopospor adalah metil paration
dengan rumus bangun sebagai berikut :
S

H3OC –– P –– O –– –– NO2
metil paration
H3OC

Karbamat merupakan derivat asam karbamat NH2CO2H. Karbamat banyak


digunakan karena sifatnya yang dapat diurai secara biologis dan tidak persisten, tidak
beracun terhadap ikan, tetapi sangat toksik terhadap burung. Contoh insektisida karbamat
adalah karbofuran dengan rumus bangun sebagai berikut :

H3C –– O
H
CH3 O C –– N
CH3
Salah satu kelemahan penggunaan pestisida adalah matinya spesies non target, sehingga
dapat merusak suatu ekosistem dan pemulihannya memerlukan waktu yang sangat lama.
Suatu kasus terjadi di New Bronswick yang menyemprotkan DDT untuk membunuh
spruce bud worms sebagai hama hutan, setelah tiga minggu dari penyemprotan
menyebabkan matinya populasi salmon yang hidup di sungai di sekitar hutan tersebut.
Populasi salmon ini belum juga pulih kembali setelah 5-6 tahun kemudian.
Polychlorinated Biphenil (PCB) pertama kali diketahui sebagai pencemar
lingkungan pada tahun 1966, ditemukan dalam air, sedimen, jaringan ikan dan dalam
jaringan burung di seluruh dunia. Senyawa-senyawa ini terdiri dari substitusi 1-10 atom
Cl pada struktur aromatik bipenil, seperti pada gambar di bawah ini :

(Cl)x
Dari sini dapat terbentuk lebih kurang 209 senyawa yang berbeda-beda salah satu
contohnya adalah :
Cl Cl Cl

Cl Cl

PCB banyak digunakan sebagai pendingin cair dan kapasitor untuk meningkatkan daya
tahan pada katun dan asbes, sebagai plasticisers (menyebabkan bahan dapat diremas) dan
sebagai aditif pada beberapa cat epoxy. Karena PCB sifatnya stabil, maka akan
terkontribusi secara luas dan terakumulasi pada lingkungan. Kini diketahui bahwa PCB
yang hanya dengan 1-2 atom Cl dapat diuraikan oleh bakteri aerob. Proses aerob ini
mengoksidasi molekul-molekul dan memutuskan cincin aromatik dan akhirnya PCB
mengalami mineralisasi menjadi unsur-unsur anorganik seperti Cl, CO2 dan air.

Minyak
Minyak tidak larut dalam air, sehingga bila ada minyak di suatu perairan, maka
minyak akan mengapung di atas permukaan air, sehingga menutupi permukaan perairan.
Hal ini menyebabkan :
- penetrasi sinar matahari dan oksigen berkurang, sehingga mengganggu kehidupan
dalam perairan
- terganggunya burung-burung air, karena bulunya akan lengket
Walaupun minyak dapat diuraikan oleh mikroorganisme tertentu, tetapi memerlukan
waktu yang lama. Minyak dalam perairan terutama bersumber dari kegiatan manusia,
seperti pencucian kapal, kebocoran tangki minyak, kegiatan-kegiatan di pelabuhan,
limbah industri dan sebagainya.
Komponen-komponen minyak yang bersifat racun terhadap manusia dan hewan
diantaranya :
- hidrokarbon jenuh yang dapat menyebabkan anestesi dan nerkosis pada hewan tingkat
rendah, bahkan dapat menyebabkan kematian
- hidrokarbon aromatik (benzena, toluena, xilen) beracun bagi manusia dan naftalena
beracun terhadap ikan.
Hal ini menyebabkan air yang tercemar minyak tidak baik untuk dikonsumsi oleh
manusia.

Eutrofikasi
Eutrofikasi terjadi di perairan, karena banyaknya unsur-unsur nutrien, seperti N,
P, K dan sebagainya yang masuk ke perairan, sehingga menyebabkan pertumbuhan alga
yang sangat pesat sampai menutupi seluruh perairan. Tingginya kadar nutrien dalam air
berasal dari limbah berbagai industri yang mengalir melalui parit ke perairan. Biomass
yang telah mati akan terkumpul di dasar perairan, bila perairan tidak terlalu dalam akar
tanaman akan tumbuh di dasar perairan, sehingga akan terkumpul berupa padatan.
Beberapa unsur hara serta sumber dan fungsinya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Nutrien Sumber Fungsi
CO2 Atmosfer, penguraian Penyusun biomass
H2 Air Penyusun biomass
O2 Air Penyusun biomass
Nitrogen (NO3) Pencemar, atmosfer, penguraian Penyusun protein
P (phosphat) Mineral, pengurai Penyusun DNA/RNA
K Mineral, pencemar Fungsi metabolik
S (sulfat) Mineral Protein, enzim
Mg Mineral Fungsi metabolik
Ca Mineral Fungsi metabolik
B, Cl, Co, Cu, Fe, Mo, Mineral, pencemar Fungsi metabolik dan
Mn, Na, Si, V, Zn atau penyusun enzim

Asam, Basa dan Garam


Biota perairan sensitif terhadap perubahan pH, karena pengaruh osmosisnya
tinggi. Tingginya kadar garam dapat menyebabkan kematian bagi tumbuhan air yang
tidak teradaptasi.
Umumnya sumber pencemar asam dalam air adalah drainase yang mengandung
asam, seperti H2SO4 yang terdapat dalam drainase oksidasi pirit atau mineral-mineral
sulfida yang lain oleh mikroba. pH air yang mengandung asam akan turun sampai
menjadi 3, yang merupakan kondisi yang dapat menjadi media bagi oksidasi pirit dan
besi (II) oleh bakteri. Asam sulfat dapat juga masuk ke perairan dari air hujan (hujan
asam).
Pencemar-pencemar basa terdapat di perairan akibat aktivitas manusia, selain
secara alami dari mineral-mineral. Hal ini menyebabkan tingginya pH air. Kadar garam
air akan meningkat oleh berbagai aktivitas manusia. Beberapa proses yang dapat
meningkatkan kadar garam air adalah aktivitas menghilangkan aktivitas penghilangan
kesadahan air menggunakan NaCl, juga aktivitas pertanian yang intensif membawa
garam khususnya Na, Mg dan Ca sulfate ke perairan.

Radionukleida dalam Lingkungan Perairan


Radionuklida (isotop-isotop radioaktif) banyak dihasilkan oleh senjata dan
reaktor-reaktor nuklir sejak perang dunia II disertai oleh meningkatnya
pengaruh-pengaruh radioaktif terhadap kesehatan lingkungan. Radionukleida dihasilkan
sebagai hasil akhir berupa elemen-elemen inti berat (heavy nuclei) seperti uranium dan
plutonium.
Radiontkleida juga dihasilkan oleh reaksi antara neutron-neutron dengan inti yang
stabil, seperti gambar di bawah ini :

Heavy
nuclei +  inti radiatif yang
tidak stabil
neutron-neutron

+ 
necleus stabil nucleus yang tidak stabil
235
Suatu heavy nucleus seperti U dapat menyerap neutron yang akan pecah menjadi inti
radioaktif yang bercahaya. Nucleus yang stabil juga dapat menyerap neutron dan akan
pecah menjadi inti radioaktif.
Radioaktif di perairan dapat bersumber dari alam maupun aktivitas manusia
terutama dalam industri dan aplikasi kesehatan khususnya sebagai "tracers".
Radionukleida-radionukleida berbeda dari berbagai inti yang dikeluarkan oleh radiasi
ionisasi partikel-partikel , dan sinar  seperti inti aton helium yang mempunyai massa
atom 4 mengandung 2 neutron dan 2 proton. Simbol partikel  adalah 24 seperti partikel
 yang dihasilkan oleh peluruhan radiodktif 238U:
92U238 90
Th234 + 24
Jadi transformasi uranium akan kehilangan partikel (x untuk menghasilkan inti thorium.
Radiasi beta mengandung energi tinggi, elektron-elektron negatif yang
dilambangkan dengan -1o atau elektron-elektron positif disebut positron dilambangkan
dengan -1o. Salah satu emisi  adalah klorin - 38 mungkin akan menghasilkan cahaya
pada neutron-neutron. Inti kloron - 37 menyerap sebuah neutron untuk menghasilkan
klorin -38 dan sinar γ.
17Cl37 + on1 17Cl38 + γ
Inti klorin -238 adalah suatu radioaktif akan kehilangan partikel untuk menghasilkan inti
argon - 38. Reaksinya:
17Cl38 18 Ar38 + -1o

Partikel beta negatif dengan massa 0 dan muatan -1 merupakan isotop yang stabil.
Sinar  merupakan radiasi elektromagnetik yang sama dengan sinar X tetapi daya
tembusnya lebih kuat. Energi radiasi gama yang didapatkan dari emisi inti
memungkinkan digunakan dalam analisis radionukleida baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Pengaruh utama dari partikel-partikel ,  dan sinar γ pada bahan-bahan
adalah menghasilkan ion-ion sehingga disebut radiasi ionisasi. Partikel-partikel  lebih
banyak masuk ke suatu bahan dari pada partikel  tetapi per unit satuan panjang
menghasilkan ionisasi lebih rendah.
Peluruhan suatu radionukleida yang spesifik mengikuti kinetika orde 1 yaitu
jumlah inti yang meluruh dalam interval waktu yang pendek adalah sebanding dengan
jumlah radiasi inti yang dihasilkan. Laju peluruhannya -dN/dt. Persamaannya:
Laju peluruhan = -dN/dt =  . N
N =jumlah inti radioaktif
 = konstanta laju
t = waktu

Peluruhan orde pertama dapat digambarkan melalui persamaan:


A = Ao . e-t
A = aktivitas pada waktu t
Ao = aktivitas mula-mula
e = 2,303
Waktu paruh adalah waktu yang diperlukan oleh suatu radionukieida untuk meluruh
menjadi setengahnya.
Persamaannya :
0.693
t1/2 =

Beberapa radionukleida ditemukan dalam air terutama Ra dan K-40 yang berasal
dari alam khususnya dari perlindian dari mineral-mineral. Selain itu ada juga dari sumber
pencernaan terutama uji coba senjata-senjata nuklir. Kadar radionukleida dalam air
biasanya dinyatakan dengan satuan pikocurie per liter (PCi/L, dimana 1 Curie adalah 3,7 .
10-10 disintegrasi/detik dan 1 pCi adalah 1 . 10-12 dari 1 Curie atau 3,7 . 10-2 dis/detik.
Menurut EPA (Environmental Protection Agency, America) kadar maksium Radon baik
226
Ra maupun 228Ra adalah 5 pCi/L.

Badan Tersuspensi
Air hujan yang mengalir menuju sungai atau danau terbawa pula partikel-partikel
tanah dalam berbagai ukuran. Selanjutnya partikel-partikel yang ukurannya cukup besar
akan terdeposit sedangkan partikel-partikel yang ukurannya lebih kecil tetap berada
dalam keadaan tersuspensi. Partikel-partikel yang terdeposit ini disebut sedimen.
Pengikisan dan sedimentasi sesungguhnya hanyalah merupakan fenomena alam semata.
Namun demikian proses tersebut sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia misalnya
pembukaan hutan untuk persawahan, perumahan dan seterusnya. Proses pengikisan dapat
menyebabkan permasalahan terutama yang terkait dengan pencemaran air.
Badan tersuspensi dalam air mudah teramati karena partikel-partikel ini di
samping menyebabkan airnya agak keruh juga menyebabkan terjadinya pemantulan dan
penghamburan sinar yang dikenal sebagai efek tyndall.
Badan tersuspensi ini dapat dibedakan dalam dua katagori yaitu berupa
partikel-partikel dispersi kasar atau sedimen dan dispersi halus yang dikenal sebagai
koloid. Partikel-partikel sedimen mempunyai ukuran yang cukup besar sehingga mampu
mengendap bila dibiarkan dan dapat dipisahkan dengan proses penyaringan
menggunakan kertas saring. Badan tersuspensi umumnya berasal dari partikel-partikel
lumpur, tanah liat, mineral-mineral termasuk silika (pasir, SiO 2), kapur karbonat (CaCO3)
dan oksida-oksida besi. Partikel-partikel yang ukurannya bervariasi dari ukuran koloid
sampai dispersi kasar ini menyebabkan terjadinya kekeruhan dalam, badan air.
Kekeruhan ini menghalangi penetrasi sinar yang masuk ke dalam air. Sinar matahari yang
sangat diperlukan oleh tanaman air hanya dapat menembus sampai kedalam tertentu saja.
Oleh karena itu kekeruhan ini dapat mempengaruhi perkembangan kehidupan air. Hal ini
selanjutnya dapat mempengaruhi kelangsungan hidup hewan-hewan atau biota akuatik
lainnya. Secara sederhana tingkat kekeruhan suatu badan air dapat diukur dengan
menggunakan "Secchi disc”. Alat ini dapat dibuat dari tutup kaleng. Yang diberi warna
hitam putih seperti terlihat pada gambar.

Gambar tidak terlihat, maaf.

Gambar : Secchi disc yang terbuat dari tutup kaleng


Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan alat tersebut ke dalam air sampai
pada kedalaman dimana warna dari tutup kaleng tersebut tidak dapat dibedakan lagi.
Kedalam yang dicapai dapat ditentukan dengan mengukur panjang benang/tali yang
tercelup ke dalam air. Pengukuran kekeruhan juga dapat dilakukan dengan mengukur
fraksi sinar yang dilewatkan melalui air dengan kedalaman tertentu. Sampel air
dimasukkan ke dalam silinder pengukur kemudian disinari dari bagian atas. Fraksi sinar
yang melalui air ini diukur. Kekeruhan suatu badan air dinyatakan dalam satuan JTU
(Jackson Turbidity Unit). Pada perairan yang tercemar nilai kekeruhannya dapat
mencapai ratusan JTU. Dari hasil pengukuran kekeruhan ini dapat diprediksikan tingkat
pencemaran yang terjadi sehingga hal ini dapat membantu dalam menentukan jumlah
bahan-bahan kimia yang dibutuhkan untuk pengolahan badan air tersebut.
Badan tersuspensi di samping mengakibatkan kekeruhan, juga dapat
menimbulkan permasalahan lingkungan berupa pengendapan dalam bentuk sedimen yang
mengakibatkan penyumbatan saluran-saluran air, hambatan pada transportasi maupun
kegiatan rekreasi. Sedimen juga dapat menimbulkan berbagai gangguan terhadap
tumbuh-tumbuhan air, kerang-kerangan dan organisme akuatik lainnya. Di dalam badan
air, sedimen juga dapat terjadi akibat dari suatu, reaksi kimia. Sebagai contoh reaksi yang
berlangsung secara alami antara ion kalsium dengan karbondioksida yang terlarut dalam
air :

CO2 (aq) + H2O H+ (aq) + HCO3- (aq)


Ca2+ (aq) + 2 HCO3- (aq) CaCO3 (s) + CO2 (aq) + H2O

Sedimen juga dapat terbentuk sebagai hasil proses metabolik bakteri-bakteri baik
yang bersifat aerobik maupun anaerobik. Beberapa bakteri akuatik memperoleh energi
untuk kebutuhan hidupnya dalam proses pengubahan ion ferro menjadi ion ferri :
4 Fe2+ + 4 H+ + O2 4 Fe3+ + 2 H2O
Selanjutnya ion ferri ini bereaksi dengan air membentuk ferri hidroksida vang
sukar larut :
Fe3+ (aq) + 3 H2O Fe(OH)3 (s) + 3 H+ (aq)
Dalam hubungannya dengan proses sedimentasi im ternyata aktivitas manusia
juga dapat meningkatkan terjadinya sedimen di danau maupun di laut. Senyawa-senyawa
posfat yang berasal dari limbah kegiatan industri maupun pertanian dapat bereaksi
dengan Ca2- membentuk hidroksi apatit yang sukar larut :
5 Ca2+ (aq) + OH- (aq) + 3 PO43- (aq) CaOH(PO4)3 (S)
Penentuan badan tersuspensi dalam suatu badan air dapat ditetapkan secara
gravimetri. Partikel-partikel yang tergolong dispersi kasar dapat dipisahkan dengan jalan
menyaring. Kertas saring beserta padatan yang tersaring dikeringkan dan ditimbang.
Selisih beratnya dengan berat kertas saring mula-mula dicatat sebagai berat dari dispersi
kasar. Selanjutnya berat partikel-partikel yang tidak disaring dapat ditetapkan dengan
jalan menguapkan airnya. Penentuan padatan tersuspensi ini sangat penting artinya dalam
analisis air limbah ataupun badan air yang tercemar. Data dari penentuan ini dapat
digunakan mengevaluasi tingkat pencemaran yang terjadi serta menentukan efisiensi
unit-unit pengolahan.
Adanya padatan yang terlarut seperti garam-garam natrium, magnesium, klorida,
sulfat dan lain-lain menyebabkan badan air memiliki daya hantar listrik (DHL). DHL
suatu badan air tergantung pada konsentrasi ion-ion yang ada di dalamnya serta suhu dari
badan air tersebut. Untuk suatu perairan alami harga berkisar antara 50 – 1500  mho/cm.

pH
Keasaman suatu badan air terkait dengan jumlah ion hidrogen (H +) bebas yang
terdapat di dalamnya. Ion hidrogen merupakan faktor utama ntuk menjelaskan reaksi
kimiawi yang berkaitan dengan masalah pencemaran air. Keasaman juga mempengaruhi
beberapa hal lain misalnya kehidupan biologi dan mikrobiologi dalam badan air tersebut.
Derajat keasaman umumnya dinyatakan dengan parameter pH. Secara matematik pH
dinyatakan dengan bentuk persamaan :
pH = - log [H+]

Skala dari harga pH ini berkisar antara 0 - 14.


––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

asam netral alkalis

Pada air murni konsentrasi H+ adalah 10-7 mol/L sehingga harga pH-nya adalah 7
dan dikatakan bersifat netral. Bila pH suatu badan air lebih besar dari 7 dikatakan bersifat
alkalis. Sebaliknya bila pH-nya di bawah 7 dikatakan bersifat asam. Adanya
senyawa-senyawa seperti garam-garam karbonat, bikarbonat dan hidroksida cenderung
meningkatkan pH dari suatu badan air. Sementara senyawa-senyawa yang berupa asam--
asam mineral bebas akan menurunkan pH-nya. pH suatu perairan alami (air tawar)
berkisar antara 5,0 –9,0.
Pada kisaran pH tersebut ikan-ikan air tawar masih dapat hidup. Kepekaan ikan-ikan
dan organisme akuatik lainnya terhadap keasaman sangat bervariasi seperti terlihat pada gambar berikut :
Organisme Akuatik pH
6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 3,5
1. Water Bootman
2. Whirligig
3. Yellow Perch
4. Lake Trout
5. Brown Trout

6. Salamander
7. May fly
8. Small Mouth Bass
9. Mussel
Sumber : Daniel D. Chiras

Gambar di atas menunjukkan batas pH terendah di mana organisme tersebut


mampu bertahan hidup, misalnya yellow perch dapat hidup pada keasaman pH 4,5
sedangkan mussel tidak dapat hidup pada keasaman di bawah pH 6.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah nilai pH dari suatu badan air ditentukan oleh
adanya interaksi bebagai zat dalam air, termasuk zat-zat yang secara kimia maupun
biokimia bersifat tidak stabil. Oleh karena itu penentuan pH ini haruslah seketika setelah
contoh diambil dan tidak dapat diawetkan.

Anda mungkin juga menyukai