Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah sebuah aset yang penting di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, karena bagaimana pun tidak ada bangsa yang maju tanpa diiringi pendidikan yang
bermutu. Pendidikan yang berkualitas bukan hanya dilihat dari sejauh mana proses
pengajarannya, Yusuf (2005: 5) memaparkan ada tiga bidang pendidikan yang harus menjadi
perhatian, diantaranya; Bidang administrative dan kepemimpinan, Bidang Intruksional dan
kurikuler, dan Bidang pembinaan siswa (Bimbingan dan Konseling). Daam makalah ini akan
membahas tentang bimbingan dan konseling.

Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam
bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995).[3]

Layanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu peserta didik dalam


pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan keputusan, serta memberikan
arahan terhadap perkembangan peserta didik; tidak hanya untuk peserta didik yang
bermasalah tetapi untuk seluruh peserta didik. Layanan bimbingan dan konseling tidak
terbatas pada peserta didik tertentu atau yang perlu ‘dipanggil’ saja”, melainkan untuk
seluruh peserta didik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka pemakalah akan merumuskan beberapa sub
masalah di bawah ini:

1. Apa saja fungsi bimbingan dan konseling?

2. Apa saja pendekatan bimbingan dan konseling?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui fungsi bimbingan konseling.

2. Mengetahui pendekatan bimbingan konseling.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. fungsi Bimbingan dan Konseling

Ditinjau dari segi sifatnya, layanan bimbingan dan konseling dapat berfungsi:

1. Fungsi Pencegahan (Preventif)

Layanan bimbingan dapat berfungsi penecgahan artinya merupakan usaha pencegahan


terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang diberikan berupa
bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat
perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi,
program bimbingan karier, inventarisasi data, dan sebgainya.

2. Fungsi Pemahaman

Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan
pengembangan siswa. pemahaman ini mencakup, yaitu:

a. pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orang tua, guru, dan guru
pembimbing.
b. Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalamnya lingkungan keluarga
dan sekolah) terutama oleh siswa sendiri, orang tua, guru, dan guru pembimbing.
c. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya informasi
pendidikan, jabatan?pekerjaan atau karier, dan informasi budaya/nilai-nilai), terutama
oleh siswa.

3. Fungsi Perbaikan

Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa
masih menghadapi masalah-masalah tertentu. Di sinilah fungsi perbaikan itu berperan, yaitu
fungsi bimbingan dan konseling permasalahan yang dialami siswa.

4. Fungsi Pencegahan

2
Fungsi pencegahan adalah fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi tercegahnya atau
terhindarnya konseli atau kelompok konseli dari berbagai permasalahan yang mungkin
timbul, yang dapat mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dan kerugian-
kerugian tertentu dalam kehidupan dan proses perkembangannya.

5. Fungsi Pengentasan

Fungsi pengentasan adalah fungsi konseling yang menghasilkan kemampuan konseli atau
kelompok konseli untuk memecahkan masalah-masalah yang dialaminya dalam kehidupan
dan perkembangannya.

6. Fungsi Pemeliharan dan Pengembangan

Fungsi pemeliharaan dan pengembangan adalah fungsi konseling yang menghasilkan


kemampuan konseli atau kelompok konseli untuk memelihara dan mengembangkan berbagai
potensi atau kondisi yang sudah baik agar tetap menjadi baik untuk lebih dikembangkan
secara mantap dan berkelanjutan.

7. Fungsi Advokasi

Fungsi advokasi adalah fungsi konseling yang menghasilkan kondisi pembelaan tehadap
berbagai bentuk pengingkaran atas hak-hak atau kepentingan pendidikan dan perkembangan
yang dialami konseli atau kelompok konseli.

3
B. Berbagai Pendekatan dalam Konseling

Dunia konseling memiliki berbagai macam pendekatan yang dapat dijadikan acuan dasar
pada semua praktik konseling. Masing-masing teori tentu saja dikemukakan oleh ahli yang
bebeda sehinga penerapan dari pendekatan yang digunakan juga berbeda.

Lebih jauh mengenai seberapa pentingnya teori dalam konseling, penulis akan
menguraikan definisi teori terlebih dahulu. Menurut Brammer, Abrego, dan Shostrom
(dikutip dari Lesmana, 2005) teori adalah sebuah struktur dari berbagai hipotesis dan
generalisasi yang didasarkan pada pengalaman konseling dan studi eksperimental.

Adapun fungsi teori seperti yang dikemukakan oleh Brammer, Abrego, dan Shostrom
(dikutip dari Lesmana, 2005) adalah:

1. Teori membantu menjelaskan apa yang terjadi dalam proses konseling.


2. Konselor terbantu dalam membuat prediksi, evaluasi, dan menilai hasil konseling.
3. Teori berguna sebagai kerangka kerja dalam membuat obserbasi ilmiah tentang
konseling.
4. Melalui teori tercipta kohernsi ide tentang konseling dan mendorong munculnya ide-ide
baru.
5. Teori dalam memberi arti pada observasi yang dilakukan konselor.

1. PENDEKATAN PSIKOANALISIS

Corey (2009) mengatakan bahwa psikoanalisis merupakan teori pertama yang muncul
dalam psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan prilaku
neurotik, kemudian disusul oleh behaviorisme dan eksistensi humanistis. Psikoanalisis
diciptakan oleh Sigmund Freud pada tahun 1986.
Menurut Willis (2009) pengertian psikoanalisis meliputi tiga aspek penting, yaitu:
 Sebagai metode penelitian proses-proses psikis.
 Teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis.
 Sebagai teori kepribadian.

Adapun hal-hal yang perlu dibicarakan mengenai pendekatan psikoanalisis ini adalah:
bagaimana psikoanalisis memandang dinamika kepribadian manusia, perkembangan

4
kepribadian, kesadaran dan ketidaksadaran, mekanisme pertahanan ego, peran dan fungsi
konselor, dan teknik-teknik terapi yang digunakan dalam psikoanalisis.

1.1 Dinamika Kepribadian Manusia

Freud memandang kepribadian manusia tersusun atas tiga sistem yang terpisah
fungsinya antara satu dan yang lain, tetapi tetap saling mempengaruhi. Ketiga sistem itu
dikenal sebagai id, ego, dan superego.
a. Id
Id merupakan subsistem kepribadian asli yang dibawa manusia sejak awal ia
dilahirkan ke dunia. Id besifat primitif dan bekerja berdasarkan prinsip kesenangan.
Ciri-ciri id menurut Lesmana (2009) adalah bekerja di luar kesadaran manusia,
irasional, tidak terorganisasi, berorientasi pada kesenangan, primitif, berperan sebagai
sumber libido atau tenaga hidup dan energi, dan terakhir merupakan sumber dari
dorongan dan keinginan dasar untuk hidup dan mati.
b. Ego
Berbeda dengan id yang bekerja hanya untuk memuaskan kebutuhan naluriah, ego
bertindak sebaliknya. Ego berperan menghadapi relaitas hidup dan berasal dari
kebudayaan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Corey (2009) menyebut ego
sebagai eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur.
Tugas ego adalah mengendalikan id dan menghalau impuls keluar dari kesadaran
melalui mekanisme pertahanan.
c. Superego
Superego merupakan kode moral bagi individu yang menentukan apakah suatu
tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego bekerja berdasarkan prinsip moral
yang orientasinya bukan pada kesenangan tetapi pada kesempurnaan kepribadian.
Menurut Corey (2009) superego berkaitan dengan imbalan dan hukum. Imbalan berupa
perasaan bangga dan mendapat cinta, sementara hukuman berupa perasaan berdosa dan
rendah diri.

1.2 Perkembangan Kepribadian

Selain ketiga sistem yang dibicarakan di atas, perkembangan kepribadian manusia


menurut versi Freud juga diperngaruhi oleh lima tahun pertama kehidupan yang
dinamakan Freud sebagai perkembangan psikoseksual. Secara berurutan fase

5
perkembangan tersebut meliputi fase oral, fase anal, fase phalik, fase laten, dan fase
genital.
a. Fase Oral
Fase oral terjadi pada saat tahun pertama kehidupan atau sejak bayi dilahirkan
sampai berusia satu tahun. Tugas perkembangan pada fase oral adalah memperoleh
rasa percaya baik kepada orang lain, dunia, maupun diri sendiri.
Menurut Corey (2009) ketidakpuasan pada fase ini juga akan menyebabkan timbulnya
gangguan kepribadian seperti: ketidakpercayaan pada dunia, ketakutan menjangkau
orang ain, penolakan terhadap afeksi, ketakutan untuk dicintai dan mencintai, harga
diri yang rendah, isolasi dan penarikan diri, dan ketidakmampuan menjalin hubungan
yang intim dengan orang lain.
b. Fase Anal
Selanjutnya adalah fase anal yang terjadi antara usia satu tahun sampai tinga tahun
di mana zona kenimkatan berada pada saat menahan atau melepaskan fases. Tugas
perkembangan yang harus dilakukan anak pada fase anal adalah: belajar mandiri,
memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar bagaimana mengakui dan
menangani perasaan negatifnya (Corey, 2009).
c. Fase Phalik
Fase phalik terjadi antara rentang usia 3-5 tahun. Menurut Corey (2009), fase phalik
juga merupakan tahap perkembangan hati nurani di mana naak diperkenalkan dengan
standar moral. Orangtua yang terlalu kaku dalam menetapkan moral akan
mengakibatkan dampak negatif bagi anak, seperti: anak sangat mematuhi moral tetapi
hanya karena takut, anak menjadi kaku, timbulnya perasaan berdosa, penuh
penyesalan, rendah diri, dan penghukuman diri.
d. Fase Laten
Fase laten juga dikenal sebagai tahap pregenital yang terjadi antara usia 6-12 tahun
(awal pubertas). Dinamakan fase laten/tenang karena oada fase ini anak tidak lagi
dikuasai oleh insting dan impuls-impuls yang mengarahkan tingkah lakunya.
e. Fase Genital
Fase genital menandai berakhirnya fase psikoseksual individu. Fase ini terjadi pada
masa pubertas (diatas usia 12 tahun). Hal yang perlu diketahui adalah apabila semua
fase sebelumnya dapat dilewati oleh individu dengan baik, maka ketika individu
memasuki fase genital, ia akan dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dan
normal.tetapi apabila fase psikoseksualnya tidak terselesaikan atau mengalami

6
hambatan maka akan berpengaruh pula pada kesulitan individu menyesuaikan diri
dengan perannya sebagai orang dewasa (Lesmana, 2005).
1. Kesadaran dan Ketidaksadaran
Kesadaran atau ketidaksadaran adalah bagian konsep terpenting yang dikemukakan
oleh Freud. Keduanya sangat menentukan tingkah laku dan permasalahan yang
berhubungan dengan kepribadian manusia. Freud membagi kesadaran menjadi tiga
bagian utama, yaitu alam sadar (conscious), alam prasadar (preconscious), dan alam
bawah sadar (unconscious).
a. Alam Sadar (Conscious)
Alam sadar merupakan bagian yang berfungsi untuk mengingat, menyadari dan
merasakan sesuatu secara sadar/nyata (Latipun, 2001).
b. Alam Prasadar (Preconscious)
Menurut Latipun (2001), alam prasadar adalah bagian kesadaran yang menyimpan
ide, ingatan, dan perasaan dan berfungsi mengantar ide, ingatan dan perasaan
tersebut ke alam sadar jika individu berusaha mengingatnya kembali.
c. Alam Bawah Sadar (Unconscious)
Alam bawah sadar adalah bagian dari dunia kesadaran yang paling menentukan
terbentuknya tingkah laku/kepribadian individu. Alam bawah sadar menyimpan
semua ingatan atas peristiwa-peristiwa tertentu yang telah direpresi individu.
2. Mekanisme Pertahanan Ego
Mekanisme pertahanan ego adalah cara yang digunakan individu untuk mengatasi
kecemasan yang diakibatkan karenakeinginanya tidak terpenuhi. Freud (dikutip dari
Corey, 2009) mengemukakan berbagai bentuk mekanisme pertahanan ego yang
dimanifestasikan dalam tingkah laku.
Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan ego adalah represi, penyangkalan (denial),
formasi reaksi, proyeksi, introeksi, regresi, fiksasi, displacement, represi, rasionalisasi,
sublimasi, kompensasi, dan indentikfikasi.
3. Peran dan Fungsi Konselor
Corey (2009) mengatakan bahwa fungsi utama konselor dalam psikoanalisis adalah
membantu klien mencapai kesadaran dirinya, jujur, mmapu melakukan hubungan
personal yang efektif, mampu menangani kecemasan secara realistis dan mampu
mengendalikan tingkah laku yang impulsif dan irasional.

7
4. Tujuan Psikoanalisis
Cottone (dikutip dari Latipun, 2001) menambahkan tujuan psikoanalisis adalah untuk
memperkuat ego (ego strength) klien dan menempatkannya dalam posisi yang benar
sehingga mampu memilih secara rasional.
Tujuan psikoanalisis secara perinci juga dikemukakan oleh Nelson Jones (dikutip dari
Latipun, 2001), antara lain:
a. Bebas dari impuls.
b. Memperkuat realitas atas dasar fungsi ego.
c. Mengganti superego sebagai realitas kemanusiaan, bukan sebagai hukuman standar
moral.
5. Teknik Terapi dalam Psikoanalisis
Konselor perlu mengetahui bahwa teknik-teknik terapi dalam psikoanalisis harus
dilakukan untuk mencapai tujuan psikoanalisis seperti yang telahdiuraikan sebelumnya.
Dalam hal ini, ada lima teknik dasar yang digunakan oleh konselor yaitu asosiasi bebas,
penafsiran, analisis mimpi, analisis resistensi dan anakisis transferensi (Corey, 2009).

2. PENDEKATAN EKSISTENSIAL-HUMANISTIS

Pendekatan eksistensial-humanitis pada hakikatnya mempercayai bahwa individu


memiliki potensi untuk secara aktif memilih dan membuat keputusan bagi dirinya sendiri dan
lingkungannya. Menurut Buhler dan Allen (dikutip dari Corey, 2009), seorang ahi psikologi
humanistis harus memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
1. Menyadari pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
2. Menyedari peran dan tanggung jawab konselor.
3. Mengakui adanya hubungan timbal balik dalam hubungan konseling.
4. Konselor harus teribat sebat pribadi menyeluruh dengan klien.
5. Nmengakui bahwa keputusan dan pilihan akhir terletak di tangan klien.
6. Memandang konselor sebagai model yang dapat menunjukkan pada klien potensi bagi
tindakan yang kreatif dan positif.
7. Memberi kebebasan pada klien untuk mengungkapkan pandangan, tujuan, dan nilai diri
sendiri.
8. Mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.

8
Pendekatan eksistensial-humanistis bukanlah suatu aliran terapi, dan bukan pula suatu
teori tunggal yang sistematik. Pendekatan ini merupakan yang mencakup terapi-terapi yang
berlainan tetapi berlandaskan konsep dan asumsi tentnag manusia.

3. PENDEKATAN CLIENT-CENTERED

Pendekatan ini dikembangkan atas anggapannya mengenai keterbatasan dari psikoanalisis.


Berbeda halnya dengan psiskoanalisis yang mengatakan bahwa manusia cenderung
deterministik, Rogers mengatakan bahwa manusia adalah pribadi-pribadi yang memiliki
potensi untuk memecahkan permasalahannya sendiri.
Willis (2009) mengatakan bahwa Client-centered sering pula disebut sebagai psikoterapi
non-directive yang merupakan metode perawatan psiskis yang dilakukan dengan cara
berdialog dengan klien agar tercapai gambaran antara ideal self (diri ideal) dengan actual self
(diri sebenarnya). Ciri-ciri pendekatan client-centered adalah:
 Ditujukan kepada klien yang mampu memecahkan masalahnya agar tercapai
kepribadian klien yang terpadu.
 Sasaran konseoing adalah aspek emosi dan perasaan, bukan aspek intelektualnya.
 Titik tolak konseling adalah masa sekarang (here and now) bukan masa lalu.
 Tujuan konseling adalah menyesuaikan ideal self dan actual self.
 Klien berperan paling aktif dalam proses konseling, sedangkan konselor hanya
bertindak pasif-reflektif (konselor bukan hanya diam tetapi membantu klien aktif
memecahkan masalahnya)
1. Dinamika Kepribadian Manusia
Pendekatan client-centered memandang kepribadian manusia secara positif. Bahkan
menekankan bahwa manusia dapat dipercaya karena pada dasarnya koorperatif dan
konstruktif. Setiap individu memiliki kemampuan menuju keadaan psikologis yang sehat
secara sadar dan terarah dari dalam dirinya (Corey, 2009).
2. Peran dan Fungsi Konselor
Konselor bertindak sebagai fasilitator dan mengutamakan kesabaran dalam proses
konselingnya. Konselor berfungsi membangun iklim konseling nyang menunjang
pertumbungan klien. Iklim konseling yang menunjang akan memciptakan kebebasan dan
keterbukaan pada diri klien untuk mengeksplorasi masalahnya.
3. Tujuan Client-Centered

9
Tujuan dasar client-centered adalah menciptakan suasan konseling yang kondusif untuk
membantu klien menjadi pribadi yang dapat berfungsi secara utuh dan posisif. Titik berat
dari tujuan client-contered adalah menjadikan tingkah laku klien kongruen atau autentik
(klien tidak plagi berpura-pura dalan kehidupannya).
Melalui terapi client-centered ini diharapkan klien yang mengembangkan kepura-puraan
tersebut dapat mencapai tujuan terapi, antara lain:
 Keterbukaan pada pengalaman.
 Kepercayaan terhadap diri sendiri.
 Menghilangkan seikap dan perilaku yang kaku.
 Bersikap lebih matang dan teraktualisasi.
4. Teknik-teknik Client-Centered
Teknik yang digunakan lebih kepada sikap konselor yang menujukkan kehangatan dan
penerimaan yang tulus sehingga klien dapat mengemukakan masalahnya atas
kesadarannya sendiri.
Roger (dikutip dari Lesmana, 2005) mengemeukakan beberapa sifat konselor yang
dijadikan sebagai teknik dalam client-centered se bagai berikut:
a. Empathy adalah kemampuan untuk sama-sama merasakan kondisi klien dan
menyampaikan kembali perasaan tersebut.
b. Positive regard (acceptance) adalah menerima keadaan klien apa adanya secara netral.
c. Congruence. Konselor menjadi pribadi yang terintegrasi antara apa yang dikatakan
dan yang dilakukannya.

4. TERAPI GESTALT

Terapi Gestalt merupakan bentuk terapi peraduan antara eksistensial-humanistis dan


fenomenologi, sehingga memfokuskan diri pada pengalaman klien “here and now” dan
memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian yang terpeceah di masa lalu.
Menurut pandangan Gestalt, untuk mengetahui kita harus melihatnya secara keseluruhan,
karena bila hanya melihat pada bagian tertentu saja, kita akan kehilangan karakteristik
penting lainnya. Hal ini juga berlaku pada tingkah laku manusia.
1. Dinamika Kepribadian Manusia
Gestalt memandang manusia secara positif yang memiliki kemampuan untuk memikul
tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu.
Timbulnya perilaku bermasalah menurut pandangan Gestalt adalah karena
ketidakmampuan individu untuk mengatasi masalah sehingga cenderung melakukan
10
penghindaran. Hal inilah yang meyebabkan terhambatnya pertumbuhan pribadi individu.
Sementara itu, menurut Perls (dikutip dari Gunarsa, 1996) munculnya perilaku bermasalah
pada individu juga disebabkan karena hal-hal berikut:
 Kurang berinteraksi atau menutup diri dengan lingkungan.
 Terlalu banyak memberi atau menyerap pengaruh dari orang lain.
 Kebutuhan atau perasaan yang tidak terpenuhi.
 Kebutuhan dasar yang ingin dipenuhi oleh individu mendapat penolakan dari
masyarakat.
 Terjadi pertentangan antara top dog (apa yang harus) dan under dog (apa yang
ingin) dalam diri individu.
 Pertentangan dalam diri manusia. Misalnya: cinta-degrasi, dan pribadi-sosial.
2. Peran dan Fungsi Konselor
Konselor harus menghindari penafsiran, diagnosis dan ucapan yang berlebihan. Yang
utama adalah bagaimana seorang konselor mampu membuat klien berkembang
kesadarannya sehingga mampu untuk mengatasi hambatan pertumbuhan kepribadiannya
(Corey, 2009).
Tugas seorang konselor selanjutnya adalah mengonfrontasikan klien pada pembuatan
keputusan apakah ia bersedia atau tidak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya
untuk tumbuh secara utuh.
Corey (2009) mengatakan bahwa seorang konselor perlu mengetahui fungsinya sebagai
orang yang memberikan perhatian pada bahasa tubuh klien.
3. Tujuan Terapi Gestalt
Adapun tujuan utama dari terapi Gestalt adalah membabntu klien untuk dapat
mengembangkan kepribadiannya secara menyeluruhdan memiliki kemampuan untuk
memecahkan permasalahannya sendiri.
4. Teknik Terapi Gestalt
Gunarsa (1996) mengemukakan teknik terapi Gestalt, antara lain:
a. Pengalaman sekarang
b. Pengarahan langsung
c. Perubahan bahasa
d. Teknik kursi kosong
e. Berbicara dengan bagian dari dirinya

11
5. TERAPI TINGKAH LAKU (BEHAVIORISTIK)

Terapi tingkah laku (behavioristik) adalah gabungan dari beberapa teori belajar yang
dikemukakan oleh ahli yang berbeda. Menurut Willis (2009), terapi tingkah laku berasal dua
konsep yang dituangkan oleh Ivan Pavlov dan B. F. Skinner. Tetapi Latipun (2001)
menambahkan nama J. B. Watson setelah Pavlov dan Skinner sebagai tokoh yang
mengembangkan dan menyempurnakan prinsip-prinsip behavioristik. Pendiri behavioristik
sendiri adalah J. B. Watson yang mengesampingkan nilai kesadaran dan unsur positif
manusia lainnya.

Selanjutnya Corey (2009) menyebutkan cirri khas terapi behavioristik sebagai berikut:

 Berpokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik.


 Cermat dan jelas dalam menguraikan treatment.
 Perumusan prosedur treatment dilakukan secara spesifik dan sesuai dengan masalah
klien.
 Penafsiran hasil-hasil terapi dilakukan secara objektif.

Penjelasan mengenai terapi tingkah laku (behavioristik) akan penulis berikan dalam
empat bagian, yaitu:

1. Dinamika kepribadian manusia.


2. Peran dan fungsi konselor.
3. Tujuan terapi behavioristik.
4. Teknik terapi behavioristik.

Lesmana (2005) membagi teknik terapi behavioristik dalam dua bagian, yaitu
teknik-teknik tingkah laku umum dan teknik-teknik spesifik. Uraiannya adalah sebagi
berikut.

a. Teknik-Teknik Tingkah Laku Umum

Teknik ini terdiri dari beberapa bentuk, diantaranya adalah:

1) Skedul penguatan adalah suatu tenik pemberian penguatan pada klien


ketika tingkah laku baru selesai dipelajari dimunculkan oleh klien.
2) Shaping adalah teknik terapi yang dilakukan dengan mempelajari tingkah
laku baru secara bertahap. Konselor dapat membagi-bagi tingkah laku

12
yang ingin dicapai dalam beberapa unit, kemudian mempelajarinya dalam
unit-unit kecil.
3) Ekstingsi adalah teknik terapi berupa penghapusan penguatan agar tingkah
laku meladaptif tidak berulang. Ini didasarkan pada pandangan bahwa
individu tidak akan bersedia melakukan sesuatu apabila tidak mendapatkan
keuntungan.
b. Teknik-teknik Spesifik

Teknik-teknik spesifik ini meliputi:

1) Desensitisasi sistematik adalah teknik yang paling sering digunakan.


Teknik ini diarahkan kepada klien untuk menampilkan respons yang tidak
konsisten dengan kecemasan. Desensitisasi sistematik melibatkan teknik
relaksasi dimana klien diminta untuk menggambarkan situasi yang paling
menimbulkan kecemasan sampai titik dimana klien tidak merasa cemas.
Selama relaksasi, klien diminta untuk rileks secara fisik dan mental.
Teknik ini cocok untuk menangani kasus fobia, ketakutan menghadapi
ujian, ketakutan secara umum, kecemasan neorotik, impotensi, dan
frigiditas seksual.
2) Pelatihan asertivitas. Teknik ini mengajarkan klien membedakan tingkah
laku agresif, pasif, dan asertif.
3) Time-Out. Merupakan teknik aversif yang sangat ringan.
4) Implosion dan flooding. Teknik implosion mengarahkan klien untuk
membayangkan situasi stimulus yang mengancam secara berulang-ulang.

Selain teknik-teknik yang telah dikemukakan diatas, Corey (2009)


menambahkan beberapa teknik yang juga diterapkan dalam terapi behavioristik. Di
antaranya, adalah:

1) Penguatan positif, adalah teknik yang digunakan melalui pemberian


pengajaran segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul.
2) Pencontohan. Dalam teknik ini, klien dapat mengamati seseorang yang
dijadikan modelnya untuk berperilaku kemudian dipekuat dengan
mencontoh tingkah laku sang model.

13
3) Token cconomy. Teknik ini dapat diberikan apabila persetujuan dan
penguatan lainnya tidak memberikan kemajuan pada tingkah laku
klien.

6. TERAPI RASIONAL-EMOTIF

Terapi rasional-emotif diperkenalkan pertama kalinya oleh seorang klinis yang


bernama Albert Ellis pada tahun 1955. Pada awalnya Ellis merupakan seorang
psikoanalisis, tetapi kemudian ia merasakan bahawa psikoanalisis tidak efesien. Ia
juga seorang ahli terapi yang sangat berserangan dengan penganut humanistis.

Menurut pandangan Ellis rasional-emotif merupakan teori yang komprehensif


karena menangani masalah-masalah yang berhungan dengan individu secara
keseluruhan yang mencakup aspek emosi, kognisi, dan perilaku.masalah klien yang
mendapat terapi rasional-emotif, antara lain kecemasan pada tingkat moderat,
gangguan neourosis, gangguan karakter, problem psikomotorik, gangguan makan,
ketidakmampuan menjalin hubungan interpersonal, masalah perkawinan, adiksi, dan
fungsi seksual.

Penjelasan mengenai terapi rasional emotif selanjutnya akan diuraikan berikut


dalam empat bagian, yaitu:

1. Dinamika Keperibaian Manusia

Rasonal emotif pada hakikatnya memandang manusia dilahirkan dengan


potensi baik dan buruk. Manusia memiliki kemampuan berpkir rasional dan
irasional. Selain itu manusia juga dapat memiliki kecenderungan
mempertahankan perilaku yang destruktif dan melakukan berbagi cara agar
tidak terlibat dengan lain.

Selanjutnya, Corey (2009) menegaskan bahwa manusia memiliki potensi


yang luar biasa untuk mengaktualisasikan potensi yang dmilikinya serta dapat
mengubah diri dan lingkungannya, perilaku manusia didorong oleh kebutuhan,
hasrat, tuntunan, keinginan, yang ada dalam dirinya. Bila hal tersebut tidak
tercapai manusia cenderung akan mempersalahkan dirinya dan orang lain.

2. Peran dan Fungsi Konselor

14
Dalam terapi rasionl-emotif, konselor harus meminimalkan hubungan yang
intens terhadap klien tetapi dapat menunjukkan penerimaan yang positif.
Tugas utama seorang terapis adalah mengajari klien cara memahami dan
mengubah diri sehingga konselor harus bertindak aktif dan direktif.

3. Tujuan Terapi Rasional-Emotif

Pada dasarnya, terapi rasional-emotif tidak membatasi diri pada satu jenis
teori tunggal. Konselor dibebaskan untuk menggunakan lebih dari satu teori
(pendekatan eklektik). Hal ini berdasarkan anggapan bahwa klien dapat
mengalami perubahan melalui berbagai macam cara seperti: belajar dari
pengaaman sendiri, orang lain, menonton film, dan berpikir dan meditasi
(Corey, 2009).

7. TERAPI REALITAS

Terapi realitas dikembangkan oleh William Glasser, seorang insiyur kimia sekaliagus
psikeater pada tahun 1950-an. Kehadian terapi realitas di duni konseling tidak terlepas dari
pandangan psikoanalisis di mana Glasser menganggap bahwa aliran Freud tentang dorongan
harus diubah dengan landasan teori yang lebih jelas. Menurutnya, psikiatrikonversional
kebanyakan berlandaskan asumsi yang keliru sehingga dari pengalamannya sebagai seorang
psikiatri mendorongnya konsep baru yang dikenalkannya sebagai terapi realitas pada tahun
1964.

Hal-hal positif dari terapi realitas menurut Latipun (2001) adalah, mudah dipahami,
nonteknis, didasarkan atas pengetahuan masyarakat dan efesien waktu. Selanjutnya Corey
(2009) menyebutkan bahwa ada tujuh cirri-ciri terapi realitas, yaitu:

1) Menolak konsep penyakit mental


2) Berfokus pada tingkah laku sekarang, bukan pada masa lalu
3) Menekankan pertimbangan nilai
4) Tidak menekankan transfernsi
5) Mengacu pada aspek kesadaran bukan aspek ketidaksadaran
6) Menghapus konsep pemberian hukuman
7) Menekankan tanggung jawab pada diri individu

15
Demikianlah cirri-ciri terapi realitas yang membedakannya dari pendekatan yang lain.
Selanjutnya, penulis akan sajikan terapi realitas secara keseluruhan dalam empat bagian
utama yang terdiri dari:

1) Dinamika Keperibadian Manusia

Menurut George dan Cristian kebutuhan psikologis terdiri dari: kebutuhan


dicintai dan mencintai serta kebutuhan akan penghargaan. Kedua kebutuhan terserah
bila digabungkan akan terbentuk menjadi kebutuhan yang sangat utama yaitu
kebutuhan akan identitas. Kebutuhan akan identitas merupakan suatu kebutuhan untuk
merasakan keunikan dan terpisah dari orang lain. Masing-masing individu selalu
berusaha untuk menunjukkan identitasnya.

2) Peran dan Fungsi Konselor

Menurut Glasser seorang konselor harus berfungsi sebagai guru bagi kliennya.
Konselor harus mengerjakan klien bahwa tujuan terapi realitas bukan hanya untuk
mencapai kebhagiaan, akan tetapi adalah mampu menerima tanggung jawab. Fungsi
penting lain seorang konselor adalah memasang batas-batas baik dalam suasana terapi
maupun dalam kehidupan klien.

3) Tujuan Terapi Realitas

Secara luas tujuan dari segi terapi realitas adalah mencapai identitas
keberhasilan. Bagaimana individu mampu mencapinya? Tentu saja ketika ia telah
dapat memikul tanggung jawab, yaitu kemampuan untuk mencapai kepuasan terhadap
kebutuhan dasarnya. Ringkasnya adalah ketika individu telah mampu memuaskan
kebutuhan dasarnya, maka di saat yang bersamaan ia akan bertangung jawab.

4) Teknik-Teknik Terapi Realitas

Menurut Corey (2009), pada hakikatnya terapi realitas sama sekali tidak
menggunakan teknik khusus seperti pada pendekatan yang lain. Terapi realitas
tidak menggunakan obat-obatan dan medikasi konservatif dengan alas an bahwa
medikasi cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi.

16
8. PENDEKATAN EKLETIK

Pendekatan eklektik untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh F.C. Thorne pada
tahun 1940-an. Karena itu Thorne menyumbangkan pemikirannya dengan menyelidiki semua
metode konseling dan mengevaluasinya. Pendekatan ekletik terus mengalami kemajuan
bahkan setelah Thorne meninggal dunia pada tahun 1978. Kemajuan eklektik terlihat dengan
jelas ketika pada tahun 1970 lebih dari 50% anggota APA menggunakan pendekatan elektik
untuk menangani permasalahan kliennya.

Penjelasan menegenai pendekatan eklektik selanjutnya akan dibicarakan dalam empat


bagian yang sebagai berikut:

1. Dinamika Keperibadian Manusia

Thorne menyatakan bahwa tingkah laku manusia selsalu mengalami perubahan.


Hal ini dinanamakannya sebagai “hukum perubahan universal” dimana tingkah laku
merupakan hasil dari:

 Status organism namun tidak statis


 Status situasi dalam perubahan lingkungan interpersonal, dan
 Situasi atau kondisi

2. Peran dan Fungsi Konselor

Menciptakan suasana konseling yang kondusifdan efektif juga merupakan hal


yang semestinya turut diperhatikan oleh konselor. Pencapaian tujuan konseling bukan
hanya di dukung oleh keefektifan pendekatan yang digunakan, akan tetapi juga
dipengaruhi oleh sikap konselor dan situasi konseling yang menimbulkan perasaan
nyaman bagi klien.

3. Tujuan Eklektik
Sesuai dengan pemenuhan dasar yang dicapai oleh individu, maka tujuan
pendekatan eklektik adalah membantu klien mengembangkan integritasnya pada evel
tertinggi. Hal ini dapat dilihat dari sejauh mana klien dapat mengaktualisasikan dari
sekaligus memperoleh integrits yang memuaskan.

17
4. Tahap eklektik
Tahapan yang diuraikan berikut ini bukanlah tahapan yang spesifik yang harus
dilaksanakan oleh konselor. Tahapan ini adalah model tahapan konseling sistematik
yang dirancang oleh Carkhuff (dikutip dari Latipun, 2001) yang dibag dalam enam
tahapan, yaitu:
a) Tahap Eksplorasi Masalah
b) Tahap Perumusan Masalah
c) Tahap Identifikasi Alternatif
d) Tahap perencanaan
e) Tahap Tindakan/Komitmen
f) Tahap Penilaian dan Umpan Balik.

18
BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi bimbingan konseling


merupakan bagian utama dari cabang kerja yang selanjutnya terbagi menjadi aktivitas. Yang
dimaksud dengan fungsi Bimbingan Konseling adalah hal-hal yang terkait dengan aktivitas
yang dilakukan dalam pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah. Dalam
pendekatan yang ada pada konseling hakikatnya merupakan sebuah upaya pemberian bantuan
dari seorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya
membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, karena manusia
pada dasarnya dianggap sebagai sesuatu yang dapat dirubah dan dibentuk.

19
DAFTAR PUSTAKA

Hikmawati, Fenti. 2010. Bimbingan Konseling. Jakarta: Rajawali Pers.

Ketut, Dewa Sukardi. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di

Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Lumongga, Namora Lubis. 2014. Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori dan

Praktik. Jakarta: Kencana.

20

Anda mungkin juga menyukai