Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Gawat Darurat dan
Manajemen Bencana yang berjudul “Pengkajian pada sistem Gawat Darurat CAB dan Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)” dengan lancar. Penyusunan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Keperawatan Gawat Darurat dan
Manajemen Bencana.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ns. Lastriyanti, S.Kep., M.Kep yang telah
membimbing kami dalam proses pembuatan makalah hingga semua dapat terselesaikan dengan
baik dan lancar.
Penulis berharap makalah ini dapat digunakan dalam menambah wawasan pembaca tentang
Pengkajian pada sistem Gawat Darurat CAB dan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT) Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari
kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini
dapat menjadi lebih baik. Akhir kata penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi semua yang
membaca.
Kelompok
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
1. Pengertian
2. Pedoman SPGDT
3. Komponen SPGDT
B. Pengkajian CAB
1. Pengkajian Circulation
2. Pengkajian Airway
3. Pengkajian Breathing
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Pedoman SPGDT
SPGDT berpedoman pada respon cepat yang menekankan pada time saving is life and
limb saving, yang melibatkan masayarakat awam umum dan khusus, petugas medis,
pelayanan ambulans gawat darurat dan komunikasi.
4
c. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Sehari-hari dan SPGDT
yang diterapkan pada pelayanan gawat darurat sehari-hari terhadap individu seperti
penanganan kasus serangan jantung, stroke, kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas.
Sedangkan SPGDT Bencana adalah sistem penanggulangan gawat darurat terpadu
yang ditunjukan untuk mengatur pelaksanaan penanganan korban bencana. Perlu di
tekankan bahawa SPGDT ini harus harus terintegrasi dengan sistem penanggulangan
bencana didaerah setempat.
d. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah lembaga pemerintah non
departemen yang bertugas membantu presiden RI dalam mengkoordinasi perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu ; serta
melaksanakan penenaganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat,
dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan
darurat, dan pemulihan.
e. Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak PB) adalah suatu
lembaga non structural diprovinsi yang mempunyai tugas mengkoordinasi upaya
penanganan bencanan dan kedaruratan yang terjadi diwilayah provinsinya dengan
berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh BNPB.
f. Satuan Pelaksana Penanganan Bencana (Satlak PB) adalah suatu lembaga non
structural di kabupaten/kota yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
penenganan bencana dan kedaruratan didaerah kebupaten/kota dengan berpedoman
pada kebijakan yang ditetapkan oleh BNPB.
g. Pulic safety center (PSC) adalah pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan
masayarakat yang berhubungann dengan kegawatdaruratan, termasuk pelayanan
medis yang dapat dihubungi dalam waktu singkat dimanapun berada. PSC merupakan
ujung tombak pelayanan yang bertujuan untuk mendapatkan respon cepat terutama
pelayanan pra rumah sakit.
h. Brigade Siaga Bencana (BSB) adalah suatu satuan tugas kesehatan yang terdiri dari
petugas medis (dokter, perawat), peramedis, dan awan khusus yang memberikan
pelayanan kesehatan beberapa pencegahan maupun pertolongan bagi korban bencana.
5
i. Unit Gawat Darurat (UGD) adalah unit pelayanan dirumah sakit yang memberikan
pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara
terpadu dengan melibatkan berbagai multi disiplin.
Dalam sistem pelayanan pra rumah sakit dilakukan mementuk dan mendirikan PSC
(Pulbic Safety Center) yaitu unit kerja yang memebentuk pelayanan umum terutam
yang bersifat gawat darurat. Selain itu pelayanan pra rumah sakit dilakukan pula
dengan membentuk satuan khusus pelayanan penanganan bencana yang kemudian
dikenal dengan BSB (Brigade Siaga Bencana), pelayanan ambulan dan subsistem
komunikasi, pelayanan sehari0hari meliputi :
6
yang bertujuan untu mendapatkan respon cepat (quick response) terutama
pelayanan pra RS.
b) BSB (Brigade Siaga Bencana)
Adalah unit khusus yang disiapkan dalam penanganan kegiatan pra rumah sakit,
khususnya berhubungan dengan kegiatan pelayanan kesehatan dalam penanganan
bencana. Pengorganisasian dibentuk dijajaran kesehatan (Kemenkes, Dinkes, RS),
petugas medis (dokter dan perawat) dan petugas non medis (sanitarian, gizi,
farmasi, dll). Pembiayaan didapat dari instansi yang dirujuk dan simasukan dalam
anggaran rutin (APBN/APBD).
c) Pelayanan Ambulan
Adalah penyelenggaraan kegiatan pelayanan terpadu dalam suatu koordinasi
dengan memberdayakan ambulan milik puskesmas, milik klinik atau rumah
bersalin, RS maupun milik non institusi kesehatan seperti PT. Jasa Marga dan
polisi.
d) Komunikasi
Dalam kegiatan pelayanan kasus gawat darurat sehari-hari memerlukan sebuah
sub sistem komunikasi yang terdiri dari jaringan penyampaian informasi, jaringan
koordinasi, dan jaringan pelayanan gawat darurat sehingga seluruh kegiatan dapat
berlangsung dalam satu sistem terpadu.
e) Pembinaan
Dilakukan melalui berbagai jenis pelatihan untuk meningkatkan kemampuan
keterampilan bagi tenaga medis maupun orang awam khusus, pembinaan juga
dilakukan melalui upaya penyuluhan bagi masrayakat awam dll.
7
d) Melakukan rehabilitasi agar produktivitas korban pasca perawatan di rumah sakit
dan pulang kembali dapat setara seperti sebelum terima musibah atau bencana
e) Meberikanpendidikan kesehatan dan latih korban/penderita.
Hal - hal dibawah ini diperlukan untuk pelayanan medis di rumah sakit sesuai
kewenangan masing – masing :
a) Pada pelayanan di rumah sakit diperlukan sarana, prasarana, UGD, HCU, ICU,
kamar jenazah. Unit penunjang lain : radiologi, laboratorium, farmasi, gizi, ruang
rawat inap, dll.
b) Diperlokan “Hospital Disaster Plan”, (perencanaan dari suatu rumah sakit untuk
menghadapi kejadian bencana) baik perencanan untuk bencana yang terjadi dalam
rumah sakit menghadapi bencanan yang terjadi diluar rumah sakit (extra hospital
disaster plan).
c) Pelayanan di IGD, adalah pelayanan pertama bagi khusus gawat darurat yang
memerlukan organisasi yang baik, pembiayaan termasuk sumber pembiayaan,
SDM yang baik dan terlatih, mengikuti perkembangan teknologi pada pelayanan
medis.
d) BSB yang berada di rumah sakit adalah suatu tugas khusu terutama untuk
memberikan pelayanan medis pada saat kejadian bencana yang terjadi si rumah
sakit mapun di luar rumah sakit, juga pada kejadian lain yang menyebabkan
korban missal.
e) Pennjang diagnostik, dan penunjang dalam pengobatan terdiri dari berbagai
sarana dan prasarana yang merupakan pendukung dalam pelayanan gawat darurat
sehari-hari maupun dalam keadaan bencana.
f) Transportasi intra hospital, adalah kegiatan pendukung untuk pelayanan gawat
darurat yang perlu mendapat perhatian untuk memberikan pelayanan anata unit
pelayanan (UGD, HCU, ICU, kamar bedah) diperlkan prosedur, peralatan dan
SDM yang memiliki pengetahuan khusus.
g) Pelatihan, stimulasi dan koordinasi adalah kegiatan yang menjamin peningkatan
kemapuan SDM, kontinuitas dan peningkatan pelayanan medis.
8
c. Sistem Pelayanan Medik Antar Rumah Sakit
a) Jejaring rujuk dibuat berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam meberikan
pelayanan yang baik dari segi kuantitas kemampuan menerima pasien maupun
kualitas pelayanan yang dihubungkan dengan kemampuan SDM dan kesediaan
fasilitas medis maupun perkembangan teknologi.
b) Evakuasi adalah transportasi yang terutama ditunjukkan dari rumah sakit
lapangan menuju rumah sakit rujukan atau transportasi antar rumah sakit
dikarenakan adanya bencana yang terjadi pada satu rumah sakit dimana pasien
harus dievakuasi ke rumah sakit lain.
c) Sistem informasi manajemen, diperlukan suatu rumah sakit untuk menghadapi
kompleksitas permasalahan dalam pelayanan. Diperlukan pula dalam audit
pelayanan dan hubungannya dengan sistem penunjang termasuk sistem
manajemen keuanagan.
d) Koordinasi dalam pelayanan terutama pelayanan rujukan diperlukan pemberian
informasi keadaan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan sebelum pasien
ditrasportasikan ke rumah sakit rujukan.
Menurut (Khambali, 2017) terdapat 3 sub sistem dalam SPGDT, yaitu pra rumah
sakit (Pra-RS), rumah sakit (RS), dan antar rumah sakit (Antar-RS) :
1) Koordinasi jadi komando : efektif dan efisien bila dalam koordinasi dan
komando
9
2) Eskalasi dan mobilisasi sumber daya : SDM, fasilitas, sumber daya lain
3) Simulasi : diperlukan protap, juldek, juknis yang perlu diuji melalui simulasi
4) Pelaporan, monitoring, evaluasi : laporan dengan sistematik yang disepakati.
10
B. Pengkajian CAB
1. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemi adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock
didasarkan pada temuan kritis : hipotensi, takikardi, takipne, hipotermi, pucat, ektremitas
dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan
adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alas an yang cukup aman untuk
mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk
melakukan upaya menghentikan perdarahan. Penyebab lain yang mungkin membuthkan
perhatian segera adalah : tension pneumothorax, cardiac temponade, spinal shock dan
anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasikan melalui
paparan seacara langsung memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson, 2000).
Langkah – langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Control perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan :
Menentukan ada atau tidaknya nadi radial
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal atau cepat)
Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refiil)
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi.
2. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan
nafas. Seseorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafasnya terbuka.
11
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera
pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson, 2000).
Yang perlu diperhaikan dalam pengkajian airway pada psien anatara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas ?
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain :
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara nafas tidak normal.
Hipoksia
Penggunaan otot bantu pernafasan
Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran nafas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas maka pastikan jalan nafas pasien terbka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang beresiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
Chin lift /jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia )
Oropharyngeal airway / nasopharyngeal airway, laryngeal mask airway
Lakukan intubasi.
12
3. Pengkajian Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai maka
langkah-langkah yang harus diertimbangkan adalah : dekompresi dan drainase tension
penumothorax / haemothorax, dan ventilasi buatan (Wilkinson, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel : lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernafasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumothorax.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien ; kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan pksigenasi :
Pemberian terapi oksigen.
Bag-valve masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan.
Kaji adanya masalah pernafasan yang mengancam jiwa anatara lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpula
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat
darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkt rumah sakit dan rujukan antar rumah
sakit dengan pendekatan lintas program dan multisektoral yang menekankan respon cepat
dan tepat, berprinsip menyelamatkan nyawa dan menegah kecacatan. Dalam
kegawatdaruratan ada 3 hal yang penting yang wjib diperhatikan yaitu kecepatan waktu
pertama kali korban ditemukan, ketepatan dan akurasi pertolongan pertama yang diberikan
serta pertolongan dilakukan petugas kesehatan yang kompeten. Keberhasilan penanganan
SPGDT sangat ditentukan oleh semua anggota yang kompeten.
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawati, A. (2015). Modul 1 PPGD dan TEGANA Sistem Pelayanan Gawat Darurat
Terpadu
Setiawan, D. (2016). Manul Book Basic Trauma - Cardiac Life Support. Jakarta: SOS
Profesional.
Wilkinson, D. S. (2000). Primary Trauma Care Standard Edition. Oxford: Primary Trauma Care
Foundation. ISBN 0-95-39411-0-8.
15