Anda di halaman 1dari 11

NAMA : ALVINA PUTRI PRATAMA

NIM : 1804277041

KELAS : 2B FARMASI

RESUME ANTIHISTAMINIKA

A. HISTAMINE
Histamine (adalah suatu autocoid atau hormone local) adalah suatu amin nabati
(bioamin) dan merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin melalui
dekarboksilasi enzimatik. Asam amino ini masuk kedalam tubuh terutama melalui
daging (protein)yang kemudian di jaringan (di usus halus)diubah secara enzimatik
menjadi histamine (dekarboksilasi).
Meskipun didapat perbedaan diantara spesies, pada manusia histamine merupakan
mediator yang penting pada reaksi alergi tipe segera (immediate) dan reaksi inflamasi.
Selain itu, histamine memiliki peran penting dalam sekresi asam lambung, berfungsi
sebagai suatu neurotransmitter dan neuromodulator.
Hampir semua jaringan memiliki histamine dalam keadaan terikat dan inaktif,
terutama terdapat dalam ‘mast cells” (Inggris. mast = menimbun) yang penuh dengan
histamine dan zat-zat mediator lain. Mast-cells banyak ditemukan di bagian tubuh yang
bersentuhan dengan dunia luar, yaitu di kulit, mukosa mata, hidung, saluran nafas
(bronkhia, paru-paru), usus. Dalam keadaan bebas aktif juga terdapat dalam darah dan
otak. Di luar tubuh manusia histamine terdapat dalam bakteri, tanaman (bayam, tomat),
dan makanan (keju tua).
Histamin dapat dibebaskan dari mast-cells oleh bermacam-macam factor,
misalnya oleh suatu reaksi alergi (penggabungan antigen-antibody, Gambar 7.1.1) dari
zat-zat kimia dengan daya membebaskan histamine (histamine liberators), misalnya
racun ular/tawon, enzim proteolitis dan obat-obat tertentu (morfin dan kodein,
tubokurarin, klordiazepoksida), kecelakaan dengan cedera serius dan sinar uv dari
matahari.
1. Fungsi dan kegiatan histamine
Histamine memegang peran utama pada proses peradangan dan pada system daya
tahan. Mekanisme kerjannya berlangsung melalui tiga jenis reseptor, yaitu :
 reseptor-H, secara selektif di blok oleh antihistaminika (H1-blokers)
 reseptor-H2, oleh penghantar asam lambung (H2-blockers)
 reseptor-H3, memegang peranan pada regulasi tonus saraf simpatikus
2. Aktivitas terpenting histamine adalah :
a) Kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim;
b) Vasodilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah;
c) Memperbesar premeabilitas kapiler untuk cairan dan protein, dengan akibat
udema dan pengembangan mukosa;
d) Hipersekresi ingus dan air mata, ludah dahak dan asam lambung;
e) Stimulasi ujung saraf dengan eritema dan gatal – gatal.
B. REAKSI ALERGI
Reaksi alergi (Latyn, alergi = berlaku berlainan) atau dengan kata lain disebut hiper
sensitivitas pada 1906 dicetuskan oleh Von Pirquet yang menggambarkan reaktivitas
khusus dari tuan rumah (host) terhadap suatu unsur eksogen, yang timbul pada kontak ke
dua kali atau berikutnya. Reaksi hiper sensitivitas ini meliputi sejumlah peristiwa auto-
imun dan alergi serta merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas
dasar proses imunologi. Pada hakikatnya reaksi imun tersebut, walaupun bersifat
“merusak”, berfungsi melindungi organisme terhadap zat-zat asing yang menyerang
tubuh.
1. Penggolongan Reaksi Alergi
Reaksi alergi dapat digolongkan berdasarkan prinsip kerjanya dalam 4 tipe
hipersensitivitas, yaitu:
a) Tipe I
Gangguan alergi (reaksi segera, “immediate”) berdasarkan reaksi
allergenantibody (IgE), disebut juga alergi atopis atau reaksi anafilaksis, terutama
berlangsung di saluran napas (serangan polinosis, rhinitis, asma) dan di kulit
(eksim resam = dermatitis atopis) jarang di saluran cerna (alergi makanan) dan di
pembuluh darah (shock-anafilaksis). Mulai reaksinya cepat, dalam waktu 5-20
menit setelah terkena allergen. Gejalanya bertahan lebih kurang 1 jam.
b) Tipe II
Autoimunitas (reaksi sitolitis). Antigen yang terikat pada membrane sel bereaksi
dengan IgG atau IgM dalam darah, komplek IgG-antigen menyebabkan
komplemen aktif yang menyebabkan sel musnah (cytos = sel, lysis = melarut).
Reaksi terutama berlangsung di sirkulasi darah. Contohnya gangguan autoimun
akibat obat, misalnya anemia hemolitis (akibat penisilin), agranulositosis (akibat
sulfonamide), arthritis rheumatic, SLE (systemic lupus erythematodes) akibat
hidralazin atau prokainamida. Reaksi autoimun jenis ini umumnya sembuh dalam
waktu beberapa bulan setelah obat dihentikan. Timbulnya penyakit autoimun
adalah bila sistem imun tidak mengenali jaringan tubuhnya sendiri dan
menyerangnya. Gangguan ini bercirikan terdapatnya auto-antibodies atau sel-sel
T autorekatif dan lazimnya dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan organ spesifik
(anemia perniciosa, Addison’s disease) dan nonorgan spesifik (mis SLE, MS dan
rema).
c) Tipe III
Gangguan imun-kompleks (reaksi Arthus). Pada peristiwa ini, antigen dalam
sirkulasi bergabung terutama dengan IgG menjadi suatu imun kompleks, yang
diendapkan pada endotel pembuluh. Di tempat itu sebagai respons terjadi
peradangan, yang disebut penyakit serum yang bercirikan urticaria, demam, dan
nyeri otot serta sendi. Reaksinya dimulai 4-6 jam setelah terpapar dan lamanya 6-
12 hari. Obat-obat yang dapat menginduksi reaksi ini adalah sulfonamide,
penisilin, dan iodide. Imun kompleks dapat terjadi di jaringan yang menimbulkan
reaksi local (Arthus) atau dalam sirkulasi (gangguan sistemik).
d) Tipe IV (reaksi lambat, ‘delayed’)
Antigen terdiri dari suatu kompleks hapten + protein, yang bereaksi dengan T-
limfosit yang sudah disensitisasi. Limfokin tertentu (= sitokin dari limfosit)
dibebaskan, yang menarik makrofag dan netrofil sehingga terjadi reaksi
peradangan. Proses penarikan ini disebut kemotaksis. Mulai reaksinya sesudah
24-48 jam dan bertahan beberapa hari. Contohnya adalah reaksi tuberculin dan
dermatitis kontak.

Hanya tipe IV berdasarkan imunitas seluler. Tipe I-III berkaitan dengan


immunoglobulin dan imunitas humoral (Lat. humor = cairan tubuh). Tabel 7.1.1
meringkaskan penggolongan reaksi alergi.

Penggolongan reaksi alergi

tip Reaksi imunologik Antibody atau agen Contoh/penampilan


e
Reaksi segera (imunitas humoral)
I Anafilaktik/atopik/tipe regain IgE (reagin) Serangan polinosis,
rhinitis, asma, eksim
II sitotoksik IgG, IgM
III Pembentukan kompleks imun yang IgG, IgM Urtikaria/biduran,
disebut arthus demam, nyeri otot,
dan sendi
Reaksi Lambat (imunitas seluler)  setelah 24-48 jam, selama beberpa hari
IV Dermatitis kontak Limfosit yang Reaksi tuberkulin
disensibilasi

C. GANGGUAN ALERGI ATAS DASAR IgE


Gangguan alergi dan penyebabnya:
1. Alergi makanan: ikan, udang, kerang, daging babi, putih telur, dan susu sapi, zat-zat
tambahan.
2. Eksim, terdiri dari 2 jenis:
a) atopis (= dermatitis atopis, timbul pada individu yang berdasarkan keturunan
terdisposisi), misalnya alergi makanan, muncul pada bayi, lalu membaik dengan
bertambahnya usia, dapat muncul lagi pada usia dewasa dalam bentuk asma,
rhinitis atau alergi makanan. Contoh allergen: putih telur, kacang tanah, susu sapi.
Pengobatan: salep/krem mengandung Liquor Carbonis Detergens yang berkhasiat
antiradang dan anti gatal, kalau perlu digunakan krim kortikosteroid
(hidrokortison 1-2%, triamcinolone 0,05-0,1%.
b) kontak (alergi lambat): berdasarkan reaksi alergi lambat (Tipe IV) berkaitan
dengan pekerjaan, perhiasan atau benda yang digunakan perhiasan, zat kimia
(formaldehid, cat rambut, zat warna), obat (perubalsem, kloramfenikol), minyak
wangi dan zat pengawet dalam kosmetika. Penanganan: menghindari allergen
penyebab dan mengobati gejalanya dengan krem kortikosteroida.
3. Asthma bronchiale: peningkatan jumlah granulosit eosinofil dalam darah dan
ludahnya. Pernapasan dipersulit oleh penyempitan bronkhia akibat reaksi antigen-
IgE dan terlepasnya mediator dengan efek bronkhokontriksi, pembengkakan mukosa,
banyak dahak dan kejang-kejang. Lihat obat-obat asma.
4. Rhinitis alergika (demam merang = hay fever) adalah radang mukosa hidung yang
paling sering terjadi, sering kali disertai radang selaput ikat mata (conyunctivitis).
Gejalanya: selesma berat, banyak ingus dan air mata, bersin, hidung mampat, dan
gatal-gatal di sekitar mata dan hidung. Umumnya gejala bertahan lebih dari 4
Minggu atau sering kambuh. Terutama diderita pada 5-45 tahun da sesudahnya dapat
berkurang atau hilang dengan sendirinya. Penyebabnya: polen, debu rumah, tungau,
spora jamur, serpihan kulit binatang atau bahan makanan.

Pencegahannya:

a. Jauhkan alergen inhalasi.


b. Bersihkan rumah dari debu.
c. Ganti kasur kapuk dengan busa.
d. Cegah degranulasi mast-cells dg kromoglikat dan nedokromil.
e. Hiposensibilisasi (desensitisasi): suntikan s.k. alergen (ekstrak pollen, tungau,
debu rumah, serpihan kulit binatang dan racun tawon: dicapai dengan hasil baik)
dalam jumlah meningkat berguna mengurangi kepekaan pada allergen tertentu.
Mengurangi respons dari IGe dan mengalihkannya menjadi IgG.
f. Pengobatan dengan: Antihistaminika-H1, dekongestiva (mengurangi
pengembangan mukosa, adrenergika ksilometazolin dan oksimetazolin dalam
bentuk tetes hidung atau oral), kortikosteroida inhalasi.
D. ANTIHISTAMINIKA
Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamine (penghambatan saingan)
Terdapat 2 reseptor histamine, yaitu reseptor-H1 dan reseptor-H2. Perangsangan pada
reseptor histamine akan berefek:
1. Reseptor H1:
a) kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim.
b) vasodilatasi vaskular  penurunan TD dan peningkatan denyut jantung.
c) Peningkatan permeabilitas kapiler cairan dan protein berakibat udema.
d) hipersekresi ingus dan airmata, ludah, dan dahak .
e) stimulasi ujung saraf menyebabkan eritema dan gatal.
2. Reseptor H2: hipersekresi asam lambung
Berdasarkan itu maka antihistamin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu antagonis
reseptor-H1 (H1-blockers atau antihistamin) dan antagonis reseptor-H2 (H2-blockers
atau zat penghambat asam).
a) H1-blockers

H1-blockers (antihistaminika klasik) mengantagonis histamine dengan jalan


memblok reseptor-H1 di otot licin dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna,
kandung kemih, dan Rahim. Begitu pula melawan efek histain di kapiler dan
ujung saraf (gatal). Efeknya adalah simtomatis, antihistaminika tidak dapat
menghindarkan timbulnya alergi.

Antihistaminika dibagi menjadi 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP,


yaitu:

1) Obat generasi ke-1 yang berkhasiat sedative terhadap SSP dan kebanyakan
memiliki efek antikolinergis: prometazin, oksomemazin, tripelenamin,
klorfeniramin, difenhidramin, klemastin, siproheptadin, azelastin, sinarizin,
meklozin, hidroksizin, ketotifen, dan oksatomida.
2) Obat generasi ke-2: bersifat hidrofil dan sukar mencapai CCS (cairan cerebro
spinal) maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Plasma T1/2-nya
lebih panjang sehingga dosisnya cukup 1-2 kali sehari. Efek anti alerginya
selain berdaya antihistamin juga berdaya menghambat sintesis mediator
radang, seperti prostaglandin, leukotriene, dan kinin. Contoh obat generasi ke-
2: astemizol, terfenadin, fexofenadine, akrivastin, setirizin, loratidin,
levokabastin, dan emedastin.
b) H2-blockers (penghambat asam)
Obat-obat ini menghambat secara selektif sekresi asam-lambung yang meningkat
akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor H2 di lambung.
Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi
vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada
terap tukak lambungusus untuk mengurangi sekresi HCl dan pepsin juga sebagai
pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroid. Lagi pula sering kali
bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita
refluks. Penghambat asam yang banyak digunakan adalah: simetidin, ranitidine,
famotidine, nizatidin, dan roksatidin. Gambar 7.1.3 memperlihatkan
perangsangan reseptor H1 dan H2 histamin terhadap organ serta diperlihatkan
sifat hipnotik, antikolinergik, dan anti-emetiknya.

E. PENGGUNAAN

Lazimnya degan antihistaminika selalu dimaksudkan dengan H1-blockers. Selain bersifat


antihistamin, obat-obat ini juga berkhasiat antikolinergis, antiemetis, daya menekan SSP
(sedative), antiserotonin, dan local anestetik.

1. Asma: cegah degranulasi mast-cells: ketotifen dan oksatomida.


2. Urticaria  kerja antiserotonin + sedativ + anestetik lokal: alimemazin, azatadin,
dan oksatomida.
3. Stimulasi nafsu makan  antiserotonin: siproheptadin, pizotiven, azatadin, dan
oksatomida. Merupakan efek samping yang dimanfaatkan.
4. Sedativum  menekan SSP  menekan rangsang batuk: prometazin dan
difenhidramin.
5. Antiparkinson  daya antikolinergis: difenhidramin.
6. Mabuk jalan dan pusing  efek antiemetik dan antikolinergik: siklizin, meklizin,
dan dimenhidrinat.
7. Antivertigo: sinarizin (penghambat kanal kalsium).
8. Preparat kombinasi selesma: CTM.

F. EFEK SAMPING
1. Efek sedatif-hipnotis: prometazin dan difenhidramin kecuali generasi ke-2.
2. Interaksi obat ketokonazol dengan eritrosin (inductor enzim) menyebabkan kadar
ketokonazol meningkat mengakibatkan aritmia berbahaya.
3. Efek sentral lain: pusing, gelisah, letih-lesu, dan tremor, pada Over Dosis dapat
menyebabkan konvulsi dan koma.
4. Gangguan saluran cerna: mual, muntah, diare, anoreksia, dan sembelit atasi dengan
penggunaan sesudah makan (pc).
5. Efek antikolinergis: mulut kering, gangguan akomodasi, dan sal.cerna, retensi kemih,
hati-hati pada pasien glaukoma dan hipertrofi prostat.
6. Efek antiserotonin: nafsu makan dan Berat Badan meningkat. Dikontraindikasikan
dengan penderita obesitas.
7. Sensibilisasi: pada dosis tinggi, menyebabkan penurunan daya stabilisasi membrane,
memperlihatkan efek paradoksal (sebaliknya) berakibat merusak membran dan
menjadi bersifat histamin liberator.

Perhatian: AMAN bagi wanita hamil dan menyusui: sinarizin, hidroksizin, siklizin,
meklozin, ketotifen, mebhidrolin, dan siproheptadin. Masuk ke dalam ASI: terfenadin,
setirizin dan loratadin.
G. PENGGOLONGAN ANTIHISTAMIN

Menurut struktur kimia histamine yang mengandung etilamin maka rumus dasar
Antihistamin: R – X – C – C – N – (R1, R2)

Yang juga terdapat pada asetil kolin: CH3 – CO - O – C – C – N – (CH3)3


Epinefrin/katekolamin: 3,4-di-OH-fenil-CH(OH)-CH2-NHCH3. Tabel 7.1.2 dst
menunjukkan golongan berdasarkan rumus kimianya, keterangan khasiat dan-lain-lain
serta kadar/dosis dalam bentuk sediaannya.

Derivat Keterangan Dosis tunggal oral


(mg)
1. Etanolamin Antikolinergis dan sedative agak kuat + spasmolitis,
antiemetis,
Difenhidramin antivertigo, antiparkinson 25-50
b. Dimenhidrina Mabuk jalan dan muntah kehamilan 50-100
c. Klorfenoksamin Antiparkinson 20-40
d. karbinoksamin Hay-fever 4
2. Etilendiamin Sedativ lebih ringan
Antazolin Alergi pada mata dan selesma, kombinasi nafazolin 50-100
Tripelenamin Krim : alergi s.m., sengatan serangga 2%
Klemizol Salep/supp. Antiwasir
3. Propilamin Antihistamin kuat
Feniramin Meredakan batuk 25-50
Klorfeniramin Ker. 10x feniramin 4
Triprolidin Lama kerja 24 jam 10
4. Piperazin Long acting (LK >10 jam)
a. Antipruritus 10
homoklorsiklizin
b. oksatomida + antiserotonin, antileukotrien, stabilisasi mast-cells  30
asma dan hay-fever, stimulasi nafsu makan
c. hidroksizin + sedative, anxiolitis, spasmolitis, anti-emetis, 50
antikolinergis  urticaria dan gatal-2
d. setirizin hidrofil  urticaria dan rhinitis 10
5. Fenotiazin Khasiat neuroleptis. ES: hipotensi, fotosensibilisasi,
hipotermia, efek terhadap darah (leucopenia,
agranulositosis)
a. Prometazin Vertigo dan sedativum 25-50
b. oksomemazin Idem 10
c. fonazin Antiserotonin dan migraine 10
d. isotipendil Kerja lebih singkat dari prometazin 4-8
e. mequitazin Kerja lebih panjang dari prometazin 5
6. Trisiklis Antiserotonin kuat, untuk stimulasi nafsu makan
a. siproheptadin Pernah sebagai obat nafsu makan, sekarang hanya 4
sbg.antihistamin
b. azatadin Derivat long acting siproheptadin 1
c. ketotifen Tanpa efek antiserotonin, stabilisasi mast-cells sebagai 1-2
anti asma
d. loratadin Tanpa efek sedative dan antikolinergis, rhinitis alergis, 10
konyunctivitis alergis dan urticari
e. azelaztin Antihis, antileukotrien, antiserotonin, stabilisasi 2
mastcells  rhinitis alergi. T1/2 metab.aktif = 50 jam
7. Zat-2 non sedative
a. terfenadin 1997 ditarik d peredaran oleh FDA Rhinofed-DM
b. astemizol 1999 idem karena Interaksi Obat: eritromisin, Comaz Combi
klaritromisin, ketokonazol, itrakonazol  gangguan
ritme dan henti jantung
c. levocabastin antihistamin kuat non sentral, tetes mata dan spray 0,05%
hidung
Lain – lain
a. mebhidrolin Pruritus 50
b. dimetinden Pruritus 1-2
c. na-kromoglikat Stabilisasi membrane  profilaksis hayfever, antiasma 20 – inhal pulv
d. nedokromil kromoglikat untuk prevensi asma 4 - erosol

DAFTAR PUSTKA

Tan HT, Rahardja K. 2007. Obat-obat penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya.

Edisi ke-6. Jakarta: Elex Media Komputindo, 538-567.

Gunawan SG. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan

Terapeutik FKUI, 341-372.


Katzung BG. 1995. Farmakologi Dasar dan Klinik ed VI. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai