Anda di halaman 1dari 11

CONCEP MAP INTRANATAL CARE (INC) DENGAN

DIGNOSA PROLAPS TALI PUSAT SAAT KEHAMILAN

Disusun Oleh:

ADRIANTO ABDULLAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN INTRANATAL CARE (INC) DENGAN

DIAGNOSA PROLAPS TALI PUSAT PADA SAAT MELAIRKAN

A. KONSEP MEDIK
1. Pengertian
Tali pusat terkemuka (diketahui saat ketuban masih utuh) dan tali pusat
menumbung (ketuban sudah pecah)sama bahayanya dan mengancam kehidupan
janin. Keadaan ini perlu penanganan segera.
Prolaps tali pusat merupakan komplikasi yang jarang terjadi, kurang dari
1/200 kelahiran, tetapi dapat mengakibatkan tinggi nya kematian janin. Oleh
karena itu, diperlukan keputusan yang matang dan pengelolahan segera.
Prolaps tali pusat adalah Tali pusat berada di samping atau melewati bagian
terendah janin dalam jalan lahir sebelum ketuban pecah. (Mansjoer Arif,
2000,hal.308)
Prolaps Tali Pusat adalah Keadaan darurat yang mana keadaan tali pusat
dipindahkan diantara bagian yang disiapkan untuk janin dan tulang pelvis ibu.
( Maternal Invant Health, hal 68)
Prolaps tali pusat adalah kejadian dimana di samping atau melewati  bagian
terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Terhentinya aliran
darah yang melewati tali pusat dapat berakibat fatal karena terkait dengan
oksigenasi janin.

2. Etiologi
Faktor dasar yang merupakan faktor predisposisi prolaps tali pusat adalah
tidak terisi secara penuh pintu atas panggul dan serviks oleh bagian terendah
janin.
Faktor-faktor etiologi prolaps tali pusat meliputi beberapa faktoryang
sering berhubungan dengan ibu, janin,plasenta, tali pusat, dan iatrogenik.
Sering ditemukan pada kasus-kasus :

2
Prematuritas
Presentasi yang abnormal seperti letak lintang atau letak sungsang terutama
presentasi kaki
Polihidramnion sering dihubungkan dengan bagian terendah janin yang
tidak engage
Tumor dipanggul yang mengganggu masuknya bagian terendah janin
Tali pusat abnormal panjang>75
Plasenta letak rendah
Solusia plasenta
Ketuban pecah dini
Amniotomi
Posisi melintang
Letak sungsang
Kehamilan premature
Hidramnion
 Janin kembar
Janin terlalu kecil

3. Patofisiologi
Tekanan pada tali pusat oleh bagian terendah janin dan jalan lahir akan
mengurangi atau menghilangkan sirkulasi plasenta. Bila tidak dikoreksi,
komplikasi ini dapat mengakibatkan kematian janin.
Obstruksi yang lengkap dari tali pusat menyebabkan dengan segera
berkurangnya detak jantung janin(deselerasi variabel). Bila obstruksinya hilang
dengan cepat, detak jantung janin akan kembali normal. Akan tetapi, bila
obstruksinya menetap terjadilah deselerasi yang dilanjutkan dengan hipoksia
langsung terhadap miokard sehingga mengakibatkan deselerasi yang lama. Bila
dibiarkan, terjadi kematian janin.

3
Seandainya obstruksinya sebagian, akan menyebabkan akselerasi detak
jantung. Penutupan vena umbilikalis mendahului penutupan arteri yang
menghasilkan hipovolemi janin dan mengakibatkan akselerasi jantung janin.
Gangguan aliran darah yang lama melalui tali pusat menghasilkan
aksidosis respirator dan metabolik yang berat, berkurangnya oksigenanasi janin,
bradikardia yang menetap, dan akhirnya kematian janin. Prolaps tali pusat tidak
berpengaruh lagsung pada kehamilan atau jalannya persalinan.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis atau gejala klinis yang dapat timbul dari prolaps tali
pusat adalah :
1. Tali pusat kelihatan menonjol keluar dari vagiana.
2. Tali pusat dapat dirasakan/ diraba dengan tangan didalam bagian yang lebih
sempit dari vagina.
3. Keadaan jalan lahir yang berbahaya mungkin terjadi sebagai mana tali pusat
ditekan antara bagian presentase dan tulang panggul.
4. Bradikardia janin ( DJJ <100x/menit).
5. Hipoksia Janin.

5. Klasifikasi
Prolaps Tali pusat dapat dibedakan menjadi 5 derajat yaitu :
1. Tali pusat terkemuka, bila tali pusat berada dibawah bagian terendah janin dan
ketuban masih intak.
2. Tali pusat menumbung, bila tali pusat keluar melalui ketuban yang sudah
pecah, ke serviks dan turun ke vagina.
3. Prolaps Occult
Keadaan dimana tali pusat terletak diatas di dekat pelvis tetapi tidak dalam
jangkauan jari pada pemeriksaan vagina.
4. Tali Pusat mungkin fore lying

4
Adalah keadaan dimana tali pusat dapat diraba melalui arteum uteri, tetapi
berada didalam kantong ketuban yang utuh.
5. Tali pusat mungkin prolaps kedalam vagina atau bahkan diluar vagina setelah
ketuban pecah.  ( Kedaruratan obsterti & Ginekologi, hal 372)

6. Komplikasi
Pada presentasi kepala, prolapsus funikuli sangat berbahaya bagi janin,
karena setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin dengan
jalan lahir dengan akibat gangguan oksigensi janin. Pada tali pusat terdepan,
sebelum ketuban pecah, ancaman terhadap janin tidak seberapa besar, tetapi
setelah ketuban pecah bahaya kematian janin sangat besar. Myles melaporkan
hasil penelitiannya dalam perpustakaan dunia, bahwa angka kejadian berkisar
antara 9,3-0,6% persalinan.
Sedangkan pada ibu karena terjadi  prolapsus maka dilakukan seksio atau
persalinan normal yang dapat menimbulkan terjadinya trauma jaringan dan
leserasi pada vagina servik.

5
7. Penatalaksanaan
1. Tali pusat berdenyut
a. Jika tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup.
b. Beri oksigen 4-6 liter/ menit melalui masker atau nasal kanul
c. Posisi ibu Trendelenberg
d. Diagnosis tahapan persalinan melalui pemeriksaan dalam segera.
e. Jika ibu pada persalinan kala I :
a) Dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) masukan tangan
kedalam vagina dan bagian terendah janin segera didorong ke atas, sehingga
tahanan pada tali pusat dapat dikurangi.
b) Tangan yanglain menahan bagian terendah di supra bubis dan evaluasi
keberhasilan reposisi.
c) Jika bagian terbawah janin sudah terpegang dengan kuat diatas rongga
panggul, keluarkan tangan dari vagina, letakan tangan tetap diatas abdomen
sampai dilakukan sesio cesarea.
d) Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg IV secara berlahan untuk
mengurangi kontraksi rahim.
e) Segera lakukan seksio cesarea.
f. Jika ibu pada persalinan kala II :

a) Pada persentasi kepala, lakukan persalinan segera dengan ekstraksi vakum


atau ekstraksi cunam/forseps.
b) Jika persentase bokong/sungsang lakukan ekstraksi bokong atau kaki, dan
gunakan forseps pipa panjang untuk melahirkan kepala yang menyusul.
c) Jika letak lintang, siapkan segera seksio caesarea.
d) Siapkan segera resusitasi neonatus.
2. Tali pusat tidak berdenyut
Jika tali pusat tidak berdenyut berarti janin telah meninggal. Keadaan ini
sudah tidak merupakan tindakan darurat lagi, lahirkan bayi secara normal tanpa
mencederai ibu. Pergunakan waktu untuk memberikan konseling pada ibu dan

6
keluarganya tentang apa yang terjadi serta tindakan apa yang terjadi sera tindakan
apa yang akan dilakukan.Diharapkan persalinan dapat berlangsung spontan pervia.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah ke plasenta atau melalui tali
pusat (prolaps).
2. Ketakutan dan kecemasan b/d situasi, ancaman yang dirasakan oleh ibu atau janin.
3. Resiko infeksi b/d terpaparnya tali pusat dengan udara dingin.

C. PERENCANAAN
DX. 1: Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah ke plasentaatau melalui
tali pusat (prolaps).
Tujuan : Pertukaran gas pada janin efektif.
Kriteria hasil: Menunjukkan DJJ pada batas normal, memanifestasikan variabilitas
pada strip pemantau, bebas dari deselerasi lambat.
Intervensi :
1. Perhatikan maturasi janin berdasarkan riwayat ibu dan pengukuran uterus.
R/ : Usia gestasi janin, harus 36 minggu atau lebih untuk dilakukan induksi
persalinan.
2. Lakukan manuver Leupold dan pemeriksaan vaginal steril, perhatikan presentasi
dan posisi janin.
R/ : Menentukan kelainan pada letak janin apakah persentasi verteks, persentasi
bokong dan lain –lain.
3. Posisikan ibu telentang dengan bagian kepala ibu lebih rendah dari panggul ibu
yang dipotong dengan bantal.
R/ : Membantu mendapatkan strip pemantauan janin eksternal adekuat untuk
mengevaluasi pola kontraksi dan irama jantung janin.
4. Perhatikan pada ibu adanya faktor-faktor yang secara negatif mempengaruhhi
sirkulasi plasenta dan oksigenasi janin.

7
R/ : Penurunan volume sirkulasi atau vasospasme dalam plasenta menurunkan
ketersediaan oksigenuntuk janin.
5. Gunakan EFM (electric fetal monitoring) 15- 20 menit sebelum prosedur induksi.
R/ : Menentukan kesejahteraan janin dan memberikan pengkajian dasar DJJ dan
aktivitas uterus.
6. Lanjutkan pemantauan DJJ, perhatikan perubahan denyut deselerasi selama dan
setelah kontraksi.
R/ : Distres janin dapat terjadi karena hipoksia,mungkin dimanifestasikan dengan
penurunan viabilitas,daselerasi lambat,dan takikardi yang diikuti dengan
brakikadi.
7. Perhatikan adanya adanya deselerasi perubahan posisi ibu dari sisi ke sisi .
R/ : Komperesi tali pusat di antara jalan lahir dan bagian presentasi dapat
dihilangkan dengan perubahan posisi.
8. Perhatikan warna dan jumblah cairan aminon bila ketuban pecah.
R/ : Distres janin pada presentasi verteks dimanifesasikan dengan kandungan
mekonim yang mrupakan akibat dari respons vegal pada hipoksia.
9. Kaji reaksi DJJ terhadap kontraksi,perhatikan beradikardi atau deselerasi lambat.
R/ : Pengkajian yang tepat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
hipiksia.Rentang normal DJJ adalah 120 – 160 kali permenit.
10. Auskultasi jantung janin bila pecah ketuban.
R/ : Pada keadaan prolaps tali pusat dan tidak adanya dilatasi serviks
penuh,mungkin diperlukan kelahiran seksio caeserea.
11. Pantau respons janung janin untuk obat praopresi atau anestesi regional.
R/ : Narkotik biasanya menurunkan viabilitas DJJ dan memerlukan pemberian
naloksos (narcan) setelah melahirkan untukmemperbaiki depresi pernapasan
akibat narkotik.Hipontesi maternal pada respons terhadap anestesi secara umum
menyebabkan bradikardi janin sementara.

8
Kolaborasi:
12. Tinjau ulang hasil USG dan aminiosintesis,pelvimentri,dan rasio L/S.
R/ : Menentukan usia janin dan presentasi membantu mengidentfikasi
kebutuhan janin/neonatallain selama dan setelah kelahiran.
13. Bantu sesuai dengan kebutan dalam penggunaan elektroda janin internal.
R/ : Elektroda janin internal harus digunakan untuk observasi lebih
akurat,khususnya ada tanda-tanda disters janin dan mekonium.
14. Izinkan ibu berkemih sebelum pemberian oksitoksin dan sebelum penggunaan
elektroda janin.
R/ : Kandung kemih penuh dapat menganggu posisi janin dan penempatan
pemantau.
15. Bantu dokter dengan meninggikan verteks bila diperlukan.
R/ : Perubahan posisi dapat menghilangakan tekanan pada tali pusat.
16. Siapkan dokter dan perawat.Perawat intensif neonatal pada ruang melahirkan
untuk jadwal dan kelahiran secara darurat .
R/ : Bayi mungkin belum cukup bulan (preterm)atau dapat mengalami
perubahan respons karena kondisi dasar maternal atau perubahan proses
kelahiran memerlukan perawatan segera atau resistensi.

DX. 2: Ketakutan/ kecemasan b/d situasi atau ancaman yang dirasakan oleh ibu.
Intervensi:
1. Diskusikansituasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien dan pasangan.
R/ : Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi.
2. Pantau respon verbal dan non verbal klien/ pasangan.
R/ : Menandakan rasa cemas yang sedang dialami klien/ pasangan/ keluarga.
3. Libatkan klien dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan sebanyak
mungkin.
R/ : Menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi,
sehingga dapat menurunkan rasa cemas.
4. Dengarkan masalah klien secara aktif.

9
R/ : Memberikesempatan pada klien untuk menemukan solusi sendiri.
5. Jelaskan setiap prosedur arti dari setiap gejala.
R/ : Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa cemas dan meningkatkan
rasa kontrol terhadap situasi.
6. Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis dan beri kesempatan
klienuntuk mengajukan pertanyaan, serta jawab pertanyaan dengan jujur.
R/ : Pengetahuan akan membantu klien mengatasi apa yang sedang terjadi
dengan lebih efektif. Informasi tertulis memungkinkan klien untuk meninjau
ulang informasi karena akibat tingkat stres, klien tidak dapat mengasimilasi
informasi. Jawaban yang jujur dapat meningkatkan pemahaman dengan lebih
baik serta menurunkan rasa cemas.

DX. 3: Resiko infeksi b/d terpaparnya tali pusat dengan udara dingin.
Intervesi :
1. Lakukanpemeriksaan vagina awal.
R/ : Pengulangan pemeriksaan vagina berperan dalam infeksi saluran asendens.
2. Tekankan pentingnya mencuci tangan yang baik dan tepat.
R/ : Menurunkan resiko yang memerlukan/ menyebarkan agen.
3. Gunakan tekhnik aseptik selama pemeriksaan vagina. 
R/ : Membantu mencegah pertumbuhan bakteri, membatasi kontaminasi dari
pencapaian ke vagina.
4. Pantau dan gambarkan karakter cairan amniotik.
R/ : Pada infeksi, cairan amniotik menjadi lebih kental dan kuning pekat dan bau
dapat dideteksi.
5. Pantau suhu, nadi, pernapasan dan sel darah putih sesuai indikasi.
R/ : Dalam 1 jam setelah membran ruptur, insiden koriamnionitis meningkat
secara progresif sesuai waktu ditunjukan dengan peningkatan tanda- tanda vital
dan leukosit.

10
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin., Bari., A. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Nugroho., Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta:Nuha Medika
Prawirohardjo., Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

11

Anda mungkin juga menyukai