Fase pertama (masa klasik) merupakan fase awal lahirnya Islam hingga abad ke
5-H atau sekitar abad ke-11 M yang dikenal dengan fase dasar-dasar ekononomi Islam yang
di rintis oleh para fuqaha lalu di ikuti oleh para sufi dan para filosof muslim. Pemaparan
ekonomi para fuqaha dan ahli hadits pada masa ini mayoritas bersifat normatif dengan
wawasan positif ketika berbicara soal prilaku yang adil, kebijakan yang baik serta batasan-
batasan yang diperbolehkan dalam masalah dunia.
hanya pada segelintir orang Berkaitan hal tersebut Abu Yusuf mengambil
pernytaan Khalifah Umar ibn al-Khatab yang artinya:
“Pajak dibenarkan dan dipungut dengan cara yang adil dan sah dan digunakan
secara adil dan sah pula. Berkaitan dengan pajak yang dipungut, aku
menganggap diriku sebagai wali kekayaan seorang anak yatim. Masyarakat
memiliki hak untuk bertanya apakah saya menggunakan pajak yang terkumpul itu
dengan cara yang sah”.
b) Mekanisme Penentuan Harga
Abu Yusuf merupakan salah satu ulama klasik yang mulai konsen
menyinggung soal penentuan harga. Didalam pengamatanya ia memperhatikan
peningkatan dan penurunan produksi dalam hal kaitanya perubahan harga. Dalam
pengamatanya, pada masa Abu Yusuf ketika terjadi kelangkaan barang maka
harga cenderung akan tinggi sementara itu ketika saat barang melimpah maka
harga cenderung untuk turun/lebih rendah. Dapat dikatakan pada zaman Abu
Yusuf tentang hubungan antara harga dan kuantitas hanya memperhatikan kurva
demand. Fenomena yang umum inilah yang pada akhirnya dikritisi oleh Abu
Yusuf.
Dari pembahasan tentang pemikiran ekonomi Abu Yusuf diatas, maka
kita dapat mengambil kesimpulan tentang bagaimana kontruksi sistem
ekonomi Islam menurut Abu Yusuf. Adapun bangunan sistem ekonomi Islam
menurut Abu Yusuf adalah sebagai berikut:
1. Negara memiliki kewajiban untuk membangun infrastruktur yang memiliki
orientasi penunjang perekonomian masyarakat umum, seperti jembatan,
sungai, kanal dan fasilitas umum lainya.
2. Negara memiliki kewajiban untuk mengatur sumberdaya alam (sumber daya
milik umum) agar tidak diprivatisasi oleh segelintir orang dengan cara
memonopolinya atau praktik lain yang merugikan rakyat.
3. Negara harus mengatur dan mendistribusikan harta negara dengan cara bijak
dan merata dengan tujuan agar harta tidak beredar dikalangan orang
tertentu saja. Hal ini juga memberikan pengertian lain bahwa negara memiliki
kewajiban untuk menjaga agar tidak terjadi ketimpangan ekonomi di
masyarakat (meminimalisir terbentuknya kelas sosial).
4. Naik turunya harga bukan karena sedikit dan melimpahnya barang
dipasaran, namun ada faktor lain yang tida bisa dijelaskan.
5. Menolak pengendalian harga (tas’ir) oleh pemerintah, harga
ditentukan oleh kekuatan pasar.