Anda di halaman 1dari 64

KOMPOSISI HUTAN MANGROVE

SERTA POTENSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU


DI CLUNGUP MANGROVE CONSERVATION TIGA WARNA

SKRIPSI

Disusun Oleh
Yogie Fery Mahendra
201510320311054

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MALANG
2020
KOMPOSISI HUTAN MANGROVE
SERTA POTENSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU
DI CLUNGUP MANGROVE CONSERVATION TIGA WARNA

SKRIPSI

Diajukan kepada
Universitas Muhammadiyah Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam melaksanakan penelitian Skripsi

Oleh
YOGIE FERY MAHENDRA
201510320311054

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MALANG
2020

i
SKRIPSI

KOMPOSISI HUTAN MANGROVE


SERTA POTENSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU
DI CLUNGUP MANGROVE CONSERVATION TIGA WARNA

Oleh:
YOGIE FERY MAHENDRA
201510320311054

Telah disejutui dan pertahankan dihadapan Dewan Penguji


Pada tanggal 21 Maret 2020

Dewan Penguji
Penguji I Penguji II

Dr. Ir. Nugroho Triwaskitho, MP., IPU Nirmala Ayu Aryanti, S.Hut., M.Sc
NIDN: 0013126403 NIDN: 0708128802

Peguji III Peguji IV

Drs. Amir Syarifuddin, MP Galit Gatut Prakosa, S.Hut., M.Sc


NIDN: 0010045803 NIDN: 0717118907

Malang, 21 Maret 2020


Mengesahkan, Mengetahui / menyetujui
Dekan Ketua Jurusan

Dr. Ir. David Hermawan, MP., IPM Dr. Ir. Joko Triwanto, MP., IPU
NIDN: 0026056402 NIDN: 0709096001

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Yogie Fery Mahendra
NIM : 201510320311054
Jurusan : Kehutanan
Fakultas : Pertanian – Peternakan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul “Komposisi
Hutan Mangrove Serta Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu di Clungup Mangrove
Conservation Tiga Warna” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri yang
dan bukan merupakan pengambil-alihan tulisan atau pikiran orang lain, baik
sebagian ataupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan
apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapatkan sanksi.

Malang, 21 Maret 2020


Yang membuat pernyataan,

Yogie Fery Mahendra


NIM. 201510320311054

iii
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Yogie Fery Mahendra


dilahirkan pada tanggal 4 Agustus 1996 di Malang,
Jawa Timur, anak pertama dari dua bersaudara dari
Bapak Suyanto dan Ibu Widyastuti.
Penulis menyelesaikan pendidiikan Sekolah Dasar
di SDN 03 Sidorejo tahun 2009, Sekolah
Menengah Pertama di SMPN 1 Pagelaran tahun
2012, Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Turen
tahun 2015.
Pada tahun 2015, penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Pertenakan Universitas Muhammadiyah Malang.

iv
PRAKATA

Alhamdulillah atas rahmat Allah SWT, tidak lupa dipanjatkan sholawat


serta salam kepada junjunggan Nabi Muhammad SAW. Penulis dapat
menyelsaikn penulisan skripsi sebagai persyaratan untuk memperoleh
kesarjanaan setrata satu (S1) pada Jurusan Kehutanan, Falkultas Pertanian
Perternakan, Universitas Muhammadiyah Malang.
Penulisan skripsi ini terdiri dari BAB I pendahuluan yang terdapat sub-
sub bab diantaranya yaitu latar belakang, perumusan masalah, tujuan, dan
manfaat penelitian. BAB II tinjuan pustaka terkait dengan teori yang
mendukung penelitian ini, yang terdiri dari hutan mangrove, pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu, kondisi lingkungan pesisir, karakteristik mangrove, kondisi
mangrove, zonasi kawasan mangrove, dan analisis vegetasi mangrove. BAB III
metodologi yang meliputi waktu dan tempat, alat dan bahan, metode penelitian,
motode pengambilan sampel, dan analisis data. BAB IV hasil dan pembahasan
yang meliputi kondisi lingkungan penelitian dan potensi manfaat hasil
mangrove. BAB V kesimpulan dan saran membahas tentang komposisi hutan
mangrove serta potensi hasil hutan bukan kayu oleh masyarakat Clungup
Mangrove Conservtion Tiga Warna. Penulis penyadari masih banyak
kekurangan yang terdapat dalam pembuatan skripsi. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Malang, 21 Maret 2020

Penulis

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh


Puji syukur atas kehadiaeat Allah SWT, atas limpahan dan hidayahnya.
Tidak lupa penulis panjatkan sholawat serta dalam kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang dengan ridha Allah SWT, sehingga pada kesempatan
inimpenulis mampu menyelesaikan skripsi untuk diajukan sebagai salah satu
syarat untuk menempuh studi Strata 1 (S-1) di jurusan Kehutanan fakultas
Pertanian – Peternakan. Universitas Muhammadyah Malang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. David Hermawan, MP., IPM, sebagai dekan Fakultas
Pertanian – Peternakan yang telah memberikan ijin untuk melakukan
penelitian skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Joko Triwanto, MP., IPU sebagai Ketua Jurusan
Kehutanan yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian
skripsi.
3. Bapak Drs. Amir Syarifuddin, MP, sebagai dosen pembimbing Utama
yang telah banyak memberikan pengarahan terhadap penulisan skripsi.
4. Bapak Galit Gatut Prakosa, S.Hut., M.Sc sebagai dosen pembimbing
pendamping yang telah banyak memberikan arahan dalam menyususn
hasil penelitian skripsi.
5. Kedua orang tua, Bapak Suyanto dan Ibu Widyastuti yang tidak
hentinya memberikan kasih sayang yang tulus untuk saya, Doa serta
dorongan semangat demi kebahagian anaknya yang tanpa bosannya dan
yang telah bekerja keras untuk membiayai pendidikanku yang sangat
berarti ini.
6. Kepada Ketua Bhakti Alam Sendang Bapak Saptoyo yang sudah
memberikan ijin dan fasilitas dalam penelitian skripsi
7. Kepada adekku, Della Marchela yang terus memberikan semangat
untuk keberhasilanku dikala rasa capek mendera langkahku.

vi
8. Kepada Dini Anggita Sari yang sudah memberikan pengorbanan serta
dukungan yang luar biasa disaat melakukan penelitian hingga
penyusunan skripsi dan terima kasih untuk setiap kelembutan yang
kamu tunjukan padaku disaat aku mulai lelah dengan ini semua.
9. Kepada seluruh teman-teman yang sudah membantu saya dalam
melakukan penelitian dan terima kasih untuk dorongan semangat
kalian.
10. Bapak Is selaku pendamping lapang yang sudah membantu saya dalam
penelitian skripsi yang dilakukan di lapang.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda. Penulis


masih menyadari penulisan masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, untuk saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan penulis agar penulisan ini menjadi lebih baik dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIHAN TULISAN ........................................................ iii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................. vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
ABSTRAK............................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penlitian .................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1 Hutan Mangrove ..................................................................................... 6
2.2 Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu ................................................... 7
2.3 Kondisi Lingkungan Pesisir..................................................................... 8
2.4 Karakteristik Mangrove ........................................................................... 8
2.5 Kondisi Mangrove .................................................................................. 9
2.6 Zonasi Kawasan Mangrove ..................................................................... 9
2.7 Analisis Vegetasi Mangrove .................................................................. 10
BAB III METODELOGI KERJA .................................................................... 12
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................ 12
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 12
3.3 Metode Penelitian ................................................................................. 13
3.4 Metode Pengambilan Sampel ............................................................... 13
3.5 Analisis Data ......................................................................................... 14

viii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 16
4.1 Kondisi Lingkungan Penelitian ............................................................. 16
4.1.1 Kawasan Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna ............ 16
4.1.2 Komposisi Hutan Mangrove ........................................................ 17
4.2 Potensi Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Mangrove ........... 23
4.2.1 Hasil Hutan Bukan KayuYang Berpotensi .................................. 23
4.3 Kondisi Masyarakat Terhadap Potensi Hasil Mangrove ....................... 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 29
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 29
5.2 Saran ...................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 30
LAMPIRAN .......................................................................................................... 32

ix
DAFTAR TABEL

1. Nilai Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR),


Dominan Relatif (DR), dan Indek Nilai Penting (INP) Tingkat Pohon ......... 18
2. Nilai Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR),
Dominan Relatif (DR), dan Indek Nilai Penting (INP) Tingkat Tiang .......... 19
3. Nilai Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), dan
Indek Nilai Penting (INP) Tingkat Pancang .................................................. 20
4. Nilai Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), dan
Indek Nilai Penting (INP) Tingkat Semai ...................................................... 22

Lampiran
1. Perhitungan Kerapatan (K) dan Kerapatan Relatif (KR) Pohon .................... 33
2. Perhitungan Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR) Pohon...................... 33
3. Perhitungan Dominansi (D) dan Dominansi Relatif (DR) Pohon.................. 34
4. Perhitungan INP (Indeks Nilai Penting) Pohon ............................................. 34
5. Perhitungan Kerapatan (K) dan Kerapatan Relatif (KR) Tiang ..................... 35
6. Perhitungan Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR) Tiang........................ 35
7. Perhitungan Dominansi (D) dan Dominansi Relatif (DR) Tiang................... 36
8. Perhitungan INP (Indeks Nilai Penting) Tiang .............................................. 37
9. Perhitungan Kerapatan (K) dan Kerapatan Relatif (KR) Pancang................. 37
10. Perhitungan Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR) Pancang ................... 38
11. Perhitungan INP (Indeks Nilai Penting) Pancang .......................................... 38
12. Perhitungan Kerapatan (K) dan Kerapatan Relatif (KR) Semai .................... 39
13. Perhitungan Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR) Semai ....................... 39
14. Perhitungan INP (Indeks Nilai Penting) Semai.............................................. 40
15. Kuesioner Penelitian ...................................................................................... 41

x
DAFTAR GAMBAR

1. Lokasi Tempat Penelitian ............................................................................... 12


2. Petak Ukur ...................................................................................................... 14
3. Peta Titik Pengamatan.................................................................................... 17
4. Pohon B gymnorizha L. .................................................................................. 24
5. Buah B gymnorizha L. ................................................................................... 25
6. Olahan B gymnorizha L. ................................................................................ 25
7. Grafik Pengunjung Tiga Tahun Terakhir ....................................................... 26
8. Grafik Data Pekerjaan .................................................................................... 28

Lampiran
1. Grafik Pengunjung 2016 ................................................................................ 43
2. Grafik Pengunjung 2017 ................................................................................ 43
3. Grafik Pengunjung 2018 ................................................................................ 44
4. Kondisi Salah Satu Pantai di Clungup Mangrove Conservation Tiga
Warna ............................................................................................................. 44
5. Cheklist Pengunjung di Loket ........................................................................ 45
6. Perjalanan Pengujung ke Tiga Warna ............................................................ 45
7. Pembuatan Petak ............................................................................................ 46
8. Pengukuran Diameter ..................................................................................... 46
9. Pengukuran Diameter ..................................................................................... 47
10. Mengidentifikasi jenis Mangrove................................................................... 47
11. Kegiatan Analisis Vegetasi ............................................................................ 48
12. Kondisi Mangrove .......................................................................................... 48
13. Menganalisis Data .......................................................................................... 49
14. Kegiatan Setelah Pengambilan Data .............................................................. 49
15. Pengisian Kuesioner ....................................................................................... 50
16. Pengisian Kuesioner ....................................................................................... 50
17. Kunjungan Dosen Pembimbing ..................................................................... 51

xi
ABSTRAKS
YOGIE FERY MAHENDRA (201510320311054) Komposisi Hutan
Mangrove Serta Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu Mangrove di Clungup
Mangrove Conservation Tiga Warna di Bawah Bimbingan Drs. Amir
Syarifuddin, MP Dan Galit Gatut Prakosa, S.Hut., M.Sc.

Hutan mangrove merupakan suatu komunitas tumbuhan yang hidup


dipesisir pantai, hutan mangrove tumbuh khususnya di tempat-tempat yang
terjadi mengalami pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki potensi
yang sangat besar terutama dari segi hasil hutan bukan kayu berupa hasil
mangrove, ekowisata, dan benthos atau nekton. Namun untuk saat ini
masyarakat banyak yang kurang menyadari bahwa hasil terbut dapat di
maksimalkan sebagai upaya peningkatan nilai ekonomi khususnya daerah
peisir Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna. Komposisi hutan
mangrove yang diketahui terdiri dari 6 jenis yang ditemukan dalam kegiatan
penelitian yang dilakukan antara lain Cerops tagal P.C.B, Sonneratia alba
Smith, Rhizopora apiculata BI. Rhizopora mucronata Lam, Lumitsera
racemosa W dan Bruguiera gymnorizha L yang menggunakan metode random
sampling yang berjumlah 18 plot. Dari semua jenis yang diketahui terdapat
jenis yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan ataupun bahan obat-
obatan seperti jenis S. alba Smith, R. apiculata BI, R. mucronata Lam dan B.
gymnorizha L.

Kata kunci : Hutan Mangrove, Pemanfaatan Mangrove

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan Indonesia saat ini mengalami ancaman yang sangat mengkhawatirkan
khususnya hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan suatu komunitas
tumbuhan yang hidup di pesisir pantai, hutan mangrove tumbuh khususnya di
tempat-tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik, baik di
teluk-teluk yang terlindungi dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara
sungai di mana air melambat dan menghadapkan lumpur yang dibawahnya dari
hulu. Mangrove biasa juga disebut jenis pohon-pohon atau semak belukar yang
tumbuh diantara pasang surut air laut, (MacNae,1968). Selain itu menurut
(Nybakken,1988), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan
untuk tumbuh dalam perairan asin.
Ekosistem mangrove di Indonesia saat ini kondisinya sangat mengkhawatirkan
akibat tekanan pertambahan penduduk yang sangat pesat. Jumlah penduduk yang
terus bertambah membutuhkan lahan untuk pemukiman dan mencari nafkah.
Mangrove sebagai ekosistem pesisir dan dekat dengan pusat-pusat pemukiman
penduduk sangat rawan ancaman dan tekanan, sehingga kelestariannya sangat
rentan terhadap perubahan lingkungan (Heriyanto, dkk, 2011). Rusaknya
ekosistem pantai dapat menimbulakan berbagai permasalahan terutama berkaitan
dengan abrasi pantai, perubahan iklim mikro dan turunnya nilai prouktivitas
hayati di perairan pesisir pantai sangat memprihatinkan. Bahkan dikhawatirkan
2.000 pulau di indonesia akan tenggelam pada tahun 2030, bagi kehidupan satwa
liar sebagai tempat perkembangbiakan seperti ikan, udang, kepiting dan
ekowisata, maka Seiring dengan perubahan iklim global dan rusaknya ekosistem
pesisir pantai banyak cara yang di lakukan untuk menarik simpatik masyarakat
dalam hal penanganan dan pemeliharaan hutan mangrove karena buah mangove
jenis Sonneratia caseolaris L dapat di olah menjadi makanan dan minuman serta

1
dodol, sirup, dan jenis makanan lezat lainnya. Pemanfaatan buah mangrove
menjadi aneka resep makanan dan minuman tentunya adalah hal yang sangat
menggembirakan. Adanya sedikit kreasi dan inovasi, mangrove yang dulunya
dikatakan sampah dan tidak memiliki nilai ekonomi, kini bisa di pandang sebagai
tumbuhan yang memiliki nilai jual tinggi. Manfaatnya dapat dibagi menjadi
manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung adalah manfaat
yang langsung dapat dirasakan oleh manusia seperti hasil hutan kayu maupun non
kayu. Manfaat secara tidak langsung adalah manfaat yang yang tidak dirasakan
langsung oleh manusia, meskipun manfaat sesungguhnya mempunyai nilai
strategis yang menentukan dalam penunjangan kebutuhan manusia. (Hilmanto,
2012).
Salah satu daerah di Indonesia yang di tumbuhi mangrove adalah Kabupaten
Malang. Kabupaten Malang merupakan daerah yang terletak di Provinsi Jawa
Timur. Kabupaten Malang menjadi kabupaten terluas kedua di Jawa Timur
setelah Kabupaten Banyuwangi dan merupakan kabupaten dengan populasi
terbesar di Jawa Timur. Kabupaten Malang memiliki kordinat 112o 17' sampai
112o 57 Bujur Timur dan 7o 44' sampai 8o 26' Lintang Selatan. Kabupaten Malang
juga merupakan kabupaten terluas ketiga di Pulau Jawa setelah Kabupaten
Banyuwangi dan Kabupaten Sukabumi, Ibukota Kabupaten Malang adalah
Kepanjen. Kabupaten Malang memiliki potensi wisata yang sangat luar biasa
dimana Kabupaten Malang terletak diantara daerah pegunungan dan lautan yang
sangat indah dan menjadikan Kabupaten Malang menjadi tujuan wisata terbesar di
Jawa Timur, dengan kondisi seperti ini tentunya juga sangat menghawatirkan
terhadap ekosistem alam yang dimiliki, banyak kegiatan yang dilakukan oleh
lembaga masyarakat yang bertujuan untuk mengatasinya. Kabupaten Malang
beruntung dengan adanya kelompok masyarakat peduli lingkungan yang di
namakan “Bhakti Alam Sendang Biru” khususnya di Pantai Clungup yang di
jadikan sebagai hutan mangrove yang bertujuan untuk melindungi erosi pantai dan
satwa laut di sekitar.
Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna terletak di Kecamatan
Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang yang menjadi tujuan ekowisata yang

2
sedang banyak di perbincangkan karena keindahan alamnya. Ekowisata ini
dikelola oleh kelompok masyarakat yang dikoordinasi oleh Bapak Saptoyo yang
dinamakan “Bhakti Alam Sendang Biru” kelompok ini sangat berpengaruh
terhadap perkembangan atau menjaga kelestarian alam yang berada di Clungup
Mangrove Conservation. Kelompok ini mengawali gerakan di mulai pada tahun
2004 yang berawal dari paceklik atau susahnya mencari ikan yang dilakukan oleh
masyarakat, pada tahun 2005 Pak Saptoyo beserta teman-teman melakukan
penanaman pertama Mangrove, pada tahun tersebut juga sebenarnya juga sudah
ada POKMASWAS dan pada 2011 Pak Saptoyo dibujuk oleh kepala desa untuk
menghadiri seminar pelatihan fungsi POKMASWAS bersama ketua nelayan H.
Umar Hasan. Pada tahun 2012 dengan tidak berjalannya fungsi kelompok tersebut
dilakukan pergantian pengurus yang didasari oleh mundurnya ketua Pak Praminto
dan tidak adanya yang bersedia dari masyarakat untuk menggantikan Pak
Praminto sehingga Pak Saptoyo mengajukan diri sebagai ketua, pada tahun
tersebut juga dilakukan pemetaan identifikasi kerusakan mangrove. Dari kegiatan
tersebut kemudian dilakukan penanaman mangrove, dengan berjalannya waktu
adanya kegiatan mahasiswa dari FPIK UB untuk pertama kalinya yang
didampingi langsung oleh POKMASWAS dari situ juga diketahui bahwa
memiliki potensi air di pantai Tiga Warna. Pada tahun 2013 penanaman mangrove
semakin digalakkan di pantai clungup, dengan berkembangnya kegiatan tersebut
mengalami perluasan sektor yakni Mangrove dan Terumbu Karang. Pada tahun
2014 dibentuknya lembaga baru dengan nama Bhakti Alam Sendang Biru, dari
situlah Lembaga Bhakti Alam Sendang Biru terbentuk. Namun pada tahun 2015
Pak Saptoyo, Lia Putrinda dan Ferik Antyo Agus Wibowo harus berurusan
dengan Polres Malang, penangkapan tersebut didasari oleh tuduhan Korupsi dan
masuk area tanpa izin. Dari penangkapan tersebut menjadi kegelisahan
masyarakat yang tergabung dalam kelompok Bhakti Alam Sendang Biru, namun
dari kejadihan tersebut tekad untuk menjaga kelestarian Alam yang dilakukan
oleh Pak Saptoyo dkk tidak menyerah. Tahun 2015 tersebut juga diakui oleh
berbagai pihak dalam prestasi yang telah diraih dalam menjaga kelestarian alam.
Ekowisata Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna pada tanggal 12

3
Desember 2015 mendapatkan juara satu kompetisi tingkat nasional Adi Bakti
Mina Bahari 2015 kementrian kelautan dan perikanan bidang kelautan, pesisir,
pulau-pulau kecil kategori Pengembangan Kawasan Pesisir Tangguh (Pamuji,
2015).
Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna saat ini mengelola kawasan
seluas 71 hektar kawasan Mangrove, 96,24 hektar hutan pantai dan 10 hektar
marine protected area Terumbu Karang. Keberapaan hutan mangrove di Clungup
memiliki dampak yang sangat diharapakan masyarkat guna meningkatkan
ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, Seiring bertambahnya zaman mangrove
memiliki manfaat yang sangat berpotensi untuk meningkatkan beberapa aspek
Ekonomi,Sosial dan Budaya yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
hutan mangrove di Clungup Mangrove Conservation Tiga warna guna menunjang
kebutuhan masyarakat dengan kegiatan pemanfaatan mangrove berupa kayu atau
non kayu untuk menghasilakan produk yang bernilai tinggi.
Kesadaran masyarakat yang masih kurang dalam pemanfaatan Mangrove
dikarenakan masih dalam tahap awal dalam pengelolaan mangrove. Faktor lain
kurangnya pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan mangrove. Maka dalam
beberapa faktor tersebut perlu di lakukan pengembangan yang bertujuan untuk
menjaga kelestarian serta meningkatkan perekonomian masyarakat.
Berdasarkan latar belakang penulis diatas penulis bertujuan melalukan
penelitian tentang analisis pemanfaatan mangrove di Clungup Mangrove
Conservation Tiga Warna di Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten
Malang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan yang ada di latar belakang maka yang akan dikaji dalam
kegiatan penelitian ini yaitu:
a. Bagaimana kondisi komposisi kawasan hutan mangrove di Clungup
Mangrove Conservation Tiga Warna?
b. Bagaimana potensi hasil hutan bukan kayu mangrove oleh masyarakat di
Conservation Tiga Warna?

4
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam kegiatan penelitian ini antara lain:
a. Untuk mengetahui komposisi hutan mangrove di Clungup Mangrove
Conservation Tiga Warna.
b. Untuk mengidentifikasi potensi hasil hutan bukan kayu mangrove di kawasan
Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Ilmiah

Manfaat yang diperoleh diharapkan dapat menambah wawasan serta


pengetahuan yang daat dijadikan perbandingan dalam kegiatan penelitian
yang sesudah dilakukan ataupun sebelum dilakukan.

b. Manfaat Praktis

a) Bagi Masyarakat

Manfaat bagi masyarakat diharapkan menjadi tambahan informasi guna


mengatur strategi untuk mengembangkan Clungup Mangrove
Conservation Tiga Warna.

b) Bagi Pengelola

Manfaat bagi pengelola diharapkan menjadi informasi atau menambah


wawasan untuk perbandingan dalam pengelolaan sehingga dapat
menentukan dalam strategi pengembangan sehingga dapat meningkatkan
pengelolaan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove


Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang
garis pantai tropis hingga sub-tropis yang memiliki fungsi luar biasa pada
lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan
reaksi tanah anaerob. Secara ringkas hutan mangrove didefenisikan sebagai suatu
tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang
terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan
pada saat surut (Santono, dkk, 2005)
Hutan Mangrove merupakan suatu ekosistem perpaduan dari ekosistem lautan
dan ekosistem daratan. Hutan mangrove berkembang terutama di daerah tropika
dan sub tropika yaitu pada tanah-tanah yang landai, muara sungai dan teluk
terlindung dari hampasan gelombang air laut (Harahab, 2010). Tumbuhan
mangrove memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan
yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta
kondisi tanah yang tidak stabil. Dengan kondisi lingkungan seperti itu, beberapa
jenis mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan secara aktif
mengeluarkan garam dari jaringan, sementara lainnya mengembangkan sistem
akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi sistem perakarannya.
Beberapa jenis mangrove berkembang dengan buah yang sudah berkecambah
sewaktu masih di pohon induknya (vivipar), seperti Kandelia, Bruguiera, Ceriops
dan Rhizophora.
Ekosistem Mangrove selain mempunyai fungsi ekologis yang dijelaskan di
atas, juga mempunyai potensi dan manfaat ekonomi yang sangat besar. Ekosistem
mangrove memberi kontribusi secara nyata bagi peningkatan pendapatan
masyarakat, devisa untuk daerah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi) dan negara. Produk yang diperoleh dari dari ekosistem mangrove berupa
bahan makanan, bahan bangunan dan bahan kebutuhan sehari-hari lainnya.

6
Hutan mangrove merupakan ekosistem diwilayah yang memiliki peranan
sangat penting untuk mendukung produktivitas perikanan, tempat pembesaran
bagi seluruh jenis biota laut. Disisi lain juga sebagai penahan erosi pantai,
pencegah atau pengendali banjir dan pencegah intrusi air laut ke daratan
merupakan perlindungan pantai secara alami mengurangi resiko bahaya tsunami
dan merupakan habitat dari beberapa jenis satwa liar (reptil, mamalia, burung dan
amphibia) (Othman, 1994).

2.2 Manfaat Hutan Mangrove dan Hasil Hutan Bukan Kayu


Mangrove merupakan asosiasi tumbuhan yang dapat tumbuh di lingkungan
yang ekstrim dengan dipengaruhi pasang surut. Ekosistem hutan mangrove cukup
produktif dalam mendukung kehidupan melalui rantai makanan yang dimulai
melalui vegetasinya. Hutan mangrove dapat dimanfaatkan organisme lainnya
seperti kepiting sehingga nutrisi hasil mangrove dimanfatkan sebagai makanan
bagi biota (Nontji, 1987)
Manfaat hutan dalam kelompok fungsi sosial-budaya adalah barang dan jasa
yang dapat dihasilkan oleh hutan yang dapat memenuhi kepentingan umum,
terutama bagi masyarakat di sekitar hutan untuk berbagai kepentingan dalam
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Termasuk ke dalam kelompok ini, misalnya
penyediaan lapangan pekerjaan, penyediaan lahan untuk bercocok tanam,
penyediaan kayu bakar, serta berbagai fungsi yang diperlukan dalam rangka
melaksanakan pendidikan, penelitian,serta untuk kegiatan budaya dan keagamaan
(Suhendang, 2002).
Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dapat membantu masyarakat
mendapatkan sumber mata pencaharian yang lebih beragam tanpa merusak hutan.
Menurut (Irawanti dan Ekawati ,2012) bahwa “dengan menanam berbagai jenis
tanaman buah-buahan dan tanaman perkebunan, petani dapat memenuhi seluruh
kebutuhan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Namun
kecukupannya sangat dipengaruhi oleh luasan lahannya. Jangka waktu panen
HHBK yang lebih singkat sangat besar peranannya dalam mempertahankan
eksistensi hutan karena petani tetap mempunyai sumber pendapatan dari lahan

7
hutan. Selain itu, juga dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat lokal,
bahwa pemanfaatan hutan tidak hanya dari kayunya saja, melainkan dengan
pemanfaatan buah-buahan seperti durian, mangga, alpukat, serta hasil hutan
lainnya seperti karet, atau rotan dan lain sebagainya (Irawanti, dkk, 2012).

2.3 Kondisi Lingkungan Pesisir


Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah daratan yang berbatasan
dengan laut, batas di daratan meliputi daerah–daerah yang tergenang air maupun
yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti
pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah-
daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi
dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen, 2001)
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat padat penduduknya, jumlah
penduduk yang hidup di wilayah pesisir 50–70% dari jumlah penduduk dunia. Di
Indonesia sendiri 60% penduduknya hidup di wilayah pesisir, peningkatan jumlah
penduduk yang hidup di wilayah pesisir memberikan dampak tekanan terhadap
sumberdaya alam pesisir seperti degradasi pesisir, hutan mangrove, terumbu
karang, pembuangan limbah ke laut, sedimentasi sungai-sungai, erosi pantai,
abrasi dan sebagainya (Rais, 2000).

2.4 Komposisi dan Karakteristik Mangrove


Menurut Soerianegara (1987), mengatakan bahwa komposisi jenis dapat
dibedakan antara populasi satu dengan komunitas lainya. Interaksi dalam satu
komunitas tersermin dari komposisi vegetasi dan karakteristik vegetasi. Sebagian
besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur terutama di
daerah dimana lumpur terakumulasi. Di indonesia, substrat berlumpur ini sangat
baik untuk tegakan Rhizopora mucronata yang memiliki nama lokal bakau dengan
tinggi yang mencapai 25 m dan Avicennia marina. Avicennia merupakan marga
yang memiliki kemampuan toleransi terhadap kisaran salinitas yang luas
dibandingkan jenis lainnya.

8
Menurut MacNae (1966;1968) dalam Rusila et.al., (2006) menyatakan bahwa
Avicennia mampu tumbuh dengan baik pada salinitas yang mendekati tawar
sampai dengan 90%. Contoh spesies dari genus Avicennia diantaranya Avicennia
officinalis, Avicennia alba, Avicennia lanata, Avicenia marina. Selain itu
beberapa jenis mangrove asosiasi seperti Hibiscus tiliaceus, Excoecaria agallocha
juga banyak ditemukan di Indonesia (Kitamura et al., 1997).

2.5 Kondisi Mangrove


Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia. Luas hutan mangrove di
seluruh Indonesia diperkirakan berkisar 4,25 juta hektar atau 3,98% dari seluruh
luas hutan Indonesia. Namun luas tersebut terus mengalami penurunan karena
konversi. Antara tahun 1969 sampai 1980 sekitar 1 juta hektar hutan mangrove
telah dirusak. Saat ini luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan tersisa 1,2
juta Ha. Konversi untuk pertambakan dan pemukiman serta pengambilan kayu
secara berlebihan akan terus mengurangi luas hutan mangrove yang ada di
Indonesia (Ghufran, dkk, 2012).
Kondisi ekosistem mangrove di Indonesia pada saat ini sangat
mengkhawatirkan, di akibatkan adanya tekanan pertambahan penduduk yang
sangat pesat. Jumlah penduduk yang terus bertambah membutuhkan lahan untuk
pemukiman dan mencari nafkah. Mangrove sebagai ekosistem pesisir dan dekat
dengan pusat-pusat pemukiman penduduk sangat rawan ancaman dan tekanan,
sehingga kelestariannya sangat rentan terhadap perubahan lingkungan
(Tomlinson, 1986).

2.6 Zonasi Kawasan Mangrove


Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia menurut Bengeng (2002)
dalam Fachrul (2007), sebagai berikut :
1. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh avicennia sp. Pada zona ini biasa berasosiasi dengan sonneratia
sp yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

9
2. Lebih kearah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizopora sp.
Pada zona ini juga dijumpai Bruguiera sp dan Xlocarpus sp.
3. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp.
4. Zona transial antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa
ditumbuhi nipah (Nypha fructicans L) dan beberapa spesies palem lainnya.
Zonasi merupakan kumpulan vegetasi yang berdekatan dengan mempunyai
sifat atau tidak sama sekali pada jenis yang sama.walaupun tumbuh pada
lingkungan yang sama dimana dapat terjadi perubahan lingkungan yang
mengakibatkan perubahan nyata diantara kumpulan vegetasi. Perubahan vegetasi
tersebut dapat terjadi pada batas yang jelas atau tidak jelas (Anwar, dkk, 1984)
Bengen (2002) menyatkan bahwa hutan mangrove membentuk zonasi ke arah
darat. Di indonesia sendiri memiliki salah satu tipe zonasi yang diketahui terdiri
dari Avicennia spp pada area paling luar dengan tipe substrat berpasir dan
biasanya berasosiasi dengan Sonneratia spp. Dengan zona berikutnya yaitu
Rhizopora spp, Bruguiera spp dan pada zona transisi darat dan laut banyak
ditumbuhi oleh N fruticans L.

2.7 Analisis Vegetasi Mangrove


Beberapa dalam kegiatan analisis yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam
menentukan vegetasi adalah kerapatan, frekuensi, dominansi dan indek nilai
penting. Kerapatan jenis mangrove merupakan ukuran untuk menduga kepadatan
jenis pada suatu komunitas. Kerapatan jenis pada suatu daerah menggambarkan
potensi tumbuhan mangrove. Supardjo (2007) dalam Usman (2013) menyatakan
bahwa tinggi atau rendahnya kerapatan disebabkan oleh berbagai faktor salah
satunya matahariyang dibutuhkan untuk berfotosintesis, selain itu kerapatan jenis
juga dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang toleran dengan kondisi lingkungan.
Kerapatan padat lebih dari 1.500 ind/Ha (Usman. 2013)
Sultan (2001) dalam Usman (2013) bahwa frekuensi suatu jenis memnunjukan
penyebaran suatu jenis dalam satu area.penyebaran yang kecil memiliki frekuensi
yang kecil sedangkan penyebaran yang tinggi atau luas akan memiliki nilai
frekuensi yang tinggi. Sedangkan frekuensi relatif merupakan pengukuran plot

10
yang dikaji, nilai dari frekuensi relatif menunjukan keseringan ditemukannya
dalam suatu kawasan. Tinggi atau rendahnya nilai frekuensi relatif disebabkan
oleh terjadinya kompetetif yang tidak seimbang (Bengen, 2000).
Dominasi suatu jenis merupakan istilah yang digunakan untuk mengetahui
jenis tingkat pohon dalam bersain dengan tumbuhan lainnya. Hal ini berkaitan
dengan diameter suatu pohon dimana semakin besar diameter maka semakin besar
nilai dominansinya. Sementara tinnginya dominansi relatif menunjukan bahwa
suatu kawasan memiliki kekayaan jenis yang rendah (Usman, 2013)
Indeks Nilai Penting (INP) menurut Fachrul (2007) dalam Usman (2013)
mengatakan bahwa INP merupakan indeks yang memberikan suatu gambaran
mengenai pentingnya peranana atau pengaruh pada suatu vegetasi dalam satu
lokasi. Indeks Nilai penting digunakan untuk menentukan dominansi jensi
tumbuhan terhadap tumbuhan lainnya. INP merupakan data yang di hasilkan dari
nilai frekuensi,kerapatan,dominansi dan tidak dapat menggambarkan secara
menyeluruh maka untuk menentukan nilai pentingnya memiliki kaitan struktur
komunitas yang dihitung dari jumlah seluruh nilai FR, KR, dan DR. Kisaran INP
pada pohon yakni 0-300% sedangkan INP semai 0-200%.

11
BAB III

METODOLOGI KERJA

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 sampai Desember 2019.
Penelitian ini dilaksanakan di Clungup Mangrove Concervation Tiga Warna
Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.

Gambar 1. Lokasi Tempat Penelitian

3.2 Alat dan Bahan


Berdasarkan kegiatan analisis ini menggunakan alat berupa kamera,
quisioner, alat tulis, gps, tali yang sudah disiapkan, sedangkan untuk bahan yang
digunakan dalam kegiatan ini berupa obyek kawasan hutan mangrove di Clungup
Mangrove Conservation Tiga Warna Kecamatan Sumbermanjing Wetan
Kabupaten Malang.

12
3.3 Metode Penelitian
Pengambilan data pada analisis ini menggunakan data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang dihasilakan dari sumber yang bersifat
langsung dilapang atau hasil informasi yang dihasilakan dari kegiatan obervasi
secara langsung maupun hasil dari wawancara yang didapatkan oleh
narasumber di lapang berisi tentang informasi pengelolaan kawasan hutan
mangrove.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang berumber dari literatur berupa jurnal,
makalah, buku-buku, laporan-laporan dan informasi dari obyek hutan
mangrove di Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna.

3.4 Metode Pengambilan Sampel


Metode pengambilan pada analisis yang akan dlakukan dengan menggunakan
metode snowball sampling. Menurut (Neuman, 2003) Snowball sampling
merupakan metode untuk mengidentifikasi, memilih dan mengambil data dalam
suatu jaringan atau rantai hubungan yang menerus. Kriteria yang digunakan dalam
menentukan responden adalah:
a. Masyarakat yang terlibat dalam berkegiatan di lokasi penelitian Clungup
Mangrove Conservation Tiga warna
b. Bersedia mengisis quisioner untuk data penelitian
Metode yang digunakan dalam pengukuran vegetasi menggunakan metode
jalur transek dengan petak ukur berukuran 20 x 20 m² untuk pohon, dibuat petak
yang lebih kecil dengan ukuran 10 x 10 m² untuk tingkat tiangg dan petak dengan
ukur 5 x 5 m² untuk pancang dan 2x2 m² untuk tiang semai. Seperti pada gambar
di bawah ini.

13
20 m

5m
10 m 20 m
2m

Gambar 2. Petak Ukur

Keterangan:

 Petak ukur 20 m x 20 m untuk tingkat pohon (Ø > 20 cm)


 Petak ukur 10 m x 10 m untuk tingkat tiang (Ø < 20 cm)
 Petak ukur 5 m x 5 m untuk tingkat pancang (Ø <10 cm tinggi >1,5 m)
 Petak ukur 2m x 2m untuk tingkat semai ( unuk jenis tanaman bawah)

3.5 Analisis Data


Data yang diperoleh dan dianalisis menggunakan metode sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui potensi hasil hutan bukan kayu mangrove yang terdapat
pada kawasan hutan mangrove di Clungup Mangrove Conservation Tiga
warna Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang dapat dilakukan
dengan analisis Deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif dilakukan setelah
melakukan kegiatan observasi, informasi maupun wawancara secara
langsung. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011), penelitian deskriptif
kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-
fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang
lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar
kegiatan. Selain itu, penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan,
manipulasi atau pengubahan pada variabel - variabel yang diteliti, melainkan
menggambarkan suatu kondisi yang apa adanya. Satu-satunya perlakuan yang

14
diberikan hanyalah penelitian itu sendiri, yang dilakukan melalui observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
2. Untuk mengetahui komposisi mangrove yang terdapat di Clungup Mangrove
Center Tiga Warna menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Data
mengenai spesies, jumlah individu, dan diameter pohon yang telah dicatat
pada form mangrove, kemudian diolah untuk memperoleh kerapatan spesies,
frekuensi spesies, luas areal tutupan, nilai penting suatu spesies, frekuensi
spesies, luas areal tutupan, nilai penting suatu spesies dan keanekaragaman
spesies (Bengen, 2004).
1. Kerapatan
Menurut (Odum,1993) kerapatan pada masing-masing spesies pada setiap
stasiun dihitung dengan:

2. Frekuensi
Untuk mengetahui frekuensi menggunakan rumus sebagai berikut:

3. Dominansi
Untuk mengetahui dominansi menggunakan rumus sebagai berikut:

4. INP (Indeks Nilai Penting)


Indek Nilai Penting ini menunjukkan jenis yang mendominasi dilokasi
penelitian (Soerianegara dan Indrawan, 1998). Untuk menghitung Indek
Nilai Penting digunakan rumus berikut:
INP = Kerapatan Relatif (%) + Frekuensi Relatif (%) + Dominansi Relatif
(%)

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Lingkungan Penelitian


4.1.1 Kawasan Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna
Kawasan Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna Merupakan kawasan
ekowisata yang terletak di Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan,
Kabupaten Malang. Ekowisata ini dikelola oleh masyarakat lokal yang dipimpin
oleh Bapak Saptoyo dan anggota yang tergabung dalam kelompok Bhakti Alam
Sendang Biru dengan anggota 107 orang. Kelompok ini sangat berpengaruh
dalam menjaga kelestarian alam yang berada di Clungup Mangrove Conservation
Tiga Warna dan telah banyak diakui oleh berbagai pihak dengan penghargaan
tingkat nasional pada tahun 2015. Kelompok ini Sebagian besar dulunya
masyarakat berprofesi sebagai perambah hutan, nelayan yang menangkap ikan
dengan cara yang tidak benar atau merusak lingkungan. Sosialisasi sering
dilakukan oleh berbagai pihak, sehingga dengan seringnya pemahaman tersebut
terjadi perubahan perilaku sosial. Dengan perubahan tersebut tentunya memiliki
keuntungan bagi masyarakat yang saat ini dilibatkan dalam pengembangan
ekowisata.
Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna saat ini mengelola kawasan
hutan mangrove, kawasan konservasi terumbu karang dan hutan pantai. . Clungup
Mangrove Conservation Tiga Warna memiliki karakteristik ekowisata yang
berbeda dengan ekowisata lainnya yang terdiri dari perpaduan hutan mangrove
dengan landscape underwater sehingga menjadi daya tarik wisatawan. Dengan
perpaduan tersebut wisatawan yang berkunjung ke Clungup Mangrove
Conservation Tiga Warna akan menyatu dengan kelestarian alam dan jauh dari
kebisingan. Selain itu, wisatawan dapat berbagai pengalaman dengan masyarakat
lokal yang terlibat sebagai pemandu wisata dalam upaya konservasi pesisir
sehingga perpaduan tersebut menjadikan wisatawan menjadi lebih tertarik.

16
4.1.2 Komposisi Hutan Mangrove
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan dilapang tentang komposisi hutan
mangrove yang terletak di Kawasan hutan mangrove Clungup Mangrove
Conservation Tiga Warna yang dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Peta Titik Pengamatan


Berdasarkan gambar tersebut terdapat jumlah transek 3 dimana setiap transek
terdiri dari 6 petak sehingga total petak 18plot, Adanya beberapa faktor
diketahuinya setiap transek terdiri dari 6 plot dikarenakan medan dan kondisi
lapang kawasan hutan mangrove yang dikelilingi oleh bukit sehingga sulit untuk
melakukan penelitian dengan jumlah plot yang lebih banyak. Hasil dari penelitian
tersebut diketahui terdapat 6 jenis mangrove yang terletak di Clungup Mangrove
Conservation Tiga Warna yaitu Rhizopora apiculata BI, Rhizopora mucronata
Lmk, Ceriops tagal P.C.B, Soneratia alba Smith, Bruguiera gymnorhiza L. dan
Lumitzera racemosa W.

17
Tabel 1. Nilai K (kerapatan), KR (kerapatan relatif), D (dominasi relatif), FR
(frekuensi relatif) dan INP (indek nilai penting) Tingkat Pohon
No Jenis mangrove K KR % DR % FR % INP %
1 C. tagal P.C.B 1,39 10 9,21 11,11 30,32
2 R. apiculata BI 4,17 30 32,25 33,33 95,58
3 B. gymnorizha L. 2,78 20 19,91 22,22 62,13
4 S. alba Smith 5,56 40 38,64 33,33 111,97
Jumlah 13,9 100 100 100 300
Sumber : Data primer diolah Desember2019

Berdasarkan data analisis vegetasi tingkat pohon pada kawasan hutan


mangrove di Clungup Mangrove Conservation Tiga warna, terdapat 4 jenis pohon
yang diketahui yaitu C. tagal P.C.B, R apiculata BI, B. gymnorizha L. dan S. alba
Smith untuk INP paling tinggi Yaitu jenis S. alba Smith dengan nilai 111,97%
hal ini dikarenakan jenis tersebut memiliki kerapatan paling tinggi dengan nilai
5,56%.kemudian disusul jenis R. apiculata BI dengan nilai INP 95,58% dengan
kerapatan 4,17 kemudian disusul pada jenis B. gymnorizha L dengan nilai INP
62,13% dan kerapatan 2,78 yang terahil dengan nilai INP paling kecil yaitu C.
ptagal P.C.B dengan INP 30,32% dan nilai kerapatan 1,39. Berdasarakan
perhitungan tersebut bahwa kerapatan tingkat pohon yang dihasilkan terdapat
pada Kategori Sangat rendah. Pembagian kerapatan tersebut mengacu pada
(kepmen KLH No. 02/1998 dalam Osamar 2016) menyatakan bahwa tingkat
kerapatan kurang dari 20 individu/Ha dinyatakan sangat rendah, 21-50
individu/Ha tergolong rendah, 51-100 individu/Ha tergolong sedang , 101-200
individu/Ha tergolong Tinggi dan diatas 201 individu/Ha tergolong sangat tinggi.
Kerapatan jenis sangat penting untuk diketahui karena merupakan ukuran
populasi yang berhubngan dengan ruang yang umumnya diteliti yang diperlukan
untuk mengetahui seberapa besar peran terhadap lingkungan yang ada
(Kusuma,1997).
INP merupakan nilai untuk gambaran mengenai peranan suatu jenis
terhadap komunitas mangrove hal tersebut diungkapkan oleh (Bengen, 2002).
Menurut Sutisno (1993) bahwa tingkatan pohon dan tiang pada INP dikatakan
berperan terhadap vegetasi jika nilai INP >15%. Faktor sangat rendahnya

18
kerapatan pada tingkat pohon tersebut dikarenakan kawasan Clungup Mangrove
Conservation Tiga Warna merupakan kawasan rehabilitasi yang diakibatkan oleh
penebangan hutan secara liar pada saat krisis moneter tahun 1998, sehingga untuk
tingkat pohon hanya ditemukan 4 jenis mangrove dan merupakan sisa-sisa
penebangan yang kemudian ditanam kembali oleh kelompok masyarakat pada
sekitar tahun 2012 silam.
Tabel 2. Nilai K (Kerapatan), KR (Kerapatan Relatif), DR (Dominasi
Relatif), FR (Frekuensi Relatif) dan INP (Indeks Nilai Penting) Tingkat
Tiang
No Jenis Mangrove K KR % DR % FR % INP %
1 C. tagal P.C.B 16,67 3,79 11,62 9,09 24,50
2 R. apiculata BI 177,78 40,51 47,24 27,27 115,02
3 R. mucronata Lam 83,33 18,99 16,40 13,64 49,03
4 S. alba Smith 61,11 13,92 8,35 22,73 45,00
5 B. gymnorizha L. 94,44 21,52 15,41 22,73 59,66
6 L racemosa W 5,56 1,27 0,97 4,55 6,79
Jumlah 438,89 100 100 100 300
Sumber : Data primer diolah Desember2019
Tabel data analisis vegetasi di atas menunjukan bahwa pada tingkat Tiang
terdapat 6 jenis antara lain C. tagal P.C.B, R. apiculata BI, R. mucronata Lam, S.
alba Smith, B. gymnorizha L., L racemosa W. Dari perhitungan yang diperoleh
diketahui total kerapatan 438,89 dengan nilai kerapatan tertinggi pada jenis R.
apiculata BI yaitu 177,78 disusul pada jenis B. gymnorizha L. dengan nilai
kerapatan 94,44, . R. mucronata Lam dengan nilai 83,33, S. alba Smith dengan
nilai 61,11, Cerioptagal P.C.B dengan nilai 16,67 dan yang paling kecil yaitu
jenis L racemosa W dengan nilai 5,56. Perhitungan kerapatan tersebut jika
mengacu pada (kepmen KLH No. 02/1998 dalam Osamar 2016) tergolong dari 3
kategori yaitu kategori Rendah yang terdapat pada L racemosa W dan
Cerioptagal P.C.B. kategori Sedang terdapat pada jenis R. mucronata Lam, S.
alba Smith dan B. gymnorizha L. sedangkan dalam kategori Tinggi terdapat pada
jenis R. apiculata BI.
Bedasarkan perhitungan diatas pada nilai INP (Indeks Nilai Penting) yang
diketahui terdapat INP paling tinggi yaitu pada jenis R. apiculata BI. Dengan
nilai INP 115,02% jika dilihat dari nilai INP yang tinggi bisa disebabkan karena

19
jenis tersebut pioner atau mudahnya tumbuh terhadap kondisi apapun. Sedangkan
jenis S. alba Smith yang sebelumnya pada tingkatan pohon mendominasi berbeda
dengan pada tingkatan tiang, hal tersebut disebabkan adanya faktor antara lain
Terjadinya gagal dalam pertumbuhan yang diakibatkan karena terbawahnya biji S.
alba Smith oleh arus air laut ketika jatuh, sehingga potensi untuk bertumbuh
sangat kecil, disisi lain jenis tersebut tidak toleran atau hanya dapat tumbuh di
kondisisi zona tertentu. INP paling Kecil yaitu jenis L racemosa W dengan nilai
INP 6,79 %. Menurut Menurut Sutisno (1993) dalam Osmar (2016) bahwa
tingkatan pohon dan tiang pada INP dikatakan berperan terhadap vegetasi jika
nilai INP >15%, jika dilihat dari hasil perhitungan INP pada tingkat Tiang
tersebut seluruh dikatakan berperan kecuali pada jenis L racemosa W karena
memiliki INP paling kecil. Faktor jenis R. apiculata BI mendominasi pada nilai
Kerapatan dan INP dikarenakan jenis R. apiculata BI merupakan jenis yang
pioner artinya dapat tumbuh atau toleran pada kondisi yang memiliki pasang
surut, salinitas dan substrat sehingga dapat menyebar dan tumbuh pada berbagai
tempat.
Tabel 3. Nilai K (Kerapatan), KR (Kerapatan Relatif), FR (Frekuensi
Relatif) dan INP (Indeks Nilai Penting) Tingkat Pancang
No jenis mangrove K KR % FR % INP %
1 C. tagal P.C.B. 4,44 3,70 5 8,70
2 R. apiculata BI. 33,33 27,78 30 57,78
3 R. mucronata Lmk. 37,38 31,48 20 51,48
4 S. alba Smith. 13,33 11,11 10 21,11
5 B. gymorizha L. 28,89 24,07 30 54,07
6 L racemosa W. 2,22 1,85 5 6,85
Jumlah 119,59 100 100 200
Sumber : Data primer diolah Desember2019
Berdasarkan perhitungan data yang diperoleh pada tingkat Pancang diketahui
tidak jauh berbeda pada perhitungan Tingkat Tiang yang didominasi oleh R.
apiculata BI ,dengan nilai INP paling tinggi yaitu 57,78%, dengan nilai kerapatan
33,33. Kemudian disusul oleh jenis B. gymorizha L dengan nilai INP 54,07%
dengan nilai kerapatan 28,89, selanjutnya jenis R. mucronata Lmk dengan nilai
INP 51,48% dengan nilai kerapatan 37,38, kemudiaan disusul pada jenis S. alba
Smith dengan nilai INP 21,11% dan kerapatan 13,33 sedangakan nilai INP paling

20
rendah yaitu pada jenis C. tagal P.C.B. dan L racemosa W., dengan masing-
masing memiliki nilai INP 8,7% dan 6,85% dan memiliki nilai INP 4,44 dan 2,22
dan kedua jenis tersebut menandakan bahwa kedua jenis tersebut tergolong
rendah. Jika dilihat pada tabel perhitungan jenis R. mucronata Lmk memiliki nilai
kerapatan lebih tinggi dari jenis R. apiculata BI dan B. gymnorizha L. Namun
jenis R. mucronata Lmk memiliki nilai frekuensi lebih rendah jika dibandingkan
dengan jenis R. apiculata BI dan B. gymnorizha L sehingga pada nilai INP
diketahui lebih rendah. Jika mengacu pada (Kepmen KLH No. 02/1998 dalam
Osmar 2016). Kerapatan Pada tingkat pancang tersebut tergolong sangat rendah
yang diketahui pada 3 jenis yaitu C. tagal P.C.B, S. alba Smith dan L racemosa W
dengan kerapatan kurang dari 20 individu/Ha dan kategori tergolong rendah
dengan nilai kerapatan diantara dari 20-50 individu/Ha yaitu jenis R. apiculata
BI, R. mucronata Lmk dan B. gymnorizha L.
Dari nilai INP yang diketahui maka dikatakan berperan jika memiliki nilai
INP diatas 10%. karena menurut (Sutisno, 1993) bahwa tingkatan (pancang dan
semai) berperan jika memiliki nilai INP 10%. maka dari semua jenis yang
diketahui terdapat 4 jenis yang memiliki nilai INP diatas 10% yaitu R. apiculata
BI., R. mucronata Lmk., B. gymnorizha L., S. alba Smith., Sedangkan terdapat
dua(2) jenis yang memiliki nilai INP dibawah 10% yaitu C. tagal P.C.B dan L
racemosa W. kedua jenis ini menandakan bahwa kedua jenis tergolong rendah
dan terancam kritis. Faktor yang menyebabkan tingginya nilai INP pada jenis R.
apiculata BI dikarenakan pada tingkatan tiang jenis tersebut mendominasi dan
jenis tersebut mampu tumbuh di kondisi apapun, sedangkan jenis C. tagal P.C.B.
dan L racemosa W. memiliki nilai terndah dikarenakan beberapa faktor antara lain
bukan tumbuhan utama yang ditanam sehingga pada tingkatan tiang dan pancang
jenis tersebut memiliki nilai terendah jika dibandingkan dengan jenis lainnya.

21
Tabel 4. Nilai K (Kerapatan), KR (Kerapatan Relatif) FR (Frekuensi Relatif)
dan INP (Indeks Nilai Penting) Tingkat Semai
No Jenis Mangrove K KR % FR % INP %
1 C. tagal P.C.B 2222 25 18,18 43,18
2 R. apiculata BI 3611 40 36,36 76,36
3 R. mucronata Lmk 2222 25 18,18 43,18
4 S. alba Smith 278 3 09,09 12,09
5 B. gymnorizha L 694 8 18,18 26,18
Jumlah 9027 100 100 200
Sumber : Data primer diolah Desember2019
Berdasarkan perhitungan tingkat semai yang diketahui dari tabel diatas
menunjukan bahwa terdapat 5 jenis tingkat semai pada kawasan hutan mangrove
di Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna. Jika dilihat dari tabel tingkat
semai tidak ditemukannya jenis L racemosa W. disebabkan karena jenis tersebut
sangat rendah atau minimnya jumlah pohon yang ditemukan pada tingkat Tiang
dan Pancang, disisi lain biji yang dihasilkan jenis tersebut tidak dapat tumbuh
karena terbawahnya biji ketika pasang surut terjadi. Jenis yang memiliki
kerapatan tertinggi yaitu jenis R. apicuata BI dengan nilai kerapatan 3611 dengan
nilai INP 76,36%. Kemudian disusul pada jenis C. tagal P.C.B dan R. mucronata
Lmk dengan perhitungan yang sama yaitu pada nilai kerapatan 2222 dan nilai INP
43,18% selanjutnya disusul oleh jenis B, gymnorizha L dengan nilai kerapatan
694 dan nilai INP 26,18% dan yang paling rendah yaitu jenis S. alba Smith
dengan nilai kerapatan 278 dan nilai INP 12,09%.. menurut (Kepmen KLH No.
02/1998) dapat disimpulkan bahwa pada tingkat semai tergolong tinggi karena
memiliki nilai kepatan lebih dari 201 individu/Ha. Tingginya nilai kerapatan
tingkat semai di kawasan Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna
merupakan tanaman utama yang ditanamn pada saat rehabilitasi disisi lain karena
tempat penelitian merupakan kawasan edukasi sehingga tidak sedikit masyarakat
melakukan penanaman. Menurut Supratman, dkk (1995) dalam Purwaningtyas
(2005) menyatakan bahwa kawasan mangrove yang terdiri dari dominasi satu
jenis maka dikatakan menunjukan lingkungan tersebut masih mudah atau dalam
pengembangan.
INP (Indeks Nilai Penting) yang terdapat pada tingkat semai menunjukan
semua jenis berperan karena memiliki INP diatas 10%, hal tersebut sejalan

22
dengan Sutisno (1993) dalam Osmar (2016) yang menyatakan bahwa tingkatan
vegetasi (Pancang dan Semai) pada suatu jenis dinyatakan berperan jika memiliki
nilai INP lebih dari 10%. Dengan demikian pada 6 jenis tersebut merupakan jenis
yang memiliki peranan yang sangat penting dalam kawasan rehabilitasi dengan
mengidentifikasikan bahwa semua jenis mempengaruhi kestabilan ekosistem.
Pada lokasi penelitian ini, pertumbuhan tanaman mangrove lebih dominan
pada tingkat tiang dibandingkan dengan tingkat lainnya, keadaan ini disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain tingginya pasang surut yang terjadi sehingga
dapat menyebabkan buah yang jatuh terbawah oleh air laut sehingga kerapatan
suatu jenis rendah. Analisis vegetasi yang sudah dilakukan memiliki nilai INP
yang berbeda-beda pada tingkatan pohon, tiang, pancang dan semai hal ini
menggambarkan pengaruh setiap jenis yang diperoleh dari kerapatan, frekuensi
dan dominasi.

4.2 Potensi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan Mangrove
4.2.1 Hasil Hutan Bukan Kayu Yang Berpotensi
Dari hasil analisis dilapang yang diketahui bahwa Clungup Mangrove
Conservation Tiga Warna memiliki potensi yang sangat bagus antara lain hasil
hutan bukan kayu yang berupa Hasil Mangrove, Nekton dan Bentos Serta
Ekowisata yang ada.
a) Mangrove
Jenis mangrove yang terdapat di kawasan Clungup Mangrove Conservation
Tiga Warna untuk saat ini tidak semua jenis mangrove memiliki potensi yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, tentunya harus dilakukan identifikasi yang
lebih lanjut. Namun, dari analisis yang sudah dilakukan dan berbagai sumber yang
didapat bahwa terdapat jenis yang bisa dimanfaatkan yaitu jenis S. alba Smith
yang buahnya dapat dimanfaatkan menjadi berbagai bahan makanan, menurut
Priyono et.al (2010) mengatakan bahwa buah jenis S. alba Smith dapat dijadikan
sebagai bahan pembuatan dodol pedada, permen pedada, dan sabun cair pedada.
Jenis lain yang dapat dimanfaatkan yaitu R. apiculata BI. menurut Purnobasuki
(2004) jenis tersebut memiliki manfaat sebagai obat-obatan antara lain obat

23
antiseptic, obat anti muntah dan obat pendarahan yang terkandung pada kulit
batang, sedangkan pada daun dan buah dapat dimanfaatkan sebagai obat hepatitis,
namun Purnobasuki tidak mengatakan bagaimana cara mengkonsumsinya. Selain
jenis tersebut ada jenis lain yang sangat berpoteni yaitu jenis B. gymnorizha L.
Dari data dilapang diketahui bahwa jenis B gynorizha L. saat ini sangat berpotensi
dalam upaya meningkatkan nilai ekonomi di lapang. Ada beberapa faktor dalam
mengembangkan jenis B gymnorizha L. antara lain kebutuhan masyarakat dan
Jenis ini sudah tersentuh atau sudah dikelola oleh masyarakat meskipun tidak ada
kelanjutan untuk memproduksi, hal tersebut dikarenakan ada beberapa faktor
antara lain minimnya pengetahuan tentang pengelolaan hasil mangrove dan
kurangnya sosialisai dari pemerintah atau pihak terkait. Jenis tersebut memiliki
manfaat yang luar biasa salah satunya di bagian buah, Buah mangrove jenis B
gymnorizha L dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar makanan yaitu tepung
yang memiliki nilai gizi dan nilai jual yang tinggi. Telah dilakukan penelitian
kandungan kalori yang terdapat di B gymnorizha L. didapatkan kadar air 11,63%,
kadar abu 1,40%, kadar lemak 3,21%, kadar protein 1,85% dan kadar karbohidrat
86,10% (Hidayat, 2014)

Gambar 4. Pohon B gymnorizha L.

24
Gambar 5. Buah B gymnorizha L. Gambar 6. Olahan B gymnorizha L.

Masyarakat kampung Rayori, distrik Supriyori Selatan Kabupaten Biak


menjadi contoh daerah yang telah memanfaatkan buah jenis B gymnorizha L.
sebagai bahan makanan yang diolah menjadi beberapa produk maupun sebagai
bahan makanan yang dicampur dengan nasi. Dibeberapa daerah di Indonesia
tanaman mangrove dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai bahan makanan,
namun banyak juga masyarakat yang tidak tahu bahwa buah mangrove dapat
dimanfaatkan sebagai bahan dasar pangan (Mamoribo, 2003).
b) Nekton dan Bentos
Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna memiliki keanekaragaman
hayati yang sangat tinggi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat yang dihasilkan
oleh adanya hutan Mangrove dan laut yang menyimpan begitu banyak sumber
daya yang bisa dimanfaatkan lebih lanjut hingga menjadi nilai ekonomi yang
tinggi bagi kehidupan masyarakat pesisir, selain itu hewan-hewan dilaut pada
umumnya memiliki kandungan zat-zat yang baik untuk kesehatan seperti kalsium
dan protein salah satunya pada hewan Nekton dan Bentos. Nekton merupakan
kelompok organisme yang hidup di dalam air dan mampu bergerak sendiri seperti
ikan, udang, cumi-cumi dan lain-lain. Sedangkan Bentos merupakan organisme
akuatik yang merangkak dalam lumpur atau bagian bawah air salah satu contoh
hewan bagian bentos adalah kerang.
Manfaat nekton dan bentos sangat membantu terhadap perekonoian
masyarakat jika dapat dimanfaatkan dengan baik, tidak sedikit masyarakat yang

25
memanfaatkan hasil hutan bukan kayu yang berupa nekton dan bentos sebagai
upaya ekonomi mereka, sebagai contoh daerah yang memanfaatkan nekton dan
bentos adalah masyarakat sekitar BPHM I (Balai Pengelolaan Hutan Mangrove
Wilayah 1) Ngurah Rai Denpasar, Bali
c) Ekowisata
Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna memiliki potensi yang besar.
Jenis pohon yang berpotensi dan keindahan pantai yang dimilikinya menjadi
tujuan wisata masyarakat luas maupun masyarakat sekitar. Tingginnya minat
masyarakat terhadap ekowisata Clungup Mangrove Conservation sangat
menguntungkan masyarakat untuk melihat tingginya minat masyarakat tersebut
dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Grafik Data Pengunjung


Berdasarkan data pengunjung 3 tahun terakhir mengalami perubahan yang
signifikan pada tahun 2016 total pengunjung 61485 orang, sedangkan 2017
mengalami penurunan menjadi 55151 orang dan 2018 kembali naik yaitu 5536
orang. Jika dilihat dari gambar grafik tersebut meskipun mengalami penurun,
penyebab dari penurunan pengunjung disebabkan oleh terbatasnya kuota
pengunjung dikerenakan Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna
merupakan ekowisata yang berbasis konservasi. Meskipun mengalami penurunan
kuota penggunjung Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna menjadi tujuan
favorit masyarakat dalam ekowisata, sehingga hal tersebut menjadikan peluang

26
besar dalam pengembangan hasil mangrove. Faktor yang menyebabkan turunnya
pengunjung disebabkan karena lokasi penelitian merupakan kawasan konservasi
sehingga adanya batas kuota untuk pengunjung yang bertujuan untuk melindungi
kelestarian alam.
4.3 Kondisi Masyarakat Terhadap Potensi Hasil Mangrove
Dari beberapa kasus di Indonesia dalam mengelola kawasan hutan telah
banyak melibatkan masyarakat sekitar hutan, Sehingga dari permasalahan tersebut
dapat membantu berbagai pihak bahwa luas kawasan krisis yang dapat berkurang
dan keanekaragaman hayati akan meningkat. Pelibatan masyarakat sekitar dalam
pengelolaan hutan mangrove memang bertujuan untuk menjaga kelestarian hutan
sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Kerjasama antara
pengelola dengan masyarakat dilaukan dengan berbagai macam cara salah satunya
memberi izin dalam memanfaatkan potensi hutan mangrove tentunya dengan
mematuhi aturan yang telah dibuat.
Berdasarkan hasil analisis dilapang diketahui kondisi masyarakat saat ini
terhadap pemanfaatan hasil Hutan Bukan Kayu Sangat Baik meskipun dari semua
Hasil Hutan Bukan Kayu masyarakat belum semua dimanfaatkan dengan baik
salah satunya pada Hasil mangrove. Dikarenakan saat ini masyarakat lebih fokus
terhadap pengembangan ekowisata laut dan pantai yang saat ini menjadi tujuan
utama wisata. Sedangkan pada pemanfaatan Nekton dan Bentos Dari hasil analisis
yang sudah dilakukan dilapang saat pengambilan data, sering ditemukannya
masyarakat Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna yang mencari ikan,
udang dan kerang disekitar hutan. Artinya masyarakat sudah memanfaatkan hasil
hutan bukan kayu berupa nekton dan bentos tersebut sebagai upaya meningkatkan
pendapatan mereka.
Hasil wawancara terhadap masyarakat yang tergabung dalam kelompok
Bhakti Alam Sendangbiru yang diberikan kepada 20 responden Tentang
Pemanfaatan Hasil Mangrove, diketahui seluruh anggota merupakan warga sekitar
kawasan lokasi penelitian. Sehingga seluruh responden sangat paham mengenai
kondisi saat ini yang terjadi. responden secara 100% mengetahui manfaat buah
mangrove namun hampir semua responden tidak pernah mecoba untuk

27
memanfaatkan hasil tersebut, hanya sebagian yang pernah mencoba
memanfaatkan hasil buah mangrove. Dari analisis hasil wawancara dilapang
masyarakat menginginkan untuk potensi Hasil Mangrove dapat di kembangkan
sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan mereka, karena selama ini
masyarakat hanya lebih memanfaatkan potensi ekowisata, sedangkan dalam
potensi yang dihasilkan mangrove berupa buah masyarakat belum memanfaatkan .
hal tersebut sejalan oleh (Butarbutar, 2008) dimana untuk meningkatkan
disversifikasi pendapatan masyarakat adalah dengan pengembangan Hasil Hutan
Bukan Kayu..
Masyarakat yang tergabung dalam kelompok Bhakti Alam Sendang Biru dan
menjadi responden merupakan masyarakat yang bermukim di sekitar Clungup
Mangrove Conservation Tiga Warna yang sebagaian besar sebagai petani. Hal
tersebut dapat di lihat pada gambar 8.

Gambar 8. Grafik Pekerjaan Masyarakat.

Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa pekerjaan utama masyarakat


yang tergabung dalam kelompok masyarakat adalah petani dengan presentase
50%, kemudian sebagai wirawswasta dengan nilai presentase 38,9% dan sebagai
Ibu rumah tangga 11,1%. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
masyarakat yang tergabung dalam anggota kelompok sebagai pekerjaan
sampingan yang diharapkan dapat menambah ekonomi masyarakat melalui
potensi yang ada. Dari hasil kuesioner 100% yang didapat masyarakat setuju jika
hasil mangrove dapat dikembangkan guna meningkatkan ekonomi.

28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat kesimpulan, yaitu:
1. Komposisi mangrove yang ditemukan pada kawasan Clungup Mangrove
Conservation Tiga Warna Ceriops tagal P.C.B, Rhizopora. apiculata BI.,
Rhizopora. mucronata Lmk., Soneratia.alba Smith., Bruguiera. gymonirzha
L., Lumitzera racemosa W. Untuk Jenis yang mendominasi pada setiap
tingkatan berbeda pada tingkat pohon S. alba Smith. Sedangkan pada
tingkatan Tiang, Pancang, dan semai didominasi oleh jenis R. apiculata BI..
2. Potensi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu guna meningkatkan
pendapatan masyarakat adalah mangrove dengan jenis R. apiculata BI, S. alba
Smith, B. gymnorizha L. Selain potensi tersebut terdapat bentos dan nekton
yang dapat dimanfaatkan serta Ekowisata yang terdapat di Clungup Mangrove
Conservation Tiga Warna.

5.2 Saran
Berdasarakan penelitian yang sudah dilakukan terdapat banyaknya Hasil
Hutan Bukan Kayu yang ada di Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna
antara Lain hasil mangrove, Nekton dan Bentos, dan ekowisata, guna
menyeimbangkan potensi tersebut maka perlu dilakukanya pemahaman kepada
masyarakat bahwa potensi tersebut sangat baik jika dimanfaatkan dengan baik
terutama pada jenis-jenis mangrove tertentu yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan makanan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, J, Sengil J, Hasim N, Whitten AS. 1984. Ekologi Hutan Sumatra.


Universitas Gajah mada. Yogyakarta

Arikunto,S.2002. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta:PT.


Rineka Cipta.

Bengen D. G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.
PKSPL -IPB.

Bengen, D. G. 2004. Pedoman teknis: Pengenalan dan pengelolaan ekosistem


mangrove. PKSPLIPB. Bogor

Bengen. 2002. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Hutan Mangrove.


Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ghufran, Muhammad, 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, fungsi dan


Pengelolaan. PT. Rineka Jakarta Cipta. Jakarta

Hidayat, T. 2014. Buah Lindur (Bruguiera Gymnorizha L) sebagai bahan


pembuatan makanan. Universitas Serambi Mekkah. Aceh

Hilmanto, R. 2012. Buku penuntun praktikum manajemen hutan mangrove.


Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Bandar Lampung

Irawanti, dkk. 2012. Peranan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu Dari Hutan
Rakyat Pada Pemilikan Lahan Sempit : kasus Kabupaten Pati. Jurnal
Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan.

Kitamura, s. C. Anwar. Chaniago, s. Baba. 1997. Buku panduan Mangrove di


Indonesia-Bali dan Lombok. Dephut dan jica

Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Macnae, W.. 1968. “A General Account of the Fauna and Flora of Mangrove
Swamp and Forest in the Indo-West Pasific Region”. Adv. Mar. Biol

Mamoribo, S,. Arwam, C. Y. H., and Yusuf, A. 2003. Pemanfaatan Vegetasi


Mangrove Oleh Masyarakat Kampung Rayori di Distrik Supiori Selatan
Kabupaten Biak Numfor. Beccariana

Neuman, W, L. 2003. Social Research Methods, Qualitative and Quantitative


Approaches. Fifth Edition. Pearson Education. Boston

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. PT Djambatan. Jakarta

30
Nybakken, J.W. 1988. Biology Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia:
Jakarta

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Universitas


Gajah Mada Press.

Osmar, Muhammad. 2016. Studi Analisis Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan
Mangrove di Desa Tanjung Bangsa Kabupaten Konawe Utara. Universitas
Halu Oleo.

Othman, M.A. 1994. Value of Mangroves in Coastal Protection. Hydrobiologia

Pamuji, J., 2015. Inilah Pantai Terbersih yang Ada di Indonesia

Priono, dkk. 2010. Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove.


KeSeMat. Semarang
Prono Basuki, H. 2004. Potensi Mangrove Sebagai Obat. Biota.
Purwaningtyas, Maidiwati. 2005. Komposisi Jenis Pohon dan Plankton Serta
Faktor Lingkungan Yang Berpengaruh di Kawasan Rehabilitasi Mangrove
Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta

Rais, 2000. Kajian Kerawanan Dan Dinamika Wilayah Pesisir. Materi Kuliah
Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program
Pasca Sarjana IPB

Soerianegara. 1987. Mengenal Hutan Mangrove. Panduan Teknis di Lapang.


Jakarta

Sukmadinata, N.S. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Remaja


Rosadakarya

Tomlinson, P.B. 1986. The Botany Of Mangroves. Combridge University Press :


England

Usman, dkk. 2013. Analisis Vegetasi Mangrove Di Pulau Dudepo Kecamatan


Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. Universitas Negeri Gorontalo.
Gorontalo

31
LAMPIRAN

32
Lampiran 1. Tabel Perhitungan Nilai Kerapatan (K) dan Kerapatan Relatif (KR)
Pohon
No PU Luas PU C. tagal P.C.B R apiculata BI B gymnorizha L S alba Smith Total
1 400 1 1
2 400 1
3 400
4 400
5 400
6 400
7 400
8 400 2
9 400 1 1
10 400 1
11 400
12 400
13 400
14 400 1
15 400 1
16 400
17 400
18 400
Jumlah 0,72 1 3 2 4
K 1,388888889 4,166666667 2,777777778 5,555555556 13,8889
KR 10 30 20 40 100

Lampiran 2. Tabel Perhitungan Nilai Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif(FR)


Tingkat Pohon

No PU Luas PU C tagal P.C.B R apiculata BI B gymnorizha L S alba Smith Total


1 400 1 1
2 400 1
3 400
4 400
5 400
6 400
7 400
8 400 2
9 400 1 1
10 400 1
11 400
12 400
13 400
14 400 1
15 400 1
16 400
17 400
18 400
Jumlah 7200 1 3 2 3
F 0,055555556 0,166666667 0,111111111 0,166666667 0,5
FR 11,11111111 33,33333333 22,22222222 33,33333333 100

33
Lampiran 3. Tabel Perhitungan Nilai (D) Dominasi dan (DR) Dominasi Relatif
Tingkat Pohon
No PU Luas PU C tagal P.C.B R apiculata BI B gymnorizha L S alba Smith Total
1 400 0,031568215 0,033604299
2 400 0,041232005
3 400
4 400
5 400
6 400
7 400
0,032595513
8 400
0,031568215
9 400 0,035704343 0,032578303
10 400 0,035703004
11 400
12 400
13 400
14 400 0,03464653
15 400 0,033604299
16 400
17 400
18 400
Jumlah 7200 0,031568215 0,110540647 0,068250829 0,132445035
D 7,89205E-05 0,000276352 0,000170627 0,000331113 0,000857
DR 9,208803907 32,24595188 19,90953561 38,6357086 100

Lampiran 4. Tabel Perhitungan Nilai INP (Indeks Nilai Penting) Tingkat Pohon
INP
No Jenis Mangrove K KR % DR % FR %
%
1 C. tagal P.C.B 1,39 10 9,21 11,11 30,32
2 R. apiculata BI 4,17 30 32,25 33,33 95,58
3 B. gymnorizha L. 2,78 20 19,91 22,22 62,13
4 S. alba Smith 5,56 40 38,64 33,33 111,97
Jumlah 13,9 100 100 100 300

34
Lampiran 5. Tabel Perhitungan Nilai (K) Kerapatan dan (KR) Kerapatan Relatif
Tingkat Tiang
No PU Luas PU C tagal P.C.B R apiculata BI R mucronata Lmk S alba Smith B gymnorizha L L racemosa W Total
1 100 1 3
2 100 10
3 100 7
4 100 7
5 100 2 6
6 100 8
7 100 2 3
8 100 1
9 100
10 100 1
11 100 2
12 100 4
13 100 4
14 100 4 1
15 100 3 2
16 100 6
17 100 1
18 100 1
Jumlah 0,18 3 32 15 11 17 1
K 16,66666667 177,7777778 83,33333333 61,11111111 94,44444444 5,555555556 438,89
KR 3,797468354 40,50632911 18,98734177 13,92405063 21,51898734 1,265822785 100

Lampiran 6. Tabel Perhitungan Nilai Frekuansi (F) dan Frekuensi Relatif (FR)
Tingkat Tiang
No PU Luas PU C tagal P.C.B R apiculata BI R mucronata Lmk S alba Smith B gymnorizha L L racemosa W Total

1 100 1 3
2 100 10
3 100 7
4 100 7
5 100 2 6
6 100 8
7 100 2 3
8 100 1
9 100
10 100 1
11 100 2
12 100 4
13 100 4
14 100 4 1
15 100 3 2
16 100 6
17 100 1
18 100 1
Jumlah 1800 2 6 3 5 5 1
F 0,111111111 0,333333333 0,166666667 0,277777778 0,277777778 0,055555556 1,2
FR 9,090909091 27,27272727 13,63636364 22,72727273 22,72727273 4,545454545 100

35
Lampiran 7. Tabel Perhitungan Nilai Dominan (D) dan Dominan Relatif (DR)
Tingkat Tiang
No PU Luas PU cereoptagal R. Apiculata R. Mucronata S. alba bruguiera lumitzera Total
0,13370 0,13445
1 100 0,01149
0,12726
0,00919
0,00866
0,01031
0,00974
0,00814
2 100
0,00866
0,00814
0,01031
0,01089
0,00866
0,00919
0,00803
0,00919
3 100 0,00802
0,01089
0,01149
0,00814
0,09194
0,00814
0,00109
4 100 0,00147
0,01683
0,01337
0,01540
0,01337 0,01988
0,01273 0,02069
0,01757
5 100
0,01089
0,01471
0,01540
0,01471
0,01910
0,01683
6 100 0,01988
0,01337
0,01273
0,01757
0,01471 0,01149
7 100 0,01089 0,00919
0,00814
8 100 0,00866
9 100
10 100 0,00974
0,01337
11 100
0,01471
0,00919
0,00974
12 100
0,01210
0,00814
0,01337
0,01273
13 100
0,01611
0,00866
0,01471 0,01337
0,01273
14 100
0,01210
0,01031
0,01611 0,01611
15 100 0,01337 0,01471
0,01273
0,01210
0,00814
0,01089
16 100
0,01149
0,01337
0,01031
17 100 0,01337
18 100 0,01149
Jumlah 1800 0,15930 0,64741 0,22480 0,11449 0,21118 0,01337
D 0,00159 0,00647 0,00225 0,00114 0,00211 0,00013 0,01371
DR 11,62290 47,23733 16,40254 8,35328 15,40841 0,97554 100

36
Lampiran 8. Tabel Perhitungan Nilai INP (Indeks Nilai Penting) Tingkat Tiang
No Jenis Mangrove K KR % DR % FR % INP %
1 C. tagal P.C.B 16,67 3,79 11,62 9,09 24,50
2 R. apiculata BI 177,78 40,51 47,24 27,27 115,02
3 R. mucronata Lam 83,33 18,99 16,40 13,64 49,03
4 S. alba Smith 61,11 13,92 8,35 22,73 45,00
5 B. gymnorizha L. 94,44 21,52 15,41 22,73 59,66
6 L racemosa W 5,56 1,27 0,97 4,55 6,79
Jumlah 438,89 100 100 100 300

Lampiran 9. Tabel Perhitungan Nilai K dan KR Tingkat Pancang

No PU Luas PU C tagal P.C.B R apiculata BI R mucronata Lmk S alba Smith B gymnorizha L L racemosa W Total
1 25 4
2 25 2
3 25 1
4 25 4
5 25 2 3
6 25 4
7 25 2
8 25
9 25 4
10 25 2
11 25
12 25
13 25 1 1
14 25 2
15 25 3
16 25 2 2
17 25 6 3
18 25 4 2
Jumlah 0,45 2 15 17 6 13 1
k 4,444444444 33,33333333 37,77777778 13,33333333 28,88888889 2,222222222 120
KR 3,703703704 27,77777778 31,48148148 11,11111111 24,07407407 1,851851852 100

37
Lampiran 10. Tabel Perhitungan Nilai F dan FR Tingkat Pancang

No PU Luas PU C tagal P.C.B R. Apiculata R. Mucronata S. alba bruguiera lumitzera Total


1 25 4
2 25 2
3 25 1
4 25 4
5 25 2 3
6 25 4
7 25 2
8 25
9 25 4
10 25 2
11 25
12 25
13 25 1 1
14 25 2
15 25 3
16 25 2 2
17 25 6 3
18 25 4 2
Jumlah 450 1 6 4 2 6 1
F 0,055555556 0,333333333 0,222222222 0,111111111 0,333333333 0,055555556 1,1
FR 5 30 20 10 30 5 100

Lampiran 11. Tabel Perhitungan Nilai INP (Indeks Nilai Penting) Tingkat
Pancang
No jenis mangrove K KR % FR % INP %
1 C. tagal P.C.B. 4,44 3,70 5 8,70
2 R. apiculata BI. 33,33 27,78 30 57,78
3 R. mucronata Lmk. 37,38 31,48 20 51,48
4 S. alba Smith. 13,33 11,11 10 21,11
5 B. gymorizha L. 28,89 24,07 30 54,07
6 L racemosa W. 2,22 1,85 5 6,85
Jumlah 119,59 100 100 200

38
Lmpiran 12. Tabel Perhitungan Nilai Kerapatan (K) dan Kerapatan Relatif (KR)
Tingkat Semai
No PU Luas PU cereoptagal R. Apiculata R. Mucronata S. alba bruguiera Total

1 4 12
2 4 5
3 4
4 4 4
5 4
6 4 8
7 4 4
8 4 2
9 4
10 4
11 4
12 4
13 4 2
14 4 2
15 4 3
16 4
17 4 15
18 4 8
Jumlah 0,0072 16 26 16 2 5
K 2222,222 3611,111111 2222,222222 277,7778 694,44444 9027,78
KR 24,61538 40 24,61538462 3,07692 7,6923077 100

Lampiran 13. Tabel Perhitungan Nilai Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR)
Tingkat Semai
No PU Luas PU C tagal P.C.B R apiculata BI R mucronata Lmk S alba Smith B gymnorizha L Total
1 4 12
2 4 5
3 4
4 4 4
5 4
6 4 8
7 4 4
8 4 2
9 4
10 4
11 4
12 4
13 4 2
14 4 2
15 4 3
16 4
17 4 15
18 4 8
Jumlah 72 2 4 2 1 2
F 0,111111111 0,222222222 0,111111111 0,055555556 0,111111111 0,6
FR 18,18181818 36,36363636 18,18181818 9,090909091 18,18181818 100

39
Lampiran 14. Tabel Perhitungan Nilai INP (Indeks Nilai Penting) Tingkat Semai
No jenis mangrove K KR % FR % INP %
1 C. tagal P.C.B. 4,44 3,70 5 8,70
2 R. apiculata BI. 33,33 27,78 30 57,78
3 R. mucronata Lmk. 37,38 31,48 20 51,48
4 S. alba Smith. 13,33 11,11 10 21,11
5 B. gymorizha L. 28,89 24,07 30 54,07
6 L racemosa W. 2,22 1,85 5 6,85
Jumlah 119,59 100 100 200

40
Lampiran 15. Kuesioner Penelitian
KUISIONER PENELITIAN

A. Identitas Responden
Berilah tanda centang (√) pada kotak jawaban sesuai jawaban identitas
anda!
1. Nama :

2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

3. Umur : 15-24 tahun 25-34 tahun 35-44 tahun

45-54 tahun 55-64 tahun >64 tahun

4. Pendidikan : SD SMP SMA

Sarjana Tidak Sekolah Lainnya………

5. Pekerjaan : PNS Wiraswasta Pelajar/Mahasiswa

Petani Lainnya….......

B. Partisipasi Masyarakat
Berilah tanda centang (√) pada kotak jawaban sesuai jawaban anda!
1. Apakah Anda mengetahui keberadaan Hutan Mangrove di CMC Tiga
Warna?

Ya Tidak
2. Apakah Anda mengetahui kondisi mangrove di CMC Tiga Warna saat ini?

Ya Tidak
3. Menurut Anda bagaimana kondisinya mangrove di CMC Tiga Warna
Sekarang?

Baik Tidak Baik


4. Apakah Anda mengetahui dampak sosial dan ekonomi dari keberadaan
hutan mangrove di CMC Tiga Warna?

Ya Tidak
5. Menurut Anda bagaimana dampak sosial dan ekonomi dengan adanya
hutan mangrove di CMC Tiga Warna?

Bagus Tidak Bagus

41
6. Apakah Anda mengetahui potensi dari hasil mangrove dapat dimanfaatkan
di CMC Tiga Warna?

Ya Tidak
7. Menurut anda apakah setuju jika hasil mangrove di cmc Tiga Warna ini
dimanfaatkan untuk menambah nilai ekonomi masyarakat?

Setuju Tidak Setuju

TERIMAKASIH

42
Gambar 1. Diagram Perhitungan Pengunjung 2016

Gambar 2. Diagram Perhitungan Pengunjung 2017

43
Gambar 3. Diagram Pengunjung 2018

Gambar 4. Kondisi Salah Satu Pantai di Clungup Mangrove


Conservation Tiga Warna

44
Gambar 5. Cheklist Pengunjung di Loket

Gambar 6. Perjalanan Pengunjung Menuju Tiga Warna

45
Gambar 7. Pembuatan Petak

Gambar 8. Pengukuran Diameter Pohon

46
Gambar 9. Pengukuran Diameter Pohon

Gambar 10. Mengidentifikasi Jenis Mangrove

47
Gambar 11. Kegiatan Analisis Vegetasi

Gambar 12. Kondisi Mangrove

48
Gambar 13. Pencatatan Hasil Penelitian

Gambar 14. Kegiatan Setelah Pengambilan Data

49
Gambar 15. Kegiatan Pengisian Kuesioner

Gambar 16. Kegiatan Pengisian Kuesioner

50
Gambar 17. Kegiatan Kunjungan Dosen Pembimbing

51

Anda mungkin juga menyukai