TINJAUAN TEORITIS
1. Tujuan Pengarahan
Terdapat 5 tujuan dan fungsi pengarahan menurut (Asmuji,
2012), diantaranya:
a. Pengarahan bertujuan menciptakan kerjasama yang lebih
efisien.
b. Pengarahan bertujuan mengembangkan kemampuan dan
keterampilan staf.
c. Pengarahan bertujuan menumbuhkan rasa memiliki dan
menyukai pekerjaan
d. Pengarahan bertujuan mengusahakan suasana lingkungan
kerja yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja
staf.
e. Pengarahan bertujuan membuat organisasi berkembang
lebih dinamis.
2. Unsur-unsur Pengarahan
a. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam
keberhasilan manajemen. Kepemimpinan adalah suatu
proses yang mempengaruhi aktivitas kelompok
terorganisasi dalam upaya menyusun dan mencapai tujuan.
(Mugianti, 2016) menyatakan bahwa kepemimpinan
sebagai suatu proses persuasi dan memberi contoh
sehingga individu (pimpinan kelompok) membujuk
kelompoknya untuk mengambil tindakan yang sesuai
dengan usulan pimpinan atau usulan bersama.
Seorang manajer yang ingin kepemimpinannya lebih
efektif harus mampu untuk memotivasi diri sendiri untuk
bekerja dan banyak membaca, memiliki kepekaan yang
tinggi terhadap permasalahan organisasi, dan
menggerakan (memotivasi) stafnya agar mereka mampu
melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi.
Menurut (Basuki, 2018), terdapat beberapa macam
gaya kepemimpinan yaitu:
1) Autokratik
Pemimpin membuat keputusan sendiri. Mereka lebih
cenderung memikirkan penyelesaian tugas dari pada
memperhatikan karyawan. Kepemimpinan ini
cenderung menimbulkan permusuhan dan sifat agresif
atau sama sekali apatis dan menghilangkan inisiatif.
2) Demokratis
Pemimpin melibatkan bawahannya dalam proses
pengambilan keputusan. Mereka berorientasi pada
bawahan dan menitikberatkan pada hubungan antara
manusia dan kerja kelompok. Kepemimpinan
demokratis meningkatkan produktivitas dan kepuasan
kerja.
3) Laissez faire
Pemimpin memberikan kebebasan dan segala serba
boleh, dan pantang memberikan bimbingan kepada
staff. Pemimpin tersebut membantu kebebasan kepada
setiap orang dan menginginkan setiap orang senang.
Hal ini dapat mengakibatkan produktivitas rendah dan
karyawan frustasi. Manajer perawat harus belajar
mempraktekkan kepemimpinan perilaku yang
merangsang motivasi pada para pemiliknya,
mempraktekkan keperawatan profesional dan tenaga
perawat lainnya. Perilaku ini termasuk promosi
autonomi, membuat keputusan dan manajemen
partisipasi oleh perawat profesional.
b. Motivasi
Motivasi merupakan salah satu unsur pengarahan dalam
fungsi manajemen sehingga seorang perawat manajer
harus mampu melakukannya. Perawat manajer harus dapat
mengenali dan mengetahui motivasi maupun kebutuhan
staf yang merupakan faktor pemicu untuk melakukan
asuhan keperawatan kepada pasien yang dirawatnya
secara efektif dan efisien.
1) Tujuan motivasi
a) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
b) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
c) Mempertahankan kestabilan karyawan
d) Meningkatkan kedisiplinan karyawan
e) Mengefektifkan kedisiplinan karyawan
f) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang
baik
g) Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi
karyawan
h) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
i) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan
terhadap tugas-tugasnya
j) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan
bahan baku.
2) Faktor yang mempengaruhi motivasi
Motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh faktor
instrinsik dan faktor ekstrinsik.
a) Faktor Instrinsik
(1) Otonomi
(2) Status professional
(3) Tuntutan tugas
(4) Pencapaian
(5) Penguatan
b) Faktor Ekstrinsik
(1) Gaji/upah dan kompensasi
(2) Kondisi tempat kerja
(3) Keselamatan kerja
(4) Peraturan dan prosedur kerja
(5) Hubungan interpersonal
(6) Interaksi
(7) Supervisi
(8) Pekerjaan
d. Keuangan
Dokumentasi dapat bernilai keuangan. Semua tindakan
keperawatan yang belum, sedang, dan telah diberikan
dicatat dengan lengkap yang dapat dipergunakan sebagai
acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan bagi
pasien.
e. Pendidikan
Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan karena isinya
menyangkut kronologis dari kegiatan Asuhan Keperawatan
yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi
pembelajaran bagi siswa atau profesi keperawatan.
f. Penelitian
Dokumentasi keperawatan mempunyai nilai penelitian.
Data yang terdapat didalamnya mengandung informasi
yang dapat dijadikan sebagai bahan atau objek riset dan
pengembangan profesi keperawatan.
g. Akreditasi
Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh
mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan Asuhan
Keperawatan kepada Pasien. Dengan demikian akan dapat
diambil kesimpulan tingkat keberhasilan pemberian Asuhan
Keperawatan yang diberikan, pembinaan dan
pengembangan lebih lanjut. Hal ini selain bermanfaat bagi
peningkatan mutu sendiri, juga bagi individu perawat
dalam mencapai tingkat kepangkatan yang lebih tinggi.
5. Manfaat kegunaan dokumentasi implementasi
Manfaat kegunaan dokumentasi implementasi antara lain:
a. Mengkomunikasikan secara nyata tindakan-tindakan yang
telah dilakukan untuk klien. Hal ini penting untuk :
1) Menghindarkan kesalahan-kesalahan seperti duplikasi
tindakan, yang seharusnya tidak perlu terjadi
Contoh : Pemberian obat sudah diberikan, tetapi tidak
dicatat sehingga diberikan obat kembali
2) Quality Assurance (menjamin mutu ) yang akan
menunjukkan apa yang secara nyata telah dilakukan
terhadap klien dan bagaimana hubungannya dengan
standar yang telah dibuat.
3) Melihat hubungan respon-respon klien dengan tindakan
keperawatan yang sudah diberikan (evaluasi klinis)
b. Menjadi dasar penentuan tugas
Sistem klasifikasi klien didasarkan pada dokumentasi
tindakan keperawatan yang sudah ada, untuk selanjutnya
digunakan dalam menentukan jurnal perawat yang harus
bertugas dalam setiap shift jaga
c. Memperkuat pelayanan keperawatan
Jalan keluar dari tindakan malpraktek tergantung pada
dokumen-dokumen yang ada.
1) Dokumen tentang kondisi klien
2) Segala sesuatu yang telah dilakukan untuk klien
3) Kejadian-kejadian atau kondisi klien sebelum dilakukan
tindakan
d. Menjadi dasar perencanaan anggaran pembelanjaan
Dokumen tentang penggunaan alat-alat dan bahan-bahan
akan membantu perhitungan anggaran biaya suatu rumah
sakit.
6. Proses Dokumentasi Keperawatan
Proses dokumentasi keperawatan mencakup:
a. Pengkajian
1) Mengumpulkan Data
2) Validasi data
3) Organisasi data
4) Mencatat data
b. Diagnosa Keperawatan
1) Analisa data
2) Identifikasi masalah
3) Formulasi diagnosa
c. Perencanaan / Intervensi
1) Prioritas Masalah
2) Menentukan tujuan
3) Memilih strategi keperawatan
4) Mengembangkan rencana keperawatan
d. Pelaksanaan/implementasi
1) Melaksanakan intervensi keperawatan
2) Mendokumentasikan asuhan keperawatan: mencatat
waktu dan tanggal pelaksanaan, mencatat diagnosa
keperawatan nomor berapa yang dilakukan intervensi
tersebut, mencatat semua jenis intervensi keperawatan
termasuk hasilnya, berikan tanda tangan dan nama
jelas perawat satu tim kesehatan yang telah melakukan
intervensi.
3) Memberikan laporan secara verbal
4) Mempertahankan rencana asuhan
e. Evaluasi
1) Mengidentifikasikan kriteria hasil
2) Mengevaluasi pencapaian tujuan
3) Memodifikasi rencana keperawatan
7. Model Asuhan Keperawatan
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat
ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan
keperawatan profesional. Ada 5 metode pemberian asuhan
keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus
dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren
pelayanan keperawatan. Untuk memberikan asuhan
keperawatan yang lazim dipakai meliputi metode fungsional,
metode tim, metode kasus, modifikasi metode tim-primer
(Nursalam, 2014).
a. Metode fungsional
Metode fungsional merupakan manajemen klasik
yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas,
dan pengawasan yang baik. Metode ini sangat baik untuk
rumah sakit yang kekurangan tenaga. Perawat senior
menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau
belum berpengalaman.
Kelemahan dari metode ini adalah pelayanan
keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan. Setiap perawat hanya melakukan 1-2
jenis intervensi (misalnya merawat luka). Metode ini tidak
memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat dan
persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang
berkaitan dengan keterampilan saja.
b. Metode Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas
anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat
ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas
tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu
kelompok kecil yang saling membantu.
Metode ini memungkinkan pemberian pelayanan
keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan
proses keperawatan, dan memungkinkan komunikasi
antartim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi
kepuasan kepada anggota tim. Namun, komunikasi antar
anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi
tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk
dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
Hal pokok dalam metode tim adalah ketua tim
sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan, pentingnya komunikasi
yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan
terjamin, anggota tim harus menghargai kepemimpinan
ketua tim, model tim akan berhasil bila didukung oleh
kepala ruang.
Tujuan metode keperawatan tim adalah untuk
memberikan perawatan yang berpusat pada klien.
Perawatan ini memberikan pengawasan efektif dari
memperkenalkan semua personel adalah media untuk
memenuhi upaya kooperatif antara pemimpin dan anggota
tim. Melalui pengawasan ketua tim nantinya dapat
mengidentifikasi tujuan asuhan keperawatan,
mengidentifikasi kebutuhan anggota tim, memfokuskan
pada pemenuhan tujuan dan kebutuhan, membimbing
anggota tim untuk membantu menyusun dan memenuhi
standar asuhan keperawatan.
Walaupun metode tim keperawatan telah berjalan
secara efektif, mungkin pasien masih menerima
fragmentasi pemberian asuhan keperawatan jika ketua tim
tidak dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan
pasien, keterbatasan tenaga dan keahlian dapat
menyebabkan kebutuhan pasien tidak terpenuhi.
c. Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat
bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan
keperawatan pasien mulai pasien masuk sampai keluar
rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada
kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana.
Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat
dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang
ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan
koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Konsep dasar metode primer adalah ada tanggung jawab
dan tanggung gugat, ada otonomi, dan ketertiban pasien
dan keluarga.
Metode primer membutuhkan pengetahuan
keperawatan dan keterampilan manajemen, bersifat
kontinuitas dan komprehensif, perawat primer
mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan
memungkinkan pengembangan diri sehingga pasien
merasa dimanusiakan karena terpenuhinya kebutuhan
secara individu. Perawat primer mempunyai tugas mengkaji
dan membuat prioritas setiap kebutuhan klien,
mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mengembangkan
rencana keperawatan, dan mengevaluasi keefektifan
keperawatan. Sementara perawat yang lain memberikan
tindakan keperawatan, perawat primer mengkoordinasikan
keperawatan dan menginformasikan tentang kesehatan
klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya.
Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan
tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi.
d. Metode Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh
kebutuhan pasien saat dinas. Pasien akan dirawat oleh
perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama
pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu
pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan
untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus
seperti: isolasi, intensive care. Kelebihannya adalah
perawat lebih memahami kasus per kasus, sistem evaluasi
dari manajerial menjadi lebih mudah. Kekurangannya
adalah belum dapat diidentifikasi perawat penanggung
jawab, perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai
kemampuan dasar yang sama.
e. Modifikasi MAKP Tim-Primer
Pada model MAKP tim digunakan secara kombinasi
dari kedua sistem. Penetapan sistem model MAKP ini
didasarkan pada beberapa alasan :
1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni,
karena perawat primer harus mempunyai latar
belakang pendidikan S1 Keperawatan atau setara.
2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena
tanggung jawab asuhan keperawatan pasien
terfragmentasi pada berbagai tim.
3) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan
komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas
asuhan keperawatan terdapat pada primer. Disamping
itu, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian
besar adalah lulusan SPK, maka akan mendapat
bimbingan dari perawat primer/ketua tim tentang
asuhan keperawatan.
Contoh: untuk ruang model MAKP ini diperlukan 26
perawat. Dengan menggunakan model modifikasi
keperawatan primer ini diperlukan 4 (empat) orang perawat
primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di samping seorang
kepala ruang rawat juga Ners. Perawat associate (PA) 21
orang, kualifikasi pendidikan perawat asosiasi terdiri atas
lulusan D3 Keperawatan (3 orang) dan SPK (18 orang).
Pengelompokan Tim pada setiap shift jaga terlihat pada
gambar di bawah.
DAFTAR PUSTAKA