Anda di halaman 1dari 24

Zaki Alifsyah Putra AR

04011281823164

BETA 18

SKDI, Manifestasi, Faktor Risiko, DD

1. SKDI

Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan


Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan
mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai
penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk


Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk


3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 4
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter.

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan.

Penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas

2. Manifestasi Klinis

Rinosinusitis akut dapat disertai dengan demam ringan, malaise, sakit kepala, dan
kemungkinan batuk. Tanda-tanda fisik khas termasuk edema mukosa hidung bilateral, sekresi
hidung purulen dan nyeri tekan sinus, meskipun ini bukan temuan sensitif atau spesifik. Nyeri
pada palpasi pada sinus frontal dapat mengindikasikan peradangan.

Infeksi sinus maksilaris dapat menyebabkan sakit gigi dengan nyeri tekan pada daerah molar.
Sinusitis etmoid mungkin berhubungan dengan pembengkakan, nyeri tekan dan nyeri di sekitar
mata. Drainase purulen dapat terlihat jelas pada pemeriksaan sebagai anterior rhinorrhoea atau
posterior pharyngeal drip dengan gejala klinis yang berhubungan dengan sakit tenggorokan
dan batuk.

Drainase hidung serosa pada awalnya, berubah menjadi mukopurulen, dengan resolusi dalam
10 hari. Namun, jika gejala memburuk setelah 5 hari onset atau bertahan lebih dari 10 hari,
kemungkinan ada infeksi bakteri sekunder dan dikenal sebagai rinosinusitis non-viral akut.
Rinosinusitis kronis mencakup semua gejala rinosinusitis akut tetapi durasinya> 12 minggu.
a. Demam

Rhinosinusitis terjadi akibat tubuh terinfeksi virus atau bakteri (pirogen eksogen) yang
menstimulasi pirogen endogen untuk melindungi tubuh dan menciptakan kekebalan melawan
pirogen eksogen.Salah satu pirogen endogen didalam tubuh yaitu IL- 1 yang merangsang
sintesis prostatglandin E2 di hipotalamus,dan selanjutnya bekrja pada pusat vasomotor
sehingga meningkatkan produksi panas sekaligus menahan pelepasan panas sehingga
menyebabkan demam.

b. Nasal Obstruction

Infeksi virus pada hidung akan menyebabkan peradangan dan/atau infeksi virus pada sinus
yang berdampingan sehingga mengakibatkan perkembangan tekanan atmosfer negative di
rongga sinus & penurunan tekanan parsial oksigen yang memproduksi lendir berlebihan
dengan atau tanpa transudasi plasma. Malfungsi atau penghential total pergerakan silia
menyebabkan statis lender dan penyumbatan KOM.
Saat terjadi obstruksi, di dalam sinus akan terjadi hipoksia local yang menimbulkan perubahan
pH dan dapat membuat kerusakan epitel dan fungsi silia.

Cairan sinus yang terbendung ditambah kerusakan epitel dan fungsi silia merupakan media
baik untuk pertumbuhan bakteri sehingga dapat memperberat inflamasi jaringan dan
penembalan mukosa dan menambah obstruksi ostium.

c. Mucopurulent rhinorea

Infeksi virus pada hidung akan menyebabkan peradangan dan/atau infeksi virus pada sinus
yang berdampingan sehingga mengakibatkan perkembangan tekanan atmosfer negative di
rongga sinus & penurunan tekanan parsial oksigen yang memproduksi lendir berlebihan
dengan atau tanpa transudasi plasma. Peningkatan akumulasi cairan akan sembuh dalam
beberapa hari atau bila menetap, secret terkumpul didalam sinus yang merupakan media baik
untuk multiplikasi bakteri dan emproduksi secret purulent.

d. Rasa tidak nyaman pada wajah

Karena ada reaksi inflamasi pada mukosa sinus maksilaris, ethmoid, frontal, sfenoid yang
menyebabkan sinus tertekan sehingga timbul rasa nyeri pada wajah.

Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis
akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain).

• Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada
nyeri alih ke gigi dan telinga.
• Nyeri diantara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid
• Nyeri di dahi atau di seluruh kepala menandakan sinusitis frontal.
• Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata dan
daerah mastoid.
Tabel Gejala Klinis
Mayor Minor
• Nyeri/rasa tebal pada wajah • Sakit kepala
• Hidung tersumbat • Nafas berbau
• Ingus Kental • Batuk
• Postnasal drip purulent • Nyeri telinga
• Gangguan penghidu • Rasa penuh di telinga
• Demam
• Adanya secret purulent pada pemeriksaan
endoskopi nasal

3. Faktor Risiko Sinusitis

1. Merokok

Merokok dan terpapar asap rokok meningkatkan risiko terkena sinusitis.

2. Kondisi Medis Tertentu

Kondisi medis berikut ini meningkatkan peluang Anda terkena sinusitis:

a. Pilek baru baru ini

b. Obat-obatan, seperti penggunaan semprotan dekongestan dalam waktu lama

untuk obstruksi hidung karena:

• Polip

• Septum menyimpang

• Kelainan tulang wajah

• Adenoid yang membengkak

• Langit-langit mulut sumbing

• Tumor

3. Alergi

4. Penyakit kronis tertentu, termasuk:

a. Cystic fibrosis

b. Sindrom Kartagener (gangguan silia di seluruh tubuh)


c. Granulomatosis dengan poliangiitis

d. Infeksi HIV

e. Diabetes

f. Sindrom silia imotil

5. Cidera kepala atau kondisi medis yang mengharuskan tabung dimasukkan ke dalam hidung

6. Umur

Secara umum, orang tua dan orang muda memiliki risiko lebih tinggi terkena bronkitis
akut, termasuk sinusitis.

7. Gender

Wanita memiliki kemungkinan lebih besar terkena sinusitis daripada pria.

8. Latar belakang etnis

Orang kulit putih dan kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena sinusitis daripada
orang Hispanik.

9. Faktor Lingkungan

• Bepergian ke tempat yang tinggi

• Polusi udara

• Tinggal di Midwest atau selatan AS

9. Aktivitas

Terbang dan menyelam sama-sama meningkatkan peluang Anda terkena sinusitis.

Faktor predisposisi untuk sinusitis

• infeksi saluran pernapasan atas

• Variasi anatomi

• Rinitis alergi
• Kekeringan pada hidung

• Infeksi dan prosedur gigi, trauma

• Barotrauma

• Faktor hormon

• Penyakit defisiensi imun

• Menghirup iritasi

• Ventilasi mekanis

• Tabung nasotrakeal dan nasogastric

Walaupun sinusitis dianggap berasal dari rhinogen, infeksi gigi merupakan faktor predisposisi
yang penting untuk dipertimbangkan, karena dapat menyebabkan sekitar 10-12% kasus
sinusitis maksilaris akut.Sumber odontogenik harus dipertimbangkan pada pasien dengan
gejala sinusitis maksilaris. yang memiliki riwayat positif untuk infeksi odontogenik atau
operasi dentoalveolar.

Organisme penyebab umum untuk Virus rinosinusitis akut: Rhinovirus, virus Influenza, virus
Parainfluenza, Bakteri, Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella
catarrhalis, Bakteri anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus aureus, bakteri Gram
negatif. Rinosinusitis non-viral akut terutama disebabkan oleh bakteri. Haemophilus
influenzae telah dilaporkan menghasilkan toksin yang mengganggu fungsi siliaris dan merusak
sel mukosa. 10 Organisme khas dalam sinusitis odontogenik meliputi streptokokus anaerob
(Streptococcus sanguis, Streptococcus salivarius, Streptococcus mutans), Bacteroides, Protei,
dan coli.

4. Diagnosis Banding

1. Asthma
2. Sinus tumors
3. Oral cavity infections
4. Nasal and sinus papillomas
Rhinosinusitis Akut Rhinosinusitis Kronis

Rekurens pada rinosinusitis kronis Refluks gastro-esofageal


Bronkitis akut Tumor ganas rongga hidung
RInitis akut Tumor ganas nasofaring
Asma bronkial Tumor pada sinus
Influenza Benda asing pada saluran napas
Cluster headache Fibrosis kistik
Migrain Sinusitis jamur
Anatomi Hidung
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat
dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.
Kerangka tulang terdiri dari:
a. Os nasalis
b. Prosesus frontalis os maksila
c. Prosesus nasalis os frontal
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak dibagian
bawah hidung yaitu:
a. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
b. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior ( kartilago ala mayor)
c. Beberapa pasang kartilago ala minor dan tepi anterior kartilago septum.
Pada dinding lateral terdapat:
a. 4 konka yakni konka inferior,media,superior,rudimenter
b. Kartilago nasalis lateralis superior
Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus.
Tergantung dari letak meatus, ada 3 meatus yakni meatus inferior, media, dan superior.
a. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding
lateral rongga hidung. Terdapat ostium duktus nasolakrimalis.
b. Meatus medius terletak diantara konka media dengan dasar hidung dan dinding lateral
rongga hidung. Terdapat suatu celah sempit yakni hiatus semilunaris yang merupakan
muara dari sinus frontalis, maksila, dan sinus etmoid anterior.
c. Meatus superior terletak diantara konka superior dengan konka media. Terdapat muara
sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.
Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang
yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana.
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang
disebut mukosa hidung. Mukosa dibagi 2 yakni mukosa respiratori dan mukosa olfaktorius.
Mukosa respiratori terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh
epitel kolumner pseudostratified bersilia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet yang
mensekresikan lendir. Mukosa olfaktorius terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel kolumner pseudostratified non silia. Epitel
dibentuk oleh 3 macam sel yakni sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Pada bagian
yang lebih terkena aliran udara mukosa lebih tebal dan terkadang terjadi metaplasia, menjadi sel
epitel squamosal.
Sinus Paranasal
Fungsi Sinus adalah untuk menghangatkan/melembabkan udara yang dihirup, membantu
pengaturan tekanan intranasal, berperan dalam pertahanan tubuh, meringankan tengkorak dan
memberikan resonansi suara.
Fungsi utama sinus paranasal adalah mengeliminasi benda asing dan sebagai pertahanan
tubuh terhadap infeksi melalui tiga mekanisme yaitu terbukanya kompleks osteomeatal, transport
mukosiliar dan produksi mukus yang normal. Patensi KOM memiliki peranan yang penting
sebagai tempat drainase mukus dan debris serta memelihara tekanan oksigen dalam keadaan
normal sehingga mencegah tumbuhnya bakteri. Faktor transport mukosiliar sangat tergantung
pada karakteristik silia yaitu struktur, jumlah dan koordinasi gerakan silia. Produksi mukus juga
bergantung kepada volume dan viskoelastisitas mukus yang dapat mempengaruhi transport
mukosiliar.
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena
bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang
terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus
paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam
tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus
maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus
etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai
pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus-sinus ini
umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.

A. Sinus Maksilaris
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhimya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior
sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya
adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga
hidung, dinding superiomya ialah dasar orbita dan dinding inferiomya' ialah prosesus
alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial
sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1) dasar
sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2),
molar (Ml dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-
akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik
ke atas menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita;.
3)Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya
tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit.
Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang
atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitis.

B. Sinus Frontalis

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir,
sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal
sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tid.ak simetris, satu lebih
besar dari pada lain-nya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis t'engah. Kurang
lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus
frontalnya tidak berkembang. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebamya 2,4
cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-
lekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuklekuk-d'ihding sinus pada foto
Rontgen menunjukkan adanya infeksi. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif
tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah
menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus
frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.

C. Sinus Etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagia posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, linggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian
anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel
yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid,
yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel inijumlahnya
bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior ypng
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior.
Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecilkecil dan banyak, letaknya di depan lempeng
yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina
basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit
jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis. Di bagian terdepan sinus etmoid
anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus
frontal. Seletmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di ilaerah etmoid anterior terdapat
suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila.
Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan
pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus
etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan
sinussfenoid.

D. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya,
dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml.Saat
sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan
menjadisangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding
sinus sfenoid. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan
sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka nasalis
Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut terutama terdapat pada di bagian atas.
Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman (Nervus
olfaktorius).
Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang
pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah . Saluran ini
disebut tuba auditiva eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring.
Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis.
Semua sinus-sinus ini, dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung,
berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.
Sinus paranasal yang sering terkena adalah sinus ethmoid dan maksila. Sinus maksila
sering disebut antrum highmore, letaknya dekat akar rahang gigi atas, maka infeksi mudah
menyebar ke sinus disebut sinusitis dentogen.

Tabel. Sinus Paranasales dan Tempat Muaranya ke Dalam Rongga


Hidung
Sinus Tempat Muara
Sinus Meatus nasi medius melalui hiatus semilunaris
maxillaris
Sinus frontalis Meatus nasi media via infundibulum
Sinus Recessus sphenoethmoidalis
sphenoidalis
Sinus
ethmoidalis
-Kelompok anterior Infundibulum dan ke dalam meatus nasi media
-Kelompok Meatus nasi media pada atau di atas bulla
media ethmoidalis
-Kelompok Meatus nasi superior
posterior
*Perhatikan bahwa sinus maxillaris dan sinus sphenoidalis pada waktu lahir
terdapat dalam bentuk yang rudimenter, setelah usia delapan tahun menjadi lumayan
besar, dan pada masa remaja telah terbentuk sempurna.
KOMPLEKS OSTIO.MEATAL

Merupakan merupakan celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka media
dan lamina papirasea. KOM merupakan juga jalur pertemuan drainase kelompok sinus anterior
yang terdiri dari meatus media, prosesus unsinatus, hiatur semilunaris, infundibulum etmoid, bula
etmoid, ostium sinus maksila dan resesus frontal. KOM merupakan unit fungsional yang
merupakan tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu sinus
maksillaris, etmoid anterior dan frontal. Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit karena
mukosa yang inflamasi atau massa yang akan menyebabkan obstruksi ostium sinus, stasis silia dan
terjadi infeksi sinus.
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muaramuara
saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit,
dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di
belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan
ostiumnya dan ostium sinus maksila.

SISTEM MUKOSILIAR

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di
atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium
alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada dinding lateral hidung lerdapal
aliran transpor mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang
bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir
yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke
nasofaring di postero-superior muara tuba. lnilah sebabnya pada sinus:tis didapati sekret pasca-
nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.

Vaskularisasi

Perdarahan hidung berasal dari a. etmoid anterior, a. etmoid posterior cabang dari a.
oftalmika dan a. sfenopalatina. Bagian anterior dan superior septum dan dinding lateral hidung
mendapatkan aliran darah dari a. etmoid anterior, sedangkan cabang a. etmoid posterior yang lebih
kecil hanya mensuplai area olfaktorius.
Sistem vena di hidung tidak memiliki katup dan hal ini menjadi predisposisi penyebaran
infeksi menuju sinus kavernosus. Persarafan hidung terutama berasal dari cabang
oftalmikus dan cabang maksila nervus trigeminus
Daftar Pustaka

Paulsen, F., & Waschke,. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal. Penerjemah: Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC.

Prasetyo, S.J., 2012. Karakteristik Penderita Rinosinusitis Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan Tahun 2011.

Richard L Drake; Wayne Vogl; Adam W M Mitchell. 2014. Gray’s Anatomy: Anatomy of the
Human Body. Elsevier.

Soetjipto, et.al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Edisi 7. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai