Anda di halaman 1dari 22

Nama : Siskawati Iskandar

Nim : 201711283

PERANAN GENERASI MUDA DALAM MENSOSIALISASIKAN SANITASI PADA


MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi ( pengelolaan air limbah

domestic ) terburuk ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar ( ANTARA

News, 2006 ). Menurut data Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2002, tidak

kurang dari 400.000 m3 / hari limbah rumah tangga dibuang langsung ke sungai dan

tanah, tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. 61,5 % dari jumlah tersebut terdapat di

Pulau Jawa. Pembuangan akhir limbah tinja umumnya dibuang menggunakan beberapa

cara antara lain dengan menggunakan septic tank, dibuang langsung ke sungai atau

danau, dibuang ke tanah , dan ada juga yang dibuang ke kolam atau pantai. Di beberapa

daerah pedesaan di Indonesia, masih banyak dijumpai masyarakat yang berada di bawah

garis kemiskinan dengan sanitasi yang sangat minim. Masih sering dijumpai sebagian

masyarakat yang membuang hajatnya di sungai karena tidak mempunyai saluran

pembuangan khusus untuk pembuangan air limbah rumah tangga maupun air buangan

dari kamar mandi. Bahkan terkadang masih dijumpai masyarakat yang membuang

hajatnya di pekarangan rumahnya masing-masing. Hal ini terjadi selain disebabkan

karena faktor ekonomi, faktor kebiasaan yang sulit dirubah dan kualitas pendidikan yang
relatif rendah dari masyarakat pun memang sangat berpengaruh besar terhadap pola hidup

masyarakat.

Kondisi sanitasi yang buruk dapat menimbulkan berbagai dampak yang

merugikan terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan hidup dan kegiatan ekonomi yang

berkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat. Departemen Kesehatan (2003)

melaporkan bahwa 32,24 % air minum perpipaan dan 54,16 % non perpipaan diketahui

belum memenuhi persyaratan bakteriologis. Jadi tidaklah mengherankan jika kejadian

penyakit diare di Indonesia begitu tinggi (Percik, Desember 2006). Sehingga diharapkan

peranan generasi muda dalam mensosialisasikan akan pentingnya membangun kesadaran

masyarakat untuk menerapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat) karena dari sanitasi

yang baik dapat memutus tali rantai penyebaran penyakit. Disini penulis akan

menjabarkan “Peranan Generasi Muda Dalam Mensosialisaikan Sanitasi Pada

Masyarakat ”. Alasan penulis mengambil kasus sanitasi agar masyarakat sadar akan

pentingnya menjaga lingkungan demi kelangsungan hidup yang lebih baik.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan,

pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Sanitasi

lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan

mempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar yang mempengaruhi

kesejahteraan manusia. Kondisi tersebut mencakup:

1. pasokan air yang bersih dan aman;

2. pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien;

3. perlindungan makanan dari kontaminasi biologi dan kimia;

4. udara yang bersih dan aman;

5. rumah yang bersih dan aman (Bagja Waluyo, 2012: 45).

Upaya-upaya untuk menciptakan sanitasi lingkungan yang baik adalah sebagai berikut (Bagja

Waluyo, 2012: 57-61)

1. Mengembangkan kebiasaan atau perilaku hidup sehat Terjangkitnya penyakit seperti

diare diakibatkan oleh kebiasaan hidup yang tidak sehat. Kebiasaan yang dimaksud

adalah tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, buang air besar atau kecil

sembarangan, minum air yang belum dimasak secara benar dan lain-lain.

2. Membersihkan ruangan dan halaman rumah secara rutin


Ruangan dalam rumah dapat menimbulkan berbagai penyakit jika tidak secara rutin

dibersihkan. Perlengkapan rumah seperti karpet dan kursi berpotensi menjadi tempat

mengendapnya debu. Debu yang mengendap dan kemudian beterbangan di dalam

ruangan dapat menimbulkan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Debu

juga dapat berfungsi sebagai media tempat menempelnya bakteri atau virus yang dapat

mengganggu kesehatan manusia. Ruangan yang tidak bersih dan rapi juga dapat

mengundang masuknya lalat, nyamuk dan tikus masuk ke dalam ruangan. Padahal

keduanya dapat menjadi vektor pembawa penyakit.

3. Membersihkan kamar mandi dan toilet

Kamar mandi dan toilet merupakan bagian dari rumah yang paling kondusif untuk

dijadikan tempat perkembangbiakan berbagai jenis organisme penyebab dan pembawa

penyakit. Lantai kamar mandi yang senantiasa lembab atau bahkan basah merupakan

tempat yang cocok bagi berkembangnya bakteri atau mikroorganisme penyebab berbagai

penyakit. Karena itu, kamar mandi dan toilet harus lebih sering dibersihkan dibanding

ruangan lainnya.

4. Menguras, menutup dan menimbun (3M)

Bak atau tempat penampungan air dapat menjadi tempat yang sangat baik bagi

perkembangbiakan nyamuk. Karena itu, bak dan tempat penampungan air harus

dibersihkan dan dikuras secara rutin minimal satu minggu sekali. Tempat penampungan

air diupayakan selalu tertutup. Menutup tempat penyimpanan air dapat mencegah

perkembangbiakan nyamuk. Menutup tempat penampungan air juga mencegah masuknya

organisme lainnya yang dapat menimbulkan penyakit seperti tikus dan kecoa. Aktivitas

menimbun dilakukan agar barang-barang di lingkungan tidak dijadikan sarang atau


tempat perkembangbiakan organisme yang merugikan kesehatan. Kaleng, ban bekas,

plastik, dan lain-lain sebaliknya ditimbun jika tidak akan dipakai lagi.

5. Tidak membiarkan adanya air yang tergenang

Genangan air seringkali dianggap tidak membahayakan. Padahal, genangan air yang

dibiarkan lama, terutama pada musim hujan dapat menjadi tempat perkembangbiakan

nyamuk. Karena itu, barang-barang bekas yang sedianya dapat menampung air seperti

botol, kaleng, ban bekas sebaiknya dikubur atau dihancurkan.

6. Membersihkan saluran pembuangan air

Air bekas mencuci, mandi, masak, dan air dari kakus akan masuk ke saluran

pembuangan. Saluran tersebut biasanya terbuka dan air yang mengalir sangat kotor dari

limbah cair maupun sampah. Jika dibiarkan, tempat tersebut menjadi sumber berbagai

jenis penyakit dari organisme yang hidup di dalamnya. Karena itu, secara individu

maupun bersama-sama dengan warga masyarakat lainnya, secara rutin saluran tersebut

harus dibersihkan.

7. Menggunakan air yang bersih

Air menjadi salah satu komponen penting dalam kaitannya dengan kesehatan. Namun,

sebagian masyarakat kita masih menggunakan air yang tidak bersih untuk keperluan

mencuci dan mandi serta memasak maupun minum. Selain itu, proses masak yang tidak

sempurna juga dapat menyebabkan penyakit. Karena itu, tidak heran jika banyak

penyakit yang muncul karena faktor air.

2.2. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)


2.2.1. Sejarah STBM
STBM merupakan adopsi dari keberhasilan pembangunan sanitasi total dengan

menerapkan model CLTS (Community-Led Total Sanitation). Pendekatan CLTS berasal

dari evaluasi oleh Kamal Kar mengenai WaterAid dari VERC’s (Village Education

Resource). Hasil dari evaluasi adalah penemuan pendekatan CLTS dengan metode PRA

pada tahun 2000. Sejak tahun 2000, melalui pelatihan langsung oleh Kamal Kar dan

dukungan dari banyak lembaga serta dibantu dengan kunjungan lintas Negara, CLTS telah

menyebar ke organisasi lain di Bangladesh dan Negara lain di Asia Selatan dan Asia

Tenggara, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah. Lembaga atau instansi yang

mensponsori pelatihan ini oleh Kamal Kar antara lain the WSP-World Bank, CARE,

Concern, WSLIC II (Kamal Kar dan Robert C, 2008: 7). Uji coba implementasi CLTS di 6

kabupaten di Indonesia pada tahun 2005. Pada Juni 2006, Departemen Kesehatan

mendeklarasikan pendekatan CLTS sebagai strategi nasional untuk program sanitasi. Pada

september 2006, program WSLIC memutuskan untuk menerapkan pendekatan CLTS

sebagai pengganti pendekatan dana bergulir di seluruh lokasi program (36 kabupaten).

Pada saat yang sama, beberapa LSM mulai mengadopsi pendekatan ini. Mulai Januari

sampai Mei 2007, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Bank Dunia merancang

proyek PAMSIMAS di 115 kabupaten. Program ini mengadopsi pendekatan CLTS dalam

rancangannya (Kepmenkes, 2008). Bulan Juli 2007 menjadi periode yang sangat penting

bagi perkembangan CLTS di Indonesia, karena pemerintah bekerja sama dengan Bank

Dunia mulai mengimplementasikan sebuah proyek yang mengadopsi pendekatan sanitasi

total bernama Total Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM) atau Sanitasi Total dan

Pemasaran Sanitasi (SToPS), dan pada tahun 2008 diluncurkannya sanitasi total berbasis

masyarakat (STBM) sebagai strategi nasional (Kepmenkes, 2008).


2.2.2. Pengertian STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan, strategi dan program

untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan

metode pemicuan. Perilaku higiene dan sanitasi yang dimaksud antara lain tidak buang

air besar sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan

yang aman, mengelola sampah dengan benar dan mengelola limbah cair rumah tangga

dengan aman. Perilaku tersebut merupakan rangkaian kegiatan sanitasi total. Selanjutnya

rangkaian perilaku tersebut disebut sebagai pilar STBM. Kelima pilar tersebut merupakan

satu kesatuan kegiatan namun perlu diprioritaskan pilar mana yang paling mendesak.

Prioritas berdasarkan criteria: 1) luasnya akibat (dampak) yang ditimbulkan oleh perilaku

itu; (2) kemampuan masyarakat untuk menanggulangi; (3) keterdesakan untuk

ditanggulangi; (4) keterdesakan, akibat yang akan timbul apabila persoalan tidak segera

ditanggulangi (Menkes, 2008 dan Ditjen PP dan PL, 2011). STBM dilaksanakan melalui

pemberdayaan masyarakat dimana masyarakat sadar, mau dan mampu untuk

melaksanakan sanitasi total yang timbul dari dirinya sendiri, bukan melalui paksaan.

Melalui cara ini diharapkan perubahan perilaku tidak terjadi pada saat pelaksanaan

program melainkan berlangsung seterusnya (Depkes RI, 2008). Metode yang digunakan

dalam STBM adalah metode pemicuan. Metode pemicuan ini dilaksanakan oleh tim

fasilitator dengan cara memicu masyarakat dalam lingkup komunitas terlebih dahulu

untuk memperbaiki sarana sanitasi sehingga tercapai tujuan dalam hal memperkuat

budaya perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat serta mencegah penyakit

berbasis lingkungan. Faktor-faktor yang harus dipicu antara lain rasa jijik, rasa malu,

takut sakit, aspek agama, privacy, dan kemiskinan. Setelah pemicuan faktor tersebut
terlaksana, dibentuklah komite dari komunitas tersebut. Komite dibentuk agar rencana

aksi dari masyarakat yang terpicu dapat berjalan dengan baik. Selain itu monitoring dari

tim fasilitator juga harus diterapkan. Kegiatan terus dilakukan sampai tercapai kondisi

desa bebas buang air besar sembarangan (ODF/ Open Defecation Free) (Ditjen PP dan

PL, 2011). Terdapat empat parameter desa ODF antara lain:

1. Semua rumah tangga mempunyai jamban yang memenuhi syarat kesehatan

2. Semua sekolah yang berada di wilayah tersebut mempunyai jamban yang

memenuhi syarat kesehatan dan program perbaikan hygiene.

3. Semua sarana jamban digunakan dan dipelihara.

4. Lingkungan tempat tinggal bebas dari kotoran manusia.

Tujuan umum dari program STBM adalah memicu masyarakat sehingga dengan kesadarannya

sendiri mau menghentikan kebiasaan buang air besar di tempat terbuka pindah ke tempat tertutup

dan terpusat. Sedangkan tujuan khusus dari program STBM antara lain:

1. Memfasilitasi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengenali permasalahan

kesehatan lingkungannya sendiri.

2. Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisis masalah kesehatan lingkungan mereka

dengan memicu perasaan jijik, malu, takut sakit, rasa dosa, dan lain sebagainya

sehingga muncul kesadaran untuk merubah perilakunya kearah perilaku hidup bersih

dan sehat dengan meninggalkan kebiasaan bab di tempat terbuka.

3. Memunculkan kemauan keras masyarakat untuk membangun jamban yang sesuai

dengan keinginannya dan kemamuan mereka tanpa menunggu bantuan.


Dalam program ini masyarakat dilibatkan dalam suatu aktivitas. Keadaan ini dapat

memberi stimulasi, sehingga terjadi partisipasi. Partisipasi selanjutnya menimbulkan

interaksi antar anggota masyarakat sehingga timbul pertanyaanpertanyaan pada dirinya

sehingga timbul kesadaran tentang keadaan dirinya tersebut atau terjadi realisasi.

Kesadaran atau realisasi inilah yang kemudian menimbulkan keinginan ataupun dorongan

untuk berubah, yakni mengubah keadaannya yang jelek menjadi baik. Keadaan inilah

yang menunjukkkan motif pada diri seorang telah terbentuk. Atas dasar motif inilah akan

terjadi perubahan perilaku (Slamet, 2006). Prinsip dari program nasional STBM antara

lain non-subsidi, kebersamaan, keberpihakan terhadap kelompok miskin, keberpihakan

pada lingkungan, prinsip tanggap kebutuhan, kesetaraan jender, pembangunan berbasis

masyarakat, dan keberlanjutan (Kepmenkes RI, 2010 dan Ditjen PP dan PL, 2011).

Pilar STBM

Tujuan STBM dapat tercapai dengan terpenuhinya beberapa pilar agar kondisi sanitasi total

sebagai prasyarat keberhasilan STBM tercapai. Beberapa pilar tersebut antara lain (Kepmenkes

RI, 2010 dan Ditjen PP dan PL,2011):

1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) Kondisi ketika setiap individu dalam

suatu komunitas tidak membuang air besar di ruang terbuka atau di sembarang tempat.

Tujuan dari pilar ini adalah mencegah dan menurunkan penyakit diare dan penyakit

lainnya yang berbasis lingkungan.

2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan

air yang mengalir pada 5 waktu kritis. Lima waktu kritis tersebut antara lain sebelum

makan, sesudah makan, setelah BAB atau kontak dengan kotoran, setelah mengganti
popok bayi, dan sebelum memberikan makan bayi. Tujuan jangka panjang dari pilar

kedua adalah untuk berkontribusi terhadap penurunan kasus diare pada anak balita di

Indonesia.

3. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga dan Makanan Sehat (PAM- RT) Suatu proses

pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan air minum dan air yang digunakan untuk

produksi makanan dan keperluan oral lainnya. Tujuan dari pilar ketiga adalah untuk

mengurangi kejadian penyakit yang ditularkan melalui air minum.

4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PSRT) Proses pengelolaan sampah pada tingkat

rumah tangga dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, and Recycle).

5. Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga (PALRT) Proses pengolahan air limbah pada

tingkat rumah tangga untuk menghindari terciptanya genangan yang berpotensi

menimbulkan penyakit berbasis lingkungan.

Dalam pelaksanaannya, STBM di desa lebih mengutamakan pendekatan partisipatif.

Aktor desa yang terlibat dalam program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat meliputi Kepala

Desa dan Perangkat Desa, Dukuh dan Natural leader, Lembaga Kemasyarakatan Desa seperti

LPMD, Kader Kesehatan, PKK, Ketua RT, Ketua RW, Tokoh Masyarakat, Karangtaruna dan

seluruh warga desa. 5 Pilar STBM adalah :Tidak Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS);

Cuci Tangan Pakai Sabun; Pengamanan Makanan dan Air Minum; Pengolahan Sampah; dan

Pengelolaan Limbah Cair.

Melalui kegiatan verifikasi pra pencanangan desa STBM, dapat dilihat secara langsung

implementasi program STBM oleh warga masyarakat. Sejauh mana masyarakat desa sadar akan

pentingnya menjaga kesehatan lingkungan. Selain itu, komitmen masyarakat desa juga dapat

ditinjau dari perilaku sehari-hari serta ketersediaan sarana prasarana sanitasi di tingkatan rumah
tangga. Pada akhirnya, terselenggaranya sanitasi lingkungan berbasis pemberdayaan masyarakat

desa dapat berjalan optimal jika didukung oleh segenap lapisan masyarakat dan fasilitasi dari

pemerintah.

Salah satu bagian dari masyarakat yang sangat diharapkan untuk berpatisipasi

dalam memperhatikan lingkungan hidup adalah para generasi muda. Pada era saat ini,

sebagai generasi muda yang akan memegang kendali kehidupan dalam bermasyarakat di masa

yang akan datang, maka sudah sepantasnya bagi para generasi muda baik laki-laki dan

perempuan menjadi generasi yang bijak dalam berbagai aspek kehidupan, begitu juga halnya

dalam masalah kelestarian lingkungan, mestinya sebagai generasi penerus bangsa sangat wajib

untuk bersifat bijak dalam andil mempertahankan kelestarian lingkungan. Kemajuan tekhnologi

tanpa kita sadari membuat para generasi muda kurang bersikap bijak terhadap lingkungan

sekitar, banyak penampakan dan bukti bahwa masih kurang bijaknya generasi muda dalam

masalah melesarikan lingkungan namun dalam realitasnya peran generasi muda dalam

pelestarian lingkungan belum sepenuhnya dapat terwujud. Masyarakat akan ikut berpartisipasi

jika adanya sosialisasi dari perangkat desa.

2.3. Sosialisasi

2.3.1 Pengertian Sosialisasi

Dalam buku Dasar-Dasar Sosialisasi (2004) karya Sutaryo, sosialisasi merupakan suatu proses

bagaimana memperkenalkan sistem pada seseorang. Serta bagaimana orang tersebut menentukan

tanggapan serta reaksinya. Sosialisasi ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi dan

kebudayaan di mana individu tersebut berada. Selain itu, sosialisasi juga ditentukan dari interaksi

pengalaman-pengalaman serta kepribadiannya. Dengan sosialisasi, manusia sebagai makhluk


biologis menjadi manusia yang berbudaya, cakap menjalankan fungsinya dengan tepat sebagai

individu dan sebagai anggota kelompok.

2.3.2 Proses sosialisasi

Pembentukan kepribadian manusia melalui proses sosialisasi meliputi:

a. Internalisasi nilai-nilai Proses penanaman nilai dan norma sosial ke

dalam diri seseorang yang berlangsung sejak lahir hingga meninggal.

b. Enkulturasi  Proses pengembangan dari nilai-nilai budaya yang sudah

tertanam dalam diri seseorang dan diimplementasikan dalam perilaku

sehari-hari.

c. Pendewasaan diri Proses berlangsungnya internalisasi dan enkulturasi

secara terus menerus hingga membentuk suatu kepribadian. Jika

kepribadian terwujud secara utuh, seseorang bisa dikatakan dewasa dan

telah siap memegang peran dalam masyarakat.

2.3.4. Macam sosialisasi

Terdapat dua macam sosialisasi yang ada di tengah masyarakat, yaitu:

a. Sosialisasi Primer  Sosialisasi yang pertama kali dijalani oleh manusia semasa

kecil. Sosialisasi ini menjadi pintu bagi seseorang memasuki keanggotaan

masyarakat.

b. Sosialisasi sekunder  Proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang

memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Kedua

proses tersebut berlangsung menyeluruh, di tempat tinggal dan tempat kerja. Dalam
dua tempat tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari

masyarakat luas dan jangkauan waktu tertentu.

2.3.5. Syarat Terjadinya Sosialisasi

Melalui sosialisasi masyarakat mampu berpartisipasi dalam kepentingan kehidupan dan

menciptakan generasi selanjutntya. Terdapat beberapa faktor terjadinya sosialisasi, di

antaranya:

1. Apa yang disosialisasikan merupakan informasi yang akan

diberikan kepada masyarakat berupa nilai, norma, dan peran.

2. Bagaimana cara mensosialisasikan, melibatkan proses

pembelajaran.

3. Siapa yang mensosialisasikan, institusi, media massa, individu, dan

kelompok.

2.3.6. Fungsi Sosialisasi

Fungsi umum dari sosialisasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:

a. Sudut pandang individu

Sosialisasi berfungsi sebagai sarana pengenalan, pengakuan, dan penyesuaian diri

terhadap nilai-nilai, norma, dan struktur sosial. Dengan hal tersebut, seorang individu

bisa menjadi masyarakat yang baik. Di mana masyarakat baik adalah warga yang

memenuhi harapan umum warga masyarakat lainnya.

b. Kepentingan masyarakat

c. Sosialisasi berfungsi sebagai sarana pelestarian, penyebarluasan, dan pewarisan nilai-

nilai serta norma sosial. Nilai dan norma terpelihara dari generasi ke generasi dalam

masyarakattersebut.
2.3.7. Tujuan Sosialisasi

Dengan fungsi sosialisasi yang sudah berjalan, maka tujuan sosialisasi sebagai berikut:

1. Setiap orang dapat hidup dengan baik di tengah-tengah masyarakat, jika menghayati

nilai dan norma dalam kehidupan.

2. Setiap orang dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan harapan masyarakat yang

memiliki budaya. Di mana budaya tersebut mengikat para warganya.

3. Setiap orang dapat menyadari keberadaan dalam masyarakat. Sehingga individu

tersebut mampu berperan aktif dan positif dalam kehidupan sehari-hari.

4. Setiap orang mampu menjadi anggota masyarakat yang baik.

5. Keutuhan masyarakat dapat terjadi bila di antara warganya saling berinteraksi dengan

baik. Interaksi tersebut didasari dengan peran masing-masing.

2.4. Peranan Generasi Muda Dalam Mensosialisasikan Sanitasi Pada Mayarakat

Peranan Generasi Muda dalam mensosialisasikan sanitasi dengan merujuk 5 pilar STBM

diantaranya adalah :

1. Perilaku stop buang air besar sembarangan diwujudkan melalui kegiatan paling sedikit

terdiri atas:

a. Membudayakan perilaku buang air besar sehat yang dapat memutus alur

kontaminasi kotoran manusia sebagai sumber penyakit secara

berkelanjutan.

b. Menyediakan dan memelihara sarana buang air besar yang memenuhi

standar dan persyaratan kesehatan.

2. Perilaku cuci tangan pakai sabun diwujudkan melalui kegiatan paling sedikit terdiri atas:
a. Membudayakan perilaku cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun
secara berkelanjutan
b. Menyediakan dan memelihara sarana cuci tangan yang dilengkapi dengan air
mengalir, sabun, dan saluran pembuangan air limbah.
3. Perilaku pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga diwujudkan melalui kegiatan
paling sedikit terdiri atas:
a. Membudayakan perilaku pengolahan air layak minum dan makanan yang
aman dan bersih secara berkelanjutan.
b. Menyediakan dan memelihara tempat pengolahan air minum dan makanan
rumah tangga yang sehat.
4. Perilaku pengamanan sampah rumah tangga diwujudkan melalui kegiatan paling sedikit
terdiri atas:
a. Membudayakan perilaku memilah sampah rumah tangga sesuai dengan
jenisnya dan membuang sampah rumah tangga di luar rumah secara rutin.
b. Melakukan pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse), dan
pengolahan kembali (recycle).
c. Menyediakan dan memelihara sarana pembuangan sampah rumah tangga
di luar rumah.
5. Perilaku pengamanan limbah cair rumah tangga diwujudkan melakui kegiatan paling
sedikit terdiri atas:
a. Melakukan pemisahan saluran limbah cair rumah tangga melalui sumur
resapan dan saluran pembuangan air limbah.
b. Menyediakan dan menggunakan penampungan limbah cair rumah tangga.
c. Memelihara saluran pembuangan dan penampungan limbah cair rumah
tangga

Agar sosialisasi dari generasi muda dapat berjalan dengan baik diharapkan perangkat

desa, tenaga fasilitator dan tim puskesmas harus mengadakan pembekalan buat generasi muda

melalui penyuluhan soal pemahaman akan pentingnya memperhatikan sanitasi lingkungan

karena melalui generasi muda baik melalui pendidikan konseptual maupun practical akan dapat

menciptakan suatu pola berpikir yang berwawasan lingkungan yang akan mempengaruhi pola

tingkah laku dalam masyarakat dan pada akhirnya akan dapat menciptakan kesadaran secara

bersama-sama sehingga dapat membentuk suatu masyarakat ekologi sehingga pendidikan


mengenai kesadaran lingkungan hidup termasuk dalam hal PHBS dapat menjadi suatu kebiasaan

masyarakat setempat. Karena sanitasi yang baik dapat memutus tali rantai penyebaran penyakit.

Setiap orang diharapkan berpartisipasi dan bertanggung jawab untuk mengatasi

penyakit. Banyak daerah terlihat semakin kritis dan gersangnya tanah serta perbukitan akibat

penggundulan hutan dan semakin keruhnya air sungai karena erosi tanah bahkan bencana banjir

yang sangat rutin terjadi. Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan

masyarakat. Banyak aspek kesehatan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit

dapat dimulai, didukung, ditopang atau dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan. Banyak yang

tidak menyadari bahwa pola kehidupan modern saat ini sangat mempengaruhi lingkungan dan

kondisi bumi secara keseluruhan. Kemakmuran yang semakin tinggi telah memberikan fasilitas

hidup semakin mudah melalui perkembangan teknologi. Salah satu bagian dari masyarakat yang

sangat diharapkan untuk berpatisipasi dalam memperhatikan lingkungan hidup adalah para

generasi muda. .

Siti Sundari Rangkuti mengemukakan bahwa batasan lingkungan berdasarkan isinya

untuk kepentingan praktis atau kebutuhan analisis dibatasi hingga lingkungan dalam arti

biosphere saja, yaitu permukaan bumi, air, dan atmosfer tempat terdapat jasad hidup. Batasan

lingkungan hidup dalam arti ini adalah semua benda, daya, kehidupan, termasuk di dalamnya

manusia dan tingkah lakunya yang terdapat dalam suatu ruang, yang mempengaruhi

kelangsungan dan kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Dari pengertian ini

maka tingkah laku manusia pun merupakan bagian dari lingkungan. Dalam pengertian ini, istilah

lingkungan hidup diartikan luas, yaitu meliputi tidak saja lingkungan fisik dan biologi,

melainkan juga lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, untuk mempelajari dan

untuk dapat mengerti secara komprehensif diperlukan pendekatan yang bersifat multi dan
interdisipliner ilmu. Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya.

Aktivitasnya mempengaruhi lingkungannya. Sebaliknya, manusia dipengaruhi oleh

lingkungannya. Hubungan timbal balik demikian terdapat antara manusia sebagai individu atau

kelompok atau masyarakat dan lingkungan alamnya. Karena itu, benar apa yang dikatakan oleh

Lothar Gundling sebagai berikut: bahwa lingkungan hidup merupakan bagian yang sangat

penting dalam kehidupan manusia sehingga merupakan suatu keharusan bagi masyarakat untuk

menjaga dan melestarikannya termasuk dalam hal ini para generasi muda.

Oleh karena itu pendidikan lingkungan hidup menjadi suatu keharusan dalam rangka

memberikan pendidikan sejak dini kepada generasi muda mengenai lingkungan hidup termasuk

dalam hal ini 5 pilar dasar STBM untuk membangun kesadaran manusia dalam hal menjaga

lingkungannya. Generasi muda perlu dididik menjadi insane yang bijak dan harus ditanamkan

kedalam sikap dan kepribadian para pemuda tugas wajib bagi para orang tua untuk ikut

membiasakan anakanak mereka selalu bersikap bijak khususnya rasa keperduliannya terhadap

lingkungan sekitar. Banyak juga fakta yang mengatakan generasi muda saat ini sudah tak lagi

mencerminkan rasa bijak dan pedulinya kepada lingkungan, malahan cara dan prilaku mereka

tidak sama sekali menggambarkan rasa pedulinya kepada kelestarian lingkungan, mereka lebih

cenderung bertingkah sebagai perusak lingkungan sekitar dengan membuang sampah

disembarang tempat, atau melakukan perusakan terhadap pohon dan tanaman yang itu semua

hanya meninggalkan dampak negatif pada masyarakat dan lingkungan khususnya. Pendidikan

lingkungan hidup kepada para generasi muda tidak hanya memberikan andil yang besar bagi diri

generasi muda tetapi diharapkan dengan pendidikan yang dimilikinya, generasi muda mampu

untuk ikut serta membangun kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan hidup khususnya

untuk membangun kesadaran masyarakat akan hal 5 pilar STBM. Untuk membangun generasi
muda yang mampu untuk menciptakan kesadaran hukum masyarakat dalam pengelolaan

lingkungan hidup dapat diterapkan dengan menggunakan konsep pengembangan ecologycal

citizenship yang pernah dikemukakan oleh Van Steenbergen pada tahun 1994. Untuk

menciptakan kesadaran akan lingkungan, perlu dibentuk masyarakat ekologi (ecological

citizenship). Adapun literasi yang dibutuhkan oleh masyarakat ekologi yaitu literasi ekologi

(ecological literacy) dan literasi kewarganegaraan (civic literacy). Literasi ekologi dapat

didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan pemahaman tentang ekologi, cara

berpikir, dan kebiasaan atau cara berpikir untuk menikmati, menghargai, atau mempelajari

lingkungan sedangkan literasi kewarganegaraan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan pemahaman akan nilai-nilai sosial dalam masyarakat (politik, ekonomi), sistem,

keahlian, kebiasaan, dan sistem berpikir untuk berpartisipasi dan belajar akan perannya sebagai

warga negara. Jadi ada lima komponen yang menjadi tujuan dibutuhkan dalam penerapan

ecological citizenship dalam pembelajaran yaitu :

1. Literasi Ekologi yaitu memahami hal-hal mendasar dalam sistem lingkungan

menggunakan cara berpikir lingkungan, juga memahami pengetahuan mengenai

ekologi serta hubungannya dengan masyarakat.

2. Literasi Kewarganegaraan memahami aspek sosial, ekonomi, kultural, dan

sistem politik dengan menggunakan cara berpikir kritis.

3. Kesadaran akan nilai kesadaran akan nilai-nilai personal dengan rasa

penghargaan akan lingkungan dan kemampuan untuk menghubungkan nilai-nilai

tersebut dengan pengetahuan yang dimiliki serta kebijaksanaan praktis dalam

bertindak dan mengambil keputusan.


4. Kesadaran diri memiliki kapasitas untuk belajar dan bersikap dengan

penghargaan akan nilai dan ketertarikan akan lingkungan.

5. Kebijaksanaan praktis yaitu mempengaruhi kebijaksanaan praktis, memiliki

kemampuan untuk mengambil keputusan, dan bersikap dengan penuh kepedulian

dan penghargaan akan lingkungan.

Untuk meningkatan peran generasi muda dalam upaya meningkatkan kesadaran hukum

masyarakat dalam hal sanitasi lingkungan dapat dilaksanakan dengan tahapan :

1. Generasi muda memahami mengenai prinsip dan sistem kehidupan secara umum

dalam hal ini mengetahui awal kehidupan manusia dan sistem kehidupan manusia

sejak dahulu.

2. Generasi muda memahami tentang desain yang terbentuk dalam alam kehidupan,

keterkaitan antara satu sub sistem dengan sub sistem lain sehingga generasi muda

mengetahui pentingnya sebuah sistem kehidupan

3. Setelah generasi muda memahami mengenai tentang prinsip kehidupan dan sistem

kehidupan maka mereka diharapkan akan memiliki sistem berpikir yang bertolak

dari pemahaman mereka tentang prinsip dan sistem kehidupan.

4. Generasi muda yang telah memiliki sistem berpikir yang berorientasi pada prinsip

dan sistem kehidupan akan memiliki pola tingkah laku yang berpihak pada prinsip

dan sistem hidup yang seimbang

5. Pada saat setiap generasi muda telah memiliki sistem berpikir dan pola tingkah

laku yang berpihak pada lingkungan hidup maka mereka akan berkolaborasi

dengan generasi muda lain untuk membentuk komunitas dan akhirnya dapat

melakukan upaya untuk membentuk masyarakat ekologi.


2.5. Tujuan Sosialisasi Ke Masyarakat

1. Masyarakat lebih mandiri dalam penyelenggaraan pengembangan pokok STBM (5 pilar

STBM)

2. Masyarakat menjadi paham dan sadar akan pentingnya pengelolaan lingkungan yang

bersih dan sehat sehingga dapat membudayakan PHBS kapanpun dan dimanapun.

3. Generasi muda diharapkan mampu menciptakan sinergi antara pemangku kepentingan di

dalam penyelenggaraan pengembangan sanitasi

4. Generasi muda diharapkan menjadi pendamping yang berkelanjutan dalam

penyelenggaraan pengembangan sanitasi agar muncul keterlibatan yang aktif antara

masyarakat.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

 Peran generasi muda dalam pengelolaan lingkungan hidup ke masyarakat dapat

menciptakan suatu pola berpikir yang berwawasan lingkungan yang akan

mempengaruhi pola tingkah laku dalam masyarakat melalui sosialisasi ke

masyarakat, dan pada akhirnya akan dapat menciptakan kesadaran secara bersama-

sama sehingga dapat membentuk suatu masyarakat yang sadar akan budaya hidup

bersih dan sehat (PHBS) dalam hal 5 pilar STMB diantaranya adalah : stop BABS,

budayakan CTPS, Penyediaan air minum, penyaluran air limbah dapat terkelola dan

adanya pengelolaan sampah melalui pemilahan sebagai langkah dasar.

 Sanitasi yang baik menciptkan lingkungan yang bersih dan sehat sehingga dari

sanitasi yang baik dapat memutus tali rantai penyebaran penyakit. Contohnya

mengubah masyarakat yang biasanya BABS menjadi stop BABS.

2. Saran

 Diadakannya bekal pendidikan mengenai kesadaran lingkungan hidup dalam hal

sanitasi lingkungan kepada generasi muda secara konseptual dan practical sehingga

generasi muda benar-benar memiliki pola pikir dan pola tingkah laku yang

berwawasan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

 http://research.unissula.ac.id/file/penelitian/210299028/63BAB_I_Pendahuluan_

HBII.pdf

 https://siarwarta.blogspot.com/2019/09/sanitasi-lingkungan-berbasis-

pemberdayaan-masyarakat-desa.html

 https://www.slideshare.net/metrosanita/tahapan-dan-proses-pemberdayaan-

masyarakat-untuk-sanitasi

 https://lib.unnes.ac.id/28128/1/6411411249.pdf

Anda mungkin juga menyukai