Anda di halaman 1dari 2

Nama : Nurminarti Daud

Nim, Kelas : 841417081, B


Review Globalisasi Penyakit.
Banyak yang tidak terpikirkan sebelum serangan Covid-19
merebak, melintasi batas negara, kepentingan nasional, ideologi, dan
aliansi politik. Wabah global ini bukanlah hal baru. Sebab, dunia pernah
menghadapi wabah sindrom saluran pernapasan akut (SARS), ebola,
penyakit kuku dan mulut, flu babi, dan lain-lain. Namun semua itu belum
berkaitan dengan isu keamanan dalam makna luas. Wabah ini belum
berakhir, ancaman "invasi" belum berhenti dan dapat dihentikan.
Implikasinya tidak terbatas, menembus dinding negara dan warga negara,
menciptakan complex emergencies di mana-mana, serta menciptakan
masalah keamanan politik, ekonomi, wilayah, dan masyarakat.
Penyebab kemunculan penyakit baru dan muncul kembalinya
penyakit lama berkaitan dengan gaya hidup, mobilitas, teknologi, dan
populasi kepadatan habitat. Selain itu juga berhubungan dengan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS). Serangan Covid 19 menguji banyak
aspek. Jika masyarakat modern demikian mengandalkan peran negara
(baca: pemerintah) kekuatan uang dan sistem ekonomi, dan
pendayagunaan teknologi, maka selama dua bulan terakhir ini kia bisa
melihat “ketidakpastian” mengguncang keberadaan tiga kekuatan pada
(institusi) tersebut. Pemerintah adalah organisasi paling terdepan yang di
paksa oleh publik melakukan aksi tercepat dan handal ketika serangan
atau peperangan tertentu mengemuka. Antara negara maju dan negara
berkembang kemampuan organisasionalnya relatif sama di tingkat
pemanfaatan teknologi informasi, tetapi mereka sangat berbeda dalam
memanfaatkan “pengalaman sejarah” sebagai sumberdaya negara yang
berharga dalam menempa “kecepatan” dan “anisipasi” kerja mereka di
situasi terburuk.
Solidaritas, tanggung jawab bersama kebijakan pemerintah dan
sistem penanganan yang adaptif dan efektif dinyatakan sebagai “obat
sistemik” dalam situasi pandemi dunia seperti saat ini. Organisasi
manusia, dengan skala perilaku, motif-motif sadar, kebiasaa, mobilitas
fisiknya masing-masing, dan ruang-ruang perjumpaan komunikasinya
adalah tolak ukur penting “bagaimana sehat itu dicapai/dijaga dan
bagaimana sakit itu dihindari/disikapi. Kebijakan lockdown menjadi
kontradiktif dengan fenomena globalisasi yang telah membuat
segalanya terbuka. Di Indonesia, solusi lockdown, bahkan yang lebih
ramah, social distancing, menjadi sensitif dan segera disambut secara
reaktif di tingkat akar rumput. Seperti pada masa pemilihan presiden,
masyarakat menjadi tidak rasional dan terkunci oleh pertarungan
politik, bukan lagi mendorong mencari solusi atas keamanan manusia
secara lebih efektif. Saat ini kita tak lagi kurang informasi. Kita semua
cenderung awam dalam memahami
ini semua. Yang jelas, menentukan skala bertindak dan berpengetahuan
adalah tanggung jawab kita. Bersama-sama meng-organisir di pemukinan
masing-masing, di keluarga, di komunitas pertemanan dan di tempat-
tempat kerja.

Anda mungkin juga menyukai