Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TUTORIAL

MODUL TUMBUH KEMBANG

KELOMPOK I

FIKRI ARDIANSYAH FATMONA (09401611005)

AGUNG TRI LAKSONO (09401611008)

NUR HABIBA SANGKA (09401611017)

SHANYA DANISSA RANGKUTI (09401611018)

FIRDA AMALIA ASSAGAF (09401611026)

SELI DELA SUFIATI (09401611029)

NURRAHMANIA PUTRI ANDANI (09401611042)

NURHASANAH B KASUBA (09401611033)

GRACE INKAYANTI LABADA (09401611048)

SISTEM TUMBUH KEMBANG DAN GERIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

TERNATE

2019
PENDAHULUAN

Modul “Tumbuh Kembang” dan “PEM” ini diberikan kepada mahasiswa dimana
terdiri dari tiga unit pembelajaran yang secara umum dilengkapi dengan skenario, strategi
pembelajaran, penugasan mahasiswa, panduan untuk tutor, beberapa alternative pertanyaan
dan jawaban serta beberapa rujukan utama.

Skenario kasus berfungsi untuk merangsang/memacu mahasiswa untuk belajar dalam


suatu kelompok diskusi baik dengan maupun tanpa tutor. Mahasiswa diharapkan untuk
mengemukakan berbagai pertanyaan-pertanyaan prinsip sebanyak mungkin dan mencari
jawabannya pada berbagai acuan sewaktu berdiskusi pada pertemuan tutorial pertama.
Masalah yang belum terpecahkan menjadi tujuan pembelajaran pada saat itu dan dijadikan
sebagai pekerjaan rumah dengan cara belajar mandiri, yang hasilnya akan dipresentasikan
pada pleno bersama pakar. Dalam modul ini diberikan kasus untuk dipakai sebagai langkah
awal diskusi dan disajikan dengan langkah-langkah proses pemecahan masalah dan jadwal
kegiatan pembelajaran yang terdapat di modul ini. Pada akhir diskusi mahasiswa diharapkan
mampu menjelaskan semua aspek yang mendasari terjadinya kelainan “Tumbuh Kembang”
dan “PEM” sesuai TIU yang diminta.

Sebelum menggunakan buku ini, bacalah Tujuan Instruksional Umum (TIU) dengan
seksama sehingga diskusi dapat terarah dan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai.
Bahan untuk diskusi dapat diperoleh dari berbagai sumber (diktat kuliah, textbook, journal,
video, internet dan lain-lain

Ternate, 01 April 2019

dr. Nurmala Dewi


SISTEM TUMBUH KEMBANG DAN GERIATRI

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami


pertumbuhan, perkembangan, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya mahasiswa
dapat menilai pertumbuhan dan perkembangan nomal dan penyimpangannya,
(keterlambatan/gangguan) serta dapat menilai status gizi imunisasi, serta kebutuhan dasar
anak.

STRATEGI PEMBELAJARAN

1. Diskusi kelompok tanpa tutor, brainstorming bebas diantara mahasiswa.


2. Kelompok diskusi dipandu oleh tutor untuk menentukan berbagai alternatif pertanyaan
dari masalah yang dikemukakan.
3. Konsultasi dengan pakar untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam terhadap suatu
masalah.
4. Kuliah khusus untuk materi yang baru.
5. Belajar mandiri di perpustakaan atau media elektronik.
6. Melakukan kegiatan di “skill-lab”(CSL)
 Pemeriksaan Neonatus
 Skirining Tumbuh Kembang
 Konseling Imunisasi
KASUS

SKENARIO 1 :

Seorang anak laki-laki umur 24 bulan dibawa oleh ibunya ke Poli anak karena batuk pilek sejak 3 hari,
Pasien juga demam sejak 4 hari yang lalu. Riwayat kelahiran : ditolong oleh Bidan dengan BB 2900 gram,
PB 49 cm, dan LK 33 cm. Pasien mendapat ASI hanya sampai usia 3 bulan, karena ibu pasien bekerja,
selanjutnya hanya diberi susu formula. Ayah pasien juga tidak pernah pulang, jadi pasien hanya diasuh oleh
neneknya saja yang sering batuk-batuk dan sudah berusia 72 tahun. Pasien jarang dibawa ke posyandu ,
imunisasi yang dilakukan Hepatitis B saat usia 1 bulan. Saat berumur 12 bulan pasien ditimbang di
Posyandu dengan BB 6.7 Kg, TB 65 cm, dan LK 47,5 cm. Kemudian saat berusia 18 bulan pasien dirawat
lagi karena pilek 2 minggu dan BBnya 7,2 kg , TB 67 cm dan LK 50 cm. terakhir 1 bulan lalu saat berobat
karena demam, BB pasien 7.8 kg, TB 72 cm, dan LK 51 cm. Saat ini bicara hanya mengoceh, tangan pasien
belum bisa memegang sendok ataupun memegang pensil, pasien suka terlihat acuh. Pasien juga jarang
bertepuk tangan atau bergembira bila mendengar lagu. Pasien baru bisa membungkuk untuk berdiri, berdiri
berpegangan namun tidak lama, bicara tidak jelas, hanya mengambil mainan yang besar besar (boneka)
sedangkan mainan seperti pensil warna sulit dipegang. Sering menangis tidak jelas dan cenderung pendiam.
Pemeriksaan fisik saat ini ditemukan BB 8,5 kg, PB 72 cm, dan LK 52 cm, tanda vital, HR 120x/mnt, RR
28 x/mnt, S 37.°C. Mata konjungtiva pucat, THT tonsil dan faring hiperemis, KGB leher teraba 1-2 buah
sebesar 1 cm mobile, teraba kenyal, nyeri (-) di leher kanan dan kiri. Jantung dan Paru hanya terdengar
lendir, perut tidak ada kelainan, kaki dan tangan tidak ada kelainan, genitalia normal, anus normal. Refleks
Fisiologis normal, Refleks Patologis tidak ada.

TUGAS MAHASISWA

1. Setelah membaca dengan teliti skenario anda harus mendiskusikan kasus tersebut pada
satu kelompok diskusi terdiri dari 9-10 orang, dipimpin oleh seorang ketua dan seorang
penulis yang dipilih oleh anda sendiri. Ketua dan sekretaris ini sebaiknya berganti-ganti
pada setiap kali diskusi. Diskusi kelompok ini bisa dipimpin oleh seorang tutor atau
dilakukan secara mandiri oleh kelompok.
2. Melakukan aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku
ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet, untuk mencari informasi tambahan.
3. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa tutor) , melakukan curah pendapat bebas
antar anggota kelompok untuk menganalisa dan atau mensintese informasi dalam
menyelesaikan masalah.
4. Berkonsultasi pada nara sumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam (tanpa pakar).
5. Mengikut kuliah khusus (kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau
tidak ditemukan jawabannya.

PROSES PEMECAHAN MASALAH

Dalam diskusi kelompok dengan memakai metode curah pendapat, mahasiswa diharapkan
dapat memecahkan masalah yang terdapat dalam scenario ini, yaitu dengan mengikuti 7
langkah penyelesaian masalah di bawah ini:

1. Mengklarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario di atas, kemudian tentukan
kata/kalimat kunci skenario diatas
2. Mengidentifikasi dasar masalah skenario diatas dengan membuat beberapa pertanyaan
penting
3. Melakukan analisis dengan mengklasifikasi semua informasi yang didapat,
4. Melakukan sintesis informasi yang terkumpul
5. Menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh kelompok mahasiswa atas
kasus diatas bila informasi belum cukup.
Langkah 1 s/d 5 dilakukan dalam diskusi mandiri dan diskusi pertama bersama tutor.

6. Mahasiswa mencari tambahan informasi tentang kasus diatas diluar kelompok tatap
muka
7. Mahasiswa melaporkan hasil diskusi dan sintesis informasi-informasi baru yang
ditemukan
Langkah 7 dilakukan dalam kelompok diskusi dengan tutor

Keterangan:

Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang diperlukan
untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 bisa diulangi, dan selanjutnya dilakukan
lagi langkah 7.

Kedua langkah diatas bisa diulang-ulang pada tutorial atau diluar tutorial, dan setiap akhir
diskusi tentukan tujuan pembelajaran berikutnya. Setelah informasi dirasa cukup maka
pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya dilakukan dalam bentuk diskusi
panel dimana semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang
masih belum jelas.

JADWAL KEGIATAN

Sebelum dilakukan pertemuan antara kelompok mahasiswa dan tutor, mahasiswa dibagi
menjadi kelompok-kelompok diskusi yang terdiri dari 9-10 orang tiap kelompok. Modul
dibagikan kepada mahasiswa, mahasiswa telah membahas scenario (pertanyaan dan jawaban)
sebelum masuk ke dalam tutorial

Pendahuluan dilakukan di kelas besar dengan tatap muka satu arah untuk penjelasan dan
tanya jawab. Tujuan : menjelaskan tentang modul dan cara menyelesaikan modul, dan
membagi kelompok diskusi. Pada pertemuan buku modul dibagikan.

1. Pertemuan pertama : diskusi tutorial 1 Tujuan: untuk melaporkan informasi baru yang
diperoleh dari pembelajaran mandiri dan melakukan klasifikasi, analisa dan sintese dari
semua informasi skenario 1
2. Pertemuan kedua : diskusi tutorial 2 seperti pada tutorial 1. Tujuan: untuk melaporkan
informasi baru yang diperoleh dari pembelajaran mandiri dan melakukan klasifikasi,
analisa dan sintese dari semua informasi skenario 2
3. Anda belajar mandiri baik sendiri-sendiri. Tujuan: untuk mencari informasi baru yang
diperlukan,
4. Diskusi mandiri ; dengan proses sama dengan diskusi tutorial. Bila informasi telah cukup,
diskusi mandiri digunakan untuk membuat laporan penyajian dan laporan tertulis. Diskusi
mandiri bisa dilakukan berulang-ulang diluar jadwal.
5. Pertemuan keempat : diskusi panel dan tanya pakar. Tujuan: untuk melaporkan hasil
analisa dan sintese informasi yang ditemukan untuk menyelesaikan masalah pada skenario.
Bila ada masalah yang belum jelas atau kesalahan persepsi, bisa diselesaikan oleh para
pakar yang hadir pada pertemuan ini. Laporan penyajian dibuat oleh kelompok dalam
bentuk sesuai urutan yang tercantum pada buku kerja.
6. Masing-masing mahasiwa kemudian diberi tugas untuk menuliskan laporan tentang salah
satu penyakit yang memberikan gambaran seperti pada skenario yang didiskusikan pada
kelompoknya. Laporan ditulis dalam bentuk laporan penyajian dan laporan lengkap.
7. Pertemuan terakhir : laporan kasus dilakukan dalam kelas besar oleh masing-masing
mahasiswa.
Catatan :
 Laporan penyajian kelompok dan perorangan masing-masing diserahkan satu
rangkap ke sistem melalui ketua kelompok.
 Semua laporan akan diperiksa dan dinilai oleh pakarnya masing-masing.
Semua mahasiswa wajib menyalin laporan dari kelompok dan mahasiswa lain untuk
dipakai sebagai salah satu bahan ujian
LEMBAR KERJA

KLARIFIKASI KATA SULIT

1. Iga gambang = Tampak gambaran iga yang menonjol


2. Wasting hebat = Hilangnya jaringan lemak subkutan, contohnya pada gizi buruk

KLARIFIKASI KATA/KALIMAT KUNCI

1. Laki-laki, umr 5 tahun 3 bulan


2. Keluhan utama keluar cacing dari mulut sebanyak 2 ekor
3. Riwayat makan : anak makan makanan keluarga, 3x sehari, hanya 3 sendok makan, selera
makan berkurang sejak 3 sebulan terakhir
4. Pemeriksaan fisik , Berat badan : 10,5 kg, Tinggi badan : 110 cm,
5. Inspeksi tampak pucat dan tampak gambaran seperti busa pada mata kanan. Iga gambang
dan wasting hebat
6. Pemeriksaan lab : Hb 6 mg/dl

PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING

1. Apakah pengertian Malnutrisi Energi Protein (MEP) dan klasifikasi ?


2. Apakah faktor-faktor penyebab dari Malnutrisi Energi Protein (MEP)?
3. Bagaimana patomekanisme dari gejala pada skenario?
4. Bagaimana program pencegahan pada Malnutrisi Energi Protein (MEP)?
5. Bagaimanakah langkah-langkah diagnosis yang dapat dilakukan menurut skenario?
6. Apakah dan jelaskan diferential diagnosis pada skenario?
a. Defenisi
b. Etiologi
c. Patomekanisme
d. Gejala
e. Komplikasi
7. Bagaimanakah penatalaksaan pada PEM?

ANALISIS KASUS

Kasus Interpretasi
Keluar cacing dari mulut Kecacingan (+)

Makan 3x sehari hanya 3 sdm Intake inadekuat

Konjungtiva pucat Anemia

Busa pada mata kanan Defisiensi vitamin A

Iga gambang & wasting hebat Tanda penyakit malnutrisi

Hb 6 g/dl Anemia

JAWABAN

1. PENGERTIAN
Kekurangan energi protein merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh
gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. 1

Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tat buku pedoman Tata Laksana KEP
pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe
yaitu KEP ringan, sedang dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala
klinis yang ditemukan hanya nak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis
besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. 1

KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut penyebab 2
a) Malnutrisi Primer
Gejala klinis malnutrisi primer bervariasi tergantung derajat dan lamanya
kekurangan energi dan protein, umur penderita dan gejala kekurangan vitamin dan
mineral lainnya. Kasus tersebut sering ditemui pada balita, terutama usia 9 bulan
hingga 5 tahun, meskipun dapat ditemui juga pada anak lebih besar.

Pertumbuhan terganggu ini dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti
atau menurun, ukuran lengan atas berkurang, pertumbuhan tulang (maturasi)
terlambat, rasio berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak
adalah anemia ringan, aktivitas berkurang, tak jarang diikuti gangguan kulit dan
rambut. Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai
tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada
umumnya anak tampak sangat lemah, harus sering digendong, rewel dan banyak
menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.

Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat.


Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak
dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah
berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati. Anak sering rewel, cengeng dan
banyak menangis. Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau
kesadaran yang menurun.

Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak,


sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf, Pertumbuhan sel-sel otak
baru dan mielinasi sel otak juga terganggu, pada gilirannya ini berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat
terjadi pada penderita malnutri primer yang berat. Kematian mendadak dapat terjadi
karena gangguan otot jantung.

b) Malnutrisi Sekunder

Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikan berat badan yang


bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak. Tetapi karena
gangguan fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan
sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, gangguan metabolisme, gangguan
kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain.
Data penderita gagal tumbuh di Indonesia belum ada, tetapi di negara maju
rata-rata terjadi 1-5%. Artinya bila di Indonesia terdapat 30 juta anak, maka diduga
300.000 – 500.000 anak menderita kurang gizi bukan karena masalah ekonomi. Bila
di Jakarta terdapat 1 juta anak maka sekitar 10.000 – 50.000 anak mengalami kurang
gizi bukan karena masalah ekonomi. Kasus tersebut bila tidak ditangani dengan baik
akan jatuh juga dalam kategori gizi buruk.

Gambaran yang sering terjadi pada gangguan ini adalah adanya kesulitan
makan atau gangguan penyerapan makanan yang berlangsung lama. Gejala klinis
gangguan saluran cerna yang harus dicermati adalah gangguan Buang Air Besar (sulit
atau sering BAB), BAB berwarna hitam atau hijau tua, sering nyeri perut, sering
muntah, mulut berbau, lidah sering putih atau kotor. Gejala lain yang menyertai
adalah gigi berwarna kuning, hitam dan rusak disertai kulit kering dan sangat sensitif.
Berbeda pada malnutrisi primer, pada malnutrisi sekunder anak tampak sangat lincah,
tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Gejala berbeda lainnya, penderita
malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan
rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar.2

Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun


1999 dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal, KEP
I(ringan), KEP II (sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah
WHO-NCHS, dengan indeks berat badan menurut umur.3

Klasifikasi KEP menurut Depkes RI :

Kategori Status BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983)


Overweight Gizi lebih > 120 % Median BB/U
Normal Gizi Baik 80 % – 120 % Median BB/U
KEP I Gizi Sedang 70 % – 79,9 % Median BB/U
KEP II Gizi Kurang 60 % – 69,9 % Median BB/U
KEP III Gizi Buruk < 60 % Median BB/U

          Sumber: Depkes RI(1999:26)

Sedangkan klasifikasi  kurang Energi Protein menurut standar WHO:


Klasifikasi

Malnutrisi Sedang Malnutrisi Berat


Edema Tanpa edema Dengan edema
BB/TB -3SD s/d -2 SD < -3 SD
TB/U -3SD s/d -2 SD < -3 SD

2. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PEM 3


Ada 3 penyebab PEM yaitu penyebab langsung, tidak langsung dan penyebab
mendasar. Penyebab langsung antara lain ketidakmampun konsumsi makanan, penyakit
infeksi. Penyebab tidak langsung antara lain kurangya pengetauhan ibu tentang kesehatan,
kondisi sosial ekonomi ang rendah , ketersediaan pangan ditingkat keluarga tidak
mencukupi, besarnya anggota keluarga, pola konsumsi keluarga yang kurang baik, pola
distribusi pangan yang tidak merata, serta fasilitas pelayanan kesehatan yang sulit
dijangkau. Sedangkan penyebab mendasar adalah rendahnya pengetahuan ibu dan
pendidikan ibu.
a. Infeksi
Infeksi erat kaitannya dengan status gizi yang rendah. Status gizi anak dipengaruhi
oleh 2 faktor utama yaitu jumlah pangan yang dikonsumsi dan keadaan kesehatan
yang bersangkutan. Anak yang kurang gizi daya tahan tubuhnya lemah sehingga bibit
penyakit akan mudah masuk ke dalam tubuh. Beberapa penyakit infeksi yang erat
kaitannya dengan kekurangan gizi pada anak adalah diare, ISPA, dan demam.
Kekurangan gizi erat kaitannya dengan kurangnya asupan makan tambahan dan akan
semakin buruk dengan adanya serangan penyakit. Selain itu juga disertai oleh
turunnya nafsu makan sehingga konsumsi makanan anak menurun, padahal
kebutuhan anak akan zat gizi sewakt u sakit meningkat.

b. Konsumsi energi protein


Jika terjadi kekurangan konsumsi energi protein dalam waktu yang cukup lama maka
akan berakibat pada terjadinya MEP. Seorang anak dikatakan kekurangan apabila
konsumsi energi dan protein ≤ 80% AKG.

Kecukpan energi dan protein ang dianjurkan


Umur Protein (gr)
Energi (Kkal )
0-6 bulan 550 10
7-12 bulan 650 16
1-3 tahun 1000 25
4-6 tahun 1550 39
Smber: Depkes, 2005

c. Kondisi sosial ekonomi


1) Tingkat pendidikan orang tua
2) Pengetahuan ibu
3) Pekerjaan ayah
4) Jumlah anggota keluarga
5) Jumlah balita dalam keluarga
6) Pendapatan keluarga
7) Pola asuh

d. Jenis kelamin
Laki-laki banyak membutukan energi dan protein dari pada perempuan karena laki-
laki diciptakan untuk lebi aktif dan lebi kuat dari perempuan. Kejadian MEP lebi
besar pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.

3. PATOMEKANISME SETIAP GEJALA


a. Keluarnya Cacing Dari Mulut (4)

Siklus hidup parasit "Ascaris lumbricoides" dimulai dari cacing dewasa yang
bertelur dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus (1), sehingga
tahap ini disebut juga dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah ditemukan.
Kemudian telur yang keluar bersama tinja akan berkembang di tanah tempat tinja tadi
dikeluarkan (2) dan mengalami pematangan (3). Selanjutnya setelah telur matang
disebut fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah tertelan (4). Telur yang tertelan
akan menetas di usus halus (5). Setelah menetas, larva akan berpindah ke dinding usus
halus dan dibawa oleh pembuluh getah bening serta aliran darah ke paru-paru (6). Di
dalam paru-paru, larva masuk ke dalam kantung udara (alveoli), naik ke saluran
pernafasan dan akhirnya tertelan (7). Di usus halus larva berubah menjadi cacing
dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa
membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.

Jika terjadi penumpukan cacing dalam saluran pencernaan, dapat merangsan


reseptor muntah. Muntah adalah pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara aktif
akibat adanya kontraksi abdomen, pilorus, elevasi kardia, disertai relaksasi sfingter
esofagus bagian bawah dan dilatasi esofagus. Muntah merupakan respon somatik
refleks yang terkoordinir secara sempurna oleh karena bermacam-macam rangsangan,
melibatkan aktifitas otot pernapasan, otot abdomen dan otot diafragma.

Apabila retching mencapai puncaknya dan didukung oleh kontraksi otot


abdomen dan diafragma, akan berlanjut menjadi muntah, jika tekanan tersebut dapat
mengatasi mekanisme anti refluks dari LES (lower esophageal sphincter). Pada fase
ekspulsi ini pilorus dan antrum berkontraksi sedangkan fundus dan esofagus relaksasi
serta mulut terbuka. Pada fase ini juga terjadi perubahan tekanan intratorakal dan
intraabdominal serta kontraksi dari diafragma. Pada episode ekspulsi tunggal terjadi
tekanan negatif intratorakal dan tekanan positif intraabdominal, dan dalam waktu
bersamaan terjadi kontraksi yang cepat dari diafragma yang menekan fundus sehingga
terjadi refluks isi lambung ke dalam esofagus. Bila ekspulsi sudah terjadi, tekanan
intratorakal kembali positif dan diafragma kembali ke posisi normal.

b. Anoreksia (5)
Kehilangan nafsu makan biasanya dialami oleh orang yang sedang sakit. Tapi,
kehilangan nafsu makan tidak selalu disebabkan oleh penyakit. Bisa juga efek samping
dari obat dan gangguan makan karena menurunkan berat badan. Nafsu makan
sebenarnya adalah suatu sistem pengaturan kompleks yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan energi dan gizi tubuh.

Kehilangan nafsu makan atau anoreksia kadang-kadang digunakan untuk istilah


gangguan makan. Anoreksia adalah penurunan keinginan dan rangsangan untuk
makan. Hal ini bisa disebabkan oleh penyakit, gangguan, atau kondisi yang mungkin
memerlukan perhatian medis untuk mencegah gangguan sistem tubuh.

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan
larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Gangguan yang
disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami
gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang (anoreksia), diare
atau konstipasi. 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa dalam usus manusia
mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gr dan 0,7 gr protein setiap hari. Dari
hal tersebut dapat di perkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi
cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga dapat menimbulkan keadaan kurang
gizi.

Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini
menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Gangguan ini dapat
menyebabkan anemia berat yang mengakibatkan orang menjadi sangat lemah karena
kehilangan darah.

Infeksi kecacingan selain berperan sebagai penyebab kekurangan gizi yang


kemudian berakibat terhadap penurunan daya tubuh terhadap infeksi, juga berperan
sebagai faktor yang lebih memperburuk daya tahan tubuh terhadap berbagai macam
infeksi.

Yang tidak dapat dipisahkan dari masalah hilangnya nafsu makan adalah sistem
pencernaan. Menurut Healthblurbs, beberapa masalah pencernaan yang menyebabkan
hilangnya nafsu makan adalah maag, radang perut, diverticulitis(radang atau infeksi
dari satu atau lebih divertikula dalam saluran pencernaan), penyakit crohn, sindrom
gangguan usus, dan peradangan usus besar.

Infeksi juga dapat menyebabkan orang tidak lapar dan nafsu makan berkurang.
Infeksi yang menyebabkan hilangnya nafsu makan bisa menjadi penyakit akut atau
kronis. Biasanya disebabkan oleh virus, bakteri, parasit atau jamur. Sebagai contoh
influenza, penyakit gondok, sipilis, pneumonia, cacar air, radang tenggorokan, demam
kuning, HIV/AIDS, demam tipus, cacing usus (karena cacing tambang), serta
keracunan makanan.

c. Anemia (HB 6mg/dl) (6)

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5


gr besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi
terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan
diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan
kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim
hem, sepertiga sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai
feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.

Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 – 20 mg besi, hanya sampai 5% –


10% (1 – 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi. berkurang
maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi
besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan
jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang
untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.

Anemia defisiensi besi terjadi sebagai akibat dari gangguan balans zat besi
yang negatif, jumlah zat besi (Fe) yang diabsorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh.
Pertama -tama balans Fe yang negatif ini oleh tubuh diusahakan untuk diatasinya
dengan cara menggunakan cadangan besi dalam jaringan-jaringan depot. Pada saat
cadangan besi tersebut habis, baru anemia defisiensi besi menjadi manifestasi.

Perjalanan keadaan kekurangan zat besi mulai dari terjadinya anemia sampai
dengan timbulnya gejala-gejala yang klasik, melalui beberapa tahap:
Tahap I : Terdapat kekurangan zat besi ditempat-tempat cadangan besi (depot iron),
tanpa disertai dengan anemia (anemia latent) ataupun perubahan konsentrasi besi
dalam serum (SI). Pada pemeriksaan didapati kadar feritin berkurang.

Tahap II : Selanjutnya kemampuan ikat besi total (TIBC) akan meningkat yang diikuti
dengan penurunan besi dalam serum (SI) dan jenuh (saturasi) transferin.
Pada tahap ini mungkin anemia sudah timbul, tetapi masih ringan sekali dan bersifat
normokrom normositik. Dalam tahap ini terjadi eritropoesis yang kekurangan zat besi
(iron deficient erythropoesis).

Tahap III : Jika balans besi tetap negatif maka akan timbul anemia yang tambah nyata
dengan gambaran darah tepi yang bersifat hipokrom mikrositik.

Tahap IV : Hemoglobin rendah sekali. Sumsum tulang tidak mengandung lagi


cadangan besi, kadar besi plasma (SI) berkurang. Jenuh transferin turun dan eritrosit
jelas bentuknya hipokrom mikrositik. Pada stadium ini kekurangan besi telah mencapai
jaringan-jaringan. Gejala klinisnya sudah nyata sekali.

Anemia defisiensi besi memberi gejala seperti kelelahan, palpitasi, pucat


(konjungtiva, telapak tangan, wajah), tinitus, mata berkunang-kunang oleh karena
berkurangnya hemoglobin, pusing kepala, parestesia, dingin-dingin pada ujung jari
yang disebabkan kekurangan enzyme sitokrom, sitokrom C oksidase dalam jaringan-
jaringan. Kelainan jaringan epitel menyebabkan gastritis, atropi mukosa lambung,
ozaena, pica, gangguan mensturasi, ganguan sistim neuromuskular berupa neuralgia,
mati rasa dan kesemutan, gangguan sistim skelet serta splenomegali.

d. Gambaran Busa Pada Mata Kanan(7)

Kekurangan atau defisiensi vitamin A disebabkan oleh malfungsi berbagai


mekanisme seluler yang di dalamnya turut berperan senyawa-senyawa retinoid.
Defisiensi vitamin A terjadi gangguan kemampuan penglihatan pada senja hari (buta
senja). Ini terjadi karena ketika simpanan vitamin A dalam hati hampir habis. Deplesi
selanjutnya menimbulkan keratinisasi jaringan epitel mata, paru-paru, traktus
gastrointestinal dan genitourinarius, yang ditambah lagi dengan pengurangan sekresi
mucus. Kerusakan jaringan mata, yaitu seroftalmia akan menimbulkan kebutaan.
Defisiensi vitamin A terjadi terutama dengan dasar diet yang jelekdengan kekurangan
komsumsi sayuran, buah yang menjadi sumber provitamin A.

Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan kelainan pada sel-sel epitel pada


selaput lendir mata. Kelainan tersebut karena terjadinya proses metaplasi sel-sel epitel,
sehingga kelanjar tidak memproduksi cairan yang dapat menyebabkan terjadinya
kekeringan pada mata yang disebut xerosis konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut akan
terjadi yang disebut bercak bitot (Bitot Spot) yaitu suatu bercak putih, berbentuk segi
tiga di bagian temporal dan diliputi bahan seperti busa.

Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan fungsi kekebalan tubuh menurun,


sehingga mudah terkena infeksi. Kekurangan vitamin A menyebabkan lapisan sel yang
menutupi paru-paru tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki
mikroorganisme, bakteri, dan virus yang dapat menyebabkan infeksi.

Pada keadaan dimana terjadi defisiensi vitamin A akan terjadi gangguan


mobilisasi zat besi dari hepar, dengan akibat terjadi penurunan kadar feritin. Gangguan
mobilisasi zat besi jugaakan menyebabkan rendahnya kadar zat besi dalam plasma,
dimana hal ini akan mengganggu proses sintesis hemoglobin sehingga akan
menyebabkan rendahnya kadar Hb dalam darah.

Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO / USAID
UNICEF / HKI / IVACG, 1996 sebagai berikut :
1) XN : Buta senja
2) XIA : Xerosis konjungtiva (kekeringan pada selaput lendir mata)
3) XIB : Xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
4) X2 : Xerosis kornea (kekeringan pada selaput bening mata)
5) X3A : Keratomalasia atau ulserasi kornea (borok kornea) kurang dari 1/3
permukaan kornea
6) XS : Jaringan parut kornea (sikatriks / scar)
7) XF : Fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti “cendol”
Tanda-tanda khas pada mata karena kekurangan vitamin A dimulai dari rabun senja
(XN) dimana penglihatan penderita akan menurun pada senja hari bahkan tidak dapat
melihat di lingkungan yang kurang cahaya. Pada tahap ini penglihatan akan membaik
dalam waktu 2-4 hari dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar. Bila dibiarkan
dapat berkembang menjadi xerosis konjungtiva (X1A). Selaput lendir atau bagian
putih bola mata tampak kering, berkeriput, dan berubah warna menjadi kecoklatan
dengan permukaan terlihat kasar dan kusam. Xerosis konjungtiva akan membaik dalam
2-3 hari dan kelainan pada mata akan menghilang dalam waktu 2 minggu dengan
pemberian kapsul vitamin A yang benar. Bila tidak ditangani akan tampak bercak putih
seperti busa sabun atau keju yang disebut bercak Bitot (X1B) terutama di daerah celah
mata sisi luar. Pada keadaan berat akan tampak kekeringan pada seluruh permukaan
konjungtiva atau bagian putih mata, serta konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat
dan berkerut-kerut. Bila tidak segera diberi vitamin A, dapat terjadi kebutaan dalam
waktu yang sangat cepat. Tetapi dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar dan
dengan pengobatan yang benar bercak bitot akan membaik dalam 2-3 hari dan kelainan
pada mata akan menghilang dalam 2 minggu.

e. Tampak Iga Gambang Dan Wasting Hebat (6)

Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk


mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan
tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, namun kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal.
Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot
dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan
sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. Keadaan
yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Otot-
otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota
gerak terlihat seperti kulit dengan tulang (wasting hebat). Tulang rusuk tampak lebih
jelas (iga gambang). Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun
menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena
lapisan penahan panas hilang.

Ketika nutrisi yang dikonsumsi tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan


tubuh, maka akan terjadi kelaparan, tubuh menghancurkan/memecahkan jaringannya
sendiri untuk digunakan sebagai kalori:
1) Cadangan karbohidrat yang disimpan dalam hati habis terpakai
2) Protein di otot dipecah untuk menghasilkan protein baru
3) Cadangan lemak dipecah untuk menghasilkan kalori.

Sebagai akibatnya seluruh tubuh mengalami penyusutan(wasting hebat).


Severe wasting(wasting hebat) adalah suatu keadaan yang ditandai oleh
kehilangan/penyusutan lemak tubuh dan jaringan otot secara masif. Seorang anak
yang wasting hebat terlihat seperti orang tua dan tubuh mereka sangat kurus dan
tulangnya menonjol. Wasting hebat adalah salah satu tanda dari jenis malnutrisi yang
sangat berbahaya yaitu Severe acute malnutritionyang jika tidak ditangani akan
berakhir dengan kematian.7

4. PROGRAM PENCEGAHAN PEM (8)


a. Revitalisasi Posyandu
Revitalisasi Posyandu bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu
terutama dalam pemantauan pertumbuhan balita. Pokok kegiatan revitalisasi Posyandu
meliputi;
1) Pelatihan/orientasi petugas Puskesmas, petugas sektor lain dan kader yang berasal
dari masyarakat.
2) Pelatihan ulang petugas dan kader
3) Pembinaan dan pendampingan kader
4) Penyediaan sarana terutama dacin, KMS/Buku KIA, panduan Posyandu, media KIE,
sarana pencatatan.
5) Penyediaan biaya operasional
6) Penyediaan modal usaha kader melalui Usaha Kecil Menengah (UKM) dan
mendorong partisipasi swasta.
b. Revitalisasi Puskesmas
Revitalisasi Puskesmas bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja Puskesmas terutama
dalam pengelolaan kegiatan gizi di Puskesmas, baik penyelenggaraan upaya kesehatan
perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat. Pokok kegiatan revitalisasi Puskesmas
meliputi;
1) Pelatihan manajemen program gizi di puskesmas bagi pimpinan dan petugas
puskesmas dan jaringannya.
2) Penyediaan biaya operasional Puskesmas untuk pembinaan posyandu, pelacakan
kasus, kerjasama LS tingkat kecamatan, dll.
3) Pemenuhan sarana antropometri dan KIE bagi puskesmas dan Jaringannya.
4) Pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi petugas rumah sakit dan puskesmas perawatan.

c. Intervensi Gizi dan Kesehatan


Intervensi gizi dan kesehatan bertujuan memberikan pelayanan langsung kepada balita.
Ada dua bentuk pelayanan gizi dan kesehatan, yaitu pelayanan perorangan dalam rangka
menyembuhkan dan memulihkan anak dari kondisi gizi buruk, dan pelayanan
masyarakat yaitu dalam rangka mencegah timbulnya gizi buruk di masyarakat. Pokok
kegiatan intervensi gizi dan kesehatan adalah sebagai berikut;
1) Perawatan/pengobatan gratis di Rumah Sakit dan Puskesmas balita gizi buruk dari
keluarga miskin.
2) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6-23 bulan dan
PMT pemulihan pada anak 24-59 bulan kepada balita gizi kurang dari keluarga
miskin.
3) Pemberian suplementasi gizi (kapsul vitamin A, tablet/sirup Fe).

d. Promosi keluarga sadar gizi


Promosi keluarga sadar gizi bertujuan dipraktikannya norma keluarga sadar gizi bagi
seluruh keluarga di Indonesia, untuk mencegah terjadinya masalah kurang gizi,
khususnya gizi buruk. Kegiatan promosi keluarga sadar gizi dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek sosial budaya (lokal spesifik). Pokok kegiatan promosi
keluarga sadar gizi meliputi;
1) Menyusun strategi (pedoman) promosi keluarga sadar gizi.
2) Mengembangkan, menyediakan dan menyebarluaskan materi promosi pada
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan, tempat kerja, dan
tempat-tempat umum.
3) Melakukan kampanye secara bertahap, tematik menggunakan media efektif terpilih.
4) Menyelenggarakan diskusi kelompok terarah melalui dasawisma dengan dukungan
petugas.

e. Pemberdayaan keluarga
Pemberdayaan keluarga bertujuan meningkatkan kemampuan keluarga untuk
mengetahui potensi ekonomi keluarga dan mengembangkannya untuk memenuhi
kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Keluarga miskin yang anaknya menderita
kekurangan gizi perlu diprioritaskan sebagai sasaran penanggulangan kemiskinan. Pokok
kegiatan pemberdayaan keluarga adalah sebagai berikut;
1) Pemberdayaan di bidang ekonomi;
a) Modal usaha, industri kecil
b) Upaya Peningkatan Pendapatan Keluarga (UPPK)
c) Peningkatan Pendapatan Petani Kecil
2) Pemberdayaan di bidang pendidikan
a) Bea siswa
b) Kelompok belajar
c) Pendidikan anak dini usia
3) Pemberdayaan di bidang kesehatan
a) Penyelenggaraan pos gizi (Pos Pemulihan Gizi berbasis masyarakat)
b) Kader keluarga
c) Penyediaan percontohan sarana air minum dan jamban keluarga.
4) Pemberdayaan di bidang ketahanan pangan
a) Pemanfaatan pekarangan dan lahan tidur
b) Lumbung pangan
c) Padat karya untuk pangan
d) Beras untuk keluarga miskin

f. Advokasi dan pendampingan


Ada 2 tujuan dari kegiatan advokasi dan pendampingan. Pertama, meningkatkan
komitmen para penentu kebijakan, termasuk legislatif, tokoh masyarakat, tokoh agama,
pemuka adat dan media massa agar peduli dan bertindak nyata di lingkungannya untuk
memperbaiki status gizi anak. Kedua, meningkatkan kemampuan teknis petugas dalam
pengelolaan program Gizi. Pokok kegiatan advokasi dan pendampingan adalah sebagai
berikut;
1) Diskusi dan rapat kerja dengan DPR, DPD, dan DPRD secara berkala
2) Melakukan pendampingan di kabupaten.

g. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)


Revitalisasi SKPG bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah
daerah melakukan pemantauan yang terus menerus terhadap situasi pangan dan keadaan
gizi masyarakat setempat, untuk dapat melakukan tindakan dengan cepat dan tepat untuk
mencegah timbulnya bahaya kelaparan dan kurang gizi, khususnya gizi buruk pada
tingkat desa, kecamatan dan kabupaten. Memfungsikan sistem isyarat dini dan
intervensi, serta pencegahan KLB dengan:
a) Memfungsikan sistem pelaporan, diseminasi informasi dan pemanfaatannya
b) Penyediaan data gizi secara reguler (pemantauan status gizi, untuk semua kelompok
umur, pemantauan konsumsi gizi, analisis data Susenas).

5. LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS (9)


Anamnesis
a. Makanan sehari-hari sebelum sakit
b. Pemberian ASI
c. Makanan/minuman beberapa hari terakhir
d. Mata cekung
e. Lama & frekuensi muntah-diare, penampilan muntahan / feses
f. Kapan kencing terakhir?
g. Kematian pada saudara kandung
h. Berat lahir?
i. Perkembangan psikomotor
j. Kontak dgn. penderita KP atau Campak
k. ImunisasI

Pemeriksaan Fisik
a. BB, TB atau PB
b. Tanda gangguan sirkulasi : tangan/kaki dingin, nadi lemah, kesadaran menurun
c. Suhu : hipotermia atau demam
d. Frekuensi dan tipe pernafasan : tanda pneumonia atau gagal jantung
e. Sangat pucat : anemia berat
f. Mata : lesi tanda defisiensi vit.A cekung dehidrasi
g. Rasa haus, mukosa mulut kering,
h. THT : tanda infeksi
i. Abdomen : kembung, bising usus ?
j. Pembesaran atau nyeri pd hati : ikterus
k. Kulit : tanda infeksi, purpura, lemak SC
l. Edema, atrofi otot
m. Penampilan feses

Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
1) Gula darah : < 54 mg/dl = hipoglikemia
2) Prep. apus darah : parasit malaria
3) Hb atau Ht : < 4 g/dl atau < 12% = anemia berat
4) Urin rutin/kultur: bakteri + atau > 10 lekosit/LPB = infeksi
5) Feses : darah + = disentri
6) Giardia + / parasit lain = infeksi

b) Antropometri
1) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator
dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara
intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang
massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan
keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan
status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status).

2) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)


Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga
lebih erat kaitannya dengan status ekonomi.

3) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)


Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan
dengan kecepatan tertentu.

c) Analisis diet
Pengaturan makan sesuai dengan takaran makronutrien dan mikronutrien sehingga
anak dapat mengejar ketinggalan dari kekurangan gizi.

6. DEFERENSIAL DIAGNOSIS
ASKARIASIS (10)
a) DEFINISI
Penyakit ini disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris lumbricoides atau cacing
gelang. Ascaris lumbricoides adalah cacing bulat yang besar dan hidup dalam usus
halus manusia. Cacing ini terutama tumbuh dan berkembang pada penduduk di daerah
yang beriklim panas dan lembab dengan sanitasi yang buruk. di Indonesia prevalensi
askariasis tinggi terutama pada anak. Cacing betina dewasa mengeluarkan telur yang
kemudian akan menjadi matang dan infektif, dengan tumbuhnya larva pada telurnya
di dalam waktu 2-3 minggu.
b) MANIFESTASI KLINIS

Infeksi pada manusia terjadi kalau larva cacing ini mengkontaminasi makanan
dan minuman. Di dalam usus halus larva cacing akan keluar menembus dinding usus
halus dan kemudian menuju pembuluh darah dan limfe menuju paru. Setelah itu larva
cacing ini akan bermigrasi ke bronkus, faring dan kemudian turun ke esophagus dan
usus halus. Lama perjalanan ini sampai menjadi bentuk cacing dewasa 60-75 hari.

Panjang cacing dewasa 20-40 cm dan hidup di dalam usus halus menusia
untuk bertahun-tahun lamanya. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa
bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.

GEJALA KLINIK
1) Perdarahan, penggumpalan leukosit dan eksudat, yang akan menghasilkan
konsolidasi paru dengan gejala panas, batuk darah, sesak nafas dan pneumonitis
askaris. Pada foto toraks tampak infiltrate yang mirip pneumonia viral yang
menghilang dalam waktu 3 minggu. Pemeriksaan darah akan didapatkan
eosinofilia. Ini diakibatkan larva yang bermigrasi merusak kapiler dan dinding
alveolus paru.
2) Kadang-kadang gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare
atau konstipasi. Bila infestasi berat bisa menyebabkan obstruksi usus (ileus)
3) Gangguan nutris terutama pada anak-anak
4) Cacing dapat mengadakan sumbatan pada saluran empedu, saluran pancreas,
divertikel dan usus buntu.
5) Gejala alergik seperti urtikaria, gatal-gatal dan eosinofilia.
6) Cacing dapat keluar melalui mulut dengan perantaraan batuk, muntah, atau
langsung keluar melalui hidung.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Selama fase pulmonal akan ditemukan eosinofilia. Diagnosis ditegakkan


dengan menemukan telur cacing pada tinja atau karena cacing dewasa keluar tubuh
dan ditemukan dalam tinja.

DIAGNOSIS BANDING

1) Urtikaria
2) Asma
3) Loffler syndrome
4) Pancreatitis
5) Apendisitis
6) Diverticulitis dll.

c) PENGOBATAN

Untuk anak > 2 tahun, alternatifnya antara lain adalah menggunakan obat
dengan bahan aktif mebendazole (dosis 100 mg, bisa berupa tablet kunyah, yang
mungkin perlu diulang pemberiannya setelah selang 2 minggu), atau albendazole
(dosis 400 mg, diulang pemberiannya setelah selang 2 minggu).
1) Piperazin
a) BB 0-15 kg: 1g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut
b) BB 15-25 kg: 2g sekali sehari selam 2 hari berturut-turut
c) BB 25-50 kg: 3g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut
d) BB lebih dari 50 kg: 3½ g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut
2) Heksilresorsinol
Pasien dipuasakan terlebih dahul, barukemudian diberikan 1g heksiresorsinol
disusul pemberian laksans sebanyak 30g MgSO4 kemudian diulangi 3 jam
kemudian untuk mengeluarkan cacing. Bila diperlukan dapat diulang 3 hari
kemudian
3) Pirantel pamoat : 10 mg/kg BB, maksimum 1g
4) Levamisol : dosis tunggal 150 mg
5) Albendazol : dosis tunggal 400 mg
6) Mebendazol : dosis 100 mg 2 kali sehari selama 3 hari.

d) KOMPLIKASI

Reaksi alergik yang berat dan pneumonitis bahkan pneumonia

e) PROGNOSIS
Selama tidak terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi, prognosis baik.
Tanpa pengobatan infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun.

MARASMUS
a) DEFINISI (9)
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah
kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan,gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan
sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar.

b) ETIOLOGI (10,9)
Etiologi dari penyakit marasmus antara lain masukkan zat gizi yang tidak adekuat,
kebiasaan makan yang tidak tepat, kelainan metabolik dan malabsorbsi, malformasi
kongenital pada saluran pencernan, penyakit ginjal menahun, keadaan ekonomi
keluarga. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan
orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan
makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain
pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap
terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai
berikut :
1) Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat
dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng
yang terlalu encer.
2) Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
kongenital.
3) Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pylorus,
hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
4) Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian
ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat.
5) Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup.
6) Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
7) Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan.
8) Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang
kurang akan menimbulkan marasmus.Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan
predisposisi untuk timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti
pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan
pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu
membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan
menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
c) MANIFESTASI KLINIS (11)
1) Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit tulang terbungkus
kulit
2) Wajah seperti orang tua
3) Cengeng, rewel
4) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai
celana longgar-baggy pants)
5) Perut umumnya cekung
6) Iga gambang
7) Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare
d) PATOFISIOLOGI (10)
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein,
atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh
selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok
atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan
lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan.
Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme
protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera
diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah
menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam
lemak dan keton Bodies sebagai sumber energy kalau kekurangan makanan ini
berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah
protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.

e) KOMPLIKASI (9)
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada
KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup
besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi
(seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan
jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering mengalami
gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila
terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa
KWASHIORKOR (9)
a) DEFENISI
Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein
yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi
kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari
gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) Dengan beberapa
karakteristik berupa edema dan kegagalan
pertumbuhan,depigmentasi,hyperkeratosis.

Penyakit ini merupakan bentuk malnutrisi paling banyak didapatkan di dunia ini,
pada dewasa ini,terutama sekali pada wilayah-wilayah yang masih terkebelakangan
bidang industrinya.

b) ETIOLOGI
Kwashiorkor paling seringnya terjadi pada usia antara 1-4 tahun ,namun dapat pula
terjadi pada bayi .Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang dewasa adalah
sebagai komplikasi dari parasit atau infeksi lain.

Banyak hal yang menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor paling mayor adalah
menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak
seimbang. Setelah usia 1 tahun atau lebih ,kwashiorkor dapat muncul bahkan ketika
kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi masalahnya, tetapi kebiasaan adat atau
ketidak tahuan (kurang nya edukasi) yang menyebabkan penyimpangan
keseimbangan nutrisi yang baik.

Walaupun kekurangan kalori dan bahan-bahan makanan yang lain memepersulit


pola-pola klinik dan kimiawinya, gejala-gejala utama malnutrisi protein disebabkan
oleh kekurangan pemasukan protein yang mempunyai nilai biologik yang baik.Bisa
juga terdapat gangguan penyerapan protein,misalnya yang dijumpai pada keadaan
diare kronik,kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis),
infeksi,perdarahan atau luka-luka bakar serta kegagalan melakukan sintesis protein ,
seperti yanga didapatkan pula pada penyakit hati yang kronis.
c) MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi dini pada kwashiorkor cukup samar-samar mencakup letargi,apati, dan
iritabilitas. Manifestasi lanjut yang berkembang dapat berupa pertumbuhan yang
tidak memadai, kurangnya stamina, hilangnya jaringan otot, menjadi lebih peka
terhadap serangan infeksi dan edema. Nafsu makan berkurang ,jaringan bawah kulit
mengendor dan lembek serta ketegangan otot menghilang. Pembesaran hati dapat
terjadi secra dini atau kalau sudah lanjut, infiltrasi lemak lazim ditemukan. Edema
biasanya terjadi secara dini,kegagalan mencapai penambahan BB ini dapat
terselubungi oleh edema yang terjadi ,yang kerap kali telah terdapat pada organ-
organ dalam,sebelum ia dapat terlihat pada muka dan anggota gerak.
1) Wujud Umum
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada
ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada
tanda moon face dari akibat terjadinya edema.

2) Retardasi Pertumbuhan
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu.Selain berat badan, tinggi
badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.

3) Perubahan Mental
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut
bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif.

4) Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.
Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia,
gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.

5) Kelainan Rambut
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture), maupun
warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang
mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan
tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. Sering
bulu mata menjadi panjang .
6) Kelainan Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan
kulit. Pada sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk
penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan
bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian
tubuh yang sering mendapat tekanan . Terutama bila tekanan itu terus-menerus
dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa
politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya. Perubahan kulit
demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat
bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan
memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh
tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi.

7) Kelainan Gigi dan Tulang


Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan
hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.

8) Kelainan Hati
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang
hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan
tanda fibrosis, nekrosis, da infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi
akibat defisiensi faktor lipotropik.

9) Kelainan Darah dan Sumsum Tulang


Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai
penyakit lain, terutama infestasi parasit ( ankilostomiasis, amoebiasis) maka
dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien
yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks
(2,7)
(B12, folat, B6) . Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau
aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun.
Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan
tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem
komplimen.

10) Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain


Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan
usus halus terjadi perlemakan.

11) Kelainan Jantung


Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan
hipokalemi dan hipmagnesemia.

12) Kelainan Gastrointestinal


Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-
kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan
makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada
sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa
infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak.
Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi
akibat defisiensi garam empedu, konyugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan
atrofi villi mukosa usus halus.

Dermatitis juga lazim ditemukan.Penggelapan kulit terjadi pada tempat-tempat


yang mengalami iritasi,namun tidak pada daerah-daerah yang terkena sinar
matahari.. Rambutnya biasanya jarang dan halu-halus serta kehilangan
elastisitasnya. Pada anak-anak yang berambut gelap dapat terlihat jalur-jalur
rambut berwarna merah atau abu-abu.Otot-otonya tampak lemah dan
atrofi,tetapi sesekali dapat ditemukan lemak dibawah kulit yang berlebihan.

d) KOMPLIKASI
1) Shock
2) Koma
3) Cacat permanen

MARASMI-KWASHIORKOR (9)
a) MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi
untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya
berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula

Gambaran anak marasmi-kwashiorkor

b) PENATALAKSAAN PEM (9)


1) Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga
ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap
penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih
lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna
makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan
berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi.
Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur
ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan
untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair,
kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:

 Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.


 Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
 Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan
keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari.
 Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
 Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap
2-3 jam.

2) Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi
mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat
badan sehari tahap Lanjutan Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah
dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP.
Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi,
khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan
mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi
yang mungkin diperlukan adalah :
 Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
 KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
 Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia
 Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau
100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A
diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal
400.000 SI.
 Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi
(Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai
KKP berat.

DAFTAR PUSTAKA

1. www.indonesian-publichealth.com diakses tanggal 4 juni 2014


2. Almatsier,S.2001.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
3. Saputra,edwin. Digital kejadian KEP literatur.pdf.2009 diakses 4 juni 2014
4. http://whomayrah.files.wordpress.com/2010/11/ringkasan-muntah.jp
5. Sutanto, Inge. Dkk. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4. 2008.Departemen
Parasitologi FKUI. Jakarta
6. Penatalaksanaan Busung Lapar pada Balita .Nuchsan Umar Lubis, Arlina Yunita
Marsida. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Langsa - Aeeh Timur
7. http://www.news-medical.net/health/Vitamin-A-Deficiency%28Indonesian%29.aspx
diakses tanggal 4 juni 2014
8. Departemen kesehatan republic Indonesia. Rencana aksi social pencegahan dan
penanggulanan gizi buruk. 2005-2009
9. Hasaroh.y. 2010. repository.usu.ac.id/bitstream/.../3/Chapter%20II.pdf
10. Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: Interna
Publishing : 2938-2939
11. Elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/.../MATERI%20INTI%20II.pdf
12. Siswanto et al.2012.MALNUTRISI ENERGI PROTEIN Subbag.Nutrisi dan
Metabolik Bag.I.Kesehatan Anak. FKUSU-RSHAM :Medan

Anda mungkin juga menyukai