Oleh :
ELYS CAHYANI
07011b014
A. Pengertian Stroke
Stroke adalah serangkaian kejadian neurologist yang terjadi bila aliran darah arteri
terganggu ke otak atau di otak terganggu. Cedera cerebrovaskuler atau stroke adalah awitan
deficit neurologis yang berhubungan dengan penurunan aliran darah cerebral yang di
sebabkan oleh oklusi atau stenosis pembuluh darah embolisme atau hemorargik, yang
menyebabkan iskhemik otak. Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa
stroke/cerebrovaskuler adalah defisit neurologis yang berakibat pada hilangnya fungsi otak
yang timbul secara mendadak karena adanya gangguan suplai darah ke bagian otak
(Dewanto, dkk, 2009)
Stroke adalah syndrom klinis awal timbulnya mendadak, progresi berupa defisit
neurologi, fokal dan global, yang berlangsung 24 jam atau langsung menimbulkan kematian
dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan perdaran darah otak non traumatik (Rizaldy,
2010).
Stroke adalah sebagai gejala klinis yang muncul akibat pembuluh darah jantung
(kardiovaskular) yang bermasalah, penyakit jantung, atau keduanya, secara bersamaan
(Wardhana, 2011).
Stroke merupakan menifestasi gangguan saraf umum, yang timbul secara mendadak
dalam waktu yang singkat, yang diakibatkan gangguan aliran darah ke otak akibat
penyumbatan (ischemic stoke) atau perdarahan (hemoragic stroke) (Auryn, 2007).
Bila hal ini terjadi, maka fungsi kontrol ke bagian tubuh tertentu akan terganggu atau
rusak, maka kelumpuhan pada bagian tubuh tertentuakan timbul. Tingkat keparahan serangan
stroke untuk tiap individu tidaklah sama, tergantung pada bagian otak yang rusak. Apabila
gangguan aliran darah ke otak terjadi pada luasan yang kecil, maka dampak stroke yang
terjadi ringan dan kemungkinan fungsi kontrol otak dapat segera pulih. Namun apabila
gangguan aliran darah ke otak meliputi daerah yang luas, maka dampak stroke bias berakibat
fatal, cacat menetap dan sulit untuk pulih kembali, bahkan tidak tertutup kemungkinan dapat
menyebabkan kematian.
B. Klasifikasi Stroke
Terjadinya serangan stroke secara garis besar stroke akan dibahas menjadi 2 sub
menurut Wardhana (2011) yang terdiri atas :
1. Stroke iskemik
Serangan stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan
darah yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak. Penyumbatnya
adalah "plak" atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam darah.
Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), pada pembuluh
darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil. Kalau penyumbatan terjadi pada
pembuluh darah kecil, dampak stroke yang ditumbulkan tidaklah parah. Sedangkan
penyumbatan yang terjadi pada pembuluh darah besar dan pembuluh darah sedang,
dampak stroke bisa fatal tergantung pada bagian otak yang rusak.
Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam pembuluh
darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan tertahan. Oleh
karena darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah
(trombosis), sehingga aliran darah jadi makin lambat dan lama-lama menjadi sumbatan
pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami kekurangan pasokan darah yang membawa
nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh darah, dan ini berarti serangan stroke. Apabila
kekurangan pasokan darah berlangsung lama, otak tidak mendapatkan nutrisi dan
oksigen, maka sel-sel jaringan otak akan rusak dan mati.
2. Stroke Hemoragik
Serangan stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau
pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi
ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang menggenangi dan menutupi jaringan
sel otak, akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan ini menyebabkan kerusakan
fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang
pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga genangan darah masuk ke dalam ruang
sekitar otak (subarachnoid hemorage). Apabila terjadi genangan darah secara
subarachnoid hemorage, dampak stroke sangat luas dan fatal bahkan sampai kepada
kematian.
Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada orang lanjut usia, karena
penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisme).
Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, akan mudah menggelembung dan pecah atau
bocor. Kerapuhan pembuluh darah ini disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan
tetapi bisa juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Walaupun demikian,
keadaan yang sering terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh
darah akibat tertim-bun plak atau arteriosklerosis. Arteriosklerosis akan lebih parah liigi
apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi dan hiktor-faktor penyebab hipertensi
Stroke iskemik dan stroke hemoragik akibat yang ditimbulkan sama, yaitu
hilangnya fungsi kontrol otak yang berakibat pada kelumpuhan bagian tubuh tertentu.
Kalau terjadinya serangan stroke bisa segera diketahui dan pertolongan pertama pada
stroke juga bisa segera diberikan, maka kemungkinan terjadinya kelumpuhan bisa
dikurangi dan bahkan bisa disembuhkan.Pertolongan pertama pada stroke tidak boleh
melewati "waktu emas" atau "golden time" yaitu sekitar 60 menit setelah serangan stroke
terjadi. Bila waktu emas terlewati, kerusakan otak akan semakin parah dan penyembuhan
dampak stroke menjadi semakin sulit, kelumpuhan menetap bagian tubuh tertentu akan
terjadi. Kejadian inilah yang sering menyebabkan serangan stroke menjadi lebih parah.
C. Etiologi
Menurut Rizaldy (2010), stroke biasanya di akibatkan dari salah sau tempat kejadian,
yaitu:
1. Trombosis ( Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian
otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Isiansia (Penurunan aliran darh ke arah otak).
4. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak ,
menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau
permanen.
Sedangkan faktor resiko pada stroke menurut Dewanto, dkk, 2009:
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler(Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi(yang berhubungan dengan infark cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun dan
kadar esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat menyebabkan
iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu. pada remaja dan dewasa muda
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah, merokok
kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.
Penyebab serangan stroke secara umum dapat dibagi menjadi 2 bagian menurut
Wardhana (2011) :
1. Penyebab internal yang irreversibel atau faktor tak terkendali.
Faktor risiko yang tidak bisa dihindari atau factor tak terkendali, adalah :
a. Faktor jenis kelamin
Menurut data statistic yang diperoleh dari hasil Riset Kesehatan Indonesia,
kaum pria berisiko terkena stroke kurang lebih 1,05 kali lebih banyak dari pada kaum
wanita.
No Jenis Kelamin Terkena Stroke (%)
1 Pria 6,10
2 Wanita 5,80
Sumber :Data Riset Kesehatan Indonesia th. 2007 / Ida
b. Faktor Usia
Berdasarkan hasil Data Hasil Kesehatan Indonesia, diperoleh data kaitan antara
serangan stroke dan usia, seperti yang ditampilkan pada di bawah ini.
No Usia (tahun) Terkena Stroke (%)
1 18 – 24 1,100
2 25 – 34 1,60
3 35 – 44 2,90
4 45 – 54 8,10
5 55 – 64 15,50
6 65 – 74 25,00
7 >75 29,70
Sumber :Data Riset Kesehatan Indonesia th. 2007 / Ida
c. Kebiasaan merokok
Rokok dapat memicu peningkatan produksi fibrinogen, yaitu faktor penggumpalan
darah yang merangsang stroke karena merokok.
d. Kebiasaan minum alkohol
e. Kebiasaan memakai obat-obatan terlarang
f. Penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi)
g. Penyakit jantung
h. Infeksi
i. Cidera kepala dan leher
E. Gambaran Klinis
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau sroke merupakan sirkulasi serebral
yang dapat disebabkan karena trombus, embolus dan perdarahan serebral. Embolus dapat
merupakan akibat bekuan darah plek aorta matosa fragmen, lemak dan udara. embolus pada
otak kebanyakan berasal dari jantung, sekunder terhadapinfark miokard atau fibrilasi atrium,
Jika etiologi stroke adalah hemorargi maka faktor pencetusnya biasanya adalah hipertensi.
Abnormalitas vaskuler seperti Malformasi Arteri Venera (MAV) dan aneurisma serbral lebih
rentan terhadap ruptur dan menyebabkan hemorargia pada hipertensi (Rizaldy, 2010).
Pada stroke trombosis atau embolik bagian otak yang mengalami iskhemik atau infark
sulit ditentukan. Ada peluang dimana stroke akan meluas setelah serangan pertama dapat
terjadi edema serebral dan peningkatan intra kranial(PTIK) herniasai dan kematian setelah
trombolitik terjadi pada area yang luasnya saat serangan, karena stroke trombolitik banyak
terjadi karena arterosklerosis, maka ada resiko terjadi stroke untuk masa mendatang. Pada
pasien yang sudah pernah mengalami stroke embolitik pasien juga mengalami atau
mempunyai kasus untuk mengalami stroke jika penyebabnya tidak ditangani. Jika luas
jaringan otak yang rusak akibat stroke hemorargik tidak besar dan bukan pada tempat yang
vital, maka pasien dapat pulih dengan (Dewanto, dkk, 2009).
Defisit minimal. Jika hemorargik luas terjadi pada daerah yang vital, pasien mungkin
tidak dapat pulih
F. Patofisiologi
Pada keadaan fisiologis normal, aliran darah pada otak selalu tetap yaitu 50 ml/ menit
/ 100 gr otak. Hal ini terjadi karena auto regulasi yang mengembangkan arteri pada waktu
hipotensi yang menguncup waktu hipertensi. Apabila tekanan darah tinggi terus menerus
terjadi maka dapat menimbulkan perubahan atroklerotik karena perfusi dapat menyebabkan
perdarahan intra kranial. Ruptur arteri juga dapat menyebabkan perdarahan yang akan
menimbulkan ekstavasasi darah ke jaringan otak sekitarnya. Darah yang merembes ini dapat
menekan, mengiritasi, dan menimbulkan fase spasme arteri hemisfer otak (Dewanto, dkk,
2009).
Ruptur arteri juga dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah sehingga timbul
iskemik focal dan infark jaringan otak. Daerah ini akan mengalami defisit neurologis yang
berupa hemiparalisis. Keluarnya darah yang mendadak dari pembuluh darah otak dapat
meningkatkan tekanan darah cerebrospinalis, hilang kesadaran maupun gegar otak. Koma
terjadi karena apabila daerah ekstravasal terjadi hematoma yang menimbulkan penekanan
pada seluruh isi kranial (Rizaldy, 2010).
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan masalah stroke menurut
Batticaca (2008) meliputi sebagai berikut :
1. Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab daristroke secara specific seperti perdarahan artriovena
atau rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler.
2. Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukan
adanya hemoragi pada subarachnoid atau perdarahan pada intra cranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi. Hasil likour merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecilwarna likour
masih normal (xantrkrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan orak yang infark atau iskemia, dan posisi secara pasti. Hasil pemeriksaannya
biasanya di dapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat diventrikel, atau
menyebar dipermukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetic untuk
menentukan posisi, besar dan luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya di dapatkan di daerah yang mengalami lesi dan infark akibat hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemi dan kemudian
berangsur menurun
b. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelaina pada daerah itu sendiri
H. Komplikasi
Komplikasi pada penderita stroke menurut Nanda (2013):
1. Dini (0-48jam)
Edema serebri, defisit neurologi cenderung memberat, dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan intra kranial, hibernasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Jangka pendek (1-14 hari)
a. Pneumonia akibat immobilisasi lama
b. Infark miokard
c. Emboli paru, cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali terjadi pada saat
penderita mulai melakukan mobilisasi.
d. Jangka panjang (>14 hari)
1) Stroke rekuren
2) Infark miokard
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Berusaha menstabilkan tanda – tanda vital
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi setiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif
4. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai
dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan masalah yang
bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual,
serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi
(Maryam dkk, 2008).
5. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam Maryam dkk, 2008). Tipe
tersebut dijabarkan sebagai berikut.
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan,
bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan
pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak
acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen
(ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustasi
(kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri
sendiri).
6. Proses Penuaan
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks
multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada
keseluruhan sistem. (Stanley, 2006).
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal.
Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di
dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara
perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan (Maryam dkk, 2008).
Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan (gradual) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap
cedera, termasuk adanya infeksi.
Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga
tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa
kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat
tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat
menurunnya. Umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun.
Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa
saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak,
2009).
Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara biologis,
mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisiknya akan
semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya
(Tamher, 2009). Oleh karena itu, perlu perlu membantu individu lansia untuk menjaga harkat
dan otonomi maksimal meskipun dalam keadaan kehilangan fisik, sosial dan psikologis
(Smeltzer, 2001).
c. Perubahan-perubahan psikososial
1) Pensiun
Seseorang pensiunan akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain: kehilangan
finansial (income berkurang), kehilangan status, kehilangan teman / relasi, kehilangan
pekerjaan, merasakan atau sadar akan kematian.
2) Perubahan dalam cara hidup
3) Gangguan panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
4) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis (hemiplegia). Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri
atau kejang otot).
Tanda : gangguan tonus otot (flaksid, spatis); paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum. Gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung: endokarditis bakterial, GJK
Tanda: hipertensi arterial, disritmia, perubahan EKG
3. Integritas ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira. Kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, distensi abdomen,
bising usus
5. Makanan/cairan
Gejala: Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK),
kehilangan sensasi pada lidah, pipi, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat DM,
peningkatan lemak dalam darah
Tanda: kesulitan menelan (gangguan pada reflex palatum dan faringeal), obesitas
6. Neurosensori
Gejala: pusing (sebelum serangan CSV/ selama TIA), sakit kepala, penglihatan menurun,
kehilangan daya lihat sebagian, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda: status mental/kesadaran: biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragik.
Gangguan fungsi kognitif, ekstremitas: kelemahan atau paralisis, afasia: gangguan atau
kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik (kesulitan untuk mengungkapkan
kata). Reseptif (afasia sensorik) yaitu kesulitan untuk memahami kata kata secara
bermakna, atau afasia global yaitu gabungan dari kedua hal di atas. Kehilangan
kemampuan untuk mengenali atau menghayati masuknya rangsang visual, pendengaran,
taktil (agnosia), seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelainan
terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi. Kehilangan kemampuan
menggunakan motorik saat pasien in gin menggerakkannya (apraksia). Ukuran atau
reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral (perdarahan atau herniasi).
Kekakuan muka biasanya karena perdarahan, kejang biasanya karena adanya pencetus
perdarahan.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis terkena)
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot atau fasial.
8. Pernafasan
Gejala: merokok atau faktor resiko
Tanda: ketidakmampuan menelan atau batuk atau hambatan jalan nafas. Timbulnya
pernafasan sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar/ronkhi (aspirasi sekresi)
9. Keamanan
Tanda: motorik atau sensorik: masalah dengan penglihatan, kesulitan dalam menelan,
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri
10. Interaksi social
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
11. Pemeriksaan Fisik
Tanda – tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
12. Pemeriksaan Neurologi
a. Fungsi serebral
Terdiri dari status mental, fungsi intelektual, daya pikir, status emosional, persepsi,
kemampuan motorik, dan bahasa.
b. Pengukuran GCS
1) Eyes ( membuka mata )
Spontan :4
Terhadap rangsangan suara :3
Terhadap rangsangan nyeri :2
Tidak ada respon :1
2) Motorik
Sesuai perintah :6
Karena nyeri local :5
Menarik daerah nyeri :4
Fleksi abnormal :3
Ekstensi abnormal :2
Tidak ada respon :1
3) Verbal
Orientasi waktu :5
Bicara kacau (kalimat) :4
Kata – kata tidak tepat :3
Tidak bermakna (bergumam) :2
Tidak berespon :1
c. Saraf cranial
Besar pupil tidak sama, ptosis kelopak mata
Nervus : Defisit dari Nervus
1) N. I : Olfactory
2) N. II : Optic
3) N. III : Oculomotor
4) N. IV : Moto trochlear ( gerakan kebawah / kedalam mata )
5) N.V : Trigeminal ( Gerakan rahang, muka )
6) N.VI : Abducens ( Lateral Mata )
7) N.VII : Facial
8) N.VIII : Acoustic ( cochlea, vestibular )
9) N. IX : Glosofaringeal
10) N.X : Vogus ( motor, palatum, faring, laring )
11) N.XI : Asesori Spinal : mastoid, trapezius
12) N.XI : Hypoglosal ( Motor – lidah )
d. Pemeriksaan motorik
Meliputi pengkajian motorik kasar, tes keseimbangan, dan pengkajian motorik
halus.
e. Pemeriksaan sensorik
Meliputi sensasi taktil, sensasi suhu dan nyeri, vibrasi dan propriosepsi, dan
merasakan posisi.
f. Status refleks
1) Refleks bisep
Peregangan tendon bisep pada saat siku dalam keadaan fleksi. Orang yang
menguji menyokong lengan bawah satu tangan sambil menempatkan ibu jari
dengan menggunakan palu refleks.
2) Refleks trisep
Lengan pasien fleksi pada siku dan pronasi dan di posisikan di depan dada.
Palpasi 2,5-5 cm di atas siku. Refleks ini menyebabkan kontraksi otot trisep
dan ekstensi siku.
3) Refleks brachioradialis
Tangan klien diletakkan di atas paha dalam keadaan pronasi. Pukulkan refleks
hammer di atas tenson pergelangan tangan, amati fleksi, supinasi dari tangan
klien.
4) Refleks abdomen
Klien tetap dalam posisi supine tanpa mengenakan baju. Sentuhkan ujung
tajam refleks hammer ke kulit bagian abdomen mulai dari arah lateral ke
bagian umbilical, dan amati kontraksi otot abdomen.
5) Refleks patella
Refleks patella di timbulkan dengan cara mengetok tendon patella tepat di
bawah partela. Pasien dalam keadaan duduk atau tidur terlentang. Jika pasien
terlentang, pengkaji menyokong kaki untuk memudahkan relaksasi otot.
Konstraksi guadrisep dan ekstensi lutut adalah respon normal.
6) Refleks Achilles/ankle
Pegang telapak kaki klien dengan tangan non dominan pemeriksa. Pukul
tendon Achilles dengan bagian tumpul refleks hammer dan amati kontraksi
otot kuadrisep.
7) Refleks plantar
Klien dalam posisi supine dan kedua tungkai bawah sedikit eksternal rotasi,
stimulasi telapak kakki klien dengan ujung tajam refleks hammer. Sentuhan
dimulai dari tumit kea rah luar telapak kaki klien. Amati gerakan telapak kaki
(normal jika gerak plantar fleksi jari-jari kaki)
8) Refleks babinsky
Indikasi adanya penyakit SSP. Bila bagian lateral seseorang dengan penyakit
SSP digores, maka akan terjadi kontraksi kaki dan menarik bersama-sama.
Pada pasien yang mengalami penyakit SSP, maka pada system motorik jari-
jari kaki menyebar dan menjauh. Pada bayi refleks ini normal.
9) Refleks kernig
Klien berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai
membuat sudut 900
10) Refleks laseque
Klien berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai
membuat sudut 60-700
11) Refleks brudzinski
Klien berbaring kemudian tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala
pasien yang sedang berbaring, tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu
mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada klien
untuk mencegahnya diangkatnya badan. Bila tanda brudzinski positif, maka
tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai.
12) Refleks brudzinski II
Klien berbaring satu tungkai difleksikan pada persendian penggul, sedangkan
tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi lurus. Bila tungkai yang
satu ikut terfleksi, maka tanda brudzinski II positif.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan gangguan neuromuscular
(NANDA 2016, Domain.4 Aktivitas/Istirahat, Kelas.2 Aktivitas/Olahraga, hal. 231)
2. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan
(NANDA 2016, Domain 5. Persepsi/Kognisi, Kelas 4. Kognisi, hal.275)
3. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik
(NANDA 2016, Domain 11. Keamanan/Perlindungan, Kelas.2 Cidera Fisik, hal.246)
C. Rencana Keperawatan
No Dx NOC NIC
1. Hambatan Setelah dilakukan tindakan (0740) Perawatan Tirah Baring
mobilitas fisik keperawatan diharapkan 1. Jelaskan alasan diperlukannya
ditempat tidur hambatan mobilitas fisik tirah baring
berkurang dengan KH : 2. Posisikan sesuai body
(0219) Pergerakan Sendi : Bahu aligment yang tepat
1. Fleksi depan 180o 3. Balikkan pasien yang tidak
dipertahankan pada 4 dapat mobilisasi paling tidak 2
ditingkatkan ke 5 jam sesuai dengan jadwal
2. Rotasi eksternal 90o yang spesifik
dipertahankan pada 4 4. Ajarkan latihan ditempat tidur
ditingkatkan ke 5 dengan cara yang tepat
3. Rotasi internal 90o pada 5. Monitor komplikasi dari tirah
4 ditingkatkan ke 5 baring (misalnya: nyeri
punggung, konstipasi, depresi,
kebingungan)
Auryn V., 2011, Mengenal & Memahami Stroke, Yogyakarta : Kata Hati.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Stroke, (Online), (http://
depkes.co.id/stroke.html)
Friedman, M. M. (2005). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. Jakarta: EGC
Mubarak, Wahid iqbal, dkk, 2011. Ilmu Pengantar Komunitas Pengantar dan Teori Buku 1,
Salemba Medika, Jakarta.
Mubarak, Wahid iqbal dkk, 2012. Ilmu Pengantar Komunitas Pengantar dan Teori Buku 2,
Salemba Medika, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta, Jakarta.
Nurarif, amin huda dkk, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Media Action, Jakarta.
Profil Puskesmas Periuk Jaya, 2013 dan 2014
Rasyid , 2007 , Unit Stroke (Manajenen Stroke Secara Komprehensif) , Jakarta , Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Suprajitno, 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga, EGC, Jakarta.
Suyono, Haryono, 2006. Meningkatnya Penduduk Rawan Stroke, (Online),
(http://www.cybermed.cbn.net.id. Diakses 2 Juni 20017)
Wardhana, A.W, 2007, Strategi Mengatasi & Bangkit Dari Stroke, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.