Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................i


Daftar Isi ..............................................................................................................1
Bab 1 Pendahuluan .............................................................................................2
A. Latar Belakang ........................................................................................2
B. Angka Kejadian Penderita Talasemia .....................................................2
C. Rumusan Masalah ...................................................................................3
D. Tujuan Penulisan .....................................................................................3
E. Mamfaat Penulisan ..................................................................................3

Bab 2 Pembahasan .............................................................................................4


A. Tinjauan Pustaka......................................................................................4
B. Tanda Dan Gejala Talasemia...................................................................4
C. Klasifikasi Talasemia ..............................................................................5
D. Pemeriksaan Penunjang Talasemia .........................................................7
E. Pengobatan Talasemia .............................................................................9

Bab 3 Penutup .....................................................................................................10


A. Kesimpulan .............................................................................................10
B. Saran ........................................................................................................10

Daftar Pustaka

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk Ukuran Awam, Istilah Thalasemia Mungkin Masih Cukup Jarang
Terdengar. Padahal, Diindonesia Sendiri Terdapat Cukup Banyak Penderita
Penyakit Kelainan Darah Yang Bersifat Diturunakan Secara Genetic Dan Banyak
Terdistribusi Di Asia Ini, Dan Data Yang Ada Juga Pernah Menyebutkan Ada
Sekitar Ratusan Ribu Orang Pembawa Sifat Talasemia Yang Berisiko Diturunkan
Pada Anak Mereka. Serta Data Lain Yang Menemukan Bahwa 6-10 % Penduduk
Kita Merupakan Pembawa Gennya. Penderita Talasemia Mayor Yang Kerap
Dipadankan Dengan Istilah Talasemia Saja Di Negara Kita Sendiri Sudah Tercatat
Sekitar Lima Ribu Di Luar Yang Belum Terdata Atau Kesulitan Mengakses
Layanan Kesehatan.
Angka Penderita Dunia, Sementara, Jauh Lebih Besar Dengan Bandingan
Anggapan Bahwa Setiap Tahunnya Ada Seratus Ribu Penderita Baru Yang Lahir
Dari Pasangan Pembawa Gen. Sulitnya Pilihan Pengobatan Dimana Pasien
Biasanya Membutuhkan Transfuse Darah Terus Menerus Untuk Memperpanjang
Hidup, Dan Tidak Sempurnanya Kesembuhan Yang Dicapai Membuat Kita
Mungkin Perlu Sedikit Member Perhatian Lebih Pada Penyakit Ini.

B. Angka Kejadian Pederita Talasemia


Angka Kejadian Penyakit Talasemia Di Dunia Berdasarkan Data Dari
Badan Organisasi Kesehatan Dunia Atau World Health Organization (WHO)
Menyebutkan Bahwa Pada Tahun 2014, Sekitar 250 Juta Penduduk Dunia (4,5%)
Membawa Genetik Talasemia, Sedangkan 80-90 Juta Di Antaranya Membawa
Genetik Talasemia Beta (Http://Www.Dokterkreatif.Com/). Penderita Penyakit
Talasemia Di Indonesia Tergolong Tinggi Dan Termasuk Dalam Negara Yang
Berisiko Tinggi, Karena Setiap Tahunnya 3.000 Bayi Yang Lahir Berpotensi
Terkena Talasemia.
WHO Menyatakan Insiden Pembawa Sifat Talasemia Di Indonesia Berkisar
6% - 10%, Artinya Dari Setiap 100 Orang, 6 Sampai 10 Orang Di Indonesia
Membawa Sifat Talasemia. Penyakit Ini Merupakan Penyakit Genetik, Sehingga
Penderita Penyakit Ini Telah Terdeteksi Sejak Masih Bayi
(Http://Web.Rshs.Or.Id/). Sementara Ini Belum Ada Data Yang Akurat Untuk
2
Daerah Jawa Barat. Berdasarkan Sumber Dari Pikiran Rakyat, Jumlah Penderita
Talasemia Di Jawa Barat Tahun 2014 Tercatat Sekitar 6.647 Orang Dari Jumlah
Tersebut 42% Ada Di Jawa Barat (Http://Www.Pikiran-Rakyat.Com/) Artinya
Sekitar 2.792 Orang Di Jawa Barat Menderita Talasemia. Berdasarkan Data
Tersebut, Secara Nasional Angka Penderita Talasemia Di Jawa Barat Memiliki
Jumlah Yang Tinggi Di Indonesia Di Bandingkan Dengan Daerah-Daerah Lainnya.

C. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Tanda Dan Gejala Talasemia
2. Apa Saja Klasifikasi Talasemia
3. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Talasemia
4. Bagaimana Pengobatan Talasemia

D. Tujuan Penulisan
Untuk Mempelajari Dan Mengetahui Penyakit Talasemia Dan Tindakan Yang
Harus Dilakukan Serta Tanda-Tanda Dan Gejala Pada Penderita Talasemia.

E. Mamfaat Penulisan
1. Untuk Mengetahui Tandan Dan Gejala Pada Penderita Thalasemia
2. Untuk Mengetahui Klasifikasi Talasemia
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Talasemia
4. Untuk Megetahui Pengobatan Talasemia

3
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka
Thalasemia Merupakan Suatu Kelainan Darah Bersifat Genetic Dimana
Kerusakan DNA Akan Menyebabkan Tidak Optimalnya Produksi Sel Darah Merah
Penderitanya Serta Mudah Rusak Sehingga Kerap Menyebabkan Anemia. Pusat
Dari Mekanisme Kelainan Ini Terletak Pada Salah Satu Gen Pembentuk
Hemoglobin Pada Sel Darah Merah Manusia, Yang Sekaligus Berfungsi Utama
Sebagai Pengangkut Oksigen.
Secara Singkat Penjelasannya Meliputi Keadaan Hemoglobin Yang
Mengandung Zat Besi (Fe). Kerusakan Sel Darah Merah Pada Penderita
Thalasemia Akan Mengakibatka Zat Besi Tertinggal Di Dalam Tubuh Dan Bisa
Menumpuk Dalam Organ Tubuh Seperti Jantung Dan Hati, Lama Kelamaan Akan
Mengganggu Fungsi Organ Lainnya, Selain Juga Bisa Akibat Supley Darah Merah
Dari Transfusi, Dan Ini Penyebab Kematian Utama Dari Penderita Thalasemia.
Terutama Akibat Penumpukan Pada Jantung.

B. Tanda Dan Gejala Talasemia


Salah Satu Tanda Khas Dari Talesemia Adalah Akibat Pembesaran Tulang
Tengkorak Dan Tulang Wajah Membentuk Muka Mengoloid (Facies Cooley)
Gejala Klinis Talasemia Terutama Disebabkan Oleh Anemia, Hipoksia Dan
Kerusakan Membran Eritrosit. Bentuk Heterozigot Talasemia Biasanya
Asimtomatik Dan Hanya Menunjukkan Gejala Anemia Ringan Sehingga Sulit
Dideteksi Melalui Pemeriksaan Klinis Atau Pemeriksaan Laboratorium Biasa. Untuk
Mendeteksinya Diperlukan Diagnosis Molekuler Untuk Menentukan Jenis Mutasi
Yang Terjadi.

4
C.Klasifikasi Thalasemia
1. Thalassemia Α (Gangguan Pembentukan Rantai Α)
Sindrom Thalassemia Α Disebabkan Oleh Delesi Pada Gen Α  Globin Pada
Kromosom 16 (Terdapat 2 Gen Α Globin Pada Tiap Kromosom 16) Dan Nondelesi
Seperti Gangguan Mrna Pada Penyambungan Gen Yang Menyebabkan Rantai
Menjadi Lebih Panjang Dari Kondisi Normal.

Faktor Delesi Terhadap Empat Gen Α Globin Dapat Dibagi Menjadi Empat, Yaitu:
a.    Delesi Pada Satu Rantai Α (Silent Carrier/ Α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan Pada Satu Rantai Globin _ Sedangkan Tiga Lokus Globin
Yang Ada Masih Bisa Menjalankan Fungsi Normal Sehingga Tidak
Terlihat Gejala-Gejala Bila Ia Terkena Thalasemia.
b.    Delesi Pada Dua Rantai Α (Α -Thalassemia Trait 1)
Pada Tingkatan Ini Terjadi Penurunan Dari Hba2 Dan Peningkatan Dari
Hbh Dan Terjadi Manifestasi Klinis Ringan Seperti Anemia Kronis
Yang Ringan Dengan Eritrosit Hipokromik Mikrositer Dan MCV(Mean
Corpuscular Volume) 60-75 Fl.
c.    Delesi Pada Tiga Rantai Α (Hbh Disease)
Delesi Ini Disebut Juga Sebagai Hbh Disease (Β4) Yang Disertai
Anemia Hipokromik Mikrositer, Basophylic Stippling, Heinz Bodies,
Dan Retikulositosis. Hbh Terbentuk Dalam Jumlah Banyak Karena
Tidak Terbentuknya Rantai Α Sehingga Rantai Β Tidak Memiliki
Pasangan Dan Kemudian Membentuk Tetramer Dari Rantai Β Sendiri
(Β 4). Dengan Banyak Terbentuk Hbh, Maka Hbh Dapat Mengalami
Presipitasi Dalam Eritrosit Sehingga Dengan Mudah Eritrosit Dapat
Dihancurkan. Penderita Dapat Tumbuh Sampai Dewasa Dengan
Anemia Sedang (Hb 8-10 G/Dl) Dan MCV(Mean Corpuscular Volume)
60-70 Fl.
d.    Delesi Pada Empat Rantai Α (Hidrops Fetalis/Thalassemia Major)
Delesi Ini Dikenal Juga Sebagai Hydrops Fetalis. Biasanya Terdapat
Banyak Hb Barts (Γ4) Yang Disebabkan Juga Karena Tidak
Terbentuknya Rantai Γ Sehingga Rantai Γ Membentuk Tetramer
Sendiri Menjadi Γ4. Manifestasi Klinis Dapat Berupa Ikterus,
Hepatosplenomegali, Dan Janin Yang Sangat Anemis. Kadar Hb Hanya
6 G/Dl Dan Pada Elektroforesis Hb Menunjukkan 80-90% Hb Barts,
5
Sedikit Hbh, Dan Tidak Dijumpai Hba Atau Hbf. Biasanya Bayi Yang
Mengalami Kelainan Ini Akan   Beberapa Jam Setelah Kelahirannya.

2. Thalassemia Β (Gangguan Pembentukan Rantai Β)


Thalassemia - Β Disebabkan Oleh Mutasi Pada Gen Β Globin Pada Sisi
Pendek Kromosom .
a.    Thalassemia Β O
Pada Thalassemia Βo, Tidak Ada Mrna Yang Mengkode Rantai Β
Sehingga Tidak Dihasilkan Rantai Β Yang Berfungsi Dalam
Pembentukan Hba
b.    Thalassemia Β +
Pada Thalassemia Β+, Masih Terdapat Mrna Yang Normal Dan
Fungsional Namun Hanya Sedikit Sehingga Rantai Β Dapat Dihasilkan
Dan Hba Dapat Dibentuk Walaupun Hanya Sedikit.

3. Sedangkan Secara Klinis Thalassemia Dibagi Menjadi 2 Golongan, Yaitu


a.      Thalasemia Mayor
Terjadi Bila Kedua Orang Tuanya Membawa Gen Pembawa
Sifat Thalasemia. Gejala Penyakit Muncul Sejak Awal Masa Kanak-
Kanak Dan Biasanya Penderita Hanya Bertahan Hingga Umur
Sekitar 2 Tahun. Penderita Bercirikan :
1. Lemah
2. Pucat
3. Perkembangan Fisik Tidak Sesuai Dengan Umur
4. Berat Badan Kurang
5. Tidak Dapat Hidup Tanpa Transfusi Transfusi Darah Seumur
Hidupnya.

b.      Thalasemia Minor/Trait
Gejala Yang Muncul Pada Penderita Thalasemia Minor
Bersifat Ringan, Biasanya Hanya Sebagai Pembawa Sifat. Istilah
Thalasemia Trait Digunakan Untuk Orang Normal Namun Dapat
Mewariskan Gen Thalassemia Pada Anak-Anaknya:Ditandai Oleh
Splenomegali, Anemia Berat, Bentuk Homozigot.
Pada Anak Yang Besar Sering Dijumpai Adanya:
6
1. Gizi Buruk
2. Perut Buncit Karena Pembesaran Limpa Dan Hati Yang
Mudah Diraba
3. Aktivitas Tidak Aktif Karena Pembesaran Limpa Dan Hati
(Hepatomegali), Limpa Yang Besar Ini Mudah Ruptur 
Karena Trauma Ringan Saja
Gejala Khas Adalah:
1. Bentuk Muka Mongoloid Yaitu Hidung Pesek, Tanpa
Pangkal Hidung, Jarak Antara Kedua Mata Lebar Dan
Tulang Dahi Juga Lebar.
2. Keadaan Kuning Pucat Pada Kulit, Jika Sering Ditransfusi,
Kulitnya Menjadi Kelabu Karena Penimbunan Besi

D.Pemeriksaan Penunjang Talasemia


Diagnosis Untuk Thalassemia Terdapat Dua Yaitu Secara Screening
Test Dan Definitive Test.
1.       Screening Test
Di Daerah Endemik, Anemia Hipokrom Mikrositik Perlu Diragui Sebagai
Gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a.      Interpretasi Apusan Darah
Dengan Apusan Darah Anemia Mikrositik Sering Dapat Dideteksi
Pada Kebanyakkan Thalassemia Kecuali Thalassemia Α Silent
Carrier. Pemeriksaan Apusan Darah Rutin Dapat Membawa Kepada
Diagnosis Thalassemia Tetapi Kurang Berguna Untuk Skrining.
b.      Pemeriksaan Osmotic Fragility (OF)
Pemeriksaan Ini Digunakan Untuk Menentukan Fragiliti Eritrosit.
Secara Dasarnya Resistan Eritrosit Untuk Lisis Bila Konsentrasi
Natrium Klorida Dikurangkan Dikira. Studi Yang Dilakukan
Menemui Probabilitas Formasi Pori-Pori Pada Membran Yang
Regang Bervariasi Mengikut Order Ini: Thalassemia < Kontrol <
Spherositosis (Maureen,1999). Studi OF Berkaitan Kegunaan Sebagai
Alat Diagnostik Telah Dilakukan Dan Berdasarkan Satu Penelitian Di
Thailand, Sensitivitinya Adalah 91.47%, Spesifikasi 81.60, False
Positive Rate 18.40% Dan False Negative Rate 8.53%
(Maureen,1999).
7
c.       Indeks Eritrosit
Dengan Bantuan Alat Indeks Sel Darah Merah Dapat Dicari Tetapi
Hanya Dapat Mendeteksi Mikrositik Dan Hipokrom Serta Kurang
Memberi Nilai Diagnostik. Maka Metode Matematika Dibangunkan
(Maureen, 1999).
d.      Model Matematika
Membedakan Anemia Defisiensi Besi Dari Thalassemia Β
Berdasarkan Parameter Jumlah Eritrosit Digunakan. Beberapa Rumus
Telah Dipropose Seperti 0.01 X MCH X (MCV)², RDW X MCH X
(MCV) ²/Hb X 100, MCV/RBC Dan MCH/RBC Tetapi
Kebanyakkannya Digunakan Untuk Membedakan Anemia Defisiensi
Besi Dengan Thalassemia Β (Maureen, 1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC Digunakan, Nilai Yang
Diperoleh Sekiranya >13 Cenderung Ke Arah Defisiensi Besi Sedangkan
<13 Mengarah Ke Thalassemia Trait. Pada Penderita Thalassemia Trait
Kadar MCV Rendah, Eritrosit Meningkat Dan Anemia Tidak Ada Ataupun
Ringan. Pada Anemia Defisiensi Besi Pula MCV Rendah, Eritrosit Normal
Ke Rendah Dan Anemia Adalah Gejala Lanjut (Ngastiyah, 1997).

2.      Definitive Test
a.      Elektroforesis Hemoglobin
Pemeriksaan Ini Dapat Menentukan Pelbagai Jenis Tipe Hemoglobin
Di Dalam Darah. Pada Dewasa Konstitusi Normal Hemoglobin
Adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (Anak Di Bawah 6
Bulan Kadar Ini Tinggi Sedangkan Neonatus Bisa Mencapai 80%).
Nilai Abnormal Bisa Digunakan Untuk Diagnosis Thalassemia Seperti
Pada Thalassemia Minor Hb A2 4-5.8% Atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% Dan Thalassemia Mayor Hb F 10-
90%. Pada Negara Tropikal Membangun, Elektroporesis Bisa Juga
Mendeteksi Hb C, Hb S Dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b.      Kromatografi Hemoglobin
Pada Elektroforesis Hemoglobin, HB A2 Tidak Terpisah Baik Dengan
Hb C. Pemeriksaan Menggunakan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) Pula Membolehkan Penghitungan Aktual
Hb A2 Meskipun Terdapat Kehadiran Hb C Atau Hb E. Metode Ini
8
Berguna Untuk Diagnosa Thalassemia Β Karena Ia Bisa
Mengidentifikasi Hemoglobin Dan Variannya Serta Menghitung
Konsentrasi Dengan Tepat Terutama Hb F Dan Hb A2
c.      Molecular Diagnosis
Pemeriksaan Ini Adalah Gold Standard Dalam Mendiagnosis
Thalassemia. Molecular Diagnosis Bukan Saja Dapat Menentukan
Tipe Thalassemia Malah Dapat Juga Menentukan Mutasi Yang
Berlaku

E. .Pengobatan Talasemia
 Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia Antara Lain :
1.  Pemberian Transfusi Hingga Hb Mencapai 9-10g/Dl. Komplikasi Dari
Pemberian Transfusi Darah Yang Berlebihan Akan Menyebabkan
Terjadinya Penumpukan Zat Besi Yang Disebut Hemosiderosis.
Hemosiderosis Ini Dapat Dicegah Dengan Pemberian Deferoxamine
(Desferal), Yang Berfungsi Untuk Mengeluarkan Besi Dari Dalam Tubuh
(Iron Chelating Agent). Deferoxamine Diberikan Secar Intravena, Namun
Untuk Mencegah Hospitalisasi Yang Lama Dapat Juga Diberikan Secara 
Subkutan Dalam Waktu Lebih Dari 12 Jam.
2.    Splenectomy : Dilakukan Untuk Mengurangi Penekanan Pada Abdomen
Dan Meningkatkan Rentang Hidup Sel Darah Merah Yang Berasal Dari
Suplemen (Transfusi).
3.    Pada Thalasemia Yang Berat Diperlukan Splenectomy Penderita Yang
Menjalani Transfusi, Harus Menghindari Tambahan Zat Besi Dan Obat-
Obat Yang Bersifat Oksidatif (Misalnya Sulfonamid), Karena Zat Besi
Yang Berlebihan Bisa Menyebabkan Keracunan.         Pada Bentuk Yang
Sangat Berat, Mungkin Diperlukan Pencangkokan Sumsum Tulang. Terapi
Genetik Masih Dalam Tahap Penelitian.
4.    Menurunkan Atau Mencegah Hemosiderosis Dengan Pemberian Parenteral
Obat Penghelasi Besi (Iro Chelating Drugs), De Feroksamin Diberikan
Subkutan Dalam Jangka 8-12 Jam Dengan Menggunakan Pompa Portabel
Kecil (Selamat Tidur), 5-6 Malam/Minggu.

9
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Thalasemia Merupakan Suatu Kelainan Darah Bersifat Genetic Dimana Kerusakan
DNA Akan Menyebabkan Tidak Optimalnya Produksi Sel Darah Merah Penderitanya
Serta Mudah Rusak Sehingga Kerap Menyebabkan Anemia. Secara Klinis Thalassemia
Dibagi Menjadi 2 Golongan, Yaitu; Talasemia Mayor Dan Minor. Diagnosis Untuk
Thalassemia Terdapat Dua Yaitu Secara Screening Test Dan Definitive Test.
Salah Satu Tanda Khas Dari Talesemia Adalah Akibat Pembesaran Tulang
Tengkorak Dan Tulang Wajah Membentuk Muka Mengoloid (Facies Cooley). Gejala
Klinis Talasemia Terutama Disebabkan Oleh Anemia, Hipoksia Dan Kerusakan
Membran Eritrosit. Bentuk Heterozigot Talasemia Biasanya Asimtomatik Dan Hanya
Menunjukkan Gejala Anemia Ringan Sehingga Sulit Dideteksi Melalui Pemeriksaan
Klinis Atau Pemeriksaan Laboratorium Biasa.
Cara Pengobatan Talasemia Yaitu : Pemberian Transfusi Hingga Hb Mencapai
910g/Dl, Splenectomy, Splenectomy, Pemberian Parenteral Obat Penghelasi Besi (Iro
Chelating Drugs), De Feroksamin Diberikan Subkutan Dalam Jangka 8-12 Jam Dengan
Menggunakan Pompa Portabel Kecil (Selamat Tidur), 5-6 Malam/Minggu.

B. Saran
Keluarga Dapat Membantu Dalam Proses Pengobatan Pada Penderita Thalasemia
Dan Menghindari Terjadinya Penyakit Pada Keturunan Selanjutnya Dengan Tidak
Menikah Dengan Orang Pembawa Penyakit Tersebut

10

Anda mungkin juga menyukai