Disususn oleh :
Devi triani kusniarty
1
LAPORAN PENDAHULUAN
Chronic kidney disease (CKD)
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure, ARF) adalah penurunan fungsi ginjal
tiba tiba yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN dan kreatinin plasma.
Haluaran urine dapat kurang dari 40 ml/ jam (oliguria), tetapi mungkin juga
jumlahnya normal atau kadang-kadang dapat meningkat. Meskipun tidak ada
batas pasti untuk BUN dari 15-30 mg/dl dan peningkatan kreatinin dari 1-2 mg/dl
2
mengisyaratkan ARF pada pasien yang sebelumnya mempunyai fungsi ginjal
normal.
Klasifikasi ckd
Pengukuran fungsi ginjal terbaik adalah dengan mengukur Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG). Melihat nilai laju filtrasi glomerulus ( LFG ) baik secara
langsung atau melalui perhitungan berdasarkan nilai pengukuran kreatinin, jenis
kelamin dan umur seseorang. Pengukuran LFG tidak dapat dilakukan secara
langsung, tetapi hasil estimasinya dapat dinilai melalui bersihan ginjal dari suatu
penanda filtrasi. Salah satu penanda tersebut yang sering digunakan dalam praktik
klinis adalah kreatinin serum.
3
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
B. ETIOLOGI
4
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksikmisalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal.
5
ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit
renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi
dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium,
yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .
penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum
fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal
ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon
dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
6
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di
ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
7
D. MANIFESTASI KLINIK
8
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal
yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan
tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10%
dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang
disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya,
serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya
MANIFESTASI SINDROM UREMIK
9
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis
10
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi
E. KOMPLIKASI
11
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
o Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
o Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,
protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde
Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal
Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomen
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease
(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
12
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1). Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2). Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan
hipotensi.
3). Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4). Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5). Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6). Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7). Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang
kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1). Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2). Kendalikan terapi ISK.
3). Diet protein yang proporsional.
4). Kendalikan hiperfosfatemia.
5). Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6). Terapi hIperfosfatemia.
7). Terapi keadaan asidosis metabolik.
8). Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1). Pembatasan konsumsi protein hewani.
2). Terapi keluhan gatal-gatal.
3). Terapi keluhan gastrointestinal.
4). Terapi keluhan neuromuskuler.
5). Terapi keluhan tulang dan sendi.
6). Terapi anemia.
7). Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
+
K (hiperkalemia ) :
1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau
serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
13
b. Anemia
1). Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin
(ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian
Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg
BB.
2). Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang
toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3). Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami
anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan
efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a). HCT < atau sama dengan 20 %
b). Hb < atau sama dengan 7 mg5
c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart
failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a). Hemosiderosis
b). Supresi sumsum tulang
c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi
ginjal.
c. Kelainan Kulit
1). Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada
klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a). Bersifat subyektif
b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
14
b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang
apabila diperlukan
d). Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2). Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi
toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah
tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). HD reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe
vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1). Restriksi garam dapur.
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3). Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1). Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus,
indikasi HD adalah
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara
sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
15
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik
berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin
tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan
yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin > 10 mg
% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003)
secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit,
LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari
5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut
juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur
yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal
(Rahardjo, 2006).
16
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-
pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri,
tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh
dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
SS
Asuhan keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronis
1. Pengkajian Fokus
Pengkajian fokus gagal ginjal kronis menurut Doenges (2000) yaitu :
a. Aktivitas / Istirahat Gejala :
1) Kelelahan ekstremitas, kelemahan, malaaise.
2) Gangguan tidur (insomnia, gelisah, somnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi Gejala :
1) Riwayat hipertensi lama atau berat.
2) Palpitasi, nyeri dada (angina).
Tanda :
a) Hipertensi, peningkatan vena jugularis, nadi kuat, edema jaringan
umum dan pitting pada telapak kaki dan telapak tangan.
17
b) Disretmia jantung.
c) Nadi lemah, dan halus, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia yang jarang pada penyakit tahap akhir.
d) Friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi sisa).
e) Pucat, kulit kekuningan.
f) Kecederungan perdarahan.
c. Integritas Ego Gejala :
1) Faktor stress, contoh : finansial, hubungan, dan sebagainya.
2) Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
d. Eliminasi
Gejala
1) Penuruna frekuensi urin, oliguri, anuria (gagal ginjal tahap lanjut)
2) Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urin, contoh : kuninng pekat, merah, coklat
berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
e. Makanan dan cairan Gejala :
1) Peningkatan BB cepat (edema) penurunan BB (malnutrisi).
2) Anoreksia, nyeri ulu hati, mual, muntah.
3) Rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)
4) Penggunaan diuretik.
Tanda :
a) Distensi abdomen atau asites, pembesaran hati tahap akhir.
b) Penuruna turgor kulit dan kelmbapan.
c) Edema.
d) Penurunan otot, penuruna lemak, subkutan, penampilan tak
bertenaga.
f. Neurosensori Gejala :
1) Sakit kepala dan penglihatan kabur.
2) Kram otot/ kejang : sindrom “kaki gelisah” ; kebas dan rasa
terbakar pada kaki.
18
3) Kebas/ kesemutan dan kelmahan, khususnya ekstremita bawah
(neuropati perifer)
Tanda :
a) Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.
b) Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
c) Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
g. Nyeri/ kenyamanan Gejala :
1) Nyeri panggul, sakit kepala.
2) Kram otot/ nyeri kaki (memperburuk saat malam hari).
Tanda : Perilaku hati-hati/ distraksi, gelisah.
h. Pernapasan Gejala :
1) Napas pendek, dispnea noktural proksimal.
2) Batuk dengan tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda :
a) Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi dan kedalaman
(pernapasan kusmaul).
b) Batuk produktif dengan sputum merah muda dan encer (edema
paru).
i. Keamanan
Gejala :Kulit gatal, ada berulangnya infeksi.
Tanda :
1) Pruritus.
2) Demam (sepsis, dehidrasi) : normotermia dapat secara aktual
terjadi peningkatan pada tubuh yang mengalami suhu tubuh lebih rendah
dari normal (efek gagal ginjal kronis/ depresi respon imun).
3) Petekie, area ekimosis pada kulit.
4) Fraktur tulang,: deposit fostfat kalsium (klasifikasi metastasi) pada
kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
19
j. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenore, infertilitas.
k. Interaksi Sosial
l. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala :
1) Riwayat diabetes melitus (DM), keluarga (resiko tinggi untuk
gagal ginjal), penyakt polikistik, netresis herediter.
2) Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
3) Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini berulang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin
dan retensi cairan dan natrium.
c. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
g. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
h. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan .
20
21
Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Kode NIC Intervensi Keperawatan
ektifan Perfusi Jaringan Tujuan: 4130 NIC : Perawatan Sirkulasi : Insufisiensi Arteri
gan dengan Hipertensi Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Pemeriksaan system kardiovaskuler pada sirkulasi perifer ( Nadi, edem
selama 3x24 jam perfusi jaringan perifer suhu )
paien menjadi efektif dengan kriteria hasil : 2. Instruksikan pasien mengenal factor yang mengganggu sirkulasi darah (
NOC : Perfusi Jaringan perifer ketet )
Cafilary Refill pada jari tangan 3. Pelihara dehidrasi yang memadai untuk menurunkan kekentalan darah
normal 4. Monitor jumlah cairan masuk dan keluar
Tekanan darah Diastolik normal 5. Monitor TTV
Tekanan darah Sistolik normal
Nadi Normal
Muka tidak pucet
n nutrisi kurang dari kebutuhan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1100 Nutritional Management
1. Monitor adanya mual dan muntah
anoreksia mual muntah. selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan status nutrisi.
adekuat.
3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan hematocrit level yang men
Kriteria Hasil:
status nutrisi dan untuk perencanaan treatment selanjutnya.
NOC : Nutritional Status
4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
Nafsu makan meningkat
5. Berikan makanan sedikit tapi sering
Tidak terjadi penurunan BB
6. Berikan perawatan mulut sering
Masukan nutrisi adekuat
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai terapi
Menghabiskan porsi makan
Hasil lab normal (albumin, kalium)
n pola napas berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 Respiratory Monitoring
perventilasi paru selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
Kriteria Hasil: 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambaha
NOC : Respiratory Status supraclavicular dan intercostal
3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne
Peningkatan ventilasi dan oksigenasi 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan sua
yang adekuat
Bebas dari tanda tanda distress Oxygen Therapy
pernafasan 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
Suara nafas yang bersih, tidak ada 3320 2. Ajarkan pasien nafas dalam
sianosis dan dyspneu (mampu 3. Atur posisi senyaman mungkin
mengeluarkan sputum, mampu bernafas 4. Batasi untuk beraktivitas
dengan mudah, tidak ada pursed lips) 5. Kolaborasi pemberian oksigen
Tanda tanda vital dalam rentang normal
n perfusi jaringan berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066 Circulatory Care
enurunan suplai O2 dan nutrisi ke selama 3x24 jam perfusi jaringan adekuat. 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper. (cek na
22
ekunder. Kriteria Hasil: kapiler refil, temperatur ekstremitas).
NOC: Circulation Status 2. Kaji nyeri
Membran mukosa merah muda 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
Conjunctiva tidak anemis 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirk
23
24