Agar tidak terjebak gambling, kita harus memiliki blue print strategi,
yang sebelumnya kita rumuskan, sebagai gambaran ada beberapa hal
yang harus dirumuskan sebelum memutuskan membeli dan menjual
saham.
Investasi nilai
Investor nilai atau value investor hanya akan membeli saham satu
perusahaan jika harga yang ditawarkan di pasar jauh lebih rendah
dibandingkan dengan nilai intrinsik dari perusahaan tersebut.
Krisis dilihat sebagai kolam emas bagi investor nilai karena pada masa
tersebut biasanya perusahaan-perusahaan bernilai tinggi diobral
dengan harga diskon.
Pada saat itu, krisis tersebut membuat panik semua pelaku pasar
modal hampir diseluruh bursa yang ada didunia, mendorong mereka
untuk menjual secara besar-besaran, sehingga harga saham jatuh
lebih dari 50 %. Indeks harga saham gabungan (IHSG) turun
signifikan dari 2500 ke level 1300.
Dari indeks kita telah dapat gambaran, semakin kuat fakta berbicara,
ketika kita melihat secara spesifik ke perusahaannya.
Pada krisis 2008, harga saham BBRI (Bank BRI) jatuh dari level
3.500 menjadi hanya 1.200. Dan ditahun 2015 sudah berada dilevel
10.000, berapa banyak untung yang didapat saat mampu melakukan
investasi yang tepat pada masa tersebut.
Investasi momentum
Dalam jangka pendek, harga saham selalu naik dan turun akibat
serbuan berita positif dan berita negatif, atau sebuah rancangan
yang memerangkap investor ritel. Lain halnya dengan jangka panjang,
tren harga saham lebih kuat dan lebih mencerminkan nilai dari
perusahaan tersebut.
Jika ada saham yang memiliki rasio PBV diatas 1, lihat kinerja
perusahaan tersebut atau keunggulannya, boleh juga rasio PBV
digunakan untuk membandingkan perusahaan sejenis, jika ada
perusahaan yang memiliki bidang usaha dan sektor yang sama, maka
cari PBV paling rendah dari keduanya.
Apakah cukup hanya bermodalkan rasio PBV dan PER saja untuk
memilih saham-saham yang murah?
Rasio PER dan PBV hanyalah pijakan awal untuk mengambil keputusan
investasi, ada kalanya saham yang PER dan PBV-nya tinggi, terus naik
harganya, sementara, saham yang PER dan PBV-nya rendah, harganya
tidak naik-naik.
Berdasarkan teori saham yang memiliki PER dan PBV rendah lebih
layak untuk dibeli, dan memberi potensi kenaikkan harga lebih besar
untuk menyesuaikan PER dan PBV-nya dengan PER dan PBV rata-rata
industrinya.
Sebaliknya, saham yang memiliki PER dan PBV rendah juga memiliki
dua kemungkinan.
Menemukan saham yang memiliki rasio PER dan PBV rendah hanyalah
pondasi awal, kita harus menelusuri lebih lanjut, apakah saham
tersebut benar-benar layak dibeli karena memiliki valuasi yang
murah, atau sebenarnya memiliki masalah sehingga terlalu beresiko
membeli perusaahan tersebut.