Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini sudah berkembang penemuan kandidat vaksin memakai pendekatan

imunoinformatika yang dapat mengefisiensikan tahapan analisis genomik sampai

penemuan kandidat vaksin menjadi 1 sampai 2 tahun saja. Keberhasilan

imunoinformatika dalam menemukan peptida yang imunogenik secara in vitro

dan in vivo telah dilaporkan. Imunoinformatika merupakan suatu kajian

multidisiplin yang telah melibatkan beberapa aspek keilmuan, di antaranya

bioinformatika dan juga imunologi. Imunoinformatika berkembang pesat seiring

dengan melimpahnya keterbukaan akses terhadap data genom, di antaranya

immunoepitope database (IEDB) dan Vaxign. Metode ini dapat membantu

penemuan vaksin peptida, yaitu vaksin yang terdiri atas bagian minimal antigen

(8–15 asam amino) yang dapat menginduksi sistem imun. Vaksin peptida

memiliki keunggulan dibanding dengan vaksin konvensional dari segi spesifisitas

penyakit, kemurnian, kapasitas produksi, dan efisiensi biaya produksi. Syarat

utama pengembangan vaksin melalui imunoinformatika adalah telah tersedianya

informasi genom dari patogen target (Taupiqurrohman, dkk., 2016).

Efektifitas vaksin didasarkan pada kemampuannya untuk menstimulasi respon

imun adaptif. Oleh karena itu vaksinisasi harus diarahkan untuk menginduksi

sistem imun, baik sistem imun humoral maupun seluler. Vaksin dapat

dikategorikan aman jika mengacu pada tidak terdapatnya peluang untuk terjadi

virulensi bahan vaksin dalam tubuh individu yang divaksinisasi maupun

pengaruh negatif lainnya sebagai efek samping pasca vaksinisasi

(Soyi dan Kusumawati, 2016).


1.1 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari protein?

2. Apa pengertian dari rekayasa genetika?

3. Apa pengertian dari vaksin?

4. Bagaimana kegunaan teknologi rekombinan?

1.2 Tujuan

1. Mengetahui pengertian protein.

2. Mengetahui pengertian rekayasa genetika.

3. Mengetahui pengertian vaksin.

4. Mengetahui kegunaan teknologi rekombinan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein

Protein terdapat di dalam semua sistem kehidupan dan merupakan suatu

komponen seluler utama yang menyusun sekitar setengah dari berat kering sel.

Setiap sel mengandung ratusan protein yang berbeda-beda dan tiap jenis sel

mengandung beberapa protein yang khas bagi sel tersebut. Sebagian besar protein

disimpan di dalam jaringan otot dan beberapa organ tubuh lainnya, sedangkan

sisanya terdapat di dalam darah (Sumardjo, 2009).

Protein tersusun atas asam-asam alfa amino, susunan kimianya

mengandung unsur-unsur seperti yang terdapat dalam asam alfa amino

penyusunnya, yaitu karbon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen. Molekul protein

kadang terdapat unsur belerang jika di antara monomernya terdapat asam amino

sistein atau metionin. Pada protein majemuk, kemungkinan masih mengandung

fosfor, besi atau magnesium (Sumardjo, 2009).

Peranan utama protein di dalam tubuh manusia adalah untuk membangun

sel baru, memelihara sel-sel yang telah ada, dan mengganti sel-sel yang telah

rusak. Protein juga berperan sebagai sumber energy, apabila konsumsi makanan

berenergi tinggi yaitu lemak dan karbohidrat tidak mencukupi. Dari berbagai jenis

protein, ada yang mempunyai peranan spesifik untuk tubuh, misalnya sebagai

pengatur metabolik (hormon), biokatalisator (enzim), sebagai pertahanan tubuh


(antibodi), pembawa sifat turunan, pengangkut oksigen dalam darah, dan masih

banyak lagi fungsi yang lain (Sumardjo, 2009).

Protein merupaka makrobiomolekul asam-asam alfa amino dengan

susunan yang kompleks dan berat molekulnya sekitar 5000 sampai beberapa juta.

Struktur tiga dimensi protein tersebut, yaitu struktur primer, struktur sekunder,

struktur tersier, dan struktur kuartener yang dimilikinya (Sumardjo, 2009):

a) Struktur Primer

Struktur primer protein adalah jumlah, jenis, serta urutan asam amino yang

membentuk rantai polipeptida. Susunan tersebut merupakan rangkaian unik

asam amino, dengan gugus R (rantai samping pada polipeptidanya) berada

pada posisi trans dengan gugus R yang ada di sebelahnya (berdekatan).

Struktur primer menentukan sifat dasar berbagai macam protein.

Gambar 1. Struktur Primer Protein

b) Struktur Sekunder

Struktur sekunder protein adalah struktur yang berikatan kovalen dan

berikatan hidrogen dari polipeptida dalam molekul protein. Struktur sekunder

protein dapat berbentuk spiral (α-heliks) atau lembaran berlipat (zig-zag).


Gambar 2. Struktur Sekunder Protein

c) Stuktur tersier

Stuktur tersier protein terbentuk karena terjadi pelipatan rantai polipeptida

sehingga membentuk protein globular. Kemantapan stuktur ini didukung oleh

interaksi hidrofobik yang berupa pengelompokkan residu-residu R nonpolar di

dalam molekul sehingga terlindung dari air, gaya-gaya elektrostatik atau

interaksi ionik residu R bermuatan berbeda yang berdekatan, ikatan hidrogen

residu R tertentu yang berdekatan, dan jembatan kovalen ikatan sulfida yang

terbentuk melalui proses dehidrogenasi dua residu sistein yang berdekatan.

Gambar 3. Struktur Tersier Protein

d) Struktur kuartener

Struktur kuartener protein dibentuk oleh dua atau lebih rantai polipeptida yang

saling dihubungkan ikatan elektrostatik dan ikatan hidrogen. Dalam struktur

kuartener protein yang kompleks, gaya Van der Walls di antara atom-atom

yang berdekatan kemungkinan ikut berperan.


Gambar 4. Struktur Kuarterner Protein

Seperti halnya protein dan karbohidrat, asam nukleat merupakan

makromolekul. Asam nukleat mengandung unit-unit yang disebut nukleotida yang

dihubungkan oleh ikatan fosfodiester. Tiap nukleotida mengandung gula, asam

fosfat dan suatu basa yang mengandung nitrogen. Bila berpautan satu dengan

yang lain melalui ikatan fosfodiester, nukleotida membentuk suatu rantai yang

disebut polinukleotida. Rantai polinukleotida disebut juga asam nukleat. Karena

jenis gula yang terdapat dalam asam nukleat dari kromosom organisme kompleks

adalah deoksiribosa, maka asam nukleat yang terdapat dalam kromosom disebut

asam deoksiribonukleat (DNA). Untuk keperluan vaksin DNA inilah yang akan

diklon untuk memproduksi protein-protein spesifik yang diinginkan

(Ahmad, 2014).

Gambar 5. Subunit-subunit yang membentuk asam nukleat


2.1 Rekayasa Genetika

Genetika berasal dari kata gen, yaitu suatu unit pembawa faktor keturunan

yang terdapat pada kromosom dalam inti setiap sel hidup. DNA sangat berperan

dalam biosintesis protein atau polipeptida. Biosintesis protein ditentukan oleh

struktur DNA yang terdapat dalam sel, maka apabila struktur DNA diubah,

struktur polipeptida yang terbentuk juga berubah. Eksperimen untuk mengubah

DNA ini merupakan awal dari rekayasa genetika yaitu usaha untuk mengatur

polipeptida yang terbentuk agar sesuai yang dikehendaki. Dengan menggunakan

enzim endonuklease plasmid dapat dipotong dan diisolasi lalu DNA asing

dicampur dengan plasmid hingga terbentuk DNA baru yang merupakan gabungan

DNA bakteri dan DNA dari luar, kemudian dimasukkan ke dalam bakteri lagi.

DNA rekombinan ini akan membentuk protein atau polipeptida yang lain dari

polipeptida yang biasanya dibentuk oleh bakteri. Teknik ini sangat berguna untuk

memproduksi protein yang terdapat dalam tubuh manusia, (Ahmad, 2014).

Gambar 6. Pembentukan DNA Rekombinan


Gen ditranskripsikan menjadi mRNA, kemudian mRNA ditranslasikan

menjadi protein. Protein sebagai produk akhir bertugas menunjang seluruh proses

kehidupan, antara lain sebagai katalis reaksi biokimia dalam tubuh (disebut

enzim), berperan serta dalam sistem pertahanan tubuh melawan virus, parasit dan

lain-lain (disebut antibodi), menyusun struktur tubuh dari ujung kaki sampai

ujung rambut. Beberapa hasil kloning gen manusia ditunjukkan pada Tabel 1

(Ahmad, 2014).

Tabel 1. Beberapa protein sebagai hasil kloning gen

Dalam memanipulasi DNA, enzim-enzim yang berperan dapat berupa

(Brown, 1991):

1) Enzim nuklease yang berfungsi memotong, memendekkan dan mendegradasi

asam nukleat;

2) Enzim ligase yang menyambung asam nukleat menjadi satu;

3) Enzim polimerase yang membuat kopi dari molekul;

4) Enzim modifikasi yang menghilangkan atau menambah gugus kimiawi dan

5) Enzim topoisomerase yang mengubah dna berlilitan dari dna sirkular yang

tertutup secara kovalen.

2.3 Kegunaan Teknologi Rekombinan


Untuk mengembangkan manfaat protein dalam bioteknologi, diperlukan

pemahaman akan mekanisme kerja protein. Umumnnya karakterisasi dilakukan

setelah protein diekstrak dan diisolasi dari sumbernya serta dimurnikan dari

pengotor yang dapat mengganggu. Protein yang berasal dari sumber alami disebut

protein alami, sedangkan yang berasal dari hasil rekayasa genetika dikenal sebagai

protein rekombinan (Thenawidjaja, dkk., 2017).

Kajian terhadap gen eukariot, terutamanya gen manusia ialah bidang yang

penting karena genomnya yang besar. Pengklonan digunakan untuk mendiagnosis

penyakit yang diwarisi. Pengklonan gen juga membolehkan kromosom manusia

dipetakan dan banyak penyakit yang diwarisi dapat ditempatkan pada kromosom

tertentu termasuk juga onkogen-onkogen manusia. Dengan menggunakan kaedah

penghibridian in situ radioaktif, gen-gen dapat ditempatkan pada tapak spesifik di

kromosom. Kaedah ini melibatkan penggunaan DNA terion yang radioaktif.

Teknologi ini juga digunakan bagi penghasil vaksin dan protein yang penting

dalam bidang pengobatan. Teknologi rekombinan DNA juga digunakan dalam

industri yang menggunakan bakteria sebagai kilang untuk penghasilan protein

yang penting. Tujuannya adalah agar protein boleh dihasilkan dengan lebih cepat

dan dengan harga yang lebih murah (Ahmad, 2014).

Tabel 2. Beberapa penyakit genetic yang telah terdiagnosis dengan teknik


rekayasa genetika
Berbagai riset DNA rekombinan banyak diaplikasikan secara praktis

dalam berbagai bidang, diantaranya (Albert dan Bray, 1982):

1) Bidang Kedokteran 

Gen-gen bagi beberapa protein yang dibutuhkan dalam bidang kedokteran

yang dibutuhkan dalam bidang kedokteran yaitu pembuatan insulin manusia oleh

bakteri Eschrechia coli untuk pengobatan penyakit diabetes.  Dahulu insulin

didapatkan dari kelenjar pankreas sapi dan babi. Untuk membuat hanya 0,45 kg

insulin hewan itu, yang dibutuhkan oleh 750 pasien diabetes selama satu tahun,

diperlukan 3.600 kg kelenjar yang berasal dari 23.000 ekor hewan. Laporan dari

Kementrian Kesehatan Pendidikan dan Kesejahteraan (HEW = Health Education

and Welfare) Amerika Serikat, dalam tahun 1981 diperlukan 56 juta hewan untuk

memenuhi kebutuhan insulin Amerika serikat. Melalui teknik DNA rekombinan

(rekayasa genetika), para peneliti berhasil memaksa bakteri untuk membentuk

insulin yang mirip dengan insulin manusia dan ini bahkan lebih baik

dibandingkan insulin yang dihasilkan sapi dan babi yang dapat diterima oleh

tubuh manusia. Selain itu, dengan cara yang sama teknologi DNA rekombinan

mempunyai peran dalam pembuatan vaksin (misalnya hepatitis B), produksi

hormon pertumbuhan dan lain sebagainya.

2) Bidang Pertanian 

Beberapa manfaat rekayasa genetika dalam bidang pertanian diantaranya :

a) Mengganti pemakaian pupuk nitrogen yang banyak dipergunakan tapi mahal

harganya, oleh fiksasi nitrogen secara alamiah. Bakteri tanah Rhizobium sp

dapat mengadakan infeksi ke dalam akar dari tanaman family Leguminosae.

Infeksi ini menghasilkan bintil akar dan bakteri yang terdapat di dalamnya
dapat mengikat zat lemas bebas dari udara untuk di ubahnya menjadi nitrogen

yang dapat diambil dan digunakan oleh tanaman tersebut.

b) Teknik rekayasa genetika mengusahakan tanaman-tanaman (terutama yang

mempunyai arti ekonomi) yang tidak begitu peka terhadap penyakit yang

disebabkan oleh bakteri, jamur dan cacing.

c) Mengusahakan tanaman-tanaman yang mampu menghasilkan peptisida

sendiri. 

3) Bidang Peternakan

a) Telah diperoleh vaksin-vaksin untuk melawan penyakit mencret ganas yang

dapat mematikan anak-anak babi

b) Sudah dipasarkan vaksin yang efektif terhadap penyakit kuku dan mulut,

yaitu penyakit ganas dan sangat menular pada sapi, domba, kambing, rusa

dan babi

4) Bidang industri

Penelitian rekayasa genetika di bidang industri sedang meningkat dengan

cepat. Berbagai usaha yang telah giat dilakukan misalnya :

a) Menciptakan bakteri yang dapat melarutkan logam-logam langsung dari dalam

bumi

b) Menciptakan bakteri yang dapat menghasilkan bahan kimia

c) Menciptakan bakteri yang dapat menghasilkan bahan mentah kimia seperti

etilen yang diperlukan untuk pembuatan plastik.

Produk lain yang dapat dikembangkan melalui rekayasa genetika adalah

vaksin untuk manusia dan ternak. Vaksin biasanya mengandung virus atau

mikroorganisme yang dilemahkan atau telah dimatikan, yang apabila diberikan

kepada hewan atau manusia akan menyebabkan antibodi, tetapi tidak


menyebabkan penyakit yang bersangkutan menjadi lebih parah. Bila kemudian

dijumpai virus atau mikroorganisme yang benar-benar dapat menimbulkan

penyakit, manusia dan hewan yang telah diberi vaksin akan mampu

menanggulangi infeksi virus atau melawan mikroorganisme tadi dengan antibodi

yang telah ditimbulkan oleh vaksin (Sardjoko, 1991).

2.4 Vaksin

Sebelum penemuan teknologi DNA rekombinan, vaksin dibuat dari agen

infeksiosa yang dimatikan atau dilemahkan (diubah sehingga agen ini tidak lagi

dapat berkembang biak dalam individu yang diinokulasikan dengan agen

tersebut). Kedua jenis vaksin ini kemungkinan besar berbahaya karena dapat

tercemar oleh agen infeksiosa yang masih hidup. Pada kenyataannya, terdapat

sejumlah kecil kasus, penyakit yang benar-benar disebabkan oleh vaksinasi.

Karena sistem kekebalan manusia berespons terhadap protein antigenik yang

terdapat pada permukaan agen infeksiosa, kemungkinan pembuatan antigen ini

melalui teknik DNA rekombinan. Dengan teknik rekombinan, dapat dihasilkan

protein yang sama sekali bebas dari agen infeksiosa, dan digunakan sebagai

vaksin. Dengan demikian, semua resiko infeksi dapat disingkirkan

(Marks, dkk., 1996).

DNA dapat dimasukkan langsung secara in vivo untuk menghasilkan

protein yang dikehendaki sesuai dengan sekuen DNA yang mengkode ekspresi

protein tersebut. Sejak saat itu diyakini bahwa metode transfer DNA secara in

vivo dapat diaplikasikan baik untuk terapi gen maupun untuk vaksinasi dengan

DNA. faktor yang mempengaruhi efisiensi dan sifat imunogenisitas dari DNA

plasmid, yang pada akhirnya dikenal dengan vaksin DNA untuk memberikan

imunitas tubuh terhadap serangan berbagai mikroorganisme. imunisasi dengan


DNA dapat menghasilkan protein asing atau antigen yang dapat menstimulasi

respon imun, sehingga dapat mencegah berbagai penyakit infeksi (Radji, 2009).

Menurut (Brown, 1991), ada tiga cara yang dikembangkan untuk produk

vaksin rekombinan yaitu :

1. Kloning Dalam Vektor ekspresi

Jika gen yang mengkode protein antigen virus tertentu dapat diidentifikasi dan

diinsersikan ke dalam vektor ekspresi, maka cara-cara seperti yang diuraikan

untuk sintesis protein hewan dapat digunakan untuk produksi vaksin rekombinan.

Stretegi ini telah berhasil pada virus untuk penyakit mulut dan kuku serta

hepatitis B.

1) Penyakit mulut dan kuku

Gen untuk protein mulut dan kuku yaitu VP1 dan VP3, telah diekspresikan

dalam E. coli. Pada keduanya dapat diperoleh beberapa juta molekul protein per

sel, tetapi sayang hanya VP3 yang terutama digunakan sebagai vaksin.

2) Penyakit Hepatitis B

Virus ini terdiri dari dua macam protein yaitu protein inti yang berhubungan

dengan genom virus dan protein selubung atau antigen permukaan yang utama.

Protein inti berhasil diproduksi dalam jumlah besar dalam E.coli rekombinan,

sayang protein ini tidak berguna sebagai vaksin, walaupun berperan penting dalam

diagnosa penyakit. Antigen permukaan utama yang akan merupakan vaksin yang

berguna, tidak disintesis dalam jumlah besar dalam E.coli. walaupun baru-baru ini

telah dicapai sukses yang lebih besar dengan gen untuk antigen permukaan yang

diklon ke dalam ragi ( menggunakan vektor ekspresi berasal dari YEp) dan sel
hewan (menggunakan vektor SV40). Prinsip penggunaan preparasi protein

selubung virus yang diisolasi untuk dipakai sebagai vaksin.

2. Virus Vaksinia Rekombinan

Penggunaan virus vaksinia hidup sebagai vaksin untuk cacar (variola)

dilakukan pada tahun 1796, ketika Jerner pertama kali menyadari bahwa virus

yang tidak membahayakan manusia ini dapat merangsang timbulnya kekebalan

terhadap virus cacar yang jauh kebih berbahaya. Istilah vaksin berasal dari

vaksinia dan penggunaan vaksin ini mengakibatkan lenyapnya penyakit cacar

secara resmi pada tahun 1980. Gagasan yang lebih baru bahwa virus vaksinia

rekombinan dapat dipakai sebagai vaksin hidup terhadap penyakit-penyakit lain.

Jika misalnya gen yang mengkode protein selubung virus, misalnya antigen

permukaan virus hepatitis B disambung pada genom vaksinian di bawah kontrol

promotor vaksinia, maka gen tersebut akan diekspresikan. Setelah diinjeksi ke

dalam peredaran darah, replikasi virus rekombinan akan menghasilkan tidak

hanya partikel vaksinia baru, tetapi juga antigen permukaan utama dalam jumlah

yang berarti. Oleh karena itu akan timbul kekebalan terhadap penyakit cacar

maupun hepatitis B.

3. Peptida Antigenik

Komponen antigenik partikel virus dapat dikurangi bahkan di bawah protein

selubung yang dimurnikan. Segmen pendek protein selubung ini yang diisolasi

juga dapat menstimulasi sintesis antibodi yang memberikan perlindungan

terhadap virus hidup. Pada virus mulut dan kuku, peptidedengan panjang 8 sampai

41 asam amino yang berasal dari VP1, bersifat antigenik. Segmen pendek protein

selubung poliovirus juga dapat memberikan kekebalan. Sampai saat ini


kebanyakan peptida digunakan untuk penelitian tersebut disintesis dalam tabung

percobaan dari subunit asam amino, tetapi produksi peptida skala besar untuk

digunakan dalam program vaksinasi dapat dicapai dengan cara sintesis gen yang

sesuai, diikuti dengan insersi ke dalam vektor ekspresi yang diproduksi pada sel

bakteri atau khamir.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A., 2014, Bioteknologi Dasar, Lembaga Kajian dan Pengembangan


Pendidikan, Makassar.

Albert, B. D. dan Bray, J. L., 1994, Molecular Biology of The Cell, Garland
Publishing Inc, New York.

Brown, T. A., 1991, Pengantar Kloning Gen, Yayasan Essentia Medica,


Yogyakarta.

Marks, D. B., Marks, A. D. dan Smith, C. M., 1996, Biokimia Kedokteran Dasar,
Penerbit EGC, Jakarta.

Radji, M., 2009, Vaksin DNA: Vaksin Generasi Keempat, Majalah Ilmu
Kefarmasian, 4(1): 28-37.

Sardjoko, 1991, Bioteknologi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Soyi, D. S. dan Kusumawati, D., 2016, Respon Imun Humoral Protein


Rekombinan Ca Sebagai Kandidat Vaksin Protein Virus Penyakit
Jembrana, Simposium Nasional Teknologi Terapan, 4: 320-323.

Sumardjo, D., 2009, Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa


Kedokteran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Taupiqurrohman, O., Yusuf, M., Nuswantara, S., dan Subroto, T., 2016,
Potensi Gen Oncoprotein Human Papillomavirus Tipe
16 Sebagai Kandidat Vaksin Kanker Serviks, MKB, 4(2):
84-91.

Thenawidjaja, M., Ismaya, W. T. dan Retnonigrum, D. S., 2017, Protein,


PT Grasindo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai