PENDAHULUAN
penemuan vaksin peptida, yaitu vaksin yang terdiri atas bagian minimal antigen
(8–15 asam amino) yang dapat menginduksi sistem imun. Vaksin peptida
imun adaptif. Oleh karena itu vaksinisasi harus diarahkan untuk menginduksi
sistem imun, baik sistem imun humoral maupun seluler. Vaksin dapat
dikategorikan aman jika mengacu pada tidak terdapatnya peluang untuk terjadi
1.2 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Protein
komponen seluler utama yang menyusun sekitar setengah dari berat kering sel.
Setiap sel mengandung ratusan protein yang berbeda-beda dan tiap jenis sel
mengandung beberapa protein yang khas bagi sel tersebut. Sebagian besar protein
disimpan di dalam jaringan otot dan beberapa organ tubuh lainnya, sedangkan
kadang terdapat unsur belerang jika di antara monomernya terdapat asam amino
sel baru, memelihara sel-sel yang telah ada, dan mengganti sel-sel yang telah
rusak. Protein juga berperan sebagai sumber energy, apabila konsumsi makanan
berenergi tinggi yaitu lemak dan karbohidrat tidak mencukupi. Dari berbagai jenis
protein, ada yang mempunyai peranan spesifik untuk tubuh, misalnya sebagai
susunan yang kompleks dan berat molekulnya sekitar 5000 sampai beberapa juta.
Struktur tiga dimensi protein tersebut, yaitu struktur primer, struktur sekunder,
a) Struktur Primer
Struktur primer protein adalah jumlah, jenis, serta urutan asam amino yang
b) Struktur Sekunder
c) Stuktur tersier
residu R tertentu yang berdekatan, dan jembatan kovalen ikatan sulfida yang
d) Struktur kuartener
Struktur kuartener protein dibentuk oleh dua atau lebih rantai polipeptida yang
kuartener protein yang kompleks, gaya Van der Walls di antara atom-atom
fosfat dan suatu basa yang mengandung nitrogen. Bila berpautan satu dengan
yang lain melalui ikatan fosfodiester, nukleotida membentuk suatu rantai yang
jenis gula yang terdapat dalam asam nukleat dari kromosom organisme kompleks
adalah deoksiribosa, maka asam nukleat yang terdapat dalam kromosom disebut
asam deoksiribonukleat (DNA). Untuk keperluan vaksin DNA inilah yang akan
(Ahmad, 2014).
Genetika berasal dari kata gen, yaitu suatu unit pembawa faktor keturunan
yang terdapat pada kromosom dalam inti setiap sel hidup. DNA sangat berperan
struktur DNA yang terdapat dalam sel, maka apabila struktur DNA diubah,
DNA ini merupakan awal dari rekayasa genetika yaitu usaha untuk mengatur
enzim endonuklease plasmid dapat dipotong dan diisolasi lalu DNA asing
dicampur dengan plasmid hingga terbentuk DNA baru yang merupakan gabungan
DNA bakteri dan DNA dari luar, kemudian dimasukkan ke dalam bakteri lagi.
DNA rekombinan ini akan membentuk protein atau polipeptida yang lain dari
polipeptida yang biasanya dibentuk oleh bakteri. Teknik ini sangat berguna untuk
menjadi protein. Protein sebagai produk akhir bertugas menunjang seluruh proses
kehidupan, antara lain sebagai katalis reaksi biokimia dalam tubuh (disebut
enzim), berperan serta dalam sistem pertahanan tubuh melawan virus, parasit dan
lain-lain (disebut antibodi), menyusun struktur tubuh dari ujung kaki sampai
ujung rambut. Beberapa hasil kloning gen manusia ditunjukkan pada Tabel 1
(Ahmad, 2014).
(Brown, 1991):
asam nukleat;
5) Enzim topoisomerase yang mengubah dna berlilitan dari dna sirkular yang
setelah protein diekstrak dan diisolasi dari sumbernya serta dimurnikan dari
pengotor yang dapat mengganggu. Protein yang berasal dari sumber alami disebut
protein alami, sedangkan yang berasal dari hasil rekayasa genetika dikenal sebagai
Kajian terhadap gen eukariot, terutamanya gen manusia ialah bidang yang
dipetakan dan banyak penyakit yang diwarisi dapat ditempatkan pada kromosom
Teknologi ini juga digunakan bagi penghasil vaksin dan protein yang penting
yang penting. Tujuannya adalah agar protein boleh dihasilkan dengan lebih cepat
1) Bidang Kedokteran
yang dibutuhkan dalam bidang kedokteran yaitu pembuatan insulin manusia oleh
didapatkan dari kelenjar pankreas sapi dan babi. Untuk membuat hanya 0,45 kg
insulin hewan itu, yang dibutuhkan oleh 750 pasien diabetes selama satu tahun,
diperlukan 3.600 kg kelenjar yang berasal dari 23.000 ekor hewan. Laporan dari
and Welfare) Amerika Serikat, dalam tahun 1981 diperlukan 56 juta hewan untuk
insulin yang mirip dengan insulin manusia dan ini bahkan lebih baik
dibandingkan insulin yang dihasilkan sapi dan babi yang dapat diterima oleh
tubuh manusia. Selain itu, dengan cara yang sama teknologi DNA rekombinan
2) Bidang Pertanian
Infeksi ini menghasilkan bintil akar dan bakteri yang terdapat di dalamnya
dapat mengikat zat lemas bebas dari udara untuk di ubahnya menjadi nitrogen
mempunyai arti ekonomi) yang tidak begitu peka terhadap penyakit yang
sendiri.
3) Bidang Peternakan
b) Sudah dipasarkan vaksin yang efektif terhadap penyakit kuku dan mulut,
yaitu penyakit ganas dan sangat menular pada sapi, domba, kambing, rusa
dan babi
4) Bidang industri
bumi
vaksin untuk manusia dan ternak. Vaksin biasanya mengandung virus atau
penyakit, manusia dan hewan yang telah diberi vaksin akan mampu
2.4 Vaksin
infeksiosa yang dimatikan atau dilemahkan (diubah sehingga agen ini tidak lagi
tersebut). Kedua jenis vaksin ini kemungkinan besar berbahaya karena dapat
tercemar oleh agen infeksiosa yang masih hidup. Pada kenyataannya, terdapat
protein yang sama sekali bebas dari agen infeksiosa, dan digunakan sebagai
protein yang dikehendaki sesuai dengan sekuen DNA yang mengkode ekspresi
protein tersebut. Sejak saat itu diyakini bahwa metode transfer DNA secara in
vivo dapat diaplikasikan baik untuk terapi gen maupun untuk vaksinasi dengan
DNA. faktor yang mempengaruhi efisiensi dan sifat imunogenisitas dari DNA
plasmid, yang pada akhirnya dikenal dengan vaksin DNA untuk memberikan
respon imun, sehingga dapat mencegah berbagai penyakit infeksi (Radji, 2009).
Menurut (Brown, 1991), ada tiga cara yang dikembangkan untuk produk
Jika gen yang mengkode protein antigen virus tertentu dapat diidentifikasi dan
untuk sintesis protein hewan dapat digunakan untuk produksi vaksin rekombinan.
Stretegi ini telah berhasil pada virus untuk penyakit mulut dan kuku serta
hepatitis B.
Gen untuk protein mulut dan kuku yaitu VP1 dan VP3, telah diekspresikan
dalam E. coli. Pada keduanya dapat diperoleh beberapa juta molekul protein per
sel, tetapi sayang hanya VP3 yang terutama digunakan sebagai vaksin.
2) Penyakit Hepatitis B
Virus ini terdiri dari dua macam protein yaitu protein inti yang berhubungan
dengan genom virus dan protein selubung atau antigen permukaan yang utama.
Protein inti berhasil diproduksi dalam jumlah besar dalam E.coli rekombinan,
sayang protein ini tidak berguna sebagai vaksin, walaupun berperan penting dalam
diagnosa penyakit. Antigen permukaan utama yang akan merupakan vaksin yang
berguna, tidak disintesis dalam jumlah besar dalam E.coli. walaupun baru-baru ini
telah dicapai sukses yang lebih besar dengan gen untuk antigen permukaan yang
diklon ke dalam ragi ( menggunakan vektor ekspresi berasal dari YEp) dan sel
hewan (menggunakan vektor SV40). Prinsip penggunaan preparasi protein
dilakukan pada tahun 1796, ketika Jerner pertama kali menyadari bahwa virus
terhadap virus cacar yang jauh kebih berbahaya. Istilah vaksin berasal dari
secara resmi pada tahun 1980. Gagasan yang lebih baru bahwa virus vaksinia
Jika misalnya gen yang mengkode protein selubung virus, misalnya antigen
hanya partikel vaksinia baru, tetapi juga antigen permukaan utama dalam jumlah
yang berarti. Oleh karena itu akan timbul kekebalan terhadap penyakit cacar
maupun hepatitis B.
3. Peptida Antigenik
selubung yang dimurnikan. Segmen pendek protein selubung ini yang diisolasi
terhadap virus hidup. Pada virus mulut dan kuku, peptidedengan panjang 8 sampai
41 asam amino yang berasal dari VP1, bersifat antigenik. Segmen pendek protein
percobaan dari subunit asam amino, tetapi produksi peptida skala besar untuk
digunakan dalam program vaksinasi dapat dicapai dengan cara sintesis gen yang
sesuai, diikuti dengan insersi ke dalam vektor ekspresi yang diproduksi pada sel
DAFTAR PUSTAKA
Albert, B. D. dan Bray, J. L., 1994, Molecular Biology of The Cell, Garland
Publishing Inc, New York.
Marks, D. B., Marks, A. D. dan Smith, C. M., 1996, Biokimia Kedokteran Dasar,
Penerbit EGC, Jakarta.
Radji, M., 2009, Vaksin DNA: Vaksin Generasi Keempat, Majalah Ilmu
Kefarmasian, 4(1): 28-37.
Taupiqurrohman, O., Yusuf, M., Nuswantara, S., dan Subroto, T., 2016,
Potensi Gen Oncoprotein Human Papillomavirus Tipe
16 Sebagai Kandidat Vaksin Kanker Serviks, MKB, 4(2):
84-91.