Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN COLELITIASIS

A. Definisi
Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung
empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya
(Wibowo et al., 2002).
Kolelitiasis merupakan masalah kesehatan yang penting di negaraBarat,
sedangkan di Indonesia kolelitiasis baru mendapatkan perhatian (Lesmana,
2009).
B. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein
dan 0,3% bilirubin.2Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan
sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu.3Sementara itu, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan
empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi
tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu(Denis, 2005)
C. Tanda dan gejala
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau
kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen
bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke
punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien dapat berkeringat banyak
dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi.
Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang.3
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya
nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat
dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung
lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam
kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat
menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi
kandung empedu (kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau
duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat sementara, intermitten dan
permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding kandung
empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan
peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu(Lesmana,
2000)
D. Patomekanisme
Obstruksi saluran empedu

Alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubi, garam empedu, kolesterol)

Proses peradangan disekitar hepatobiliar

Pengeluaran enzim SGOT dan SGPT

Peningkatan SGOT dan SGPT

Bersifat iritatif di saluran cerna

Merangsang nervus vagal

Menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis

Penurunan peristaltik sistem akumulasi gas usus pencernaan


(usus dan lambung) di sistem pencernaan

Makanan tertahan di lambung rasa penuh dengan gas

Peningkatan rasa mual lambung


Peningkatan rasa mual kembung

Pengaktifan pusat muntah (medula oblongata)

Pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan, serta neuron-neuron


motorik spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma

muntah
E. Komplikasi

F. Prosedur Diagnostik
1 Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang
setiap setiap kali terjadi serangan akut.
2 Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
3 Pemeriksaan Ultrosonografi
(USG)Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem
yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat
pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada
batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.
4 Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan
gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2
mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsikandung empedu.
G. Penatalaksanaan Medis
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan
menghindari atau mengurangi makanan berlemak.
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang
meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk
menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi).Pengangkatan
kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah
pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.Pilihan
penatalaksanaan antara lain:
1 Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi
yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut.
2 Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi.80-
90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil
resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi
normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung
empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di
dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien
dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris
yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laparaskopi.
3 Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi
sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an
sukses.2Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non
operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang
dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
4 Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter
yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu
empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
5 Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-
manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani
terapi ini.
6 Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.
7 Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam
saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari
setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebihaman dibandingkan pembedahan perut. ERCP
saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang
lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.
H. Penatalaksanaan Diet
Tatalaksana nutrisi yang dapat dilakukan sebelum pembedahan adalah diet
rendah lemak untuk mengontrol gejala kolelitiasis.Asupan nutrisi biasanya
menurun akibat gangguan pencernaan lemak dan peningkatan gas.Saat
terjadi serangan akut, sebaiknya tidak memberikan nutrisi melalui oral

agar kandung empedu menjadi tidak aktif. (Hasse JM. Medical


nutrition therapy for liver, biliary sytem and exocrine
pancreas disorder. Dalam: Mahan LK, Escott-Stump S,
editor. Krause's Food and Nutrition Therapy. Edisi ke
12. Canada: Sauders Elsevier; 2008:728-9.)
Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral dengan komposisi yang rendah
lemak. Komposisi lemak yang dianjurkan adalah <30% dari kalori total
dengan komposisi protein sedang. Pemberian makanan dilakukan
secarasmall frequent feedinguntuk meningkatkan asupan pasien.
Suplementasi vitamin larut lemak dapat diberikan, yaitu vitamin A, D, E,

dan K akibat gangguan absorpsi lemak. (Sucher K, Mattfeldt-


Beman M. Diseases of the liver, gallbladder, and
exocrine pancreas. Dalam: Nelms M, Sucher KP, Lacey
K, Roth SL, editor. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Edisi ke 2. California: Wadswroth;
2011:437-70), (Hasse JM. Medical nutrition therapy for
liver, biliary sytem and exocrine pancreas disorder.
Dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Krause's
Food and Nutrition Therapy. Edisi ke 12. Canada:
Sauders Elsevier; 2008:728-9.)
Setelah menjalani kolesistektomi, nutrisi dapat diberikan seperti asupan

biasa, dengan komposisi seimbang sesuai toleransi pasien. (Sucher K,


Mattfeldt-Beman M. Diseases of the liver, gallbladder,
and exocrine pancreas. Dalam: Nelms M, Sucher KP,
Lacey K, Roth SL, editor. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Edisi ke 2. California: Wadswroth;
2011:437-70), Kolesistektomi menyebabkan empedu akan
disekresikan oleh hati secara langsung ke saluran cerna, sehingga dapat
menimbulkan gejala gangguan gaster, mual, muntah, kembung, atau diare.
Gejala tersebut timbul akibat perubahan aliran empedu karena fungsi

penerima kandung empedu telah diangkat. (Radu D, Georgescu D,


Teodorescu M. Diet and postcholecystectomy
syndrome. Journal of Agroalimentary Processes and
Technologies2012;18:219022.)
Tetapi, seiring dengan perjalanan waktu akan terjadi adaptasiyaitu duktus
biliaris berdilatasi membentuk “kantong buatan” menyerupai kandung

empedu untuk menampung empedu yang dihasilkan oleh hati. (Hasse


JM. Medical nutrition therapy for liver, biliary sytem
and exocrine pancreas disorder. Dalam: Mahan LK,
Escott-Stump S, editor. Krause's Food and Nutrition
Therapy. Edisi ke 12. Canada: Sauders Elsevier;
2008:728-9.) Peningkatan asupan serat perlu dilakukan untuk
meningkatkan massa feces dan menormalkan waktu transit, sehingga
menurunkan gejala diare. Nutrisi lain yang dianjurkan adalah makanan
rendah lemak, produk susu, ikan, ayam, buah, dan sereal. Small frequent
feedingtetap dianjurkan pada pasien yang menjalani kolesistektomi
sehingga kimus dapat tercampur dengan empedu. (Sucher K,
Mattfeldt-Beman M. Diseases of the liver, gallbladder,
and exocrine pancreas. Dalam: Nelms M, Sucher KP,
Lacey K, Roth SL, editor. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Edisi ke 2. California: Wadswroth;
2011:437-70),
I. Rencana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Colelitiasis

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan Keperawatan Keperawatan Intervensi
(NOC) (NIC)
1
2
3
4
5
6

Anda mungkin juga menyukai