Anda di halaman 1dari 3

Tantangan Pertanian Konvensional

1. Pertanian Konvensional tidak mampu meningkatkan daya adaptasi pertanian


terhadap perubahan iklim
Perubahan iklim merupakan suatu fenomena yang tidak bisa dihindari.
Faktor utama yang menjadi pemicu perubahan iklim adalah meningkatnya emisi
gas rumah kaca (GRK), seperti karbon dioksida, metana, nitrogen oksida, dan
sejumlah gas industri, sebagai akibat ledakan penduduk dan modernisasi. Emisi
gas rumah kaca menyebabkan peningkatan suhu bumi dimana peningkatan
tersebut juga cenderung menurunkan curah hujan.
Peningkatan suhu udara diproyeksikan akan meyebabkan penurunan
produktivitas tanaman, salah satu contohnya adalah padi. Kenaikan suhu sebesar
1°C dapat menurunkan produksi padi sebesar 0,6 ton/ha (Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2017).
Pertanian konvensional menyumbang sumber emisi antara lain dari lahan
sawah (31%), N2O yang bersumber dari penggunaan pupuk N sintetis yaitu urea,
ZA, dan NPK (29%) dan pembakaran biomas (3%) (Pasandaran, 2017).
Tidak seperti pertanian organik, pertanian konvensional tidak dapat
meningkatkan daya adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim dan juga tidak
dapat menekan tingkat emisi GRK. Hasil studi Nemecek et al. (2005) dalam
Pasandaran (2017; 54) menunjukkan akibat substitusi pupuk anorganik dengan
pupuk organik pada pelaksanaan sistem pertanian organik, emisi GRK yang
dihasilkan menjadi 36% lebih rendah.
Gas emisi rumah kaca juga dapat disebabkan oleh penggunaan bahan
bakar fosil. Dalam banyak kasus, sistem pertanian konvensional menggunakan
energi pada proses industri pupuk dan pestisida. Pernyataan tersebut diperkuat
hasil studi Küstermann et al. (2007) dalam Pasandaran (2017; 60) yang
menunjukkan bahwa tambahan emisi dari sistem konvensional sebanyak 637 kg
CO2 eq ha-1 tahun-1 bersumber penggunaan mesin pada industri hilir pembuatan
pupuk mineral N dan pestisida. Hasil penelitian Yan et al. (2007) di Tiongkok
mmenunjukan praktek organik dapat menghemat penggunaan bahan bakar fossil
sebanyak 1,9-3,8 Tg/tahun.
2. Paradigma Hidup Sehat
Pola hidup sehat yang akrab lingkungan telah menjadi trend baru di
masyarakat Dilansir dari situs lifepal.co.id survei dari salah satu perusahaan
asuransi dan lembaga penelitian menunjukkan, 73% masyarakat Indonesia
menempatkan kesehatan pribadi sebagai isu nomor satu dalam kehidupan mereka
di tahun 2018. Pola hidup sehat meninggalkan pola hidup lama yang
menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan
hormon tumbuh dalam produksi pertanian.
Pola hidup sehat telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan
jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety
attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan
(eco-labelling attributes) (Mayrowani, 2017).
Penggunaan Produk Rekayasa Genetika (PRG) dalam pertanian
konvensional juga menjadi isu di masyarakat. Pembelajaran kasus menunjukkan
bahwa banyak sekali kejadian yang menguatkan bahwa PRG tidaklah benar-benar
aman bagi kesehatan manusia. Menurut Mahrus (2017), materi genetik baru
dalam PRG mungkin tidak berhasil dipindahkan ke sel target, atau mungkin
dipindahkan ke sebuah tempat yang salah pada rantai DNA dari mahluk hidup
sasaran, atau gen baru mungkin secara tidak sengaja mengaktifkan gen dekatnya
yang biasanya tidak aktif, atau mungkin mengubah atau menekan fungsi gen yang
berbeda. Fenomena ini dapat menyebabkan mutasi tak terduga sehingga membuat
tanaman yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Ketakutan masyarakat akan keamanan produk rekayasa genetika bagi
kesehatan manusia menjadi salah satu tantangan sistem pertanian konvensional
yang memanfaatkan benih hasil produk rekayasa genetika.
Daftar pustaka

Pasandaran, Effendi. 2017. Memperkuat kemampuan Wilayah Menghadapi


Perubahan Iklim. IAARD PRESS : Jakarta.
Fikri, Dimas Andhika. 2018. Hasil Riset Perusahaan Asuransi Soal Gaya Hidup
Sehat Orang Indonesia. Dikutip dari https://lifepal.co.id/media/riset-aia-soal-gaya-hidup-
sehat-masyarakat-indonesia/
Mayrowani, Henny. 2017. Pengembangan Pertanian Organikdi Indonesia. Jurnal
Penelitian Agro Ekonomi. Vol.30 No.2
Mahrus. 2017. Kontroversi Produk Rekayasa Genetika yang Dikonsumsi
Masyarakat. Jurnal Biologi Tropis. Vol. 14 No. 2 Juli 2014 111 ISSN: 1411-9587

Anda mungkin juga menyukai