Anda di halaman 1dari 26

Bioteknologi merupakan suatu kajian yang berhubungan dengan penggunaan organisme

hidup atau produknya dalam proses industri berskala-besar. Bioteknologi mikroorganisme


adalah aspek bioteknologi industri yang berhubungan dengan proses yang melibatkan
mikroorganisme. Bioteknologi mikroorganisme kadangkadang disebut mikrobiologi industri,
suatu bidang yang lama dan sudah diperbaharui pada beberapa tahun terakhir ini karena
penambahan teknik rekayasa genetika. Mikrobiologi industri awalnya dimulai dengan proses
fermentasi alkohol, seperti pada pembuatan “beer” dan “wine” (minuman dibuat dari buah
anggur). Proses mikrobial dikembangkan untuk produksi bahan farmasi seperti antibiotika,
produksi makanan tambahan seperti asam amino, serta produksi enzim, dan produksi industri
kimia seperti butanol dan asam sitrat. Semua proses industri yang digambarkan sudah
membuktikan kemampuan suatu mikroorganisme. Tetapi sekarang, dengan hadirnya
teknologi gen kita berada dalam era baru bioteknologi mikroorganisme. Teknologi gen
memungkinkan suatu pendekatan baru secara lengkap terhadap bioteknologi mikroorganisme
yang menggunakan mikroorganisme yang direkayasa untuk menghasilkan suatu substansi
atau bahan yang secara normal tidak dapat dihasilkan. Sebagai contoh, proses pembuatan
hormon insulin, dikembangkan dengan menyisipkan gen insulin manusia ke dalam suatu
bakteri.

Mikrorganisme yang Berperan dalam Industri

1)    Bakteri

Ada berbagai macam bakteri yang berperan penting dalam industri khususnya
proses fermentasi, antara lain sebagai berikut (Anonim, 2010):

1.      Acetobacter acetii

            Bakteri ini penting dalam produksi asam asetat yang mengoksidasi alkohol
sehingga menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi tapai, yang
menyebabkan tapai yang melewati 2 hari fermentasi akan menjadi berasa asam.

2.      Acetobacter xylinum

Bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de coco. Acetobacter


xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang
dihasilkan berupa pelikel yang mengambang di permukaan substrat. Bakteri ini
juga terdapat produk kombucha yaitu fermentasi dari teh.

3.      Bacillus sp.

              Bacillus sp. merupakan genus dengan kemampuan yang paling luas.
Pada mulanya hanya digunakan untuk menghasilkan enzim amilase. Namun kini
berkembang untuk bioinsektisida yang diwakili Bacillus thuringiensis maupun
untuk penanganan limbah Bacillus subtilis dan Bacillus megaterium. Melalui
rekayasa genetika, kini bakteri ini juga digunakan untuk produksi bahan baku
plastik ramah lingkungan.

4.      Bividobacterium sp.

            Bakteri ini bersifat anaerob dan digunakan sebagai mikroba probiotik.
Produk probiotik dari bakteri ini biasanya berbentuk padat.

5.      Lactobacillus sp.

            Bakteri ini cukup populer karena selain dapat digunakan dalam produksi
asam lakat juga berperan dalam fermentasi pangan seperti yogurt, saurkeraut dan
juga produk probiotik yang saat ini banyak diminati masyarakat. Probiotik
merupakan mikrobia yang dikonsumsi untuk mengatur flora usus. Asam laktat
dari bakteri ini dapat dibuat poli asam laktat sebagai bahan baku plastik ramah
lingkungan.

2)        Khamir

Khamir ada yang yang bermanfaat dan ada pula yang membahayakan
manusia. Khamir banyak dimanfaatkan dalam bidang industri yaitu proses
fermentasi pada pembuatan roti, bir, wine, vinegar dan sebagainya. Khamir yang
tidak diinginkan adalah yang ada pada makanan dan menyebabkan kerusakan
pada saurkraut, jus buah, sirup, molase, madu, jelly, daging dan sebagainya.

Khamir yang memiliki peranan yang menguntungkan diantaranya sebagai


berikut (Black, 2002):

1.      Saccharomyces cerevisiae, merupakan khamir yang paling populer dalam


pengolahan makanan. Khamir ini telah lama digunakan dalam industri wine dan
bir. Dalam industri pangan, khamir digunakan dalam pengembang adonan roti dan
dikenal sebagai ragi roti.

2.      Saccharomyces roxii, adalah khamir yang digunakan dalam pembuatan kecap


dan berkontribusi pada pembentukan aroma.

3)        Jamur

Jamur yang memiliki peranan yang menguntungkan diantaranya sebagai berikut


(Pelczar, 1988):
1.    Aspergillus niger. Jamur ini digunakan dalam pembuatan asam sitrat. Asam sitrat
merupakan salah satu asam organik yang banyak digunakan dalam bidang industri
pangan  misalnya pada pembuatan permen dan minuman kemasan. Jamur ini
sering mengontaminasi makanan misalnya roti tawar.

2.    Rhizopus oryzae. Jamur ini penting pada pembuatan tempe. Aktivitas jamur


Rhizopus oryzae menjadikan nutrisi pada tempe siap dikonsumsi manusia.
Aktivitas enzim yang dihasilkan menjadikan protein terlarut meningkat. Produk
tempe kini juga telah dikembngkan menjadi isoflavon yang penting bagi
kesehatan.

3.    Neurospora sitophila. Jamur ini merupakan sumber beta karoten pada fermentasi


tradisional. Produk oncom yang dikenal di Jawa Barat adalah hasil fermentasi
yang dilakukan Neurospora sitophila. Produksi spora untuk sumber beta karoten
yang dapat disubstitusikan pada makanan juga telah diteliti. Selain mampu
memberikan asupan, beta karoten juga merupakan sumber warna yang cukup
menarik.

4.    Monascus purpureus. Jamur ini dikalangan mikrobiolog jarang dikenal karena


produk yang dihasilkan. Mula pertama jamur ini ditemukan di Jawa namun
menjadi produk utama Cina dengan nama angkak. Angkak adalah fermentasi pada
beras. Jamur ini menghasilkan pewarna alami yang umumnya digunakan pada
masakan Cina. Saat ini telah ditemukan adanya zat aktif pada ngkak yang dapat
membantu kesehatan dan telah dikemas dalam bentuk kapsul.

5.    Penicillium sp. Jamur ini paling terkenal karena kemampuannya menghasilkan


antibiotika yang disebut pensilin. Sejak pertama kali dikenal terus digunakan
sampai sekarang. Jamur pengasil antibiotika saat ini telah banyak diketahui
sehingga ragam antibiotik pun semakin banyak. Selain itu pembuatan antibiotika,
spesies yang lain juga digunakan dalam pembuatan keju khusus.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mikroorganisme dalam Industri

Kegiatan mikroba dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Perubahan


dilingkungan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat morfologi dan
fisiologi mikroorganisme. Beberapa golongan mikroorganisme resisten terhadap
perubahan lingkungan karena dengan cepat melakukan adaptasi dengan
lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang sering mempengaruhi pertumbuhan
mikroba antara lain (Anonim, 2010):

a)         Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan mikroba.


Beberapa mikroba mampu hidup dalam kisaran suhu yang luas. Terkait dengan
suhu pertumbuhan maka dikenal suhu minimum, maksimum dan optimum. Suhu
minimum adalah suhu yang paling rendah dimana kegiatan mikroba masih
berlangsung. Suhu optimum adalah suhu yang paling baik untuk kehidupan
mikroba. Sedangkan suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang masih dapat
menumbuhkan mikroba tetapi pada tingkat kegiatan fisisologi yang paling rendah.

Atas dasar suhu perkembangannya mikroba dapat dibedakan menjadi 3


golongan, yaitu psikofil, mesofil dan termofil.

·         Mikroba psikofil/kriofil dapat tumbuh pada suhu antara 0o C-30o C, dengan suhu
optimum 15OC. Kebanyakan tumbuh ditempat-tempat dingin, baik di daratan
maupun dilautan.

·         Mikroba mesofil mempunyai suhu optimum antara 25-37oC, dengan suhu


minimum 15oC dan suhu maksimum antara 45-55oC. Mikroba ini biasa hidup pada
tanah dan perairan.

·         Mikroba termofil mempunyai suhu pertumbuhan antara 40-75 oC, dengan suhu
optimum 55-60oC.

b)        Kelembaban

Tiap jenis mikroba mempunyai kelembaban optimum tertentu. Pada


umumnya khamir dan bakteri membutuhkan kelembapan yang lebih tinggi
dibandingkan jamur. Banyak mikroba yang tahan tahan hidup dalam keadaan
kering untuk waktu yang lama. Misalnya mikroba yang membentuk spora dan
mentuk-bentuk Krista.

c)          pH

Berdasarkan pH yang ada, mikroba dikenal dengan asidofil, neurofil, dan


alkalifil. Asidofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0.
Mikroba neutrofil adalah mikroba yang mampu tumbuh pada kisaran pH 5,5-8,0
sedangkan mikroba alkalifil dapat tumbuh pada kisaran pH 8,4-9,5. Bakteri
memerlukan pH 6,5-7,5, khamir memerlukan pH 4,0-4,5, sedangkan jamur
mempunyai kisaran pH yang luas.

d)        Ion-ion logam

Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au dan Pb pada kadar yang sangat
rendah dapat bersifat toksik. Daya bunuh logam berat pada kadar rendah disebut
oligodinamik. Ion-ion logam dapat mengganggu sistem enzim sel. Misalnya Hg +
+
 akan bergabung dengan gugus sulfidril (-SH) dalam enzim sehingga aktivitas
enzim dengan gugus aktif sulfidril akan terhambat aktivitasnya. Ion-ion Li ++ dan
Zn++ bersifat toksik bagi Lactobacillus dan Leuconostoc, namun demikian jika Ph
diturunkan maka peracunan Li++ dan Zn++ dapat dikurangi.
e)         Iradiasi

Radiasi pengion dicirikan oleh energi yang sangat tinggi dan kemampuan
penetrasi yang besar. Demikian juga sifat letalnya. Penggunaan radiasi pengion
terutama pada bidang farmasi, kedokteran,proses industri, serta digunakan dalam
bidang mikrobiologi, misalnya menggunakan sinar ultraviolet dan sinar gamma.

·       Sinar UV yang paling efektif dalam membunuh mikroorganisme adalah


yang memiliki panjang gelombang yang dekat dengan 260 nm, dengan energi
kuantum sekitar 4,9 Ev. Sinar dengan panjang gelombang dibawah 200 nm tidak
efektif karena mudah diserap oleh oksigen atmosfir. Sinar dengan panjang
gelombang 360-450 nm umumnya disebut UV gelombang panjang dan biasa
digunakan untuk menstimulasi flourisensi, misalnya untuk menunjukkan adanya
pigmen pseudomonas pada telur.

            Penggunaan lain UV pada bidang industri bahan makanan adalah pada
ruang pendingin yang dipergunakan untuk menyimpan daging. Tujuannya dalah
untuk menunda pertumbuhan mikroba permukaan. Iradiasi ultraviolet dengan
internsitas 2 mW/cm2 terhadap pseudomonas pada daging dapat mengurangi
kecepatan pertumbuhannnya menjadi 85% bila dibandingkan dengan kontrol, dan
akan menjadi 75% bila intensitas pada permukaan 24 mW/cm2.

·       Sinar gamma, iradiasi gamma telah digunakan sebagai metode dalam


pengawetan pangan di beberapa Negara seperti Belgia, Perancis, Jepang dan
Belanda. Di Indonesia sendiri baru dilakukan dalam skala laboratorium. Proses
dilakukan dengan penyinaran pangan dengan menggunakan kobalt radioisotope
(60oC). Iradiasi akan mempengaruhi fungsi metabolisme dan fragmentasi DNA
yang dapat mengakibatkan kematian sel mikroba sehingga memperbaiki kualitas
mikrobiologis pangan dengan mengurangi jumlah jasad perusak dan pathogen.

Selain faktor di atas, mikroba juga melakukan interaksi, sebab di alam


jarang dijumpai mikroba yang hidup sebagai biakan murni, tetapi selalu berada
dalam asosiasi dengan jasad lain. Interaksi antar mikroba dapat terjadi antara dua
mikroba yang sama ukuran selnya (dua sel bakteri, dua sel protozoa) atau antara
dua sel yang berbeda ukurannya (sel bakteri dengan sel protozoa). Dua sel yang
ukurannya sama memiliki kebutuhan nutrisi yang kurang lebih sama, sebab
susunan molekul suatu sel pada umumnya relatif sama. Berbeda halnya jika
ukuran sel berbeda, kebutuhan ruang berbeda. Protozoa membutuhkan ruang
ribuan kali lebih besar daripada bakteri. Begitu juga dengan kebutuhan nutrisinya.
Contohnya interaksi antar Pseudomonas synoyanea dengan Sterptococcus
lactis yang menyebabkan terjadinya warna biru pada susu.
2.3 Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi dalam Proses Mikrobiologi Industri

            Dari segi perindustrian, mikroba merupakan pabrik zat kimia yang mampu
melakukan perubahan yang dikehendaki. Mikroba merombak bahan mentah dan
mengubah bahan mentah menjadi suatu produk baru. Beberapa prasyarat yang
harus dipenuhi dalam proses mikrobiologi industri, antara lain (Waluyo, 2005):

a.    Organisme

Organisme yang akan digunakan harus dapat menghasilkan produk dalam jumlah
yang cukup banyak. Karakteristik penting yang harus dimiliki mikroorganisme
industri yaitu harus tumbuh cepat dan menghasilkan produk yang diharapkan
dalam waktu yang relatif singkat, memiliki sifat-sifat genetik yang stabil, mampu
menghasilkan substansi yang menarik, serta dapat dipelihara dalam periode waktu
yang sangat panjang di laboratorium. Mikroba yang digunakan dalam industri
adalah kapang, khamir, bakteri, dan virus.

b.    Medium

Substrat yang digunakan oleh organisme untuk membuat produk baru harus murah
dan tersedia dalam jumlah yang banyak. Misalnya, limbah yang banyak
mengandung nutrisi dari industri persusuan dan industri kertas untuk
menghasilkan bahan-bahan yang bernilai tinggi.

c.    Hasil

Fermentasi industri dilakukan dalam tangki-tangki yang besar kapasitasnya dapat


mencapai 200.000 liter. Produk metabolisme mikroba biasanya merupakan
campuran heterogen yang terdiri dari sel-sel mikroorganisme dalam jumlah yang
sangat banyak, komponen-komponen medium yang tidak terpakai, dan produk-
produk metabolisme yang tidak dikehendaki. Karena itu, harus dikembangkan
metode-metode yang mudah dilaksanakan dalam skala besar untuk memisahkan
dan memurnikan produk akhir yang diinginkan.

d.   Tidak berbahaya bagi manusia, dan secara ekonomik penting bagi hewan dan
tumbuhan.

e.    Bersifat non-patogen dan bebas toksin, atau jika menghasilkan toksin harus cepat
di-inaktifkan.

f.     Mudah dipindahkan dari medium biakan. Di laboratorium, sel mikroorganisme


pertama kali dipindahkan dengan sentrifugasi, tetapi sentrifugasi bersifat sulit dan
mahal untuk industri skala-besar.

g.    Mikroorganisme lebih disukai jika berukuran besar, karena sel lebih mudah
dipindahkan dari biakan dengan penyaringan (dengan bahan penyaring yang
relatif murah). Sehingga, fungi, ragi, dan bakteri berfilamen lebih disukai. Bakteri
unisel, berukuran kecil sehingga sulit dipisahkan dari biakan cair.

h.    Mikroorganisme industri harus dapat direkayasa secara genetik. Rekayasa


genetika pada mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja mikroba
tersebut (misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen udara,
meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan pembuatan
makanan ternak, mikroba prebiotik untuk makanan olahan), untuk menghasilkan
bahan obat-obatan dan kosmetika, serta Pembuatan insulin manusia dari bakteri
(Sel pankreas yang mempu mensekresi Insulin digunting, potongan DNA itu
disisipkan ke dalam Plasmid bakteri) DNA rekombinan yang terbentuk menyatu
dengan Plasmid diinjeksikan lagi ke vektor, jika hidup segera dikembangbiakkan.

2.4 Peranan Mikroba dalam Mikrobiologi Industri

A. Produksi Bahan Kimia Farmasi yang Bernilai Komersil

1. Antibiotika

            Antibiotika merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh


mikroorganisme, dan dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme lain.
Perkembangan antibiotika sebagai zat untuk pengobatan penyakit infeksi lebih
banyak mempengaruhi penggunaan obat dibandingkan dengan perkembangan
antibiotik itu sendiri. Antibiotika merupakan produk metabolisme sekunder.
Meskipun hasilnya relatif rendah dalam sebagian besar industri fermentasi, tetapi
karena aktivitas terapetiknya tinggi maka menjadi memiliki nilai ekonomik tinggi,
oleh karena itu antibiotika dibuat secara komersial melalui fermentasi mikroba.
Beberapa antibiotika dapat disintesis secara kimia, tetapi karena kompleksitas
bahan kimia antibiotika dan cenderung menjadi mahal, maka tidak memungkinkan
sintesis secara kimia dapat bersaing dengan fermentasi mikroorganisme.

            Penggunaan antibiotika secara komersial, pertamakali dihasilkan oleh fungi


berfilamen dan oleh bakteri kelompok Actinomycetes. Seringkali, sejumlah
senyawa kimia berhubungan dengan keberadaan antibiotika, sehingga dikenal
famili antibiotik. Antibiotika dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimianya.
Sebagian besar antibiotika digunakan secara medis untuk mengobati penyakit
bakteri, meskipun sebagian diketahui efektif menyerang penyakit fungi. Secara
ekonomi dihasilkan lebih dari 100.000 ton antibiotika per tahun, dengan nilai
penjualan hampir mendekati $ 5 milyar.

Tabel  1: Beberapa antibiotika yang dihasilkan secara komersial

Antibiotika Mikrorganisme penghasil Tipe


mikroorganisme

Basitrasin Bacillus subtilis Bakteri pembentuk-


spora
Sefalosporin Cephalosporium sp.
Fungi
Kloramfeniko Sintesis senyawa kimia
l (dulu oleh Streptomyces Actinomycete

venezuelae)

Streptomyces griseus

Sikloheksimid Streptomyces orchidaceus Actinomycete

Sikloserin Streptomyces erythreus Actinomycete

Erytromisin Penicillium griseofulvin Fungi

Griseofulvin Streptomyces Actinomycete


kanamyceticus
Kanamisin Actinomycete
Streptomyces lincolnensis
Linkomisin Actinomycete
Streptomyces fradiae
Neomisin Actinomycete
Streptomyces noursei
Nistatin Fungi
Penicillium chrysogenum
Penisilin Bakteri pembentuk-
Bacillus polymyxa spora
Polimiksin B
Streptomyces griseus Actinomycete
Streptomisin
Streptomyces rimosus Actinomycete
Tetrasiklin
Actinomycete

            a) Pencarian Antibiotika Baru

            Bahan antibiotik yang sudah diketahui, lebih dari 8.000, dan beberapa ratus
antibiotika ditemukan dalam beberapa tahun. Dan sejumlah peneliti mempercayai
bahwa berbagai antibiotika baru dapat ditemukan lagi jika penelitian dilakukan
terhadap kelompok mikroorganisme selain Streptomyces, Penicillium,
dan Bacillus. Sekali diketahui urutan struktur gen mikroorganisme penghasil-
antibiotika, dengan teknik rekayasa genetika memungkinkan pembuatan
antibiotika baru.

            Cara utama dalam menemukan antibiotika baru yaitu melalui screening.


Dengan pendekatan tersebut, sejumlah isolat yang kemungkinan mikroorganisme
penghasil-antibiotika yang diperoleh dari alam dalam kultur murni, selanjutnya
isolat tersebut diuji untuk produksi antibiotika dengan bahan yang diffusible, yang
menghambat pertumbuhan bakteri uji. Bakteri yang digunakan untuk pengujian,
dipilih dari berbagai tipe, dan mewakili atau berhubungan dengan bakteri patogen.

            Prosedur pengujian mikroorganisme untuk produksi antibiotika adalah metode


gores silang, pertamakali digunakan oleh Fleming. Dengan program pemisahan
arus, ahli mikrobiologi dapat dengan cepat mengidentifikasi, apakah antibiotika
yang dihasilkan termasuk baru atau tidak. Sekali ditemukan organisme penghasil
antibiotika baru, antibiotika dihasilkan dalam sejumlah besar, dimurnikan, dan
diuji toksisitas dan aktivitas terapeutiknya kepada hewan yang terinfeksi.
Sebagian besar antibiotika baru gagal menyembuhkan hewan uji, dan sejumlah
kecil dapat berhasil dengan baik. Akhirnya, sejumlah antibiotika baru ini sering
digunakan dalam pengobatan dan dihasilkan secara komersial.

Tabel 2. Klasifikasi antibiotika sesuai dengan struktur kimianya

Antibiotika Contoh

1. Antibiotika mengandung-karbohidrat

- Gula murni Nojirimisin

- Aminoglikosida Streptomisin

- Ortosomisin Everninomisin

- N-glikosida Streptotrisin

- C-glikosida Vankomisin

- Glikolipid Moenomisin

2. Lakton makrosiklik

- Antibiotik makrolida Eritromisin

- Antibiotik polien Kandisidin

- Ansamisin Rifamisin
- Makrotetrolida Tetranaktin

3. Quinon dan antibiotika yang


berhubungan.
Tetrasiklin
- Tetrasiklin
Adriamisin
- Antrasiklin
Aktinorodin
- Naftoquinon
Mitomisin
- Benzoquinon

4. Antibiotika peptida dan asam amino


Sikloserin
- Turunan asam amino
Penisilin
- Antibiotik b-laktam
Basitrasin
- Antibiotik peptida
Aktinomisin
- Kromopeptida
Valinomisin
- Depsipeptida
Bleomisin
- Peptida pembentuk-selat

5. Antibiotika heterosiklik mengandung


nitrogen Polioksin

- Antibiotika nukleosida

6. Antibiotika heterosiklik mengandung Monensin


oksigen

- Antibiotika polieter
Sikloheksimida
7. Turunan alisiklik
Asam fusidat
- Turunan sikloalkan

- Antibiotika steroid
Kloramfenikol
8. Antibiotik aromatik
Griseofulvin
- Turunan benzen
Novobiosin
- Antibiotika aromatik terkondensasi

- Eter aromatik Fosfomisin

9. Antibiotika alifatik

- Senyawa mengandung fosfor

           

            b. Tahap-tahap Menuju Produksi Komersial

            Suatu antibiotika yang dihasilkan secara komersial, pada awalnya harus
berhasil diproduksi pada fermentor industri berskala-besar. Salah satu gugus-tugas
penting adalah pengembangan efisiensi metode pemurnian. Metode elaborasi
(yang terperinci) sangat penting dalam ekstraksi dan pemunian antibiotika, karena
jumlah antibiotika yang terdapat dalam cairan fermentasi hanya sedikit.

            Jika antibiotika larut dalam pelarut organik yang tidak dapat bercampur
dengan air, maka pemurniannya relatif lebih mudah, karena memungkinkan untuk
mengekstraksi antibiotika ke dalam suatu pelarut bervolume kecil, sehingga lebih

mudah mengumpulkan antibiotika tersebut. Jika antibiotika tidak larut dalam pelarut,
selanjutnya harus dipindahkan dari cairan fermentasi melalui adsorpsi, pertukaran
ion, atau presipitasi secara kimia. Pada semua kasus, tujuannya untuk

memperoleh produk kristalin yang sangat murni, meskipun sejumlah antibiotika

tidak mudah terkristalisasi dan sulit dimurnikan. Masalah yang berhubungan adalah,
kultur sering menghasilkan produk akhir lain, termasuk antibiotika lain, dalam hal
ini penting mengakhiri proses dengan suatu produk yang hanya terdiri dari
antibiotik tunggal. Pemurnian secara kimia mungkin dibutuhkan untuk
mengembangkan metode dalam rangka menghilangkan produk sampingan yang
tidak diharapkan, tetapi dalam beberapa kasus hal tersebut penting untuk ahli
mikrobiologi untuk menemukan strain yang tidak menghasilkan senyawa kimia
dan tidak diharapkan.

            2. Vitamin

            Vitamin merupakan faktor pertumbuhan yang sering digunakan dalam farmasi
atau ditambahkan kepada makanan. Beberapa vitamin yang penting, dihasilkan
secara komersial melalui proses mikrobiologi. Vitamin digunakan sebagai
tambahan pada makanan manusia dan pakan ternak. Produksi vitamin, berada
kedua setelah antibiotika dalam hal penjualan total produk farmasi dengan nilai
lebih dari $ 700 juta per tahun. Sebagian besar vitamin dibuat secara komersial
melalui sintesis bahan kimia. Sejumlah vitamin terlalu sulit disintesis dengan
biaya murah tapi keuntungannya vitamin dapat dibuat dengan fermentasi
mikrobial. Vitamin B12 dan riboflavin yang terpenting dalam kelompok vitamin.

            Sianokobalamin (Vitamin B12), disintesis secara khusus di alam oleh


mikroorganisme. Kebutuhan vitamin ini pada hewan dipenuhi melalui ambilan
makanan atau melalui absorpsi vitamin yang dihasilkan mikroorganisme dalam
usus hewan. Tetapi pada manusia vitamin B12 diperoleh melalui makanan atau
sebagai tambahan vitamin, karena seandainya vitamin ini disintesis oleh
mikroorganisme dalam jumlah yang besar di dalam usus besar, tetapi tidak masuk
ke dalam saluran darah. Strain mikroorganisme dipilih dan digunakan untuk
menghasilkan banyak vitamin. Anggota bakteri dari
genus Propionibacterium menghasilkan vitamin mulai dari 19-23 mg/liter pada
proses dua-tahap, sedangkan bakteri
lain, Pseudomonas denitrificans menghasilkan 60 mg/liter pada proses satu-tahap
yang menggunakan molase gula-bit sebagai sumber karbon. Vitamin B12
mngandung kobalt sebagai bagian esensial strukturnya, dan untuk meningkatkan
produksi vitamin, dilakukan dengan menambahkan kobalt pada medium biakan.

            Riboflavin (B2) disintesis oleh beberapa mikroorganisme, termasuk bakteri,


fungi, dan ragi. Fungi Ashbya gossypii  menghasilkan sejumlah besar riboflavin (>
7 gram/liter) dan oleh karena itu sering digunakan dalam proses produksi
mikrobiologi. Hasil perolehan yang sangat banyak ini menyebabkan persaingan
ekonomi tinggi di antara proses mikrobiologi dengan proses sintesis secara kimia.

            3. Asam amino

            Asam amino digunakan secara luas dalam industri makanan, tambahan pakan,
dalam obat, dan sebagai bahan pemula pada industri kimia. Sebagian besar asam
amino yang penting secara komersial adalah asam glutamat, yang digunakan
untuk meningkatkan rasa. Dua asam amino yang juga penting, asam aspartat dan
fenilalanin, yang menyusun bahan pemanis buatan, aspartat, merupakan unsur
penting dalam minuman ringan diet dan makanan lain yang dijual sebagai

produk bebas-gula. Lisin, merupakan asam amino esensial untuk manusia, dihasilkan
oleh Brevibacterium flavum, juga digunakan sebagai tambahan makanan.
Meskipun sebagian besar asam amino dapat dibuat secara kimia, sintesis bahan
kimia menyebabkan pembentukan bentuk DL inaktif. Jika secara biokimia bentuk
L dibutuhkan, maka diperlukan metode enzimatik atau metode mikrobiologi pada
pembuatannya. Produksi asam amino secara mikrobiologi juga dapat melalui
fermentasi langsung, dimana mikroorganisme menghasilkan asam amino dalam
suatu proses fermentasi standar, atau melalui proses enzimatik, dimana
mikroorganisme sebagai sumber enzim dan enzim tersebut digunakan dalam
proses produksi.

Tabel 3: Asam amino yang digunakan pada industri makanan

Asam amino Makanan Tujuan

Glutamat Berbagai makanan Meningkatkan


(MSG) rasa
Juice Buah
Aspartat dan Menyempurnakan
alanin Pemanis makanan rasa

Glisin Roti Perbaikan rasa

Sistein Juice Buah Perbaikan


kualitas
Berbagai makanan,
susu bubuk Antioksidan
Triftofan +
histidin Antioksidan,
mencegah
Minuman ringan, dsb.
tengik

Aspartam Pemanis rendah-


(dibuat kalori
dari
fenilalanin Roti (Jepang)
+
Produk kedelai
asam aspartat)
Tambahan nutrisi
Lisin
Tambahan nutrisi
Metionin

            4. Enzim

            Setiap organisme menghasilkan berbagai enzim, sebagian besar dihasilkan

dalam jumlah yang kecil dan dilibatkan dalam proses seluler. Bagaimanapun, enzim
tertentu dihasilkan dalam jumlah yang besar oleh beberapa organisme, dan
dibutuhkan dalam sel, dikeluarkan ke dalam medium. Enzim ekstraseluler biasanya
dapat menguraikan bahan nutrien yang tak-larut misalnya selulosa, protein, pati,
dan hasil pencernaan selanjutnya diangkut ke dalam sel, dimana enzim digunakan
sebagai nutrien untuk pertumbuhan. Beberapa enzim ekstraseluler digunakan
dalam makanan, perusahaan susu, pabrik obat, dan industri tekstil dan dihasilkan
dalam jumlah yang besar melalui sintesis mikrobiologi. Enzim tersebut sering
digunakan karena spesifisitas dan efisiensi pada reaksi katalisis yang dibutuhkan,
pada suhu dan pH yang wajar. Reaksi yang sama dapat dicapai dengan bahan
kimia yang umumnya membutuhkan kondisi suhu dan pH ekstrim, dan kurang
efisien dan kurang spesifik.

            Secara komersial enzim dihasilkan dari fungi dan bakteri. Proses produksi

biasanya aerobik, dan medium biakan sama dengan yang digunakan pada fermentasi
antibiotik. Enzim itu sendiri umumnya hanya sedikit dibentuk selama fase
pertumbuhan aktif tetapi akumulasi dalam jumlah besar terjadi selama fase
stasioner pertumbuhan.

            Enzim mikroorganisme dihasilkan dalam jumlah yang sangat banyak pada

suatu industri dasar adalah protease bakteri, digunakan sebagai tambahan dalam

deterjen pencuci. Sejak tahun 1969, 80% deterjen pencuci mengandung enzim,

khususnya protease, juga amilase, lipase, reduktase, dan enzim lain. Tetapi mulai
tahun 1971, penggunaannya menurun setelah terjadi alergi pada pemakai dan
konsumen, sehingga dikembangkan teknik pemrosesan khusus
misalnya ‘microencapsulation’ untuk menjamin pengolahan bebas-debu.

            Enzim penting lain yang dibuat secara komersial adalah amilase dan
glukoamilase, yang digunakan dalam produksi glukosa dari pati. Setelah
dihasilkan glukosa, selanjutnya dengan bantuan glukosa isomerase akan diubah
menjadi fruktosa (yang lebih manis dari glukosa dan sukrosa) dan menghasilkan
produk akhir pemanis fruktosa-tinggi dari pati jagung, gandum, atau kentang.
Penggunaan proses tersebut dalam industri makanan mengalami peningkatan,
khususnya dalam produksi minuman ringan.

            Tiga reaksi yang terjadi dalam perubahan pati jagung menjadi produk yang

disebut sirup jagung fruktosa-tinggi, masing-masing reaksi dikatalisis oleh enzim

mikroba secara terpisah :

- Enzim a-amilase menyerbu polisakarida pati, memecah rantai, dan mengurangi


viskositas polimer. Reaksi ini disebut ‘thinning reaction’.
- Enzim glukoamilase memecah polisakarida rantai pendek menghasilkan monomer
glukosa, proses tersebut dinamakan ‘saccharification’.

- Enzim glukosa isomerase merubah glukosa menjadi fruktosa, prosesnya


disebut ‘isomerization’.

Tabel 4:  Berbagai enzim yang dihasilam mikroorganisme dan


penggunaannya

Enzim Sumbe Penggunaan Industri


r

Amilase Fungi Roti Pembakaran

Bakteri Pati pelapis Kertas

Fungi Pembuatan sirup Makanan


dan glukosa
Bakteri Pati
Pati ‘cold-
Protease Fungi swelling Farmasi
laundry’
Bakteri Tekstil
Membantu
pencernaan
Fungi Pembakaran
Membuang
Bakteri lapisan ‘Dry
(mengurangi cleaning’
Bakteri ukuran)
Daging
Bakteri Roti
Obat
Bakteri Membuang noda
Tekstil
Mengempukkan
daging
Bakteri
Membersihkan Laundry
Invertase Ragi luka
Permen
Glukosa Fungi Membuang
oksidase lapisan Makanan
(mengurangi
Bakteri ukuran) Farmasi

Glukosa Fungi Deterjen rumah- Minuman


isomerase tangga ringan

Pektinase Permen ‘soft- Wine, juice


center’ buah.

Fungi Membuang Keju.


glukosa,
Bakteri Farmasi.
oksigen.
Rennin
Kertas uji untuk
Streotokinase
Bakteri diabeter
Laboratoriu
Sirup jagung m
Fungi
DNA fruktosa-tinggi
Makanan,
plymeras deterjen
Memeras,
e
menguraikan
Lipase

Koagulasi susu

Mengobati pasien
karena
serangan
jantung

PCR/polymerase
chain reaction

Meningkatkan
rasa,
menghilangka
n noda

B.  Produksi Minuman Beralkohol


Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga
dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam
fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Alkohol juga merupakan salah satu
hasil dari proses fermentasi. Contoh mikroba yang berperan dalam pembuatan
alcohol adalah jenis khamir yaitu Saccharomyces cerevisiae. Ada beberapa
produk makanan yang merupakan hasil dari fermentasi alcohol. Diantaranya
adalah wine, beer, brem, asam cuka, arak, dan lain sebagainya. Yeast atau ragi
merupakan faktor utama dalam menghasilkan alkohol. Dibawah ini akan
dijelaskan contoh proses pembuatan alcohol dalam produksi wine.

1. Wine

“Wine” merupakan produk fermentasi alkohol oleh ragi pada jus buah atau
bahan lain yang mengandung gula tinggi. Sebagian besar “wine” dibuat dari
anggur, kecuali kalau dikhususkan untuk produk lain, “wine” dunia mengarah
pada produk yang dihasilkan dari fermentasi jus anggur. Wine pertamakali dibuat
di Mesir dan Mesopotamia sebelum tahun 2000 S.M. dan menyebar luas ke daerah
Mediterania.

Khamir adalah mikrooorganisme yang melakukan fementasi juice buah


menjadi wine. Khamir yang umum digunakan dalam fermentasi adalah
Saccharomyces sp. Khamir ini akan mengubah gula menjadi alkohol dan CO2.
Dalam perombakan ini diperlukan pula nutrien yang mendukung pertumbuhan
khamir, jika tidak tersedia pada bahan baku. Bahan yang umum dtambahkan
adalah amonium fosfat sebagai sumber nitrogen.

Kandungan karbon dioksida merupakan salah satu pertimbangan dalam


memilih wine, peningkatan langsung pada fermentasi akhir oleh ragi dalam botol.
Terdapat dua tipe fermentasi wine yang melibatkan ragi : pertama, yang
disebut ‘wild yeasts’, ragi yang terdapat pada buah anggur yang diambil dari alam
dan dipindahkan ke dalam juice, dan kedua, ragi wine yang
dibiakkan, Saccharomyces ellipsoides, yang ditambahkan ke dalam juice untuk
memulai fermentasi. Salah satu perbedaan terpenting di antara dua ragi ini adalah
toleransinya terhadap alkohol. Sebagian besar ragi hanya toleran terhadap kadar
alkohol sekitar 4%, dan ketika kadar alkohol melebihi kadar tersebut maka
fermentasi berhenti. Ragi wine memiliki toleransi lebih dari 12-14% alkohol
sebelum menghentikan pertumbuhannya. Pada ‘unfortified wine’, kandungan
akhir alkohol ditentukan oleh toleransi ragi terhadap alkohol dan oleh jumlah gula
yang terdapat dalam juice. Pada sebagian besar ‘unfortified wine’, kandungan
alkoholnya berkisar 8-14%. Pada ‘fortified wine’, misalnya sherry memiliki
kandungan alkohol sebanyak 20%, tetapi hal ini dapat dicapai melalui
penambahan waktu distilasi minuman keras, misalnya brandy. Distilasi ‘malt
brews’  (minuman hasil fermentasi ragi dari gandum) menghasilkan whiskey. Pada
produksi minuman berkadar alkohol rendah, ‘wild yeasts’ tidak menghasilkan
sejumlah komponen rasa yang diharapkan pada produk akhir, dan peningkatan
pertumbuhan‘wild yeasts’ tidak dibutuhkan selama fermentasi.

Cara membunuh ‘wild yeasts’ dalam ‘must’ dilakukan dengan


penambahan sulfur dioksida sebanyak 100 ppm. Sedangkan ragi wine biakkan
bersifat resisten terhadap kadar sulfur dioksida tersebut dan ditambahkan sebagai
kutur pemula dari pertumbuhan biakan murni pada sterilisasi dan pasteurisasi jus
anggur. Selama tahap awal, terdapat udara dalam cairan dan terjadi pertumbuhan
ragi dengan cepat; selanjutnya udara tersebut digunakan, berkembang keadaan
anaerobik dan mulai terjadi produksi alcohol (Ristiati, 2008).

C. Produksi Vaksin

Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme yang dimatikan atau


dimodifikasi atau bagian spesifik yang diisolasi dan mikroorganisme yang ketika
disuntikkan ke dalam hewan makan hewan tersebut akan menghasilkan imunitas
terhadap penyakit tertentu. Sebagian besar merupakan vaksin virus. Kepentingan
vaksin rekombinan, pada kenyataannya untuk menggantikan suspensi virus yang
dimatikan atau diinaktifkan. Protein virus terpenting, umumnya komponen yang
sangat imunogen pada kapsid virus, dapat digunakan dalam dosis tinggi untuk
mendatangkan imunitas tingkat tinggi dan cepat tanpa kemungkinan penularan
infeksi. Saat ini sudah tersedia suatu rekombinan vaksin hepatitis B, juga sedang
dilakukan pengujian pada vaksin untuk herpes manusia, cytomegalovirus, virus
campak, dan rabies. Vaksin lain yang dikembangkan adalah beberapa vaksin
untuk bakteri patogen, seperti kolera, clamydia, dan gonorrhe (Campbell, 2000).

- Proses Pembuatan Vaksin

a)        Benih Virus

Produksi vaksin dimulai dengan sejumlah kecil virus tertentu (atau disebut
benih). Virus harus bebas dari ‘kotoran’, baik berupa virus yang serupa atau
variasi dari jenis virus yang sama. Selain itu, benih harus disimpan dalam kondisi
“ideal”, biasanya beku, yang mencegah virus menjadi lebih kuat atau lebih lemah
dari yang diinginkan. Benih disimpan dalam gelas kecil atau wadah plastik.
Jumlah yang kecil hanya 5 atau 10 sentimeter kubik, mengandung ribuan hingga
jutaan virus, nantinya dapat dibuat menjadi ratusan liter
vaksin. Freezer dipertahankan pada suhu tertentu. Grafik di luar freezer akan
mencatat secara terus menerus suhu freezer. Sensor terhubung dengan alarm yang
dapat didengar atau alarm komputer yang akan menyala jika suhu freezer berada
di luar suhu yang seharusnya.

b)        Pertumbuhan Virus
Setelah mencairkan dan memanaskan benih virus dalam kondisi tertentu
secara hati-hati (misalnya, pada suhu kamar atau dalam bak air), sejumlah kecil
sel virus ditempatkan ke dalam “pabrik sel,” sebuah mesin kecil yang telah
dilengkapi sebuah media pertumbuhan yang tepat sehingga sel memungkinkan
virus untuk berkembang biak.

Setiap jenis virus tumbuh terbaik di media tertentu, namun semua media
umumnya mengandung protein yang berasal dari mamalia, misalnya protein murni
dari darah sapi. Media juga mengandung protein lain dan senyawa organik yang
mendorong reproduksi sel virus. Penyediaan media yang benar, pada suhu yang
tepat, dan dengan jumlah waktu yang telah ditetapkan, virus akan bertambah
banyak.

Selain suhu, faktor-faktor lain harus dipantau adalah pH. pH adalah ukuran
keasaman atau kebasaan, diukur pada skala dari 0 sampai 14. dan virus harus
disimpan pada pH yang tepat dalam pabrik sel. Air tawar yang tidak asam atau
basa (netral) memiliki pH 7. Meskipun wadah di mana sel-sel tumbuh tidak terlalu
besar (mungkin ukuran pot 4-8 liter), terdapat sejumlah katup, tabung, dan sensor
yang terhubung dengannya. Sensor memantau pH dan suhu, dan ada berbagai
koneksi untuk menambahkan media atau bahan kimia seperti oksigen untuk
mempertahankan pH, tempat untuk mengambil sampel untuk analisis
mikroskopik, dan pengaturan steril untuk menambahkan komponen ke pabrik sel
dan mengambil produk setengah jadi ketika siap.

c)         Pemisahan Virus

Ketika sudah tercapai jumlah virus yang cukup banyak, virus dipisahkan
dari manik-manik dalam satu atau beberapa cara. Kaldu ini kemudian dialirkan
melalui sebuah filter dengan bukaan yang cukup besar yang memungkinkan virus
untuk melewatinya, namun cukup kecil untuk mencegah manik-manik dapat
lewat. Campuran ini sentrifugasi beberapa kali untuk memisahkan virus dari
manik-manik dalam wadah sehingga virus kemudian dapat dipisahkan. Alternatif
lain yaitu dengan mengaliri campuran manik-manik dengan media lain sehingga
mencuci manik-manik dari virus.

d)        Memilih Strain Virus

Vaksin bisa dibuat baik dari virus yang dilemahkan atau virus yang
dimatikan. Pemilihan satu dari yang lain tergantung pada sejumlah faktor
termasuk kemanjuran vaksin yang dihasilkan dan efek sekunder. Virus yang
dibuat hampir setiap tahun sebagai respon terhadap varian baru virus penyebab,
biasanya berupa virus yang dilemahkan. Virulensi virus bisa menentukan pilihan;
vaksin rabies, misalnya, selalu vaksin dari virus yang dimatikan.
Jika vaksin dari virus dilemahkan, virus biasanya dilemahkan sebelum
dimulai proses produksi. Strain yang dipilih secara hati-hati dibudidayakan
(ditumbuhkan) berulang kali di berbagai media. Ada jenis virus yang benar-benar
menjadi kuat saat mereka tumbuh. Strain ini jelas tidak dapat digunakan untuk
vaksin ‘attenuated’. Strain lainnya menjadi terlalu lemah karena dibudidayakan
berulang-ulang, dan ini juga tidak dapat diterima untuk penggunaan vaksin.

Virus ini kemudian dipisahkan dari media tempat dimana virus itu tumbuh.
Vaksin yang berasal dari beberapa jenis virus (seperti kebanyakan vaksin)
dikombinasikan sebelum pengemasan. Jumlah aktual dari vaksin yang diberikan
kepada pasien akan relatif kecil dibandingkan dengan jumlah medium yang
dengan apa vaksin tersebut diberikan. Keputusan mengenai apakah akan
menggunakan air, alkohol, atau solusi lain untuk injeksi vaksin, misalnya, dibuat
setelah tes berulang-ulang demi keselamatan, steritilitas, dan stabilitas.

e)         Pengontrolan Kualitas

Untuk melindungi kemurnian vaksin dan keselamatan pekerja yang


membuat dan mengemas vaksin, kondisi kebersihan laboratorium diamati pada
seluruh prosedur. Semua transfer virus dan media dilakukan dalam kondisi steril,
dan semua instrumen yang digunakan disterilisasi dalam autoklaf  sebelum dan
sesudah digunakan.

D. Produksi Mikroorganisme Untuk Digunakan sebagai Insektisida (Biosida)

Mikroorganisme berasosiasi dengan serangga dengan berbagai macam


cara, mulai dari asosiasi mutualistik (simbiose) sampai yang bersifat parasitik.
Mikroorganisme parasit ini dapat menyebabkan penyakit bagi serangga, dan
dikenal sebagai patogen serangga (entomopatogen). Telah diketahui bahwa ada
sekitar 1500 spesies mikroba menyebabkan penyakit pada antropoda, termasuk
serangga. Berbagai patogen serangga yang telah dimanfaatkan sebagai insektisida
mikrobiologi ditampilkan di bawah ini. Banyak diantaranya telah diproduksi
secara komersial (Anonim, 2011). 

1)        Insektisida dari Jamur

Tidak seperti patogen serangga lainnya (misalnya bakteri dan virus) yang
umumnya harus di makan dan dicerna agar dapat menginfeksi inangnya, jamur
dapat menginfeksi inangnya (dalam hal ini serangga hama) dengan cara penetrasi
langsung. Apabila spora jamur menempel pada kulit serangga, dan apabila kondisi
mendukung, maka spora akan berkecambah, menembus kutikula serangga dan
masuk kedalam tubuh serangga. Dalam tubuh serangga jamur akan berkembang
membentuk hifa dan miselium hingga memenuhi bagian dalam tubuh serangga,
hingga serangga akhirnya mati. Jamur kemudian hidup sebagai saprofit dan
menyerap hara dari tubuh serangga yang sudah mati. Tubuh buah jamur kemudian
muncul dari bangkai serangga inang, menghasilkan spora, dan siap disebarkan
untuk menginfeksi serangga lainnya.

Tanaka dan Kaya (1993) telah mendata jamur penyebab penyakit serangga
(entomopatogen) yang terdapat dalam 8 kelas, 13 ordo dan 57 genus. Banyak
diantaranya yang bersifat sangat spesifik (hanya menginfeksi serangga tertentu).

a.        Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin

 sebagai insektisida. Jamur ini dahulu dikenal dengan nama Botrytis


bassiana. Jamur entomopatogen (penyebab penyakit serangga) ini menginvasi
tubuh serangga sasaran. Spora (konidia) jamur akan menempel pada kutikula
serangga, dan saat berkecambah, benang jamur (hifa) akan menembus kutikula
dan berkembang didalam tubuh serangga.  Diaplikasikan dengan disemprotkan
pada kanopi tanaman. Dapat diaplikasikan bersama insektisida lain, dengan
tambahan ajuvant dan sebagainya

- Beauveria bassiana isolat BB 147

Isolat ini digunakan untuk mengendalikan penggerek tongkol jagung (Ostrinia


nubilalis, european corn borer dan Ostrinia furnacalis, asian corn borer), pada
tanaman jagung dan padi.

- Beauveria bassiana isolat stanes

Isolat ini digunakan untuk mengendalikan penggerek buah kopi, lundi (uret),
penngerek buah kapas, ulat potong (cutworm), wereng batang coklat dan ulat
kubis, pada tanaman teh, kopi, kapas, tomat, okra, terung dan

- Beauveria bassiana isolat GHA

            Isolat GHA terutama efektif untuk mengendalikan kutu kebul (whitefly), thrips,
aphids, serta kutu dompolan, pada tanaman sayuran dan tanaman hias.

- Beauveria bassiana isolat ATCC 74040

            B. bassiana isolat ATCC 74040 efektif untuk mengendalikan Coleoptera dan
Hemiptera pada lapangan rumput dan tanaman hias.

b. Beauveria  brongniartii (Saccardo) Petch

            Jamur yang dimanfaatkan sebagai insektisida ini pernah dikenal dengan nama
Beauveria tenella. Dewasa ini ada 3 isolat yang dikomersialkan, yakni isolat Bb96
(isolat Swiss) dan IMBST 95.031 serta 95.041 (isolat Austria). Seperti jamur
entomopatogen lainnya, jamur ini juga menyerang tubuh serangga sasaran. Spora
(konidia) jamur akan menempel pada kutikula serangga, dan saat berkecambah,
benang jamur (hifa) akan menembus kutikula dan berkembang didalam tubuh
serangga.

 c. Hirsutella thompsonii Fisher

            Akarisida biologis komersial berisi jamur Hirsutella thompsonii isolat


MF(Ag)S (ITCC 4962; IMI 385470), digunakan untuk mengendalikan tungau dari
famili Eriophyidae, terutama tungau kelapa Aceria guerreronis. Pertama kali
diisolasi dari tungau Eriophyidae di Tamil Nadu, India.

d. Lagenidium giganteum Couch

Lagenidium giganteum digunakan untuk mengendalikan larva nyamuk,


yang meluputi genus-genus Aedes, Anopheles, Coquillettidea, Culex, dan
sebagainya. L. giganteum adalah parasit dari larva nyamuk.

e. Lecanicillium lecanii (Zimmerman) Gams & Zare

Dahulu dikenal dengan nama lama Cephalosporium lecanii atau


Verticillium lecanii. Jamur L. lecanii adalah entomopatogen yang bertindak
dengan mendegradasi kutikula serangga sasaran. Spora yang menempel pada
kutikula serangga, saat berkecambah akan masuk kedalam tubuh serangga dengan
menembus kutikula, baik dengan kekuatan fisik maupun bantuan enzym. Hifa
jamur kemudian akan berkembang dalam tubuh serangga yang menyebabkan
serangga sakit dan akhirnya mati.

f. Metarhizium anisopliae Sorok

Insektisida biologi Metarhizium anisopliae dahulu dikenal dengan nama


Penicillium anisopliae dan Entomophthora anisopliae. Jamur yang umum terdapat
pada serangga yang mati, dan produk komersial diisolasi dai wereng batang padi
(Nilaparvata lugens). Ada produk yang khusus untuk mengendalikan rayap, ada
pula yang diregistrasi untuk wereng padi (Nilaparvata lugens) dan hama lain dari
ordo Coleoptera dan Lepidoptera, ada pula yang khusus untuk mengendalikan
kecoa.

 Metarhizium anisopliae var. acridium

Jamur ini khusus digunakan untuk mengendalikan belalang. Produk komersial terdiri atas
isolat IMI 330189 dan FI-985.

 Metarhizium anisopliae var. anisopliae

Varitas khusus untuk mengendalikan larva kumbang (uret, lundi) Dermolepida albohirtum
pada perkebunan tebu.

 Metarhizium anisopliae isolat ICIPE 30


Isolat jamur M. anisopliae khusus untuk mengendalikan rayap dari genus Macrotermes,
Microtermes dan Odontotermes, pada pertanaman jagung, ubi kayu, jeruk, kopi, agroforestry,
dan sayuran yang diserang rayap. Juga digunakan untuk melindungi bangunan, dsb. dari
serangan rayap.

 Metarhizium anisopliae isolat ICIPE 69

Produk ini khusus untuk mengenalikan hama thrips (Megalurothrips sjostedti, Thrips tabaci
dan Frankliniella occidentalis), pada tanaman sayuran dan tanaman hias.

·         Metarhizium flavoviridae var. flavoviridae Gams & Rozsypal

Metarhizium flavoviridae var. flavoviridae isolat F001, digunakan untuk


mengendalikan Adoryphorus coulani pada lapangan rumput (turf).

g. Paecilomyces fumosoroseus (Wiize) AHS Brown & G. Smith

Paecilomyces furosomoseus merupakan insektisida dan akarisida


berbasis jamur yang dimanfaatkan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga,
seprti kutu kebul (Trialeuroes vapororiorum dan Bemisia tabaci). Juga memiliki
efikasi terhadap aphids, thrips dan tungau (spider mites). Isolat Apopka 97 (PFR
97) dari jamur ini telah diproduksi secara komersial, dan direkomendasikan untuk
digunakan pada tanaman hias serta tanaman pangan, baik di dalam rumah kaca
atau di lapangan.

2) Insektisida dari Bakteri

            a. Bacillus sphaericus Neide

Bakteri ini terutama digunakan sebagai insektisida biologi di bidang


kesehatan masyarakat untuk mengendalikan nyamuk, terutama efektif untuk
Culex spp. Bacillus sphaericus isolat 2362 dipilih untuk dikomersialkan karena
isolat ini efektif untuk mengendalikan larva Culex spp. B. sphaericus bertindak
sebagai racun perut, dan saat sporulasi bakteri menghasilkan kristal protein.
Setelah termakan, dalam usus serangga kristal protein yang merupakan pro-toksin
ini akan dirubah menjadi racun (toksin) oleh enzym protease. Toksin ini
selanjutnya akan terikat pada sel-sel usus tengah (midgut) pada lokasi spesifik
dimana mereka aktif sebagai racun, dan akhirnya mematikan serangga dengan
menghancurkan selaput usus.

              - Bacillus thuringiensis Berliner

B. thuringiensis (Bt) mungkin merupakan insektisida mikrobiologi yang


paling luas dikenal. Bakteri gram positif ini dideteksi pertama kali pada tahun
1902 pada larva ulat sutera (Bombyx mori) yang mati. Di Eropa, Bt diketemukan
juga diketemukan sebagai penyakit pada bubuk tepung di Thuringen
(Jerman). Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan patogen (penyebab penyakit)
bagi berbagai jenis serangga yang sangat spesifik. Bt merupakan insektisida racun
perut.  

b. Paenibacillus popilliae Newman

Sebelumnya dikenal dengan nama Bacillus popilliae diketemukan oleh


pegawai Deptan Amerika. Bakteri ini diisolasi dari Popillia japonica, dan
digunakan untuk mengendalikan kumbang ini.

            c. Serratia entomophila Grimont

Bakteri yang dimanfaatkan untuk mengendalikan semacam lundi (uret) dari


kumbang Costelytra zealandica) pada padang rumput (turf) di New Zealand.

3)  Insektisida dari Virus

Berbagai virus secara alami diketahui merupakan patogen (penyebab


penyakit) yang dapat menyebabkan kematian serangga. Virus patogen ini
umumnya bersifat sangat spesifik, hanya mengendalikan satu jenis serangga hama
saja. Tentu selalu ada kekecualian, misalnya Anagrapha falfifera
nucleopolyhedrovirus (AfNPV) mampu mengendalikan lebih dari 30 spesies larva
Lepidoptera yang berbeda.

Insektisida berbasis virus umumnya merupakan larvisida (hanya


membunuh larva serangga) racun lambung. Virus harus dimakan terlebih dahulu
oleh serangga hama, dan didalam sistim pencernaan serangga virus mulai
berkembang dan menyebabkan penyakit serta membunuh serangga hama.
Kematian karena virus patogen ini umumnya cukup lama, antara beberapa hari
hingga dua minggu sesudah aplikasi. Efikasi insektisida virus juga dipengaruhi
oleh kondisi alam, seperti suhu udara dan perkembangan larva serangga.

1.      Granulosis Virus

Insektisida berbahan aktif granulosis virus bersifat sebagai racun lambung.


Serangga harus memakan virus agar virus efektif membunuhnya. Sesudah
termakan, dinding pembungkus protein virus akan terlarutkan dalam usus
serangga yang bersifat alkalis, dan partikel virus akan dilepaskan kedalam usus
serangga. Virus kemudian akan menginvasi inti sel (nukleus) dan berkembang
biak di dalamnya, menyebabkan serangga yang terpapar sakit, dan berakhir
dengan kematian.
a.      Adoxophyes orana granulosis virus (AoGV)

Adoxophyaes orana granulosis virus (AoGV) adalah virus yang terdapat luas
secara alami sebagai penyakit (patogen) pada fruit tortrix moth (Adoxophyes
orana). Produk insektisida biologi komersial diisolasi dari A. orana yang
terinfeksi. AoGV digunakan hanya untuk mengendalikan fruit tortrix moth
(Adoxopyes orana) pada beberapa tanaman buah.

b.      Cydia pomonella granulosis virus (CpGV)

Virus ini merupakan penyakit alami dari codling moth (Cydia pomonella),
semacam hama yang umum menyerang buah apel dan pir.

c.       Plodia interpunctella granulosis virus (IMMGV)

Virus ini merupakan penyaki sejenis hama gudang yang merusak buah-buahan
kering dan kacang-kacangan. Virus ini dibiakkan dan diproduksi secara komersial
sebagai insektisida biologi untuk mengendalikan hama ini.

d.      Autographa californica nucleopolyhedrovirus (AcNVP)

Virus ini diisolasi dari Autographa californica yang terinfeksi. AcNVP sebagai
insektisida biologi memiliki spektrum pengendaliannya cukup luas (lebih dari 30
spesies Lepidoptera) untuk mengendalikan larva Lepidoptera, pada jagung,
sayuran, tanaman buah-buahan, dan tanaman hias. 

e.       Mamestra brassicae nucleopolyhedrovirus (MbNPV)

Mamestra brassicae nucleopolyhedrovirus (MbNPV) merupakan penyakit alami


dari ngengat kubis (Mamestra brassicae). Diiolasi pertama kali dari larva yang
terinfeksi di Prancis oleh peneliti dari INRA, dan dikembangkan sebagai
insektisida biologi oleh NPP (Natural Plant Protection). MbNPV digunakan untuk
mengendalikan Mamestra brassicae, Helicoverpa armigera, Phthorimaea
operculella dan Plutella xylostella pada tanaman sayuran, kentang, Cruciferae dan
tanaman hias. Diaplikasikan dengan cara disemprotkan pada kanopi daun.

f.        Spodoptera exigua nucleopolyhedro virus (SeNPV)

Virus ini merupakan penyakit bagi Spodoptera exigua yang luas terdapat di alam
(juga di Indonesia). Sebagai insektisida biologi, SeNPV khusus digunakan untuk
mengendalikan larva Spodoptera exigua (ulat bawang) pada berbagai tanaman,
seperti sayuran, kapas, tanaman hias, anggur dsb.

4) Insektisida dari Protozoa


Beberapa spesies protozoa (dari kelompok Mikrosporidium) ternyata juga
menyebabkan penyakit pada serangga, yang bisa mengakibatkan kematian
serangga sasaran. Sejauh ini 2 spesies telah diproduksi secara komersial :

1.      Nosema locustae Canning

Nosema locustae diproduksi sebagai insektisida biologi dari rearing in vivo pada
tubuh belalang, dan digunakan terutama untuk mengendalikan belalang.

2.      Vairimorpha necatrix (Kramer) Piley

Pertama kali dilaporkan sebagai penyakit pada ulat Pseudaletia


unipuncta (semacam ulat grayak) di Hawaii. Insektisida biologi digunakan untuk
mengendalikan serangga hama dari ordo Lepidoptera, seperti Helicoverpa,
Ostrinia, Spodoptera dan Tricliplusia, pada berbagai tanaman, termasuk jagung,
kedelai, kapas, dan tanaman sayuran. 

Anda mungkin juga menyukai