Anda di halaman 1dari 25

RESUME MATERI LANDASAN FALSAFAH DAN

TEORITIK KEILMUAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Teknologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Dr. Christin

Oleh:
Resti Utami (18707251015)/A

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018

2
1. LANDASAN FILOSOFI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Dalam setiap ilmu pengetahuan mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang
penyangga tubuh pengetahuan termasuk dalam bidang Teknologi Pembelajaran.
Ketiga tiang penyangga dimaksud yaitu landasan ontologi (apa), landasan
epistemologi (bagaimana) dan landasan aksiologi (untuk apa/fungsi). Landasan
Ontologi merupakan azas dalam menetapkan ruang lingkup wujud yang menjadi
objek penelaahan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut.
Landasan Epistemologi merupakan azas mengenai cara bagaimana materi
pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan
aksiologi merupakan azas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh
dan disusun dalam tubuh pengetahuan.

A. Landasa Ontologi
Ontologi adalah ilmu yang memperlajari tenatng hakikat yang ada (ultimate
reality) baik jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Pandangan ontologi ini secara
praktis akan menjadi masalah utama di dalam pendidikan. Sebab, siswa (peserta
didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai dorongan yang kuat untuk
mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai
bagian pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan
dunia lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu
menghadapi realita dan obyek pengalaman.
Dibawah ini adalah empat revolusi yang terjadi di dunia pendidikan karena
adanya masalah yang tidak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, tetapi dilain
pihak juga menimbulkan masalah baru. masalah itu dibatasi pada masalah utama,
yaitu “belajar”. Menurut Sir Eric Ashby (1972, h. 9-10) tentang terjadinya empat
Revolusi di dunia pendidikan yaitu:
1. Revolusi pertama terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerahkan sebagian
tanggungjawab dan pendidikannya kepada orang lain yang secara khusus diberi
tanggungjawab untuk itu. Pada revolusi pertama ini masih ada kasus dimana
orangtua atau keluarga masih melakukan sendiri pendidikan anak-anaknya. Dari

1
beberapa literatur, seperti misalnya Seattler berusaha menelusuri secara historik
perkembangan revolusi ini dengan mengemukakan bahwa kaum Sufi pada sekitar
500 SM menjadikan dirinya sebagai “penjual ilmu pengetahuan”, yaitu memberikan
pelajaran kepada siapa saja yang bersedia memberinya upah atau imbalan. Revolusi
pertama ini terjadi karena orangtua/keluarga tidak mampu lagi membelajarkan anak-
anaknya sendiri.
2. Revolusi kedua terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahkan
tanggungjawab untuk mendidik. Pengajaran pada saat itu diberikan secara
verbal/lisan dan sementara itu kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai
ketentuan yang dibakukan. Penyebab terjadinya revolusi kedua ini karena guru ingin
memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik dengan cara yang lebih cepat.
3. Revolusi ketiga muncul dengan ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan
tersebarnya informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku atau media cetak
lainnya. Buku hingga saat ini dianggap sebagai media utama disamping guru untuk
keperluan pendidikan. Revolusi ini masih berlangsung bahkan beberapa pandangan
falsafati berpendapat bahwa masyarakat belajar adalah masyarakat membaca.
Beberapa ahli menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih berlangsung
budaya mendengarkan belum sampai pada budaya membaca. Revolusi ketiga ini
terjadi karena guru ingin mengajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi,
sementara itu kemampuan guru semakin terbatas, sehingga diperlukan penggunaan
pengatahuan yang telah diramuka oleh orang lain.
4. Revolusi keempat berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang
elektronik dimana yang paling menonjol diantaranya adalah media komunikasi
(radio, televisi, tape dan lain-lain) yang berhasil menembus batas geografi, sosial dan
politis secara lebih intens daripada media cetak. Pesan – pesan dapat lebih cepat,
bervariasi serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si penerima. Pada revolusi
ini muncullah konsep keterbacaan (Literacy) baru, yang tidak sekedar menuntut
pemahaman deretan huruf, angka, kata dan kalimat, tetapi juga pemahaman visual.
Beberapa orang ahli berpendapat bahwa perkembangan media komunikasi ini
menjadikan dunia semakin “mengecil”, menjadi suatu “global Village” dimana
semua warganya saling mengenal, saling tahu dan saling bergantung satu sama lain.
Dalam revolusi keempat ini memang ujud yang sangat menonjol adalah peralatan

2
yang semakin canggih. Penyebab revolusi ini adalah karena guru menyadari bahwa
tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, dan
karena itu yang lebih penting adalah mengajarkan kepada anak didik tentang
bagaimana belajar. Ajaran selanjutnya akan diperoleh si pembelajar sepanjang usia
hidupnya melalui berbagai sumber dan saluran.
Berdasarkan penyebab dan kondisi perkembangan keempat revolusi yang terjadi di
dunia pendidikan diatas dimana difokuskan pada masalah utama yaitu “belajar” dapat
disederhanakan yaitu pada awalnya guru menghadapi anak didiknya dengan bertatap
muka langsung dan guru bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar.
Perkembangan berikutnya guru menggunakan sumber lain berupa buku yang ditulis oleh
orang lain, atau dapat dikatakan bahwa guru membagi perannya dalam menyajikan
ajaran kepada sejawat lain yang menyajikan pesan melalui buku. Dalam keadaan ini
guru masih mungkin melaksanakan tugasnya menyeleksi buku dan mengawasi kegiatan
belajar secara ketat. Dalam perkembangan selanjutnya media komunikasi mampu
menyalurkan pesan yang dirancang oleh suatu tim yang terpisah dari guru, langsung
kepada anak didik tanpa dapat dikendalikan oleh guru.
Dapat disimpulkan dari perkembangan revolusi yang terjadi bahwa tujuan
pendidikanlah yang harus menentukan sarana apa saja yang dipergunakan atau dengan
kata lain media komunikasi menentukan pesan (dan karena itu tujuan) yang perlu
dikuasai. Dengan ilustrasi diatas dapat disimpulkan bahwa adanya masalah-masalah baru
yaitu:
1. adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis buku,
prosedur media dll), pesan (yang tertulis dalam buku atau tersaji lewat media),
media (buku, program televisi, radio dll), alat (jaringan televisi, radio, dll) cara-
cara tertentu dalam mengolah/ menyajikan pesan serta lingkungan dimana proses
pendidikan itu berlangsung.
2. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun
faktual.
3. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber untuk
belajar itu agar dapat digunakan seoptimal mungkin guna keperluan belajar.

3
Ketiga Ketiga poin diatas itulah yang merupakan ruang lingkup wujud obyek
penelaahan (ontology) Teknologi Pembelajaran. Suatu obyek yang bukan merupakan
lingkup bidang pengetahuan lain.

B. Epistemologi
Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos
(kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan
jenis pengetahuan. Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan
hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap
manusia.
Epistemologi, atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses
yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan.
Metode inilah yang membedakan ilmu dengan dengan buah pemikiran yang lainnya.
Atau dengan perkataan lain, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan
menerapkan metode keilmuan. Karena ilmu merupakan sebahagian dari pengetahuan,
yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut
pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan inilah, agar tidak terjadi kekacauan antara
pengertian “ilmu” (science) dan “pengetahuan” (knowledge), maka kita mempergunakan
istilah “ilmu” untuk “ilmu pengetahuan.” (Jujun Suriasumantri. “Tentang Hakekat Ilmu:
Sebuah Pengantar Redaksi.”
Diatas telah dipaparkan bahwa Teknologi Pembelajaran sebagai ilmu pengetahuan.
Dari sini muncul pertanyaan “bagaimana mendapatkan pengetahuan Teknologi
Pembelajaran?” Menurut Abdul Gafur (2007) adalah dengan cara:
1. Menelaah secara simultan keseluruhan masalah-masalah belajar.
Semua situasi diperhatikan dan dikaji saling kaitannya, dan bukan dikaji secara
terpisah-pisah.
2. Pengintegrasian secara sistemik kegiatan pengembangan, produksi, pemanfaatan,
pengelolaan, dan evaluasi.
Dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai satu kesatuan, dan
ditujukan untuk memecahkan masalah.

4
3. Mengupayakan sinergisme atau interaksi terhadap seluruh proses pengembangan
dan pemanfaatan sumber belajar .
Penggabungan ke dalam proses yang komplek dan perhatian agar gejala secara
menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal
dimana masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri
M. Arif berpendapat bahwa epistimologi (bagaimana) yaitu merupakan asas
mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu
tubuh pengetahuan. Ada 3 isi dari landasan epistimologi teknologi pendidikan yaitu :
1. Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan.
Semua situasi yang ada diperhatikan dan dikaji saling kaitannya dan bukannya dikaji
secara terpisah-pisah.
2. Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks
secara sistematik yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai suatu
kesatuan, dan ditujukan untuk memecahkan masalah.
3. Penggabungan ke dalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala secara
menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal
dimana masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri.

C. Aksiologi
Aksiologi mempunyai banyak definisi, salah satu diantaranya dikemukakan oleh
Bramel bahwa aksiologi terdiri dari tiga bagian yaitu moral conduct, esthetic expression
dan sosio-political life. Aksiologi harus membatasi kenetralan tanpa batas terhadap ilmu
pengetahuan, dalam arti bahwa kenetralan ilmu pngetahuan hanya sebatas metafisik
keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan pada nilai-nilai moral
Dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog
filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian
dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan
salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi
mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti
apa itu baik (what is good?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan
seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-
konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought / should). Demikianlah

5
aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral
dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai. Ada 6 hal kegunaan yang
potensial dalam teknologi pendidikan yaitu:
A. Meningkatkan peroduktivitas pendidikan, dengan jalan
1. memperlaju penahanan belajar
2. membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik
3. mengurangi beban guru dalam penyajian informasi, sehingga guru dapat lebih
banyak membina dan mengembangkan kegairahan belajar anak.
B. Memberikan kemungkinanan penddikan yang sifatnya lebih individual, dengan jalan
1. mengurangi kontrol guru yang kaku dan sederhana
2. memberikan kesempatan anak sesuai kemampuannya
C. Memberikan dasar pengajaran yang lebih ilmiah, dengan halan
1. perencanaan program pengajaran yang lebih sistematik
2. pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang prilaku
D. Lebih menerapkan pelajaran, dengan jalan
1. meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai media komunikasi
2. penyajian informasi dan data secara lebih konkrit
E. Memungkinkan belajar lebih akrab,dengan jalan
1. mengurangi jurang pemisah antara pelajaran didalam dan diluar sekolah
2. memberikan pengetahuan tangan pertama
F. Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata, dengan jalan
1. pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langka
2. penyajian informasi menembus batas geografi
Menurut Wijaya Kusumah dalam kajian aksiologi, yaitu apa nilai / manfaat
pengkajian teknologi pendidikan bisa diaplikasikan dalam beberapa hal, diantaranya
1. Peningkatan mutu pendidikan (menarik, efektif, efisien, relevan)
2. Penyempurnaan sistem Pendidikan
3. Meluas dan meratnya kesempatan serta akses pendidikan
4. Penyesuaian dengan kondisi pembelajaran
5. Penyelarasan dengan perkembangan lingkungan
6. Peningkatan partisipasi masyarakat

Sedangkan M. Arif menyatakan bahwa Aksiologi (untuk apa) yaitu merupakan asas
dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh

6
pengetahuan tersebut. Landasan pembenaran atau landasan aksiologis teknologi
pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus menerus karena adanya kebutuhan riil
yang mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Menurutnya, landasan aksiologis
teknologi pendidikan saat ini adalah:
1. Tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.

2. Keharusan meningkatkan mutu pendidikan


Penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbagai sarana pendidikan, dan
peningkatan Kemampuan tenaga pengajar lewat berbagai bentuk pendidikan serta
latihan.
1. Penyempurnaan sistem pendidikan dengan penelitian dan pengembangan
sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan pembangunan.
2. Peningkatan partisipasi masyarakat dengan pengembangan dan pemanfaatan
berbagai wadah dan sumber pendidikan.
Dalam hal ini Teknologi Pembelajaran secara aksiologis akan menjadikan
pendidikan menjadi:
 Produktif

 Ilmiah

 Individual

 Serentak / aktual

 Merata

 Berdaya serap tinggi

Teknologi Pembelajaran juga menekankan pada nilai bahwa kemudahan yang


diberikan oleh aplikasi teknologi bukanlah tujuan, melainkan alat yang dipilih dan
dirancang strategi penggunaannya agar menumbuhkan sifat bagaimana
memanusiakan teknologi (A.L Zachri:2004).

7
2. LANDASAN TEORITIK KEILMUAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
A. Teori Belajar
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan
berlangsung seumur hidup. Ada banyak teori-teori belajar dimana setiap teori
memiliki konsep atau prinsip-prinsip endiri tentang belajar yang mempengaruhi
bentuk atau model penerapannya dalam kegiatan pembelajaran. Masing-masing teori
memiliki kelebihan dan kekurangan .adapun aplikasi belajar yang dapat di pilih
adalah sebagai berikut.

1)      Teori belajar behaviorisme


Menurut teori ini manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian dalam
lingkungan yang akan memberikan pengalaman-pengalaman belajar. Belajar adalah
proses perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya stimulasi dan respon yang
dapat diamati. Menurut teori behaviorisme ini manipulasi lingkungan sangat penting
agar dapat di peroleh perubahan tingkah laku yang diharapkan.

Teori behaviorisme ini sangat menekankan pada apa yang dapat dilihat yaitu
tingkah laku, tidak memperhatikan apa yang terjadi dala pikiran manusia. Dengan
kata lain lebih menekankan pada  hasil dari proses belajar. Behaviorisme
menekankan pada tingkah laku objektif, empiris (nyata), konkret dan dapat diamati
(observable). Kritk terhadap teori behaviorisme adalah tidak dapat menjelaskan
situasi belajar yang kompleks. Cendrung mengarahkan peserta didik berpikir linear,
tidak konvergen, dan tidak kreatif.

Dalam menerapkan teori behaviorisme yang paling terpenting adalah para guru,
perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pebelajaran harus
memahami karakteristik peserta didik dan karakteritik lingkungan belajar agar
tingkat keberhasilan peserta didik selama kegiatan pembelajaran dapat
diketahui.tuntutan Hari teori ini adalah pentingnya merumuskan tujuan pembelajaran
secara jelas dan spesifik supaya mudah dicapai dan diukur.

Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak diterapkan di dunia pendidikan


meliputi sebaggai berikut:

8
a. Proses belajar dapat terjadi dengan baik bila peserta didik bersifat aktif di
dalamnya
b. Materi pelajaran disusun dalam urutan yang logis supaya peserta didik mudah
mempelajarinya dan dapat memberikan respons tertentu
c. Tiap-tiap respons harus diberi umpan balik (feedback) ecara langsung supaya
peserta didikdapat mengetahui apakah respons yang diberikannya telah benar
d. Setiap kali pesrta didik memberikan respons yang benatrperlu diberi penguatan
(reinforcement) (Hartley & Davies, 1978 dalam Toeti Soekamto, 1992:23).

Prinsip-prinsip behaviorisme ini  telah banyak digunakan dan diterapkan dalam


berbagai  program pembelajaran. Misalnya mesin pengajaran (teaching machine),
mathematics, atau program-progran pembelajaran lain yang menggunakan konsep
stimulasi, respon dan faktor penguatan (reinforcement).

2)      Teori belajar kognitif


Kelompok teori kognitif ini beranggapan bahwa belajar adalah pengorganisasian
aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Prinsip teori
kognitif, belajar adalah perubahan presepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
dilihat sebagai tingkah laku. Teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-
bagianlajar  suatu situasi saling berhubungan dalam konteks situasi secara
keseluruhan. Dengan demikian belaiini adalahrmelibatkan proses berpikir yang
kompleks dan mementingkan proses belajar. Yang termasuk dalam kelompok teori
ini adalah teori perkembangan piaget,  teori kognitif burner, teori kognitif berwarna
ausebel dan lain-lain.

1. Teori Perkembangan Piaget

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika yaitu


proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sisten syaraf.
Proses belajar seseorang akan meikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai
dengan umurnya.perjenjangan ini bersifat hirearki yaitu melalui tahap-tahap tertentu
sesuai dengan umurnya. Ada empat tahap perkembangan kognitif anak, yaitu:

 Tahap sensor motorik yang bersifat internal (0-2 tahun)

9
 Tahap preoperasional (2-6 tahun)
 Tahap opeasional konkret (6-12 tahun)
 Tahap formal yang bersifat internal (12-18 tahun)
Teori schemata memandang bahwa proses pembelajaran sebagai perolehan
pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara mengaitkannya dengan struktur
kognitif yang sudah ada. Schemata adalah unit dasar perkembangan intelektual.
Struktur belajar kognitif yang bbaru akan menjadi dasar pada kegiatan belajar
berikutnya. Artinya, setiap saat memperoleh informasi, diidentifikasi, diproses, dan
disimpan dengan baik/lebih lama sehingga dapat mmengembangkan kemampuan
dalam mengklasifikasikan objek.

Menurut Piaget, secara garis besar langkah-langkah pembelajaran dalam merancang


pembelajaran adalah:

a. Menentukan tujuan pembelajaran


b. Memilih materi pembelajaran
c. Menentukan topik-topik yang dapat di pelajari peserta didik secara aktif
d. Menentukan dan meracang pembelajaran yang sesuai dengan topik tersebut,
misalnya: penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan sebagainya
e. Mengembangkan metode pembelajaran untuk meransang kreatifitas dan cara
berfikir peserta didik
f. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik (Suciati & Irawan,
2001: 37)

3)      Teori belajar konstruktivisme


Teori konstruktivisme yang landasan dasarnya schema.teori schem memandang
bahwa proses pembelajaran sebagai cara mengaitkannya dengan struktur kognittif
yang sudah ada. Belajar menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses
pembentukan pengetahuan.teori konstruktivisme menekankan bahwa belajar lebih
banyak ditentukan karena adanya karsa peserta didik.menurut teori ini masalah
belajar dan pembelajaran adalah:

10
a. Bersifat ketidak teraturan atau keberagaman, peserta didik diharapkan kepada
lingkungan belajar yang bebas, karena kebebasan itu merupakan unsur yang
esensial.
b. Keberhasilan atau kegagalan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai
interprestasi yang berbeda yang perlu dihargai
c. Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan, kontrol belajar dipegang
oleh peserta didik itu sendiri
d. Tujuan pembelajaran menekankan pada penciptaan pemahaman yang menuntut
aktivitas kreatif, produktif dalam kenyataan nyata.

Pembelajaran menurut teori konstruktivisme ini menekankan pada penggunaan


pengetahuan secara bermakna, urutan pembelajaran mengikuti pandangan peerta
didik, dan menekankan pada proses, serta aktivaaitas beajar dalam konteks yang
nyata, bukan mengikuti urutan dalam buku teks sedangkan evaluasi pembelajaran
menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan
terintegrai dengan menggunakan masalah daam konteks yang nyata

B. Landasan Teori dari Ilmu Perilaku


Lumsdane(1964,h.373) berpendapat bahwa ilmu perilaku,khususnya teori
belajar,merupakan ilmu utama untuk memperkembangakan teknologi
pembelajaran.bahkan deterline berpendapat bahwa teknologi pembelajaran
merupakan aplikasi teknologi perilaku,yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu
secara sistematik guna keperluan pembelajaran (1965,h.407)

Seattler menelusuri sejarah teknologi pembelajaran,dan berpendapat bahwa


Thorndike pada tahun 1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan
landasan pertama kearah teknologi pembelajaran (1968,h.50). tiga dalil utama yang
diajukan oleh Thorndike pada waktu itu adalah:

1. Dalil latihan dan ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari
stimulus tertentu,makin besar kemungkinan  dicamkan.

11
2. Dalil akibat: menyatakan prinsip hubungan sengan tidak senang.respons akan
diperkuat bilamana diikuti oleh rasa senang,dan akan diperlemah bila tidak
diikuti rasa senang.
3. Dalil kesiapan: karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu
akan mudah dilakukan,dibandingkan dengan unit perilaku lain. (dikutip oleh
Saettler,1968, h.50-51)

Unit melaksanakan prinsip-prinsip tersebut seorang guru harus mengendalikan


kegitan belajar anak didalam kelas kea rah yang dikehendaki,namun dengan tetap
memperhatikan minat dan respons anak terhadap stimulasi yang diberikan. Stimulasi
itu perlu disesuaikan dengan kesiapan mental anak,dan kecuali itu perbedaan
individual perlu diperhatikan dengan jalan merancanga dan mengatus situasi
sedemikian rupa serta dengan menggunakakn media,agar terjadi hubungan antara apa
yang sudan diketahui anak dengan hal yang baru.Prinsip yang dikemukakan oleh
Thorndike ini memang masih banyak dianut hingga kini,terutama dalam menentukan
strategi belajar.

Tokoh-tokoh utama dalam awal penyusunan teori pembelajaran ini menurut


Snelbecker adalah Brunner, Skinner, Glaser, dan Ausupel. Brunner mengemukakan
Pentingnya teori perspektif yang melandasi praktik pendidikan, karena yang ada
sebelumnya adalah teori yang bersifat deskriptif,yaitu teori perkembangan dan teori
pembelajaran khusus,menghendaki penelitian langsung atas proses belajar.Dengan
memakai pendekatan induktif berupa analisis langsung atas metode mengajar,akan
dapat disusun teori pembelajaran. Glasser memakai pendekatan induktif yang sama
denga Skinner. Penelitian psikologi dapat dipakai sebagai dasar untuk
mengembangkan prinsip-prinsip pembelajaran, tetapi modifikasi dan penjabaran
lebih lanjut prinsip-prinsip itu lebih didasarkan pada data empifik.Glasser, seperti
dikutip Snelbecker, juga mengemukakan bahwa penerjamahan pengetahuan ilmiah
ke dalam praktik pembelajaran memerlukan perkembangan
teknologikal. Ausubel menyatakan perlunya dikembangkan teori pembelajaran
dengan bertitik tolak pada pengalaman sekolah yang berarti,dan bukannya pada teori

12
nelajar.kedua teori itu diperlukan bersama untuk suatu ilmu pendidikan yang lengkap
(1974,h.134)

Beberapa diantara teori itu adalah sebagai berikut:

Teori penguatan (reinforcemen) yang dikemukakan oleh


skinner.Pembelajaran menurut Skinner,secara sederhana merupakan pengaturan
kemungkinan penguatan, ada tiga variable yang membentuk kemungkinan penguatan
itu,yaitu: (1) peristiwa di mana perilaku berlangsung; (2) perilaku itu sendiri;
dan (3) akibat perilaku itu.Kalau semula “mengajar” hanya mmperhatikan bagaimana
mengatur stimulasi atau pesan yang disampaikan kepada siswa, maka dengan
pendapat yang lebih diperhatikan adalah respons dari siswa serta tanggapan kepada
siswa atas responsnya itu.

            Beberapa prinsip yang dijabarkan dari teori penguatan ini, diantaranya adalah
perilaku yang diperkuat, cinderung untuk lebih bertahan; penguatan positif lebih berti
dari  yang negative; penguatn langsung lebih efektif dari penguatan tertunda;
penguatan yang sering lebih efektir dari yang jarang. Teori dan prinsip-prinsip
Skinner ini diantara lain diaplikasikan dalam bentuk “mesin mengajar” (teaching
mecine). Prinsip-prinsip ini hingga sekarang masih banyak dipakai dalam membuat
Pembelajaran Berbentuk Komputer (PBK = Computer Assisted Introduction [CAI]).
Skinner juga berpendapat bahwa untuk mengendalikan belajar pada manusia secara
efektif daiperlukan bantuan peralatan, yang akan bertindak selaku mekanisme
penguat (AECT, 1997,H.39-40).

            Tujuan perilaku yang menurut mager perlu ditetapkan terlebih dahulu


sebelum mengembangkan pembelajaran. Tujuan ini memerlukan perilaku akhir yang
dapat disajikan bukti bahwa seseorang telah belajar.      Disamping tujuan itu perlu
ditentukan criteria sejauh mana pembuatan si belajar telah diterima.(1962, h.12). Apa
yang dikemukakan Mager ini dipopulerkan dengan rumusan tujuan ABCD
(Audience, Bahavior, Condition, and Degree). Tujuan perilaku ini menurutnya
merupakan ciri yang harus ada dalam setiap model pengembngan pembelajaran yang
merupakan salah satu bentuk kensepsi teknologi pendidikan.

13
            Evaluasi beracuan tujuan merupakan konsekuensi logikal dari tujuan
perilaku. Menurut Glasser, ukuran yang didasarkan pada criteria standar (yaitu tujuan
yang dirumuskan dalam bentuk perilaku), akan memberikan informasi sejauh mana
sesuatu kompetisi telah dikuasai oleh seorang siswa, tanpa harus
memperbandingkannya dengan siswa lain (1965, h.801). Prinsip ini berbeda dengan
evaluasi beracuan norma kelompok dengan kurva normalnya yang sangat dominan
pada tahun-tahun 150 an hingga awal 1960.

            Sistem analisis interaksi berusaha mengumpulkan data empiric tentang


tingkah laku guru dan siswa dalam situasi kelas. Sistem ini memungkinkan penilaian
objektif mengenai kegiatan guru dan siswa  dalam siswa dalam kelas. Sistem ini
memungkinkan para peneliti untuk memfalidasikan sistem atau prinsip pembelajaran
yang digunakan, serta kegunaan dan efisiensinya dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan (Snelbecker,1974, h.139).

            Teori kurikulum dan pembelajaran mulai muncul dan dapat perhatian  besar


pada akhir tahun 50-an bersamaan dengan gerakan pembaruan kurikulum.Pada saat
itu dirasakan perlunya ada landasan yang lebih ilmiah dan sistematik untuk
menyusun kurikulum. Brunner (1966) mengemukakan teori penyusunan dan
pelaksanaan kurikulum dengan suatu paradigma dimana suatu tim besar yang terdiri
dari ahli bidang studi, guru, dan ahli psikologi mulai menyusun kurikulum,yang
kemudian dijadikan bahan untuk membuat buku, media, atau bahan lain, dan saran
kegiatan dikelas. Keseluruhan bahan ini dibahas lebih lanjut oleh tim local (wilayah)
untuk menyempurnakan dan penentuan cara penyajian, yaitu melalui pembelajaran
dikelas atau pembelajaran bermedia, yang keduanya daling berkaitan. Menurut
Heinich (1970, h.148) Brunner mendasarkan pendekatannya itu atas dasar dua
permis, yaitu: (1)guru kelas tak mungkin dapat mengikuti perkembangan bidang
studi sambil mengajar dengan penuh; dan (2) guru kelas tak mempunyai
keterampilan metodologi yang cukup untuk melaksanakan pendekatan pemecahan
masalah. Keterampilan ini akan dapat diperoleh denagan melaksanakan suatu model
yang disajikan melalui pembelajaran bermedia. Dengan timbulnya gerakan
pembaruan kurikulum ini menurut Snelbecker, dituntutnya ada kejelasan hubungan

14
antara teori kurikulum dan teori pembelajaran. Snelbecker merumuskan bahwa teori
kurikulum terutama berkepentingan dengan isi dan tujuan umum pendidikan sedang
teori pembelajaran memusatkan pehatian kepada cara bagaimana tujuan tersebut
dapat tercapai (1974, h.143).

            Landasan-landasan psikologis yang disinggung diatas hanya merupakan


contoh yang sangat terbatas, dan itu pun baru meliputi aspek psikologi kognitif.
Masih banyak lagi aspek-aspek psikologi seperti persepsi, kepribadian, dan social
yang tidak disinggung dalam tulisan singkat ini.

C. Landasan Teori dari Ilmu Komunikasi


Edgar Dale,yang terkenal dengan “kerucut pengalaman” menyatakan bahwa
teori komunikasi merupakan suatu metode yang paling berguna dalam usaha
meningkatkan efektivitas bahan audiovisual (1953, h.3). Pada masa itu memang
pendekatan dalam teknologi pendidikan masih condong pendekatan media, sehingga
“kerucut pengalaman” Dale dipandang secara keliru sebagai model klafikasi media
yang bertolak dari teori komunikasi.

            Hoban, seperti halnya Dale, berpendapat bahwa pendekatan yang paling


berguana untuk mengalami dan menningkatkan efisiensi bidang audiovisual adalah
melalui konsep komunikasi (1956, h.9).Orientasi komunikasi ini menyebabkan lebih
memperhatikan proses komunikasi informasi secara menyeluruh.

            Pada awalnya teori komunikasi yang paling mendapat perhatian adalah teori
yang dikemukakan oleh Shannon dan Weaver,yang sebenarnya merupakan teori
matematis dalam komunikasi (1049, h.7). Teori ini memang teori yang bersifat linear
dan dengan arah yang tertentu dan tetap yaitu dari sumber (komunikator) kepada
penerima (komunikan). Suatu unsure yang masih dapat mempertahankan dalam teori
ini adalah adanya sumber gangguan (noise), yang senantiasa ada dalam setiap situasi.
Teori Shannon san Weaver ini kemudian disempurnakan oleh schramm (field of
experience) dan umpan balik. Dengan adanya dua unsur baru ini schramm
menekankan pada adanya kesamaan interpretasi akan arti lambang yang dipakai
(1954, h.116).

15
            Teori kominikasi Berlo merupakan suatu pendekatan baru, karena tidak
merupakan teori yang linear dan bahkan menunjukan adanya dinamika dalam
hubungan diantara unsure-unsurnya. Model Berlo dianggap merupakan pembaruan
karena implikasinya dalam teknologi pendidikan menyebabkan dimasukannya orang
dan bahan sebagai sumber yang merupakan bagaian integral dari teknologi
pendidikan. Isi pesan beserta struktur dan penggarapannya juga merupakan bagian
dari teknologi pendidikan. Segala bentuk pesan (lambang, verbal, taktil, serta ujud
nyata) merupakan  bagian dari keseluruhan proses komunikasi, dan dengan demikian
juga bagian dari teknologi pendidikan. Model Berlo itu juga telah membuka jalan
untuk berbagai macam penelitian,yaitu yang berhubungan dengan unsure-unsur dan
saling hubungan (1960, h.72)

a. Teori dan model komunikasi tersebut diatas menurut roger dan Kincaid masih
mengandung kelemahan, yaitu:
1. Adanya kecenderungan memandang objek komunikasi sebagai suatu hal uang
sederhana  dan dapat diisolasikan yaitu seakan-seakan terlepas dari lingkungan
tempatnya proses itu berlangsung.
2. Adanya kecendrungan memusatkan perhatian kepada pesan itu sendiri, tanpa
menghiraukan keberadaan dalam keadaan diam, serta saat tibanya pesan itu.
3. Kecendrungan menganggap persusasi sebagai fungsi utama komunikasi, dan
bukannya bersamaan pendapat, consensus, ataupun suatu tindak bersama.
4. Adanya kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada hasil komunikasi
secara psikologis yang tertuju pada perorangan yang terpisah dan bukannya pada
dampak social,dan saling hubungan antara pribadi dalam suatu jalinan (network).
5. Terlalu  percaya pada hubungan sebab-akibat yang sifat mekanistik dan searah,
padahal seharusnya pada hubungan yang saling terjalin.

Teori yang diajukan oleh Roger dan Kincaid disebut teori komunikasi
konvergensi (1981, h,38-39). Dalam teorinya itu mereka tidak membedakan antara
sumber dan penerima karena peranan itu dapat berlangsung secara bersamaan pada
seseorang dalam suatu konteks komunikasi. Prose situ juga tidak berlangsung antar
individu saja melainkan dalam suatu realitas social. Teori ini juga menegaskan

16
bahwa komunikasi itu berlangsung tanpa awal dan akhir, sepanjang manusia sadar
akan diri dan lingkungannya.

Teori-teori dan model komunikasi tersebut telah membawa pengaruh dalam


bidang pendidikan, atau lebih tepat lagi saling memengaruhi, hingga timbul
perkembangan berbagai kecendrungan pendidikan. Kecendrungan itu
meliputi: (1) pendidikan seumur hidup yang berlangsung sepanjang orang sadar akan
diri dan lingkungan; (2) pendidikan gerak cepat dan tepat yang lebih mengacu pada
mampu untuk hidup dimasyarakat; (3) pendidikan yang mudah dicerna dan
diresapi; (4) pendidikan yang menarik perhatian dengan cara penyajian yang
bervariasi dan meransang sebanyak mungkin indra; (5) pendidikan yang menyebar
baik pelayanannya maupun peranannya; dan (6) pendidikan yang mustari (tepat saat)
menyusup tanpa niat sebelumnya,yaitu pada saat ada kekosongan pikiran. Kesemua
ini merupan landasan strategi dalam perkembangan teknologi pendidikan.

Beberapa cara dilakukan untuk membuat klafikasi atau taksonomi media.


Bretz,misalnya, membuat penggolongan media berdasarkan bentuk penyajian dan
penyimpanan pesan. Mula-mula diidentifikfasikan tiga bentuk utama, yaitu ujud,
suara, dan gerak. Ujud kemudian dijabarkan lagi menjadi tiga, yaitu gambar, garis,
dan lambang. Berdasarkan kelima klafikasi itu  Bretz membedakan kedelapan
kategori melia, dimulai dari media media yang mempunyai kelima cirri tersebut
diatas (misalnnya televise),hingga media yang hanya mengandung satu cirri
(misalnya buku). Bretz kemudian mengembangkan suatu prosedur untuk penelitian
media yang paling cocok untuk susatu kegunaan tertentu (1971, h.66-70). Apa yang
ditemukan oleh Bretz telah banyak member petunjuk tentang media dan
pemilihannya untuk keperluan  pembelajaran.

Wilbur Schramm barangkali merupakan ahli komuitas yang paling vocal dalam
usahanya mengaplikasikan teori, modal, dan hasil penelitian tentang media kedalam
bidang pendidikan, yang tidak lain adalah garapan teknologi pendidikan. Buku
Schramm yang terkenal adalah Big Media Little Media: Tool and technologies for
instruction (1977). Sesuai dengan judul buku tersebut Schramm membedakan media
besar, yaitu yang kompleks dan mahal, dan media kecil yang sederhana dan biaya

17
relative murah. Pembedaan itu bukanlah suatu dikotomi melainkan suatu skala
berkelanjutan (countinouse scale). “Big Media” mempunyai daya tarik yang lebih
besar terutama bagi non pendidik (1977, h.16). Dalam bukunya itu Schramm
mengkaji informasi yang ada mengenai pemilihan media untuk keperluan
pembelajaran. Dia berusaha membuat generalisasi teori yang berhubungan dengan
pemilihan media berdasarkan hasil-hasil eksperimen, bukti-bukti pedagogis, bukti-
bukti ekonomis, serta bukti-bukti dari lapangan.

Beberapa diantara kesimpulan yang dianjurkan Schmramm adalah sebagai


berikut:

1. Orang dapat belajar dari meda, namun hasil eksperimen belum cukup member
petunjuk tentang media apa yang paling efektif untuk terjadinya belajar dalam
situasi tertentu.
2. Penentuan media yang sebaiknya merupakan resultante dari analisis media itu
sendiri, dan analisis pembedaan individual diantara para pelajar.
3. Sistem simbolik digital pada media sangat berguna untuk peristiwa-peristiwa
belajar dan dalam mempelajari keterampilan intelektual dasar. Bila
dikombinasikan dengan symbol iconic, dapat melaksanakan hamper seluruh apa
yang harus dilakukan dalam pembelajaran.
4. Kode iconic (gambar, diagram, dan lain-lain) sangat efektif untuk menarik
minat,mengingat kembali unsure-unsur yang telah tersimpan dalam proses
belajar, dalam persentasi stimulus utama, dan dalam mendorong terjadinya
transfer dari pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari ke hal-hal baru.
5. Media interaktif tak tersaingi kemampuannya memberikan umpan balik selama
belajar, kecuali mungkin dengan komunikasi tatap muka.
6. Kombinasi dari berbagai sistem pengkodean dapat dilakukan oleh kombinasi
media kecil atau pengajaran tatap muka yang dibantu oleh satu atau lebih media
kecil.
7. Sistem (pembelajaran) yang diciptakan disekeliling media siaran, dapat
mempunyai keuntungan ekonomis utuk kelanjutan dan perluasan kesempatan.

18
8. Rasio pembiayaan yang menguntungkan dapat diharapkan dengan penggunaan
media siaran untuk memberikan apa yang telah dapat dilakukan  dengan cara
yang konvensional.
9. Biaya tambahan tidak diperlukan dengan ditambahkannya media (siaran) pada
pembelajaran dikelas yang sekarang berlangsung, bila guru dapat mengajar lebih
banyak siswa tanpa kehilangan efektivitasnya.
10. Proyek pembaruan pendidikan nasional (dengan menggunakan media
komunikasi) maupun membawa perubahan penting, memperluas kesempatan
belajar,dan memberikan sumbangan dalam meningkatkan mutu pendidikan…
asalkan sejak awal dapat diintegrasikan tidak hanya dengan kebutuhan local
melainkan juga dengan struktur kepemimpinan setempat.
11. Pengguanaan media pembelajaran sebagai suplemen pengajaran dikelas, akan
efektif dan lebih mudah diterima oleh guru kelas.
12. Pengajaran jarak jauh yang dilakukan dan didukung dengan media yang tepat
dapat berlangsung dengan baik.

Sebagai salah satu kesimpulan akhir, Schramm berpendapat bahwa tidak ada
buku resep yang dapat dipakai secara otomatis untuk keperluan memilih media
dalam setiap sistem pendidikan. Kadang-kadang pertimbangan yang menonjol yang
dipergunakan untuk pemilihan itu adalah non-edukatif, seperti misalnya kepentingan
politis, pertimbangan prestise,dan lain-lain.

Apa yang dikemukakan oleh Schramm diatas mempunyai arti perlunya dilakukan
penelitian terus-menerus dalam kaitan antara media komunikasi dan pendidikan,
yaitu suatu kawasan teknologi pendidikan. Hal ini juga menunjukan bahwa teknologi
pendidikan  sebagai satuan pengetahuan yang terorganisasikan akan senantiasa
berkembang dengan adanya penelitian.

D. Landasan Teori dari Disiplin Lain


Pada awalnya instrumentasi merupakan cirri utama teknologi pendidikan.
Teknologi pendidikan memeng berkembang pada masa yang menurut Erick Ashby
disebut revolusi keempat. Seperti telah dikutip di muka, revolusi itu ditandai oleh

19
elektronika. Mau tidak mau konsepsi teknologi pendidikan sangat dipengaruhi oleh
konsepsi dibidang elektronika itu.

James Finn(1972) pada tahun 1957 telah mencanangkan perlunya


diadakan: (a) penilaian menyeluruh tentang watak teknologi yang baru serta
implikasinya dibidang pendidikan; (b) pembaruan organisasi, prosedur dan isi
pendidikan, yang akan menjembatani jurang yang terjadi karena meroketnya
perkembangan teknologi dan perkembangan pendidikan yang berjalan seperti
siput; (c)Aplikasi konsep dan proses yang berguna dari teknologi dalam usaha
pendidikan sebagai usaha menutupi jurangperbedaan yang makin melebar (h. 109-
110).Finn sangat memprihatinkan sikap apatis dari kebnayakan pendidik terhadap
teknologi yang merupakan cirri dalam abad otomatisasi.

            Sejumlah posisi teoritis dikemukakan oleh finn,yang menganggap bahwa


pendidikan mengalami krisis (dengan makin berkurangnya guru yang bermutu,
meningkatnya jumlah yang perlu diajar dan dipelajari,serta perkembangan
teknologi). Beberapa diantara posisi itu adalah:

1. Introduksi pengalaman audiovisual secara massa (film, gambar, radio, televise,


dan lain-lain) kedalam kelas guru ahli.
2. Menyerahkan sebagain besar (mungkin malah semua) tugas penyajian semua
aspek pengajaran yang sistematik (isi, tata urutan, dan lain-lain) kepada satu atau
lebih media audiovisual, sedang aspek perkembangan (pribadi,social,dan
pertumbuhan) kepada orang lain dikelas.
3. Kelas-kelas besar dilangsungkan sebagai bagian dari hari-hari sekolah pada saat
anak-anak menjadi pendengar atau pemirsa siaran.
4. Mengembangkan sekelompok guru ahli dengan bantuan bantuan ahli lain
menyajikan pelajaran dalam bentuki transmisi audiovisual (h. 136).

Karakteristik yang menonjol dari semua tindakan itu menurut Finn adalah konsep
sistem, yang mengoordinasikan orang-mesin-informasi. Ciri yang kedua adalah
adanya informasi untuk pengendalian,dan ciri yang ketiga adanya analisis yang
menyeluruh dan perencanaan jangka panjang.

20
Lumsdaine (1964) lebih terperinci ulasannya tentang pengaruh teknologi dan
kerekayasaan dalam bidang teknologi pendidikan. Misalnya dari kimia ditemukan
litografi dan fotografi (yang juga dipengaruhi optic); dari rekayasa mekanik, optic,
elektrik, dan elektronik dihasilkan gambar hidup, alat perekam, radio, televise, mesin
pembelajran dan computer. Adalah tugas bidang teknologi pendidikan kemudian
untuk menjabarkan keserasian perangkat keras teknologi itu dengan hasil-hasil
penelitian dalam ilmu perilaku dan teori belajar (h. 375).

Hoban (1960) menekankan perlunya konsep sistem dalam pendididkan.


Kegunaan konsep sistem adalah gagasan adanya: (1)komponen dalam
sistem; (2) integrasi diantara komponen itu; dan (3) peningkatan efisiensi sistem (h.
110). Pada saat itu sistem dianggap sebagai produk, oleh karena itu implikasinya
dalam produk lengkap yang dapat diatur dan diintegrasikan  sedemikian rupa hingga
memungkinkan terjadi nya pembelajaran yang lengkap.

            Perkembangan konsep sistem dan teknik-tekniknya seperti pendekatan sestem


dan analisis sistem, membawa pengaruh lebih lanjut dibidan teknologi pendidikan.
Pendekatan sistem menurut Heinich (1965) memerlukan penkajian seliruh proses
dengan menyadari adanya saling hubungan dalam dan antara komponen,mempunyai
tujuan tertentu, berjalan melalui tahapan yang diperlikan, serta menilai hasil akhir
apakah sesuai dengan tujuan dan memperbaikinya bila belum sesuai(h. 4).konsepsi
ini paling tidak mempengaruhi perkembangan bidang teknologi pendidikan dengan
konsep berikut:

1. Teknologi pendidikan merupakan suatu proses bukan produk.


2. Teknologi pendidikan menetapkan pendekatan sestem untuk pembelajaran
dengan melakukan analisis, pengembangan, dan evaluasi.
3. Teknologi pendidikan mengintegrasikan sumber insansi dan non insansi.
4. Kegiatan analisis, pengembangan, dan evaluasi memerlukan sumber insane yang
dipersiapkan/mempu yai tanggung jawab khusus.
5. Teknologi pendidikan lebih dari sekedar jumlah komponen-komponen melainkan
kombinasi fungsi dan sumber dalam proses yang sistematis dan menghasilkan

21
suatu yang baru yang tidak dapat dihasilkan oleh masing-masing komponen
secara terpisah.

BAB III
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan filsafat ilmu, setiap pengetahuan mempunyai tiga komponen
yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang didukungnya, termasuk
Teknologi Pembelajaran sebagai disiplin ilmu. Ketiga tiang penyangga dimaksud
yaitu landasan ontologi (apa), landasan epistemologi (bagaimana) dan landasan
aksiologi (untuk apa/fungsi). Ontologi merupakan azas dalam menetapkan ruang
lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan, serta penafsiran tentang hakikat
realitas dari objek tersebut. Epistemologi merupakan azas mengenai cara bagaimana
materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan.
Sedangkan aksiologi merupakan azas dalam menggunakan pengetahuan yang telah
diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan.

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan
berlangsung seumur hidup. Ada banyak teori-teori belajar dimana setiap teori
memiliki konsep atau prinsip-prinsip endiri tentang belajar yang mempengaruhi
bentuk atau model penerapannya dalam kegiatan pembelajaran. Masing-masing teori
memiliki kelebihan dan kekurangan .adapun aplikasi belajar yang dapat di pilih
adalah sebagai berikut. Teori pembelajaran Behaviorisme, kognitifisme dan
konstruktifisme.

22
DAFTAR PUSTAKA

Miarso, Yusufhadi, 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana.


Seels, Barbara. B., Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya. Jakarta: Unit
Penerbitan Universitas Negeri Jakarta.
http://fakultasluarkampus.net/2007/07/apa-ontologi-teknologi-pendidikan/
http://unikharynizar.multiply.com/journal/item/5/Epistimologi_TP
http://www.candilaras.co.cc/2008/05/dasar-dasar-filosofis-teknologi.html
http://www.hariyono.org/2011/10/landasan-filosofis-teknologi-pendidikan.html

23

Anda mungkin juga menyukai