Bab IV HAN

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

ASAS HUKUM TATA NEGARA


INDONESIA
A. Definisi Hukum Tata Negara

N
egara sebagai organisasi kekuasaan rakyat dalam suatu
wilayah tertentu di dalamnya memiliki organ-organ untuk
menjalankan kekuasaannya. Organ kekuasaan di dalam
negara oleh hukum diberikan kewenangan menjalankan tugas dan
fungsinya masing-masing. Tugas dan fungsi organ di dalam negara ini
berisi kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan politik negara.
Bekerja sebagai satu kesatuan sistem yang terpisah satu sama
lainnya, namun demikian antara satu organ dengan organ negara
lainnya saling berkaitan erat satu sama lainnya. Ciri dan sifat negara
yang banyak dan meliputi berbagai hal, misalnya kewenangan, bagian-
bagian organ, pembagian atau pemisahan tugas dan fungsi, tujuan
politik negara, dan lain sebagainya, membuat defenisi tentang negara
memiliki kesukaran tersendiri. Ilmu negara yang mengkaji negara
secara umum selain itu terdapat bagian-bagian ilmu yang secara
spesifik mengkaji tentang negara seperti hukum tata negara, hukum
administrasi negara, dan ilmu politik.
Definisi hukum tata negara oleh para ahli mempunyai
perbedaan-perbedaan penekanan tergantung sudut pandang setiap
ahli dalam melihat hukum tata negara tersebut. Perbedaan ahli
mendefinisikan hukum tata negara ini juga disebabkan oleh berbagai
faktor historis atau yang melatar-belakangi setiap negara, termasuk
perbedaan sistem yang digunakan oleh setiap negara. Hukum tata
negara sebagaimana pandangan Pudjosewojo adalah hukum yang
mengatur bentuk negara yang dapat berbentuk kesatuan ataupun
bentuknya yang federal. Hukum selain itu dalam pengertian hukum tata
negara mengatur itu tentang bentuk pemerintahan, baik bentuk
kerajaan dan dapat juga berbentuk republik).
Defenisi hukum tata negara oleh Pudjosewojo juga
menunjukkan masyarakat-masyarakat hukum yang atasan maupun

Asas Hukum Tata Negara Indonesia 29


yang bawahan, beserta tingkatan imbangannya (hierarki). Masyarakat
hukum bawahan dan atasan, termasuk tingkatan imbangannya ini
selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari
masyarakat-masyarakat hukum. Masyarakat hukum di dalam negara
pada akhirnya menunjukkan alat-alat perlengkapan (yang memegang
kekuasaan penguasa) dari masyarakat-masyarakat hukum, beserta
susunan (terdiri atas seorang atau sejumlah orang), wewenang,
tingkatan-imbangan dari dan antara alat-alat perlengkapan itu
(Pudjosewojo, 2001:115). Defenisi yang diberikan oleh Utrecht lebih
terfokus pada susunan negara dalam memberikan definisi tentang
hukum tata negara. Hukum tata negara merupakan hukum perihal
susunan negara.
Hukum tata negara menurut Utrecht menunjukkan orang-orang
yang memegang kekuasaan pemerintahan, dan batas-batas
kekuasaannya. Hukum tata negara merupakan hukum perihal
kekuasaan, dan batas kekuasaan pemegang kekuasaan. Pengertian
yang dikemukakan oleh van Apeldoorn memiliki kesamaan terbatas
dengan yang dikemukakan oleh Utrecht dalam mendefinisikan hukum
tata negara. Pembagian atas hukum tata negara dalam arti luas dan
dalam arti sempit diberikan oleh van Apeldoorn dalam hal ini. Hukum
tata negara dalam arti luas mencakupi atau termasuk bagian dalam
hukum administrasi negara. Arti sempit hukum tata negara terbatas
pada orang-orang yang memegang kekuasaan pemerintahan dan
batas-batas kekuasaannya. van Apeldoorn membuat perbedaan
secara spesifik antara hukum tata negara dengan hukum administrasi
negara. Perbedaannya terletak pada hukum tata negara (dalam arti
sempit) disebut dengan hukum konstitusional ( droit constitutionel,
verfassungrecht). Hukum tata negara dalam arti sempit berkenaan
dengan pengaturan konstitusional, atau dapat disebut sebagai tatanan
negara (Utrecht, 1983: 326).
Definisi hukum tata negara secara sederhana namun
mencakupi berbagai hal, atau dapat dikatakan sebagai definisi luas
adalah yang dikemukakan oleh Scholten. Hukum tata negara
menurutnya adalah hukum yang mengatur mengenai organisasi negara

30 Pengantar Hukum Indonesia


(het recht dat regelt staatsorganisatie ). Pengaturan dalam negara oleh
hukum tentu saja dalam hal meliputi berbagai aspek dan dimensinya,
mulai dari kewenangan tiap-tiap organ negara, pembagian atau
pemisahan kewenangan termasuk kelembagaannya, tujuan
kewenangan diberikan, hak asasi manusia, dan lain sebagainya.
Defenisi yang diberikan oleh Scholten sama dengan yang diberikan
oleh Logemann. Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur
organisasi negara. Logemann lebih khusus memberikan pengertian,
bahwa jabatan merupakan pengertian yuridis dari fungsi, sedangkan
fungsi merupakan pengertian yang bersifat sosiologis ( Het staatsrecht
als het recht dat betrekking beeft op de staat—die gezagsorganisatie—
belijkt dus functie, dat is staatsrechttelijk gesproken het ambt, als
kernbegrip, als bouwsteen te hebben).
Negara menurut Logemann merupakan organisasi yang terdiri
atas fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lainnya serta
keseluruhannya. Negara dalam pengertian yuridis dengan demikian
merupakan organisasi jabatan (ambtenorganisatie). Hukum tata negara
meliputi, baik persoonsleer maupun gebiedsleer, dan merupakan suatu
kategori yang bersifat historis, bukan kategori yang bersifat sistematis.
Hukum tata negara pada dasarnya berkaitan dengan negara sebagai
suatu gejala historis. Pandangan van Vollenhoven tentang hukum tata
negara berkenaan dengan pengaturan semua masyarakat hukum
atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatan-
tingkatannya. Hukum tata negara dalam hal ini juga berkenaan atau
yang menentukan wilayah atau lingkungan rakyatnya masing-masing,
dan menentukan badan-badan dalam lingkungan masyarakat hukum
yang bersangkutan. van Vollenhoven lebih lanjut mengemukakan
penentuan badan-badan dalam lingkungan masyarakat hukum
termasuk fungsinya masing-masing.
Van Vollenhoven juga berpendapat, bahwa badan-badan
dalam lingkungan masyarakat hukum juga berkenaan dengan
penentuan dan susunan, termasuk kewenangan badan-badan yang
dimaksudkan. Hukum tata negara dalam cara pandang van Der Pot
sebagai peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang

Asas Hukum Tata Negara Indonesia 31


dibutuhkan beserta kewenangannya masing-masing. Badan-badan
yang dibutuhkan ini berkenaan pula dengan hubungannya satu dengan
lainnya, termasuk hubungannya dengan individu warga negara. Hukum
tata negara yang disebutnya dengan constitutional law oleh Mac-Iver
merupakan hukum yang mengatur negara. Hukum yang mengatur
selain negara bukan merupakan hukum tata negara. Hukum yang oleh
negara digunakan untuk mengatur sesuatu selain negara disebut
sebagai hukum biasa (ordinary law). Constitutional law merupakan
hukum yang memerintah negara, sebaliknya, ordinary law
dipergunakan oleh negara untuk memerintah. Hukum tata negara
menurut Wade & Phillips digunakan untuk mengatur alat-alat
perlengkapan dari negara.
Alat Perlengkapan dari negara oleh Wade & Phillips ini
diberikan tugas dan wewenang, termasuk mekanisme hubungan di
antara alat-alat perlengkapan negara. Hukum tata negara oleh
Whitecross terkait dengan distribusi kekuasaan hukum dalam negara.
Distribusi kekuasaan hukum dalam hukum tata negara berhubungan
dengan pemberian fungsi kepada organ-organ negara. Pandangan
Whitecross tentang hukum administrasi negara merupakan atau
tercakupi di dalam hukum tata negara. Hukum tata negara dengan
demikian juga meliputi hukum administrasi negara, akan tetapi untuk
lebih mudahnya, hukum tata negara dapat dianggap sebagai suatu
cabang ilmu yang dapat dipakai untuk berbagai macam kegunaan
hukum. Hukum tata negara sebagai hukum yang menentukan
organisasi, kekuasaan, dan tugas-tugas otoritas administrasi. Defenisi
hukum tata negara sebagaimana yang dikemukakan oleh Dicey berarti
mencakup keseluruhan peraturan yang secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi distribusi atau pelaksanaa kekuasaan yang
berdaulat di dalam negara.
Dicey melihat bahwa semua aturan ( rules) yang mengatur
hubungan-hubungan antara pemegang kekuasaan negara yang
tertinggi satu dengan yang lain merupakan hukum tata negara
(constitutional law). Hukum tata negara sebaga suatu cabang dari
hukum publik menurut Duverger merupakan pengaturan organisasi dan

32 Pengantar Hukum Indonesia


fungsi-fungsi politik suatu lembaga negara. Phillips, Jackson, dan
Leopold menganggap bahwa hukum tata negara merupakan hukum
yang berhubungan dengan konstitusi suatu negara tertentu. Hukum
tata negara oleh Bradley & Ewing meliputi bagian dari hukum nasional.
Pandangan ini merupakan pengertian yang paling luas dari hukum tata
negara yang mengatur sistem administrasi publik (administrasi negara).
Pengertian luas dari hukum tata negara ini juga mengatur hubungan
antara individu dengan negara. Hukum tata negara menurut Lemaire
merupakan sistem norma dalam arti sempit.
Hukum tata negara sebagai sistem norma hukum mengatur
bentuk negara, susunan negara, pembentukan negara, tugas,
susunan, wewenang, dan hubungan satu dengan lainnya daripada
organ-organ negara. Hukum tata negara dalam arti luas oleh Lemaire
adalah hukum tata negara dalam arti sempit ditambah dengan hukum
administrasi negara. Pendapat Kusnardi dan Ibrahim dalam hal defenisi
hukum tata negara dapat dirumuskan sebagai sekumpulan peraturan
hukum yang mengatur organisasi daripada negara. Hukum tata negara
juga oleh Kusnardi dan Ibrahim mengatur hubungan antara alat
perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal, termasuk
dalam hal ini adalah kedudukan warga negara dan hak asasinya.
(Asshiddiqie, 2007: 14-23)
B. Hukum Tata Negara Indonesia
Kemerdekaaan indonesia telah menajdi momen penting
melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Pernyataan kemerdekaan
Indonesia menjadi tonggak bersejarah melepaskan diri dari segala
bentuk tatanan baik hukum maupun kelembagaan negara Hindia
Belanda dan penguasa militer Jepang. Pernyataan keluar para pendiri
Republik Indonesia melalui Proklamasi 17 Agustus 1945 telah
merombak tatanan negara dari negara yang terjajah menjadi negara
yang bebas dan berdaulat. Proklamasi ini juga merupakan sumber
yuridis berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemerdekaan
merupakan pintu masuk bagi rakyat Indonesia memiliki negara sendiri
yang diatur dan diarahkan untuk mencapai cita masyarakat adil dan
makmur. Negara merdeka berarti negara yang memiliki kemauan
Asas Hukum Tata Negara Indonesia 33
sendiri mengatur dan mengarahkan segala kepentingan rakyatnya
menuju cita bersama, melalui politik negara.
Penataan negara sebagai sarana mencapai seluruh
kepentingan rakyat Indonesia mendapatkan landasan hukumnya
melalui konstitusi yang ditetapkan sehari setelah pernyataan
kemerdekaan. Cita proklamasi yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus
1945 merupakan instrumen melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebagsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.
Cita dan tujuan bernegara ini kemudian diletakkan dalam Pembukaan
UUD 1945, dan secara normatif termuat dalam batang tubuh Undang-
undang Dasar 1945. Undang-undang dasar ini memuat garis-garis
besar haluan dan tujuan Negara Indonesia merdeka, dasar negara
yaitu Pancasila.
Organisasi kekuasaan rakyat Indonesia merupakan suatu
organisasi kemasyarakatan bangsa Indonesia. Kekuasaan lembaga-
lembaga dalam melaksanakan kekuasaannya dari organisasi
kekuasaan negara Indonesia terkait satu sama lainnya. Organisasi
kekuasaan rakyat Indonesia di dalamnya terdiri atas jabatan-jabatan
yang tetap sifatnya. Tujuan dilaksanakannya kekuasaan ini untuk
mengatur secara hukum dan melaksanakan kepentingan masyarakat
Indonesia. Logemann secara teoritis membahasakan negara sebagai
suatu organisasi kemasyarakatan, yaitu keterhubungan kerja
(werkverband), yang bertujuan melalui kekuasaannya mengatur serta
menyelenggarakan suatu masyarakat. Organisasi kemasyarakatan
yang merupakan pertambatan jabatan-jabatan (fungsi, ambt), atau
merupakan lapangan pekerjaan (werkring) yang tetap. (Utrecht, 1983:
324).
Negara sebagai organisasi bagi suatu masyarakat tertentu
menurut pandangan van Apeldoorn memiliki berbagai makna. Negara
dapat diberi pengertian sebagai penguasa. Pengertian selaku

34 Pengantar Hukum Indonesia


penguasa dikaitkan dengan orang-orang yang memegang kekuasaan
yang tertinggi atas persekutuan rakyat dalam suatu daerah tertentu.
Pemegang kekuasaan tertinggi atas seluruh rakyat yang berada dalam
wilayah kekuasaan negara. Negara selain sebagai penguasa dari
persekutuan rakyat dapat juga diartikan sebagai persekutuan rakyat.
Persekutuan yang menyatakan adanya suatu bangsa yang hidup
dalam suatu daerah tertentu, di bawah kekuasaan yang tertinggi
(penguasa), dan menurut atau memiliki kaidah-kaidah hukum yang
sama. Negara dalam pengertian lain menurut van Apeldoorn dapat
juga berarti sebagai sesuatu wilayah yang tertentu. Wilayah tertentu
sebagai arti dari negara ini merupakan daerah atau wilayah suatu
bangsa dengan kekuasaan yang tertinggi yang mengaturnya.
Negara bukan hanya dapat diberi arti sebagai organisaasi
kekuasaan, persekutuan rakyat, dan suatu wilayah tertentu, namun
dapat juga diartikan sebagai kas (kas negara) atau fiscuss (fiskus).
Negara dalam arti kas merupakan harta yang dipegang oleh penguasa
untuk kepentingan umum (Apeldoorn, 2000: 292-293). Negara pada
dasarnya merupakan suatu konstruksi hukum yang dapat dianggap
sebagai suatu entitas tersendiri. Entitas dengan bentuk tertentu yang
diberi nama negara ini terkonstruksi dari unsur-unsur wilayah,
masyarakat, penguasa tertinggi, dan pengakuan dari negara lain
(internasional). Konstruksi hukum tentang negara sesungguhnya
adalah suatu fiksi, bukan suatu entitas yang benar-benar ada dalam
kenyataan, negara adalah suatu konstruksi (rekaan) hukum. Makna
negara sebagai suatu entitas dapat ditangkap melalui unsur-unsur
yang membangunnya.
Wilayah negara Indonesia berdasarkan pengertian dari
unsur-unsur negara merupakan bentuk rupa dari daratan, laut, dan
udara. Wilayah daratan, lautan, dan udara ini berada dalam kekuasaan
negara Indonesia, suatu bentuk kedaulatan dari wilayah Indonesia.
Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang dulunya merupakan
daratan yang menjadi kekuasaan Hindia Belanda atau pada waktu
masih menjadi bagian dari kekuasaan kerajaan Belanda. Wilayah
Indonesia sebagai daratan yang dihubungkan oleh Laut diartikan

Asas Hukum Tata Negara Indonesia 35


sebagai semua perairan sekitar, di antara dan yang menghubungkan
pulau-pulau yang termasuk dalam kedaulatan negara Indonesia
dengan tidak memandang daratannya.
Daratan Indonesia sebagai wilayah kedaulatannya dengan
demikian merupakan bagian dari perairan luas atau lebarnya adalah
bagian yang wajar daripada perairan pedalaman atau nasional yang
berada di bawah kedaulatan mutlak Negara Indonesia. Kedaulatan
atas wilayah ini dikenal dengan sebutan Wawasan Nusantara. Ruang
udara meliputi ruang di atas tanah dan laut teritorial Negara Indonesia,
yang sesuai dan berdasarkan pada Traktat Paris tahun 1919.
Kedaulatan negara atas ruang udara ini tertuang dalam Pengumuman
Pemerintah Indonesia pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Kabinet
Karya dengan perdana menterinya adalah Ir. Juanda. Pengumuman ini
kemudian mendapatkan legalitasnya dalam hukum positif melalui UU
No. 4 Tahun 1960 tanggal 8 Februari 1960 (Lembaran Negara No. 22
Tahun 1960).
Masyarakat Indonesia adalah warga negara Indonesia, dan
penduduk dari negara Indonesia. Warga negara sebagaimana yang
dimaksudkan dalam konstitusi adalah orang Indonesia asli, dan bukan
orang Indonesia asli. Pasal 26 ayat (1) UUD NRI 1945 menentukan
warga negara Indonesia sebagai orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang
sebagai warga negara. Pengertian warga negara berbeda dengan
pengertian penduduk sebagai semua orang yang berada dalam
wilayah Indonesia. Penduduk Indonesia sebagaimana dalam Pasal 26
ayat (2) UUD NRI 1945 adalah warga negara Indonesia dan orang
asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Warga negara Indonesia
bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan
sebagaimana yang ditetapkan dalam UUD NRI 1945.
Setiap warga selain memiliki kedudukan yang sama dalam
hukum dan pemerintahan juga diwajibkan menjunjung hukum dan
pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Hak-hak lainnya secara
konstitusional dari setiap warga negara Indonesia, mempunyai hak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak

36 Pengantar Hukum Indonesia


dan kewajiban oleh konstitusi juga melekat bagi setiap warga negara
Indonesia dalam upaya pembelaan negara. Setiap warga negara
Indonesia dalam mengembangkan kemampuannya, bersosialisasi
dengan sesama warga negara yang lainnya mempunyai hak
kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya yang ditetapkan dengan
undang-undang.
Organisasi kekekuasaan rakyat dalam negara Indonesia
terdiri atas lembaga-lembaga negara yang memegang kekuasaan
menurut UUD NRI 1945. Dewan perwakilan rakyat (DPR) merupakan
lembaga legislatif menurut undang-undang dasar yang memegang
kekuasaan membentuk undang-undang. Presiden yang memegang
kekuasaan pemerintahan merupakan lembaga eksekutif yang diberikan
kewenangan untuk menjalankan undang-undang yang dibuat oleh
lembaga legislatif. Mahkamah agung sebagai satu-satunya lembaga
yudikatif di Indonesia yang dikenal sebelum refromasi, setelah
reformasi atau pasca amandemen undang-undang dasar termasuk di
dalamnya adalah mahkamah konstitusi. Kekuasaan kehakiman
dijalankan oleh ke dua lembaga ini, walaupun dengan kewenangan
yang berbeda.
Kekuasaan kehakiman dalam Pasal 24 Ayat (2) UUD NRI
1945 dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
Mahkamah agung yang tersusun secara hierarkis atas pengadilan
tingkat pertama dan tingkat ke dua, dan puncaknya di mahkamah
agung merupakan lembaga kehakiman yang mengadili perkara atau
sengketa pada umumnya. Mahkamah Agung dalam Pasal 24A Ayat (1)
UUD NRI 1945 berwenang mengadili pada tingkat kasasi, meguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan
oleh undang-undang.

Asas Hukum Tata Negara Indonesia 37


Mahkamah Konstitusi dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD NRI
1945 berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum. Ayat (2) mahkamah konstitusi wajib
memberikan putusan atas pendapat dewan perwakilan rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden
menurut undang-undang Dasar. Lembaga negara di Indonesia selain
legislatif, eksekutif, dan yudikatif adalah lembaga yang memiliki
kewenangan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara, yaitu badan pemeriksa keuangan (BPK). Hasil
pemeriksaan keuangan negara oleh BPK berdasarkan Pasal 23E Ayat
(2) UUD NRI 1945 diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
sesuai dengan kewenangannya. Hasil pemeriksaan berdasarkan Ayat
(3) ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai
dengan undang-undang.
Unsur yang membentuk konstruksi hukum dari negara yang
lainnya adalah pengakuan internasional. Pengakuan dari negara
lainnya penting dalam hubungan internasional terhadap suatu negara,
eksistensinya sebagai negara yang berdaulat ada oleh karena adanya
pengakuan dari negara lain. Pengakuan ini terkait dengan hubungan
yang akan dilakukan dengan negara lainnya, baik ekonomi, sosial, dan
politik internasional. Negara yang tidak mendapat pengakuan
internasional akan kesulitan, baik berdasarkan hukum internasional
maupun hubungan internasional lainnya. Negara yang akan melakukan
berbagai hubungan yang melibatkan berbagai negara memerlukan
Legalitas dan legilitimasi internasional di dalamnya.
C. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945

38 Pengantar Hukum Indonesia


Dinamika dan perkembangan kemasyarakatan dan
ketatanegaraan telah membawa pengaruh ke dalam perubahan dari
masa ke masa konsep hukum tata negara Indonesia. Konsekuensi
yuridis atas dinamika sosial kemasyarakatan dan kenegaraan ini terkait
langsung dengan pengaturannya di dalam konstitusi (undang-undang
dasar). Konstitusionalisme salah satunya memang terkait dengan
hukum dasar yang mengatur kedepan cita negara sebagaimana dalam
rechtsidee negara (Pancasila). Norma dasar ( ground norm) yang
terdapat dalam undang-undang dasar negara, mengatur secara
mendasar cita negara sebagaimana yang termuat di dalam Pancasila.
Perkembangan hukum tata negara Indonesia pascakemerdekaan 17
Agustus 1945 telah mengalami sejarah ketatanegaraan melalui empat
tahapan periode. Periode pertama tahun 1945 sampai dengan tahun
1959, berlaku tiga konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar 1945
(undang-undang dasar kemerdekaan), Konstitusi Republik Indonesia
Serikat (RIS) tahun 1949, dan Undang-Undang Dasar Sementara
1950.
Undang-undang dasar kemerdekaan ditandai dengan
berlakunya sistem presidensiil, Konstitusi RIS memberlakukan sistem
parlementer, dan undang-undang dasar sementara di tahun 1950 juga
demikian, menggunakan sistem parlementer di dalam
pemerintahannya. Periode ke dua tahun 1959 sampai dengan tahun
1966 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kembali menetapkan
berlakunya undang-undang dasar kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Periode ke dua ini dikenal dengan masa orde lama dari Presiden
Soekarno. Periode ke tiga tahun 1966 sampai dengan tahun 1998,
ditandai dengan pelantikan Soeharto menjadi presiden menggantikan
Presiden Soekarno. Masa peralihan dari Presiden Soekarno ke era
Presiden Soeharto dikenal dengan masa orde baru. Permasalahan-
permasalahan pada era orde baru dengan persoalan korupsi, kolusi,
dan nepotisme telah membawa pemerintahan ke masa transisi menuju
era baru yang dikenal dengan masa reformasi. Era ini merupakan
tahapan ke empat sejarah ketatanegaraan yang berlaku di Indonesia.
Periode ke empat tahun 1998 ini masih terus bergulir sampai dengan

Asas Hukum Tata Negara Indonesia 39


hari ini, serta akan tumbuh dan berkembang mengikuti dinamika sosial
dan ketetanegaraan di Indonesia selanjutnya.
Setiap periode tahapan kesejarahan ketatanegaraan di
Indonesia mengandung perbedaan-perbedaan, oleh karena kondisi
dinamis sosial, politik, ekonomi yang berlaku pada saat itu. Periode
pertama di tahun 1945 sampai dengan tahun 1959, ditandai dengan
sistem demokrasi yang tumbuh dan berkembang dengan baik
berdasarkan sistem presidensiil di masa awal kemerdekaan selama
kurang lebih 4 (empat) tahun, dan sistem parlementer setelah
menggunakan konstitusi RIS dan UUDS selama kurang lebih 10
(sepuluh) tahun. Parlemen bekerja dengan baik berdasarkan fungsi
dan kewenangannya, media massa berkembang dengan
kebebasannya masing-masing, sistem multipartai, dan pemerintah
menjaga dengan baik netralitasnya. Undang-undang dasar atau
konstitusi yang berlaku pada masa ini adalah Undang-undang Dasar
1945 (UUD 1945) yang berlaku dari tahun 1945 sampai dengan 1949,
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949, dan Undang-undang
Dasar Sementara (UUDS) 1950.
Periode ke dua dari tahun 1959 sampai dengan 1966
ditandai dengan berlakunya kembali UUD 1945 kemerdekaan melalui
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit Presiden ini tertuang dalam
Keputusan Presiden No. 150, Lembaran Negara No. 75 Tahun 1959.
Pemerintahan pada saat itu dikenal dengan era demokrasi terpimpin,
diusung oleh kekuasaan yang menampilkan dirinya dalam bentuknya
yang otoriter. Pemerintahan melaksanakan tangan besi kekuasaan
atas nama revolusi yang belum selesai, berbagai penetapan-
penetapan yang dikeluarkan oleh presiden yang tidak bersesuain
dengan sistem pemerintahan yang dipergunakan, pembubaran
lembaga perwakilan rakyat, pers menjadi tidak bebas lagi seperti
periode sebelumnya, dan apabila perlu maka kekuasaan akan
melakukan pembredelan.
Periode ke tiga dari tahun 1966 sampai dengan tahun 1998
di bawah rezim Orde Baru pada dasarnya tidak jauh dengan periode ke
dua sebelumnya. Awal kekuasaan orde baru menampilkan

40 Pengantar Hukum Indonesia


kekuasaannya secara baik berdasarkan keinginan untuk menata
hukum, politik, ekonomi, dan soaial di masyarakat. Tahun-tahun
berikutnya, kekuasaan orde baru dalam penerapannya mulai
mengalami perubahan watak. Sektor kemasyarakatan mulai dimasuki
oleh kekuasaan negara, sampai kepada sektor domestik yang sifatnya
privat (keluarga). Kebebasan masyarakat sipil mulai diintervensi secara
berlebihan, demokrasi yang dilahirkan oleh negara adalah demokrasi
yang prosedural, jauh dari suatu makna demokrasi yang substansial.
Hukum-hukum yang lahir melalui politik hukum Orde Baru hanya
mengabdi kepada kepentingan kekuasaan semata.
Periode ke empat dari tahun 1998 sampai dengan saat ini,
bermula dari keguncangan kondisi ekonomi Indonesia dengan krisis
moneternya. Akar korupsi, kolusi, dan nepotisme menancap begitu
dalam atas pengelolaan pemerintahan sehingga semakin
memperparah keadaan perekonomian negara dan masyarakat.
Persoalan sosial, politik, ekonomi, pelanggaran terhadap hak asasi
manusia, dan berbagai persoalan kemasyarakatan dan kenegaraan
lainnya membawa ketidakpuasan masyarakat secara massif.
Legitimasi pemerintahan yang berkuasa merosot pada titik yang paling
rendah karena banyaknya persoalan sosial kemasyarakatan yang
terjadi dan merupakan tanda-tanda jatuhnya rezim kekuasaan Orde
Baru di tahun 1998.
Tuntutan reformasi (era reformasi yang menggantikan masa
orde baru) yang bergulir pasca jatuhnya orde baru adalah perbaikan
menyeluruh terhadap berbagai aspek pengelolaan negara, misalnya
persoalan korupsi, kolusi, dan nepotisme, berbagai pelanggaran hak
asasi manusia, dan perekonomian. Konsep tatanan kenegaraan pada
periode keempat di tahun 1998 mengalami perubahan yang mendasar,
misalnya majelis permusyawaratan rakyat yang dahulunya merupakan
lembaga tertinggi negara berubah menjadi lembaga tinggi negara.
Dewan perwakilan rakyat (DPR) demikian juga, mengalami perubahan
yang mendasar, yang sebelumnya bukan sebagai lembaga legislatif,
maka pasca reformasi ditetapkan secara konstitusional sebagai
lembaga yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang

Asas Hukum Tata Negara Indonesia 41


(lembaga legislatif), sebagaimana Pasal 20 Ayat (1) undang-undang
dasar pasca amandemen.
Undang-undang di masa orde baru sendiri secara
konstitusional kepada DPR hanya diberi kewenangan memberikan
persetujuan atas rancangan undang. Pasal Pasal 20 Ayat (1) undang-
undang dasar sebelum amandemen menentukan, bahwa tiap-tiap
undang-undang menghendaki persetujuan DPR. Lembaga legislatif di
masa orde baru berdasarkan undang-undang dasar yang berlaku pada
saat itu memberikan kewenangan legislasi kepada presiden,
sebagaimana Pasal 5 Ayat (1) yang menentukan, bahwa presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan dewan perwakilan rakyat. Amandemen pertama UUD 1945
yang dimulai tahun 1999, kemudian amandemen ke dua tahun 2000,
amandemen ke tiga tahun 2001, dan amandemen ke empat tahun
2002 menjadikan konsep ketatanegaraan Indonesia mengalami
perubahan yang mendasar. Dinamika kemasyarakatan dan
kenegaraan baik era sebelumnya, dan sampai kepada era reformasi
dalam hal ini menjadi dasar logis membawa perubahan-perubahan
mendasar atas hukum tata negara yang berlaku.
Dasar Ketuhanan yang Maha Esa dan kaidah penuntun
toleransi beragama yang berkeadaban dan berkeadilan merupakan
salah satu landasan etika dan moral hukum nasional Indonesia.
Paradigma ini kemudian dalam UUD 1945 setelah empat kali
amandemen yang salah satunya berkonsekuensi pada istilah negara
hukum yang digunakan dalam UUD Dasar 1945 dengan hilangnya kata
“rechtsstaat”. Istilah yang digunakan untuk menggantikan kata
rechtsstaat (istilah Belanda) adalah istilah negara hukum dalam
Bahasa Indonesia. Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 telah
menghilangkan istilah rechtsstaat, dan dalam pasal tersebut hanya
menggunakan istilah negara hukum. Hilangnya istilah rechtsstaat
dalam UUD NRI 1945 karena Negara Indonesia tidak hanya menganut
rechsstaat, tetapi juga menganut the rule of law, dan sistem hukum
lainnya dengan menggabungkan inti filosofisnya masing-masing yang
kemudian digabungkan sebagai paradigma negara hukum Pancasila

42 Pengantar Hukum Indonesia


(Moh. Mahmud M.D., 2009: 94). Rule of law dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan supremasi hukum ( supremacy of law), atau
pemerintahan berdasarkan hukum, selain juga sering digunakan istilah
negara hukum (government by law) atau rechtsstaat. Ungkapan yang
terkenal dari Cicero tentang hal itu adalah omnes legume servi sumus
ut liberi esse possimus (kita semua harus tunduk kepada hukum jika
kita tetap ingin hidup bebas). Negara hukum menjadikan hukum
sebagai raja (the law is a king), dan sebaliknya dalam negara totaliter,
raja adalah hukum (the king is a law) (Fuady, 2009:1).&&&
D. Hak Asasi Manusia
Para pendiri republik ini telah sejak semula memperdebatkan
perlu tidaknya hak asasi manusia dicantumkan dalam undang-undang
dasar negara, sebagaimana yang terjadi dalam sidang-sidang BPUPKI.
Kubu Yamin di satu pihak, dengan kubu Soepomo dan Soekarno di
pihak lainnya. Soepomo beranggapan, bahwa hak asasi manusia
identik dengan idiologi liberal-individual sehingga tidak cocok dengan
kepribadian masyarakat Indonesia. M. Yamin berpendapat lain, tidak
ada alasan untuk menolak memasukkan hak asasi manusia dalam
undang-undang dasar.
Soepomo pada dasarnya tidaklah anti terhadap hak asasi
manusia, hal ini dapat dilihat kemudian dengan dimasukkannya hak-
hak dasar warga negara dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950 di
mana Soepomo terlibat secara aktif dalam perancangannya. Akhirnya,
terjadilah kompromi di antara tokoh-tokoh tersebut untuk memasukkan
beberapa prinsip hak asasi manusia ke dalam undang-undang dasar.
UUDS 1950 memuat sekitar 36 pasal prinsip-prinsip hak-hak asasi
manusia di bawah payung hak-hak kebebasan-kebebasan dasar
manusia yang dijabarkan dari Pasal 7 sampai dengan Pasal 43
(Muladi, editor, 2009: 10)
Secara internasional, pengakuan terhadap hak asasi
manusia mendapatkan momen pentingnya setelah pengakuan
internasional pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris oleh General
Assembly dari United Nations Organization (Persatuan Bangsa-
bangsa/PBB), yang lebih dikenal dengan istilah declaration of human
Asas Hukum Tata Negara Indonesia 43
rights. Indonesia sendiri secara rinci telah mengatur tentang hak asasi
manusia dalam undang-undang dasarnya, tentang perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia merupakan
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
Hak asasi manusia tersebut, misalnya hak mendasar dan
hakiki untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya,
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan, hak anak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, kebebasan memeluk agama, meyakini
kepercayaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal,
kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat, perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, harta benda, dan rasa aman,
serta bebas dari penyiksaan.
UUD NRI 1945 secara eksplisit menjamin hak asasi manusia
sebagai hak konstitusional setiap warga negara, dan merupakan hak
yang mendasar atau asasi yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan
apapun. Berdasarkan standar internasional tentang hak asasi manusia,
sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang dasar Indonesia
hasil amandemen pasca Orde Baru dan memasuki era reformasi
adalah: Pasal 28A sd Pasal 28J UUD NRI 1945:
1. Hak atas keadilan dan kesamaan kedudukan dalam
hukum, sebagaimana dalam Pasal 27 bahwa setiap
warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum
dan pemerintahan, Pasal 28D bahwa pengakuan yang
sama di hadapan hukum.
2. Hak dari masyarakat hukum adat, Pasal 28I ayat (3)
bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban, dan Pasal 32 ayat (1) bahwa negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara, serta mengembangkan
nilai-nilai budayanya.

44 Pengantar Hukum Indonesia


3. Hak berpartisipasi dalam pemerintahan, sebagaimana
dalam Pasal 28D, yaitu hak untuk bekerja dan
kesempatan yang sama dalam pemerintahan, Pasal 27
ayat (1), yaitu warganegara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya dan ayat (3) bahwa setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara, Pasal 22E yang berkenaan dengan partisipasi
seluruh warga negara dalam pemilihan umum, dan Pasal
6A perihal pemilihan presiden dan wakilnya melalui
pemilu.
4. Hak atas pendidikan sebagaimana dalam Pasal 28C,
yaitu hak untuk mengembangkan diri, mendapat
pendidikan, memperoleh manfaat dari iptek, seni dan
budaya, memajukan diri secara kolektif, dan Pasal 31
ayat (1), yaitu setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan.
5. hak atas kesehatan, sebagaimana dalam Pasal 28H,
yaitu memperoleh pelayanan kesehatan, dan Pasal 34
ayat (3), yaitu negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.
6. hak atas perumahan yang terkandung dalam Pasal 28H
mengandung makna bahwa standar hidup sejahtera lahir
batin salah satunya adalah dengan terpenuhinya hak
atas perumahan.
7. Hak atas informasi, sebagaimana Pasal 28F, yaitu hak
berkomunikasi, memperoleh, mencari, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.
E. Pemerintahan Indonesia
Lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
berdasarkan UUD NRI 1945, terdiri atas Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Asas Hukum Tata Negara Indonesia 45
Daerah (DPD), lembaga kepresidenan, Mahkamah Agung
(MA)/Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), dan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari segi bentuk dan kedaulatan, Negara
Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik, hal
kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan menurut
undang-undang. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtsstaat),
bukanlah negara kekuasaan (machtsstaat).
Berdasarkan hasil amandemen UUD 1945, MPR merupakan
gabungan sidang (joint sessions) antara DPR dengan DPD, MPR
bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara sebagaimana yang
dikenal dalam undang-undang dasar sebelum amandemen, tetapi MPR
merupakan lembaga tinggi negara pascaamandemen.
Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dibagi dalam
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu juga dibagi dalam
kabupaten dan kota. Di samping itu, negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan di daerah yang bersifat
khusus atau istimewa, misalnya Daerah Istimewa Aceh, Daerah
Istimewa Yogyakarta, ataupun Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Negara
juga tetap mengakui eksistensi, serta menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional masyarakat hukum
adat. Pengakuan dan penghormatan oleh negara ini dengan syarat
bahwa kesatuan masyarakat hukum adat tersebut sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
F. Pembagian Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Pasal 18 UUD NRI 1945???? Negara Kesatuan Republik
Indonesia di dalamnya terdiri atas daerah-daerah yang mempunyai
pemerintahan daerah. Pemerintahan di daerah terdiri atas kepala
pemerintahan daerah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Kepala daerah ini adalah gubernur, bupati, dan
walikota. Pemerintahan di daerah mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan di daerahnya berdasarkan otonomi, dan tugas
pembantuan (medebewind), serta mempunyai kewenangan dalam
46 Pengantar Hukum Indonesia
menetapkan peraturan daerah, dan peraturan lainnya dalam rangka
melaksanakan otonomi daerah, serta tugas pembantuan.
Dalam Negara Kesatuan Indonesia tidak dimungkinkan
adanya daerah yang sifatnya adalah negara, tetapi dalam hal ini lebih
dikenal dengan istilah desentralisasi dan dekonsentrasi dalam bidang
ketatanegaraan. Penyelenggaraan pemerintahan di daerah
dilaksanakan dengan:
1. Desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintah pusat kepada pemerintahan
daerah otonom. Asasnya adalah urusan pemerintahan
yang telah diserahkan melalui desentralisasi menjadi
wewenang, serta tanggung jawab sepenuhnya dari
daerah.
2. Dekonsentrasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada gubernur yang
merupakan wakil pemerintah pusat yang ada di daerah.
Asasnya adalah tanggung jawab, perencanaan,
pelaksanaan, dan pembiayaannya tetap ada di tangan
pemerintah pusat.
3. Tugas pembantuan (medebewind). Medebewind adalah
penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu, tentang
pembiayaan, sarana dan prasarana, dan sumber daya
manusia ditanggung oleh pemerintah pusat. Pemerintah
daerah yang diberi tugas pembantuan ini wajib
melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pelaksanaannya kepada pemerintah pusat. Asasnya,
bahwa tidak semua urusan pemerintah pusat dapat
diserahkan kepada pemerintah daerah berdasarkan
desentralisasi, tetapi dekonsentrasi juga akan membuat
beban yang terlalu berat bagi daerah sehingga urusan
pemerintah pusat dapat dilaksanakan melalui tugas
pembantuan.

Asas Hukum Tata Negara Indonesia 47

Anda mungkin juga menyukai