Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ETIK DAN HUKUM KEDOKTERAN

HUBUNGAN PASIEN DENGAN DOKTER

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas


mata kuliah Etik dan Hukum Kedokteran

Dosen Pengampu : drg. Irma Susanti. K, MH (Kes)

Disusun oleh :

Nama : Drajat Handika Pakci


NIM : 201911047
Kelas : B

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

i
TAHUN AKADEMIK 2019

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami
sehingga terwujud makalah yang berjudul “ Hubungan Dokter dengan Pasien“.

Terlaksananya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu kami
menyampaikan ucapan terimasih kepada :

1. drg. Irma Susanti. K, MH (Kes)


2. Semua pihak yang berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini.

Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu kami
meminta maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak lubang
yang terliang dan masih banyak rongga yang terengah. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik
lagi di kemudian hari dan bermanfaat bagi setiap orang.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta Selatan, 23 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1: PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah1
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB II: ISI 3
2.1 Hubungan Dokter dengan Pasien 3
2.2 Timbulnya Hubungan Hukum Dokter dengan Pasien 7
2.3 Hak dan kewajiban Dokter dan Pasien…...........................................................9
2.4 Komunkasi Efektif Dokter dan Pasien.............................................................10
2.5 Pengakhiran Hubungan Dokter dengan Pasien………………………………13
BAB III: PENUTUP 15
3.1 Kesimpulan 15
3.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hubungan dokter-pasien adalah hubungan antara profesional (dokter) dengan


klien (pasien). Untuk membuat hubungan dokter-pasien yang baik adalah
menguasai teknik komunikasi yang baik dengan pasien. Penggunaan komunikasi
pasien dengan dokter adalah hal yang paling penting yang disebut dengan Art of
Medicine. Interaksi profesional antara dokter dan pasien, biasanya dimulai dari
sejarah, yang dalam makalah ini disebut sebagai wawancara medis.

Wawancara medis adalah bagian yang paling penting dalam proses diagnosis
karena akan membantu kita dalam membentuk gambaran penyakit pasien seakurat
dan seakurat mungkin. Dokter tidak hanya dibutuhkan saat sakit, tapi bila sehat
adalah dokter yang benar-benar dibutuhkan untuk mencegah penyakit atau
merawat dan meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis pasien. Dokter yang
bisa melakukan ini adalah dokter keluarga, yang sudah belajar dan dilatih untuk
menangani penyakit sekaligus menjaga kesehatan masyarakat mulai dari lahir
hingga manula. Hubungan dokter-pasien adalah hubungan kepercayaan, jadi tanpa
rasa saling percaya di antara keduanya, pengobatan mungkin tidak dilakukan
dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana hubungan antara dokter dan
pasien?

1
1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dokter dan
pasien.

2
BAB II

ISI

2.1 Hubungan Antara Dokter dengan Pasien

Pada prinsipnya dalam hubungan antara dokter dan pasien ada dua hal
penting yang harus diperhatikan yaitu bagaimana dokter menempatkan otonomi
pasien sebagai individu khususnya dalam pengambilan keputudan medis dan
bagaimana dokter membangun keharmonisan tersebut melalui komunikasi yang
efektif. Selama ini dokter menempatkan dirinya dalam keputusan medis sebagai
guardian dan yang paling serba tahu, sehingga otonomi pasien kurang mendapat
tempat. Pola hubungan dokter dan pasien seperti ini dapat diibaratkan sebagai
hubungan antara ayah dan anak atau hubungan yang bersifat paternalistik.Sifat
paternalistik ini menimbulkan ketidakseimbangan hubungan dan interaksi antara
pasien dan dokter serta ditopang dengan penuh ketidakpastian. Kondisi inilah
yang menimbulkan hubungan “asimetris” antara dokter dan pasien. Selain itu,
dengan adanya sifat paternalistik antara dokter dan pasien, selanjutnya akan
melahirkan prinsip father know best (ayah yang paling tahu).

Secara etimologi paternalistik berasal dari bahasa Latin (pater) yang


artinya father atau ayah. Paternalistik, pada dasarnya didasari oleh prinsip etik 18
dalam dunia medis yaitu beneficence (berbuat baik pada pasien), yang dalam
konteks etika kedokteran yang dimaksud berbuat baik adalah sebagai kewajiban. 2
Premis dasarnya adalah bahwa dokter merupakan orang yang baik hati yang
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang mumpuni dan mempunyai niat
baik untuk menolong pasien.

Adanya hubungan yang bersifat “asimetris” antara dokter dan pasien,


seperti disebutkan di atas, ada ketidakseimbangan yang melekat dalam hubungan
tersebut, sehingga dapat merugikan salah satu pihak terutama pasien. Sampai saat
ini, masih banyak dokter yang menganut prinsip paternalistik dalam membina
hubungan dengan pasiennya, sehingga tetap mempertahankan sifat “asimetris”. 3

3
Otonomi pasien di bawah bayang-bayang seorang dokter dan keputusan pasien
diserahkan sepenuhnya ke tangan dokter. Pasien tidak bertindak sebagai kontrol
atas apa yang dilakukan oleh dokter terhadap dirinya. Oleh karena itu, kondisi
demikian ini akan memberikan peluang lebih besar bagi dokter untuk melakukan
kesalahan medis. Dalam konteks ini pasien bersifat pasif dan tidak bersifat kritis
serta pada umumnya tidak menuntut lebih banyak, hanya bersikap menerima,
sehingga dokter akan cenderung memberikan pelayanan lebih “apa adanya”.
Dalam konteks ini pasien hanya menyerahkan diri sepenuhnya atau mungkin
mempercayai dokternya secara membuta, terlebih bila pasien tidak bersifat
kritis.Apa bila digambarkan model hubungan dokter dan pasien yang bersifat
paternalistik, adalah sebagaimana dalam bagan di bawah ini.4

Bagan 1. Hubungan dokter dan pasien model paternalistik

dokter

pasien

paternalistic (dokter
mengambil keputusan medis
tanpa melibatkan pasien atau
keluarga pasien)

Melalui bagan di atas dapat digambarkan bahwa hubungan timbul saat pasien
menghubungi dokter karena ia merasa ada sesuatu yang dirasakannya
membahayakan kesehatannya. Keadaan psiko-biologisnya memberikan peringatan
bahwa ia merasa sakit, dan dalam hal ini dokterlah yang dianggapnya mampu
menolongnya dan memberikan bantuan pertolongan. Jadi, kedudukan dokter
dianggap lebih tinggi oleh pasien dan peranannya lebih penting daripada pasien.10
Dalam praktik, dapat dilihat hal ini yang menyebabkan timbulnya hubungan

4
asimetris antara pasien dengan dokter, hubungan yang terjadi terutama karena
pasien sendiri yang mendatangi dokter untuk meminta pertolongan mengobati
sakit yang dideritanya. Dalam keadaan seperti ini terjadi persetujuan kehendak
antara kedua belah pihak, artinya parapihak sudah sepenuhnya setuju untuk
mengadakan hubungan hukum.Sesuai dengan uaraian diatas hubungan hukum ini
bersumber pada kepercayaan pasien terhadap dokter sehingga pasien bersedia
memberikan persetujuan tindakan medis (informed consent), yaitu suatu
persetujuan pasien untuk menerima upaya medis yang akan dilakukan
terhadapnya yang terkait dengan hubungan tersebut karena pasien itu mencari
pertolongan untuk penyembuhan penyakitnya, dalam hal ini kepada dokter atau
rumah sakit. Hal ini membawa akibat bahwa hubungan pemberian pertolongan ini
membuat pasien berada dalam suatu posisi yang lemah dan tergantung kepada
dokternya, Seorang dokter mempunyai kedudukan yang lebih kuat, yaitu suatu
profesi yang darinya banyak diharapkan dapat menghilangkan penyakit pasien.

Secara sosiologis hubungan interaksi antara dokter dan pasien merupakan


hubungan yang sangat pribadi antar individu. Menurut Blumer 12 istilah
interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antara
manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menterjemahkan dan saling
mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan
seseorang terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung
terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas makna yang diberikan
terhadap tindakan orang lain itu.Interaksi antar individu, ditandai oleh
penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling
memahami maksud dari tindakan masingmasing.Hubungan interaksionisme
simbolik berasumsi bahwa pengalaman manusia selalu dipengaruhi oleh
penafsiran. Talcot Parson, menjelaskan faktor sosio kultural terhadap perawatan
kesehatan. Hubungan dokter dan pasien sebagai subsistem dari sistem yang lebih
besar. Nilai dalam subsistem merefleksikan nilai dari masyarakat yang selanjutnya
memberikan kontribusi dalam hubungan dokter dan pasien. Hubungan dokter dan
Pasien tidak terhindarkan dan bersifat asimetris, bahwa ada 3 situasi yang

5
menyebabkan dokter memainkan peran kunci dan berperan secara ”powerful” dan
mengarahkan interaksi dengan pasien yaitu :

1. Professional Prestige ; Didasarkan pada pengalaman atau keahlian medik; Lama


mendapatkan pelatihan Legitimasi sosial terhadap dokter sebagai pihak yang
memiliki kewenangan dalam bidang medis.

2. Situational Authority; Dokter memiliki praktek medis dan menawarkan


pelayanan kesehatan terhadap pasien dan segala anjuran dokter hendaknya
dilakukan.

3. Situational dependence; Pasien sangat tergantung pada dokter Mendapatkan


pelayanan Memperbolehkan dokter memeriksa dan sebagainya. Jadi melalui
interaksi ada “Competency Gap” antara dokter dan pasien.

Selanjutnya, hal lain yang menyebabkan timbulnya hubungan asimetris


antara pasien dengan dokter adalah karena keadaan pasien yang sangat mendesak
untuk segera mendapatkan pertolongan dari dokter, misalnya karena terjadi
kecelakaan lalu lintas, terjadi bencana alam, maupun karena situasi lain yang
menyebabkan keadaan pasien sudah gawat, sehingga sangat sulit bagi dokter yang
menangani untuk mengetahui dengan pasti kehendak pasien. Dalam keadaan
seperti ini dokter langsung melakukan apa yang disebut dengan 22
zaakwaarneming sebagai mana diatur dalam pasal 1354 KUHPerdata, yaitu suatu
bentuk hubungan hukum yang timbul karena adanya “persetujuan tindakan
medis” terlebih dahulu, melainkan karena keadaan yang memaksa atau keadaan
darurat. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan
dokter dan pasien bersifat asimetris yang disebabkan oleh :

1. Rasa percaya yang tinggi pasien terhadap dokter karena legitimasi sosial
sebagai pihak yang memiliki kewenangan memiliki pengalaman atau keahlian
medik.

2. Pasien sendiri yang datang atas kehendaknya kepada dokter untuk memperoleh
pertolongan.

6
3. Dokter atas ilmu pengetahuannya mengetahui tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan penyakit dan penyembuhannya. Sedangkan pasien tidak tahu
apa-apa tentang hal itu sehingga pasien menyerahkan nasibnya sepenuhnya
ditangan dokter.

4. Keadaan pasien yang sangat mendesak atau darurat untuk segera mendapatkan
pertolongan dari dokter.

2.2 Timbulnya Hubungan Hukum antara dokter – pasien

            Dengan semakin meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan


kesehatan, yang antara lain disebabkan karena meningkatnya tingkat pendidikan,
kesadaran masyarakat akan kebutuhan kesehatan, maka akan meningkat pula
perhatian masyarakat tenang hak-haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan
yang baik dan bermutu dengan pelayanan yang lebih luas dan mendalam.

            Dengan demikian, adanya gejala yang demikian itulah mendorong orang
untuk berusaha menemukan dasar hukum (yuridis) bagi pelayanan kesehatan yang
sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya
hubungan hukum, walaupun hal tersebut sering kali tidak disadari oleh dokter.
Secara yuridis timbulnya hubungan antara dokter dan pasien bisa berdasarkan dua
hal, yaitu berdasarkan perjanjian dan karena Undang-undang.

1.      Berdasarkan Perjanjian

            Timbulnya hubungan hukum antara dokter dengan pasien berdasarkan


perjanjian mulai terjadi saat pasien datang ketempat praktek dokter atau ke rumah
sakit dan dokter menyanggupinya dengan dimulai anamnesa (tanya jawab) dan
pemeriksaan oleh dokter. Dari seorang dokter harus dapat diharapkan bahwa ia
akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan pasiennya. Dokter tidak
bisa menjamin bahwa ia pasti akan dapat menyembuhkan penyakit pasiennya,
karena hasil suatu pengobatan sangat tergantung kepada banyak faktor yang
berkaitan (usia, tingkat keseriusan penyakit, macam penyakit, komplikasi dan

7
lain-lain). Dengan demikian maka perjanjian antara dokter - pasien itu secara
yuridis dimasukkan kedalam golongan inspannings verbitenis. 

2.      Berdasarkan Undang-Undang

            Di Indonesia hal ini diatur didalam KUH Perdata Pasal 1365 tentang
perbuatan melanggar yang berbunyi : Setiap perbuatan yang melanggar hukum
sehingga membawa kerugian kepada orang lain, maka sipelaku yang
menyebabkan kerugian tersebut berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut.
Perbuatan melanggar hukum "sebagai suatu tindakan atau non-tindakan yang atau
bertentangan dengan kewajiban si pelaku atau bertentangan dengan susila baik,
atau kurang hati-hati dan ketelitian yang seharusnya dilakukan di dalam
masyarakat terhadap seseorang atau barang orang lain". 

            Jika seorang dokter tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan di atas,
maka ia dapat dianggap telah melakukan pelanggaran hukum, melanggar
ketentuan yang ditentukan oleh Undang-Undang karena tindakannya bertentangan
dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap hati-hati yang seharusnya dapat
diharapkan daripadanya dalam pergaulan sesama warga masyarakat.

            Sedangkan yang dimaksud dengan "kepatutan, ketelitian dan hati-hati"


tersebut adalah standar-standar dan prosedur profesi medis di dalam melakukan
suatu tindakan medis tertentu. Namun standar-standar tersebut juga bukan sesuatu
yang tetap karena pada waktu-waktu tertentu, harus lah diadakan evaluasi untuk
dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun tidak
saja terhadap suatu perbuatan yang dilakukan, tetapi juga terhadap suatu kelalaian
yang menyebabkan kerugian kepada orang lain dapat pula dimintakan
penggantian kerugian.

8
2.3  Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien

Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi yang bersumber dari
hak dasar individu dalam bidang kesehatan. Dalam hubungan dokter – pasien,
secara relatif pasien berada dalam posisi yang lemah. Kekurang mampuan pasien
untuk membela kepentingannya dalam situasi pelayanan kesehatan, menyebabkan
timbulnya hak-hak pasien dalam menghadapi para profesional kesehatan
terabaikan. Hubungan antara dokter dengan pasien, sekarang adalah partner dan
kedudukan keduanya secara hukum adalah sama. Pasien mempunyai hak dan
kewajiban tertentu, demikian pula dokternya. Secara umum pasien berhak atas
pelanyanan yang manusiawi dan perawatan yang bermutu. 

            Adapun beberapa kewajiban yang harus pasien tunaikan antara lain :

Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 50


dan 51, Hak dan Kewajiban Dokter
Hak
 Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
standar profesi dan standar operasional prosedur
 Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar
operasional prosedur
 Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya
 Menerima imbalan jasa

Kewajiban
 Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar
operasional prosedur serta kebutuhan medis
 Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan/pengobatan, bisa merujuk pasien ke dokter/sarana kesehatan
lain yang mempunyai kemampuan lebih baik.

9
 Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
setelah pasien itu meninggal dunia
 Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang mampu melakukannya
 Mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 50
dan 51, Hak dan Kewajiban Pasien
Hak
 Mendapatkan penjelasan lengkap tentang rencana tindakan medis yang
akan dilakukan dokter
 Bisa meminta pendapat dokter lain (second opinion)
 Mendapat pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan
 Bisa menolak tindakan medis yang akan dilakukan dokter bila ada
keraguan
 Bisa mendapat informasi rekam medis
Kewajiban
 Memberikan informasi  yang lengkap, jujur dan dipahami tentang masalah
kesehatannya
 Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
 Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan
 Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang prima

2.4 KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER-PASIEN

Komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus


dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam
membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Komunikasi yang efektif
diharapkan dapat mengatasi kendala yang dialami oleh kedua belah pihak. Kurtz
(1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu
lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter

10
terampil mengenali kebutuhan pasien. Dalam pemberian pelayanan medis, adanya
komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang
diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah
kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien. Menurut Kurzt (1998),
dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan:

1. Disease centered communication style atau doctor centered communication


style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan
diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-
gejala.

2. Illness centered communication style atau patient centered communication


style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya
yang secara individu merupakan pengalaman unik.

Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan


melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak. Tujuan
komunikasi yang relevan dengan profesi dokter menurut Yusa, 2006 adalah:

1. Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan pasien).

2. Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk


kepentingan pasien dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan
finansial.

3. Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan


pasien.

4. Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang penyakit


atau masalah yang dihadapinya.

5. Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau


hal-hal yang telah disetujui pasien.

Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih

11
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien
bagi keduanya (Kurtz, 1998). Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006),
berdasarkan hari penelitian, manfaat komunikasi efektif dokter-pasien adalah:

1. Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter


atau institusi pelayanan medis.

2. Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar


hubungan dokterpasien yang baik.

3. Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.

4. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam
menghadapi penyakitnya.

LANGKAH-LANGKAH DALAM MEWUJUDKAN KOMUNIKASI


EFEKTIF DOKTER-PASIEN

Berdasarkan hasil Konsil Kedoteran Indonesia (2006), yang perlu diperhatikan


dalam meningkatkan komunikasi efektif antara dokter dan pasien adalah

1. Sikap profesional dokter, sikap yang menunjukkan kemampuan dokter dalam


menyelesaikan tugas-tugas sesuai peran dan fungsinya, mampu mengatur diri
sendiri seperti ketepatan waktu, dan mampu menghadapi berbagai tipe pasien,
serta mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain. Di dalam proses
komunikasi dokter-pasien, sikap profesional penting untuk membangun rasa
nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi
berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998).

2. Pengumpulan informasi, yang di dalamnya terdapat proses anamnesis yang


akurat, dan sesi penyampaian informasi.

3. Penyampaian informasi yang akurat.

4. Proses langkah-langkah komunikasi, yang terdiri dari salam, ajak bicara,


menjelaskan, dan mengingatkan pasien.

12
Dengan mengembangkan komunikasi efektif tersebut, dokter dapat
mengetahui sepenuhnya kondisi pasien dan keluarga pasien juga menaruh
kepercayaan sepenuhnya kepada dokter. Kondisi tersebut dapat berpengaruh pada
proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa aman dan tenang
mendapatkan penanganan yang intensif oleh dokter, sehingga pasien akan patuh
menjalankan petunjuk dan nasehat dokter karena yakin bahwa semua yang
dilakukan untuk kebaikan pasien.

2.5  Pengakhiran Hubungan Dokter-Pasien

Kewajiban yang menyertai dokter akibat terbentuknya hubungan antara


dokter dengan pasien berlanjut hingga berakhirnya hubungan tersebut.
Berakhirnya hubungan tersebut dapat terjadi akibat :

1.      Selesainya pengobatan dengan membaiknya keadaan pasien

2.      Penolakan dokter oleh pasien


3.      Kesepakatan bersama
4.      Penarikan dokter secara resmi.
            Pasien dapat secara sepihak mengakhiri hubungan dengan alasan apapun
dan kapan pun. Pengakhiran ini dapat dinyatakan secara langsung atau tidak
langsung oleh sikap pasien. Meskipun ditolak, dokter memiliki kewajiban untuk
mengingatkan pasien akan resiko bila menghentikan pengobatan. Seorang dokter
yang berhati-hati akan secara cermat mendokumentasikan dasar-dasar dan hal-hal
yang berhubungan dengan penolakan pasien untuk melindungi dirinya bila ada
klaim dari pasien. Hubungan dokter-pasien dapat berakhir bila perawatan pasien
telah secara tepat dan lengkap diserahkan kepada dokter lainnya sehingga jasa dari
dokter yang menyerahkan pasien tidak lagi diperlukan dan kewajibannya untuk
merawat pasien berakhir. Sekali pelayanan diakhiri, umumnya dokter tidak
memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan lanjutan atau membuat
hubungan dokter-pasien lagi. Meskipun demikian beberapa keputusan pengadilan
telah memerintahkan tanggung jawab tersebut dengan alasan bahwa dokter berada

13
pada posisi yang lebih baik dari pasien dalam hal mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan.
            Jika selama perawatan dokter menyimpulkan bahwa ia tidak memiliki
pengetahuan atau ketrampilan yang kompeten untuk mengobati pasien atau untuk
alasan lain dan beranggapan bahwa pasien akan lebih baik bila ditangani oleh
dokter lain atau pada fasilitas lain, maka pasien harus diinformasikan. Untuk
praktisnya, pasien dengan mudahnya menyetujui keputusan dokternya dan terjadi
pengakhiran hubungan dengan peralihan yang menguntungkan. Jika pengalihan
tertunda maka dokter yang merawat diminta memberitahukan pasien terhadap
konsekuensi bila menolak, mendokumentasikan penolakan, konseling, dan
kemudian meneruskan perawatan hingga terjadi penghentian hubungan secara
sepihak. Pengakhiran hubungan secara sepihak diizinkan. Pasien harus diberikan
cukup waktu untuk merencanakan perawatan dari dokter lain. Catatan tertulis
harus disertakan dan lebih diutamakan bila ditulis pada kertas bermeterai. Catatan
tersebut harus memberikan penjelasan mengenai keadaan pasien, pelayanan
lanjutan yang diperlukan sebagaimana halnya dengan penjelasan mengenai
konsekuensi dari kegagalan untuk memperoleh pelayanan lanjutan dan waktu
perawatan ini harus dituliskan pada catatan tersebut. Penarikan diri secara tidak
tepat oleh dokter merupakan pelanggaran kontrak, kelalaian profesional,
dan abandonment.

14
BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa timbulnya


hubungan antara dokter dan pasien bisa berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan
perjanjian dan karena Undang-undang. Dokter dan pasien akan berhubungan lebih
sempurna sebagai ‘partner’. Sebenamya pola dasar hubungan dokter dan pasien,
terutama berdasarkan keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan
dalam tiga pola hubungan, yaitu: Activity – passivity, Guidance – Cooperation,
dan Mutual Partipation. Hubungan Dokter-Pasien tidak dapat dilepaskan dengan
apa yang dinamakan dengan Pelayanan Kesehatan. Berakhirnya hubungan dokter
dan pasien dapat terjadi akibat : Selesainya pengobatan dengan membaiknya
keadaan pasien, Penolakan dokter oleh pasien, Kesepakatan bersama, dan
Penarikan dokter secara resmi.

4.2  Saran

Sehubungan dengan kesimpulan pembahasan, terdapat saran yaitu hubungan


antara dokter dan pasien harus dijalin sedemikian rupa sehingga tidak ada jarak
antara dokter dan pasien. Sebaiknya hubungan dokter dan pasien lebih sebagai
“partner” sehingga pasien lebih merasa nyaman dan pengobatan dapat lebih
optimal

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Endra Budi Setyawan, Febri.Komunikasi Medis: Hubungan dokter dengan


pasien.Malang.2017

2. Bertens.2011. Etika Bio Medis. Kanisius, Yogyakarta. Hlm. 67

3. Suharjo B. Cahyono. 2008. Op Cit. Hlm. 295

4. Konsil Kedokteran Indonesia. (2006).Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta

5. http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/06/06/hubungan-dokter-

pasien-566391.html (Diakses pada 27 September 2013).

6. UUD 1945

16

Anda mungkin juga menyukai