Disusun oleh :
i
TAHUN AKADEMIK 2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami
sehingga terwujud makalah yang berjudul “ Hubungan Dokter dengan Pasien“.
Terlaksananya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu kami
menyampaikan ucapan terimasih kepada :
Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu kami
meminta maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak lubang
yang terliang dan masih banyak rongga yang terengah. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik
lagi di kemudian hari dan bermanfaat bagi setiap orang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1: PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah1
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB II: ISI 3
2.1 Hubungan Dokter dengan Pasien 3
2.2 Timbulnya Hubungan Hukum Dokter dengan Pasien 7
2.3 Hak dan kewajiban Dokter dan Pasien…...........................................................9
2.4 Komunkasi Efektif Dokter dan Pasien.............................................................10
2.5 Pengakhiran Hubungan Dokter dengan Pasien………………………………13
BAB III: PENUTUP 15
3.1 Kesimpulan 15
3.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Wawancara medis adalah bagian yang paling penting dalam proses diagnosis
karena akan membantu kita dalam membentuk gambaran penyakit pasien seakurat
dan seakurat mungkin. Dokter tidak hanya dibutuhkan saat sakit, tapi bila sehat
adalah dokter yang benar-benar dibutuhkan untuk mencegah penyakit atau
merawat dan meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis pasien. Dokter yang
bisa melakukan ini adalah dokter keluarga, yang sudah belajar dan dilatih untuk
menangani penyakit sekaligus menjaga kesehatan masyarakat mulai dari lahir
hingga manula. Hubungan dokter-pasien adalah hubungan kepercayaan, jadi tanpa
rasa saling percaya di antara keduanya, pengobatan mungkin tidak dilakukan
dengan baik.
Bertitik tolak dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana hubungan antara dokter dan
pasien?
1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dokter dan
pasien.
2
BAB II
ISI
Pada prinsipnya dalam hubungan antara dokter dan pasien ada dua hal
penting yang harus diperhatikan yaitu bagaimana dokter menempatkan otonomi
pasien sebagai individu khususnya dalam pengambilan keputudan medis dan
bagaimana dokter membangun keharmonisan tersebut melalui komunikasi yang
efektif. Selama ini dokter menempatkan dirinya dalam keputusan medis sebagai
guardian dan yang paling serba tahu, sehingga otonomi pasien kurang mendapat
tempat. Pola hubungan dokter dan pasien seperti ini dapat diibaratkan sebagai
hubungan antara ayah dan anak atau hubungan yang bersifat paternalistik.Sifat
paternalistik ini menimbulkan ketidakseimbangan hubungan dan interaksi antara
pasien dan dokter serta ditopang dengan penuh ketidakpastian. Kondisi inilah
yang menimbulkan hubungan “asimetris” antara dokter dan pasien. Selain itu,
dengan adanya sifat paternalistik antara dokter dan pasien, selanjutnya akan
melahirkan prinsip father know best (ayah yang paling tahu).
3
Otonomi pasien di bawah bayang-bayang seorang dokter dan keputusan pasien
diserahkan sepenuhnya ke tangan dokter. Pasien tidak bertindak sebagai kontrol
atas apa yang dilakukan oleh dokter terhadap dirinya. Oleh karena itu, kondisi
demikian ini akan memberikan peluang lebih besar bagi dokter untuk melakukan
kesalahan medis. Dalam konteks ini pasien bersifat pasif dan tidak bersifat kritis
serta pada umumnya tidak menuntut lebih banyak, hanya bersikap menerima,
sehingga dokter akan cenderung memberikan pelayanan lebih “apa adanya”.
Dalam konteks ini pasien hanya menyerahkan diri sepenuhnya atau mungkin
mempercayai dokternya secara membuta, terlebih bila pasien tidak bersifat
kritis.Apa bila digambarkan model hubungan dokter dan pasien yang bersifat
paternalistik, adalah sebagaimana dalam bagan di bawah ini.4
dokter
pasien
paternalistic (dokter
mengambil keputusan medis
tanpa melibatkan pasien atau
keluarga pasien)
Melalui bagan di atas dapat digambarkan bahwa hubungan timbul saat pasien
menghubungi dokter karena ia merasa ada sesuatu yang dirasakannya
membahayakan kesehatannya. Keadaan psiko-biologisnya memberikan peringatan
bahwa ia merasa sakit, dan dalam hal ini dokterlah yang dianggapnya mampu
menolongnya dan memberikan bantuan pertolongan. Jadi, kedudukan dokter
dianggap lebih tinggi oleh pasien dan peranannya lebih penting daripada pasien.10
Dalam praktik, dapat dilihat hal ini yang menyebabkan timbulnya hubungan
4
asimetris antara pasien dengan dokter, hubungan yang terjadi terutama karena
pasien sendiri yang mendatangi dokter untuk meminta pertolongan mengobati
sakit yang dideritanya. Dalam keadaan seperti ini terjadi persetujuan kehendak
antara kedua belah pihak, artinya parapihak sudah sepenuhnya setuju untuk
mengadakan hubungan hukum.Sesuai dengan uaraian diatas hubungan hukum ini
bersumber pada kepercayaan pasien terhadap dokter sehingga pasien bersedia
memberikan persetujuan tindakan medis (informed consent), yaitu suatu
persetujuan pasien untuk menerima upaya medis yang akan dilakukan
terhadapnya yang terkait dengan hubungan tersebut karena pasien itu mencari
pertolongan untuk penyembuhan penyakitnya, dalam hal ini kepada dokter atau
rumah sakit. Hal ini membawa akibat bahwa hubungan pemberian pertolongan ini
membuat pasien berada dalam suatu posisi yang lemah dan tergantung kepada
dokternya, Seorang dokter mempunyai kedudukan yang lebih kuat, yaitu suatu
profesi yang darinya banyak diharapkan dapat menghilangkan penyakit pasien.
5
menyebabkan dokter memainkan peran kunci dan berperan secara ”powerful” dan
mengarahkan interaksi dengan pasien yaitu :
1. Rasa percaya yang tinggi pasien terhadap dokter karena legitimasi sosial
sebagai pihak yang memiliki kewenangan memiliki pengalaman atau keahlian
medik.
2. Pasien sendiri yang datang atas kehendaknya kepada dokter untuk memperoleh
pertolongan.
6
3. Dokter atas ilmu pengetahuannya mengetahui tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan penyakit dan penyembuhannya. Sedangkan pasien tidak tahu
apa-apa tentang hal itu sehingga pasien menyerahkan nasibnya sepenuhnya
ditangan dokter.
4. Keadaan pasien yang sangat mendesak atau darurat untuk segera mendapatkan
pertolongan dari dokter.
Dengan demikian, adanya gejala yang demikian itulah mendorong orang
untuk berusaha menemukan dasar hukum (yuridis) bagi pelayanan kesehatan yang
sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya
hubungan hukum, walaupun hal tersebut sering kali tidak disadari oleh dokter.
Secara yuridis timbulnya hubungan antara dokter dan pasien bisa berdasarkan dua
hal, yaitu berdasarkan perjanjian dan karena Undang-undang.
1. Berdasarkan Perjanjian
7
lain-lain). Dengan demikian maka perjanjian antara dokter - pasien itu secara
yuridis dimasukkan kedalam golongan inspannings verbitenis.
2. Berdasarkan Undang-Undang
Di Indonesia hal ini diatur didalam KUH Perdata Pasal 1365 tentang
perbuatan melanggar yang berbunyi : Setiap perbuatan yang melanggar hukum
sehingga membawa kerugian kepada orang lain, maka sipelaku yang
menyebabkan kerugian tersebut berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut.
Perbuatan melanggar hukum "sebagai suatu tindakan atau non-tindakan yang atau
bertentangan dengan kewajiban si pelaku atau bertentangan dengan susila baik,
atau kurang hati-hati dan ketelitian yang seharusnya dilakukan di dalam
masyarakat terhadap seseorang atau barang orang lain".
Jika seorang dokter tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan di atas,
maka ia dapat dianggap telah melakukan pelanggaran hukum, melanggar
ketentuan yang ditentukan oleh Undang-Undang karena tindakannya bertentangan
dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap hati-hati yang seharusnya dapat
diharapkan daripadanya dalam pergaulan sesama warga masyarakat.
8
2.3 Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien
Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi yang bersumber dari
hak dasar individu dalam bidang kesehatan. Dalam hubungan dokter – pasien,
secara relatif pasien berada dalam posisi yang lemah. Kekurang mampuan pasien
untuk membela kepentingannya dalam situasi pelayanan kesehatan, menyebabkan
timbulnya hak-hak pasien dalam menghadapi para profesional kesehatan
terabaikan. Hubungan antara dokter dengan pasien, sekarang adalah partner dan
kedudukan keduanya secara hukum adalah sama. Pasien mempunyai hak dan
kewajiban tertentu, demikian pula dokternya. Secara umum pasien berhak atas
pelanyanan yang manusiawi dan perawatan yang bermutu.
Adapun beberapa kewajiban yang harus pasien tunaikan antara lain :
Kewajiban
Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar
operasional prosedur serta kebutuhan medis
Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan/pengobatan, bisa merujuk pasien ke dokter/sarana kesehatan
lain yang mempunyai kemampuan lebih baik.
9
Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
setelah pasien itu meninggal dunia
Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang mampu melakukannya
Mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 50
dan 51, Hak dan Kewajiban Pasien
Hak
Mendapatkan penjelasan lengkap tentang rencana tindakan medis yang
akan dilakukan dokter
Bisa meminta pendapat dokter lain (second opinion)
Mendapat pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan
Bisa menolak tindakan medis yang akan dilakukan dokter bila ada
keraguan
Bisa mendapat informasi rekam medis
Kewajiban
Memberikan informasi yang lengkap, jujur dan dipahami tentang masalah
kesehatannya
Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan
Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang prima
10
terampil mengenali kebutuhan pasien. Dalam pemberian pelayanan medis, adanya
komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang
diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah
kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien. Menurut Kurzt (1998),
dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan:
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih
11
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien
bagi keduanya (Kurtz, 1998). Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006),
berdasarkan hari penelitian, manfaat komunikasi efektif dokter-pasien adalah:
4. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam
menghadapi penyakitnya.
12
Dengan mengembangkan komunikasi efektif tersebut, dokter dapat
mengetahui sepenuhnya kondisi pasien dan keluarga pasien juga menaruh
kepercayaan sepenuhnya kepada dokter. Kondisi tersebut dapat berpengaruh pada
proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa aman dan tenang
mendapatkan penanganan yang intensif oleh dokter, sehingga pasien akan patuh
menjalankan petunjuk dan nasehat dokter karena yakin bahwa semua yang
dilakukan untuk kebaikan pasien.
13
pada posisi yang lebih baik dari pasien dalam hal mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan.
Jika selama perawatan dokter menyimpulkan bahwa ia tidak memiliki
pengetahuan atau ketrampilan yang kompeten untuk mengobati pasien atau untuk
alasan lain dan beranggapan bahwa pasien akan lebih baik bila ditangani oleh
dokter lain atau pada fasilitas lain, maka pasien harus diinformasikan. Untuk
praktisnya, pasien dengan mudahnya menyetujui keputusan dokternya dan terjadi
pengakhiran hubungan dengan peralihan yang menguntungkan. Jika pengalihan
tertunda maka dokter yang merawat diminta memberitahukan pasien terhadap
konsekuensi bila menolak, mendokumentasikan penolakan, konseling, dan
kemudian meneruskan perawatan hingga terjadi penghentian hubungan secara
sepihak. Pengakhiran hubungan secara sepihak diizinkan. Pasien harus diberikan
cukup waktu untuk merencanakan perawatan dari dokter lain. Catatan tertulis
harus disertakan dan lebih diutamakan bila ditulis pada kertas bermeterai. Catatan
tersebut harus memberikan penjelasan mengenai keadaan pasien, pelayanan
lanjutan yang diperlukan sebagaimana halnya dengan penjelasan mengenai
konsekuensi dari kegagalan untuk memperoleh pelayanan lanjutan dan waktu
perawatan ini harus dituliskan pada catatan tersebut. Penarikan diri secara tidak
tepat oleh dokter merupakan pelanggaran kontrak, kelalaian profesional,
dan abandonment.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
4.2 Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
5. http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/06/06/hubungan-dokter-
6. UUD 1945
16