NAMA; ……………………….
1. Open Dumping
Open Dumping adalah sistem pembuangan paling sederhana dimana sampah dibuang
begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa perlakuan lebih lanjut. ... Karena tidak
adanya kontrol terhadapa area pembuangan, banyak pemulung masuk ke dalam TPA untuk
memilah sampah yang masih bisa digunakan atau dijual kembali.
Pada metode ini sampah dikumpulkan dan ditimbun bagitu pada suatu lahan TPA. Cara
ini cukup sederhana yaitu dengan membuang sampah pada suatu legokan atau cekungan tanpa
mengunakan tanah sebagai penutup sampah, cara ini sudah tidak direkomendasi lagi oleh
Pemerintah RI karena tidak memenuhi syarat teknis suatu TPA Sampah. Open dumping sangat
potensial dalam mencemari lingkungan, baik itu dari pencemaran air tanah oleh Leachate (air
sampah yang dapat menyerap kedalam tanah), lalat, bau serta binatang seperti tikus, kecoa,
nyamuk lain-lainnya.
2. Landfill (Pengurukan)
Landfill merupakan salah satu cara untuk menyingkirkan limbah yang dihasilkan
manusia karena relatif murah dan mudah dilakukan. Walaupun cara ini mempunyai banyak
resiko terutama akibat kemungkinan pencemaran air tanah, tetapi sampai saat ini landfilling akan
tetap merupakan bagian yang sulit untuk dihilangkan dalam pengelolaan limbah karena alasan-
alasan sebagai berikut: (1) Teknologi pengelolaan limbah seperti reduksi di sumber, daur ulang,
daur pakai atau minimalisasi limbah, tidak dapat menyingkirkan limbah secara menyeluruh; (2)
Tidak semua limbah mempunyai nilai ekonomis untuk didaur ulang; (3) Teknologi pengelolaan
limbah seperti insinerator atau pengolahan secara biologis atau kimia tetap menghasilkan residu
yang harus ditangani lebih lanjut; (4) Kadangkala sebuah limbah sulit untuk diuraikan secara
biologis, atau sulit untuk dibakar, atau sulit untuk diolah secara kimia; (5) Timbulan limbah tidak
dapat direduksi sampai tidak ada sama sekali.
Pada awalnya metoda landfilling diterapkan dengan tujuan ganda, yakni untuk
pembuangan limbah padat sekaligus untuk pendayagunaan lahan terlantar yang tidak bermanfaat.
Lambat laun, penggunaan landfill dalam sistem pengelolaan persampahan telah diterapkan
secara luas di berbagai negara, hal ini terutama disebabkan penggunaan landfill memberikan
pertimbangan yang cukup menguntungkan dari segi ekonomi dan dari segi lingkungan proses
pengontrolan kemungkinan pencemaran dapat dilakukan secara optimal. Seiring dengan
berjalannya waktu, berbagai data tentang dampak jangka pendek maupun jangka panjang
penggunaan landfill mulai diperoleh dan menghasilkan suatu kesimpulan yang melahirkan
kesadaran semua pihak bahwa landfill tidak akan lagi dapat berfungsi sebagai metoda reklamasi
atau perbaikan lahan apabila pemakaiannya tidak memenuhi suatu kriteria ketat dalam hal
pemilihan lokasi, perancangan, konstruksi dan operasional.
3. Pembakaran (Incenerator)
Salah satu upaya untuk mengurangi jumlah sampah adalah dengan membakarnya. Cara
ini dirasa lebih mudah, tetapi jika dilakukan secara asal-asalan akan sangat berbahaya bagi
kesehatan. Pembakaran sampah yang ideal adalah jika api panas dan oksigen disuplai dengan
jumlah yang cukup. Tetapi pada umumnya sebelum membakar sampah, sampah dikumpulkan
dan ditumpuk menjadi satu. Sehingga saat dibakar hanya sampah yang berada di permukaan
yang mendapat cukup oksigen untuk menghasilkan CO 2 sementara dibagian dalamnya yang
kekurangan O2 akan mghasilkan CO. Satu ton sampah diperkirakan dapat menghasilkan 3 kg CO.
CO merupakan gas yang dapat membunuh secara massal.
Di samping itu sampah organik yang biasanya lembab, mengakibatkan partikel-partikel
yang tidak terbakar beterbangan dan bereaksi menghasilkan hidrokarbon berbahaya. Sebagian
partikel akan terhisap masuk paru-paru karena mekanisme penyaringan dalam hidung kita tidak
mampu menyaringnya. Untuk mengurangi pencemaran akibat pembakaran sampah/insenerator,
dapat menggunakan teknologi pembakar sampah “pilot project” skala kecil atau sedang yang
telah diproduksi di Indonesia.
Gambar 3: Pembuangan Sampah Incenerator
Teknologi incinerator ini adalah salah satu alat pemusnah sampah yang dilakukan
pembakaran pada suhu tinggi, dan secara terpadu dapat aman bagi lingkungan sehingga
pengoperasian nya pun mudah dan aman, karena keluaran emisi yang dihasilkan berwawasan
lingkungan dan dapat memenuhi persyaratan dari Kementerian Lingkungan Hidup sesuai dengan
Kep.Men LH No.13/ MENLH/3/1995.
Keuntungan dan kerugian incinerator mini serta solusinya
No. Keuntungan Kekurangan Solusi
1. Instalasi sangat kompak Memerlukan temperatur Diperlukan kesiapan Pengelola
0 0
tinggi 800 – 1.100 C, DKP yang bertanggung jawab
Pemasangan
diperlukan energi awal
ditempatkan pada tingkat (minyak/ listrik)
Komplek perumahan, Kesiapan SDM (alih
pertokoan, Mal, pasar, teknologi
pabrik/ kawasan industri,
Rumah Sakit, taman
rekreasi, GOR, dll.
2. Ukuran alat/ unit relatif Bahan terbuat dari plat Perlu pemeliharaan rutin
kecil dan sedang, tidak Dilakukan training kepada
baja (mudah karat)
memerlukan lahan luas petugas, dan sosialisasi
Perlu sosialisasi kepada
Mudah dalam
(petugas, masyarakat),
pemasangan,operasional
merubah budaya.
dan pemeliharaan.
Terbatas pada kapasitas
Mengurangi kebutuhan
sampah yang dibakar
angkutan berat
3. Volume dan berat Kontrol/ monitoring Oleh BPLHD/ Lingkungan
operasional Hidup (berkala)
sampah berkurang hingga
Terdapat gas monoksida Kesiapan angkutan
95 %
(CO)
Emisi gas buang Perlu pengangkutan sisa Pengaturan pemulung
terkendali pembakaran/ abu (kontinyu)
Energi gas buang dapat Diperlukan pemilahan
sampah
di manfaatkan sebgai
sumber panas
Residu abu dapat
dimanfaatkan sebagai
batako(nilai ekomonis)
Meminimalkan
pencemaran udara, tanah
dan air
Kelebihan pembakaran/insenerator
Dapat memusnahkan banyak materi yang mengandung karbon dan pathogen
Reduksi volume mencapai 80-90%
Hasil pengolahan tidak dikenali sebagai bentuk aslinya
Panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali untuk menghasilkan uap
Kekurangan dari pembakaran/insenerator
Emisi udaranya menghasilkan bahan pencemar, terutama dioksin dan fluran yang oleh
WHO dinyatakan karsinogenik
Perlu tenaga operator yang terampil
Resiko tinggi terhadap operator karena panas dan potensii kebakaran
Sulit menguji patogen secara rutin
Fly-ash dari incinerator termasuk kategori limbah berbahaya
4. Sanitary Lanfill
Sanitary landfill merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan yang disiapkan
dan dioperasikan secara sistematis. Ada proses penyebaran dan pemadatan sampah pada area
pengurugan dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel sampah dengan tanah penutup juga
dilakukan setiap hari. Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional.
Untuk meminimalkan potensi gangguan timbul, maka penutupan sampah dilakukan setiap hari.
Namun, untuk menerapkannya diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal.
Di Indonesia, metode sanitary landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota besar dan
metropolitan. Untuk dapat melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas,
sama seperti fasilitas dalam sistem controlled landfill. Tentu dengan kebutuhan jumlah dan
spesifikasi yang berbeda. Pemanfaatan sanitary landfill sebagai pemecahan permasalahan
sampah di kota-kota besar tetap menemui kendala jika tidak disertai dengan manajemen yang
tepat. Dengan demikian, penanganan sampah tidak hanya soal bagaimana cara membuangnya,
tetapi juga bagaimana cara mengurangi (reduce), menggunakan ulang (reuse),dan mendaur ulang
(recycle).
Gambar 4: Pembuangan Sampah Sanitary Landfill
Aspek Sanitary Landfill minimal ada empat aspek penting yang mesti dikaji dalam
pembuatan sanfil.
1) Pertama, seleksi lokasi. Atau karena jaraknya jauh, topografi dan kondisi tanahnya tak
mendukung, serta alasan lingkungan setempat yang juga tak mendukung.
2) Kedua, metode sanfil. Ini berkaitan dengan bentuk lahan. Agar efektivitas pemakaian
lahannya tinggi, maka rencana operasi harus dibuat. Ada tiga metode yang bisa
digunakan, yaitu area, trench, dan depression. Metode area diterapkan apabila lahannya
agak landai atau datar dan tidak bisa dibuatkan parit. Setelah sisinya ditanggul dengan
tanah, barulah sampah dipadatkan sampai selesai lajur per lajur. Metode trench (parit)
dibuat di lahan yang muka air tanahnya cukup dalam dan tersedia tanah penutup. Lebih
disukai kalau ada bukit yang tanahnya bisa dipangkas untuk tanah penutup. Parit dibuat
dengan menggali sampai tanah kedap air. Selanjutnya, apabila lokasi sanfil berupa
cekungan, legok atau jurang, metode depression atau lembah baik dipakai. Sampah
diratakan, dipadatkan lalu ditutupi tanah liat. Sekian puluh tahun kemudian, lembah itu
berubah menjadi lahan yang bisa dihuni atau untuk fasilitas lainnya seperti taman dan
sabuk hijau.
3) Ketiga, produksi gas dan lindi. Kecuali gas yang dominan, yaitu 60% metana (CH4) dan
35% karbondioksida, ada juga gas lain, yaitu H2S yang berbau busuk seperti di kawah
Tangkubanparahu, amoniak (NH3), karbonmonoksida (CO) dll. Gas CO2 bisa
melarutkan formasi batu kapur di tanah; metana, gas yang nyalanya seperti spiritus ini,
bisa meledak jika terkonsentrasi. Adapun lindi berasal dari internal hasil dekomposisi dan
eksternal dari hujan, air tanah, dan limpahan drainase. Inilah masalah ikutan dari
penanganan sampah. Sampah selesai, muncullah air sampah yang tak kalah menimbulkan
masalah lingkungan.
4) Keempat, aliran gas dan lindi. Gas bisa dibiarkan lepas ke udara atau ditampung untuk
dimanfaatkan energinya. Biogas ini, kalau dieksploitasi dengan hati-hati dan tepat
teknologinya, lumayan untuk menerangi kawasan kantor sanfil. Lindi mengalir ke bawah
dan terkumpul di dasar sanfil. Bisa dibiarkan di dalam sanfil atau diolah di instalasi
pengolahan air limbah sebelum dibuang.
Demikianlah, “kue lapis” sanfil bisa lebih bersahabat ketimbang open dump. Empat
aspek di atas, pencarian, pemilahan, pemilihan, penetapan, dan operasi-rawat sanfil bisa
meminimalkan risikonya. Namun, dalam tataran desain, masih ada parameter lain yang mesti
dievaluasi agar diperoleh hasil yang memuaskan dari sisi teknologi dan investasi.
Badan Pengkajian dan Pengembangan Tekhnologi (BPPT) menciptakan sistem baru
untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Namanya Reusable Sanitary Landfill.
Sebenarnya, sistem ini merupakan penyempurna sistem yang pernah diterapkan di Tempat
Pembuangan Akhir Sampah yaitu Sanitary Landfill. Arsitek dan Insinyur Tekhnologi BPPT,
Dipl. –Ing. Ir H. B. Henky Sutanto menjelaskan Reusable Sanitary Landfill (RSL) adalah sebuah
sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan metode Supply Ruang
Penampungan Sampah Padat. RSL diyakini Henky bisa mengontrol emisi liquid, atau air
rembesan sampai sehingga tidak mencemari air tanah. Sistem ini mampu mengontrol emisi gas
metan, karbondioksida atau gas berbahaya lainnya akibat proses pemadatan sampah. RSL juga
bisa mengontrol populasi lalat di sekitar TPA. Sehingga mencegah penebaran bibit penyakit.
Cara kerjanya, di RSL, sampah ditumpuk dalam satu lahan. Lahan tempat sampah tersebut
sebelumnya digali dan tanah liatnya dipadatkan. Lahan ini desbut ground liner. Usai tanah liat
dipadatkan, tanah kemudian dilapisi dengan geo membran, lapisan mirip plastik berwarna yang
dengan ketebalan 2,5 milimeter yang terbuat dari High Density Polyitilin, salah satu senyawa
minyak bumi. Lapisan ini lah yang nantinya akan menahan air lindi (air kotor yang berbau yang
berasal dari sampah), sehingga tidak akan meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Di
atas lapisan geo membran dilapisi lagi geo textile yang gunanya memfilter kotoran sehingga
tidak bercampur dengan air lindi. Secara berkala air lindi ini dikeringkan. Sebelum dipadatkan,
sampah yang menumpuk diatas lapisan geo textille ini kemudian ditutup dengan menggunakan
lapisan geo membran untuk mencegah menyebarnya gas metan akibat proses pembusukan
sampah (yang dipadatkan) tanpa oksigen. Geo membran ini juga akan menyerap panas dan
membantu proses pembusukan. Radiasinya akan dipastikan dapat membunuh lalat dan telur-
telurnya di sekitar sampah. Sementara hasil pembusukan samapah dalam bentuk kompos bisa
dijual. Gas metan ini juga yang pada akhirnya digunakan untuk memanaskan air hujan yang
sebelumnya ditampung untuk mencuci truk-truk pengangkut sampah. Henky yakin jika truk
sampah yang bentuknya tertutup dicuci setiap kali habis mengangkut sampah, tidak akan
menebarkan bau.
Sumber lain juga mengatakan bahwa di Sanitary Landfill tersebut juga dipasang pipa
gas untuk mengalirkan gas hasil aktifitas penguraian sampah. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam sanitary landfill yaitu: (1) Semua landfill adalah warisan bagi generasi
mendatang. (2) Memerlukan lahan yang luas. (3) Penyediaan dan pemilihan lokasi pembuangan
harus memperhatikan dampak lingkungan. (4) Aspek sosial harus mendapat perhatian. (5) Harus
dipersiapkan instalasi drainase dan sistem pengumpulan asap. (6) Kebocoran ke dalam sumber
air tidak dapat ditolerir (kontaminasi dengan zat-zat beracun). (7) Memerlukan pemantauan yang
terus menerus.
Prosedur
Ada dua metode yaitu “area method” dan trench method”. Metode “trench” disebut sebagai
metode pemotongan dan pengisian. Sebuah trench (Parit) digali di bawah permukaan tanah dan
sampah ditempatkan dalam parit dan ditutup. Cara lain yaitu dua buah parit digali sekaligus,
sampah diisikan pada salah satu parit dan lumpur dari salah satu lubang galian digunakan sebagai
material penutup. Jika lokasi landfill yang direncanakan terletak di bawah tanjakan seperti
lembah atau ngarai, metode “area” digunakan. Lokasi landfill lebih tinggi dari tempat lain yang
ada disekitarnya, maka metode pengisian area landfill digunakan.
TEMPATPEMBUANGAN SAMPAH TERPADU
TPST BANTAR GEBANG
1. Pengantar
TPST Bantar Gebang terletak di Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat,
Indonesia. TPST tersebut diapit oleh 3 kelurahan yakni Cikiwul dengan luas 525,351 ha,
Ciketing Udik dengan luas 568,955 ha, dan Sumur Batu dengan luas 343,340 Ha. TPST Bantar
Gebang melayani sampah di daerah Kota DKI Jakarta. Kronologis pembangunan mengenai
TPST Bantar Gebang ini yakni dimulai pada tahun 1889-2004 diadakan kontruksi menjadi
tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Pada tahun tersebut terjadi kerja sama antara Pemkot
Bekasi dan Pemkot Jakarta, namun operator pengelolanya yakni Pemprov DKI. Selanjutnya pada
tahun 2004-2006 kerja sama tetap terjadi antara Pemkot Jakarta dan Pemkot Bekasi, namun
pengelola dipegang oleh PT PBB. Kemudian pada tahun 2008 diadakan tender terbuka, karena
mulai tahun itu selain mengelola mereka juga menginvestasi hampir 600 milyar untuk
pembangunan fasilitas-fasilitas baru. Selanjutnya hingga saat ini pengelolaannya dipegang oleh
pihak swasta yang terikat kontrak dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu PT Godang
Tua Jaya dan PT Navigat Organic Energy Indonesia.
Berdasarkan pemaparan dari Bapak Batara Erwin Sinaga sebagai Manajer Bagian
Umum, TPST Bantar Gebang memiliki 5 zona landfill dan beberapa fasilitas lainnya yakni
kantor, jalan, konstruksi sanitary landfill, unit komposting, IPAS, gas collection, recycling, dan
Power Plant. Sampah yang masuk ke TPST pada setiap harinya mencapai 5000 ton/hari dan truk
yang masuk diperkirakan mencapai 1000 per hari. Dan terkadang pengangkutan dilakukan dalam
dua kali ritasi. Pengangkutan berbeda beda pemerintah DKI menggunakan truk kontainer dan
truk kapsul untuk mengangkut sampahnya.
1.2. Fasilitas
1.2.1 Jembatan Timbang
Truk yang mengangkut sampah pada saat memeasuki TPST dilakukan penimbangan
terlebih dahulu di gerbang masuk oleh pengawas timbangan. Penimbangan juga dilakukan pada
saat truk keluar dari TPST guna mengetahui berat truk kosong. Sehingga di TPST ini terdapat
dua jembatan timbang, satu diletakan tepat pada saat truk akan masuk, kedua diletakan di tempat
truk akan keluar.
Gambar Truk Yang Membawa Sampah Sedang Ditimbang
1.2.2 Titik Buang
Setelah dilakukan penimbangan, truk menuju titik buang dan dilakukan pengadukan dan
pengaturan penumpukan sampah dengan menggunakan eskafator sejumlah 4 sampai 5 eskafator
di tiap harinya. Pada saat ekskafator melakukan pengaturan penumpukan sampah ini, sejumlah
pemulung melakukan pemilahan sampah anorganik yang memiliki nilai jual. Sampah-sampah
yang terpilah nantinya akan dijual ke bandar dan ke tempat pengolahan daur ulang. Metoda yang
digunakan pada pengelolaan sampah di TPST Bantar Gebang ini ialah sanitary landfill, pada
metoda pengurugan sampah ke dalam tanah ini dengan menyebarkan sampah secara perlapis-
lapis pada sebuah site (lahan) yang telah disiapkan, kemudian dilakukan pemadatan dengan alat
berat, dan pada akhir hari operasi, urugan sampah tersebut kemudian ditutup dengan tanah
penutup. Periode penutupan urugan sampah di lokasi tersebut kira-kira dilakukan tiap seminggu
sekali.
Untuk volume disetiap zona adalah:
Zona I: 2.786.566,95 liter
Zona II: 2.744.989,83 liter
Zona III: 2.787.904,08 liter
Zona IV: 810.258,21 liter
Zona V: 803.323,17 liter
Sehingga total sampah yang ada di Bantargebang mencapai hingga 9.932.142,24 liter.
Luas lahan keseluruhan sekarang mencapai 120,3 Ha setelah ada penambahan sekitar 10,5 Ha
untuk fasilitas baru. Zona I memeiliki luas 18,3 Ha, Zona II 17,7 Ha, Zona III 25,41 Ha, Zona IV
11 Ha dan Zona V 9,5 Ha. Dari keseluruhan luas 5 zona yang ada di TPST Bantargebang sekitar
81,91 Ha dan yang paling luas Zona 3 yang jumlah total sampah nya mencapai 10 juta m 3.
Namun di zona 1 dan 2 yang dulunya dipisah dan ditengahnya ada jalan sekarang diurug menjadi
satu dan digabungkan untuk ditutup oleh geomembran untuk dimabil gas metannya.
Gambar Zona Pembuangan dan Penimbunan
Cover soil
Cover soil digunakan untuk menutup timbunan sampah yang sudah diluar kapasitas tiap
zona. Timbunan sampah yang sudah overload di zona tertentu ditutup dengan tanah, lalu dilapisi
dengan geomembran. Hal ini bertujuan agar gas methan yang terbentuk dapat ditangkap. Cover
soil ini dilakukan tidak setiap melainkan berkala sesuai kebutuhan di lapangan. Menurut
keterangan pihak pengelola sejauh ini gas metan yang dihasilkan dapat dikendalikan dengan
baik, sehingga tidak terbuang percuma.
2. Jelaskan fungsi fasilitas yang dimiliki olef TPST Bantar Gebang dibawah ini:
1) Jembatan timbang :
2) Zona pembuangan :
3) Unit composting :
4) Unit IPAL :
5) Unit Power Plant :
6) Daur ulang plastic :
3. Tuliskan berapa jumlah sampah yang dibuah ke TPST Bantar Gebang setiap tahuan
No Tahun Jumlah Dalam Ton
1 2015
2 2016
3 2017
4. Tuliskan jenis sampah yang dibuang ke TPST Bantar Gebang setiap tahun
No Jenis sampah
1 Sampah domestic (Rumah Tangga)
2 Sampah Pabrik
3 Sampah dari Pasar
4 Sampah B3
5 Sampah Rumah Sakit
5. Apakah TPST Bantar Gebang menjalankan perlakukan khusus untuk sampah yang berasal dari
rumah sakit
6. Apakah TPST Bantar Gebang menjalankan perlakukan khusus untuk sampah B3
7. Bagaimanakah cara perhitungan biaya operasional sampa di TPST Bantar Gebang
8. Apakah ada biaya tambahan pengelolaan sampah untuk sampah B3 dan sampah rumah sakit
9. Apakah ada kompensasi bau bagi masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar TPST Bantar
Gebang
10. Model pengelolaan sampah seeperti apa yang dikembangkan oleh TPS Bantar Gebang dan
mengapa model tersebut yang dipilih?
11. TPST Bantar Gebang berlokasi di Bekasi dan sampah yang dibuah adalah sampah-sampah
yang berasal dari warga Jakarta. Kompensasi apakah yang diterima Pemda Bekasi dari Pemda
DKI Jakarta
12. Jelaskan tahapan proses pengolahan sampah dari awal (sampah dating) sampai di lokasi
pembuangan akhir.
13. Jelaskan bagiaman tahapan proses daur ulang plastic dilakukan
14. Jelaskan bagaiaman tahapan pembuatan kompos dilakukan
15 Jelaskan bagaimana tahapan pengolahan IPAL.
16. Hewan dan tumbuhan apa yang diguanakn untuk melihat bahwa air IPAL sudah layah
dibuang ke lingkungan
17. Metode Pengolahan sampah apa yang dikembangan di TPST Bantar gebang
18. Mengapa metode pengolahan sampah pada pertanyaan nomor 17 tersebut yang
dikembangkan.
19. Sampai berapa tahun lagi Kapasitas TPST Bantar gebang ini mampu beroperasi menampung
sampah warga Jakarta dan Bekasi
20. Model pengeolahan sampah seperti apakah yang akan dikembangkan oleh TPST Bantar
Pemilihan letak dan struktur geologi
Suatu hal yang perlu dipertimbangkan suatu sanitary landfill adalah struktur geologi dan
topografi serta permeabilitas dari tanah. Pertimbangan lain adalah kedalaman air tanah, lapisan
tanah sampai lapisan batuan. Lokasi landfill akan menimbulkan efek yang merugikan bagi air
permukaan dan air tanah yang terletak di bawah dasar landfill. Dalam keadaan demikian, maka
tanah dapat diberikan beberapa renovasi untuk menghadapi leachate. Dengan cara demikian
dapat ditingkatkan kualitasnya sebelum dipisahkan dengan air permukaan atau air tanah, aliran
dari tanah ini dapat membentuk suatu materiil penutup. Sehingga dapat menciptakan suatu
renovasi yang optimum menghadapi leachate.
Lokasi landfill harus dipilih secara teliti dari lokasi yang tersedia yaitu basah dan berlumpur
dapat digunakan sebagai tempat yang baik dan cukup luas bagi santary landfill.
Ketika sebuah sanitary landfill ditempatkan pada area yang tersebar dekat dengan suplay air
bersih, hal yang perlu diperhatikan adalah kedalaman dari tempat bebatuan dan air tanah.
Mekanisme dari formasi leachate tak diketahui secara pasti, penelitian terakhir yang dilakukan
oleh Fungaroli dan Stuiner (1969). Bahwa leachate sebagian besar merupakan akibat dari
sanitary landfill. Metode hidrologi menunjukkan dengan sedikit air hujan maka leachate akan
terbentuk, maka sanitary landfill dipikirkan keberadaannya sebagai sumber polusi.
Peralatan untuk penimbunan limbah dan pengoperasiannya
Culham (1969), Stone dan Courad (1969) menyelidiki suatu jenis landfill yang lebih besar
diperoleh suatu peralatan tambah untuk mengerjakan hal-hal tertentu, alat pengikis yang cepat
untuk mengangkut dan menyingkirkan material yang menutupinya, sebuah alat penyiram
pengontrol/debu, jenis peralatan tanah yang langsung dioperasikan, traktor, bulldozer.
Sanitary landfill mempunyai potensi untuk dimanfaatkan tanah-tanah yang sebelumnya tidak
dapat dipakai. Sehingga besar dimanfaatkan kembali, sehingga menambah nilai ekonomis.
Aktifitas biologi
Dari sisi kehidupan sebuah sanitary landfill akan mengalami, proses dekomposisi, secara aerob
maupun anaerob ketika pertama kali material diletakkan dalam pengisian, maka proses
dekomposisi mengarah pada peristiwa aerob, ketika komponen oksigen dikonsumsi, maka
landfill dianggap mengalami kondisi anaerob, lamanya tergantung pada suhu dan oksigen yang
tersedia. Periode dekomposisi aerob lebih cepat dibanding dengan periode anaerob dalam proses
ini.
/
Hasil yang diperoleh dari dekomposisi aerob adalah asam dan alkohol, yang dikonsumsi oleh
mikroorganisme yang akan menghasilkan methana dan karbon dioksida. Gas methana
menyebabkan kondisi gas masuk ke rumah. Fist (1967) melaporkan konsentrasi ledakan dalam
penelitiannya gas lain yang diproduksi secara anaerob adalah hidrogen sulfida yang berbau
busuk dan mudah meledak.
Untuk itu pada system Sanitary Landfill terdapat pipa-pipa yang akan menyalurkan Gas Metana
yang terbentuk ke udara bebas agar menghindari menumpuknya Gas Metana di dalam timbunan
yang akan menyebabkan terjadinya ledakan sewaktu-waktu.