Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :

GEMMA GALGANI KEWA KARANGORA


1804060138
AGROTEKNOLOGI 2 / SEMESTER IV

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020
PRAKTIKUM KUALITAS TANAH

Semester Genap 2019/2020

PRAKTIKUM I:

PENILAIAN KUALITAS TANAH BERDASARKAN KERAGAMAN ORGANISME


TANAH PADA EKOSISTEM LADANG DAN EKOSISTEM HUTAN CAMPURAN.

I. PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori

Ditinjau dari kondisi biologis tanah, aktifitas dan keanekaragaman organisme tanah
merupakan salah satu aspek pendukung kesuburan dan kualitas serta kesehatan
tanah. Menurut Sarifuddin (2004), keberadaan organisme di dalam tanah adalah
sebagai indikator kualitas tanah, dimana mencerminkan struktur dan fungsi proses
ekologi serta respon terhadap perubahan kondisi tanah yang dihasilkan oleh
praktek pengelolaan lahan. Keberadaan serta aktivitas biota tanah dapat
memberikan pengaruh positif bagi sistem budidaya tanaman serta meningkatkan
kesuburan tanah, karena makrofauna tanah seperti cacing, serangga, nematoda,
keong, siput, bekicot, sangat penting peranannya dalam proses dekomposisi bahan
organik tanah, sedangkan mikroorganisme tanah berperan penting dalam proses
transformasi unsur hara. Makrofauna tanah juga berperan penting dalam
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah selain membantu dalam proses
perombakan materi tumbuhan dan hewan yang mati juga membantu dalam
perbaikan struktur tanah. Dengan demikian makrofauna tanah berperan aktif
dalam menjaga kualitas tanah.

Praktikum dilakukan pada ekosistem yang berbeda dikarenakan setiap ekosistem


memiliki keanekaragaman organisme yang berbeda sehingga kualitas tanahnya juga
berbeda-beda.

1.2 Tujuan Praktikum

Mengetahui nilai kualitas tanah pada lahan ekosistem ladang dan ekosistem hutan
campuran dengan menggunakan organisme cacing.
1.3 Output Praktikum

Mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan dari hasil praktikum ini untuk


meningkatkan hasil pertanian dengan menanam tanaman yang cocok dengan kuliatas
tanah yang ada.

III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu: Mei 2020

3.2 Tempat: Lahan ekosistem Ladang dan ekosistem hutan campuran

3.3 Metode:

3.3.1 Tanah diambil sampai kedalaman 10 cm kemudian secara perlahan-lahan


diidentifikasi semua jenis organisme yang ditemukan.

3.3.2 Jumlah dari masing-masing organisme ditentukan dan dimasukan kedalam


plastik yang telah disiapkan sebelumnya. Agar organisme tidak mudah
bergerak maka organisme tersebut diberi alkohol.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kualitas tanah ekosistem ladang

Tabel 1. Keragaman organisme tanah ekosistem ladang

Lokasi Jenis organisme


Total
tanah Cacing tanah Nematoda Rayap Tungau Kolembola

Tanah 1 8 10 12 9 13 52

Tanah 2 9 11 9 10 10 49

Jumlah 101

Rerata 51

4.2 Kualitas tanah ekosistem hutan campuran


Tabel 2. Keragaman organisme tanah ekosistem hutan campuran

Lokasi Jenis organisme


Total
tanah Cacing tanah Nematoda Rayap Tungau Kolembola

Tanah 1 7 8 10 8 7 40

Tanah 2 6 7 9 8 8 38

Jumlah 78

Rerata 39

Pada tabel 1 dilakukan pengamatan pada ekosistem ladang dan tabel 2 pengamatan
pada ekosistem hutan campuran. Setiap ekosistem dilakukan pengamatan di lokasi tanah 1
dan tanah 2 yang memiliki total jenis organisme yang berbeda. Organisme tersebut adalah
cacing tanah, nematoda, rayap, tungau, kolembola. Cacing tanah yang dalam siklus
hidupnya dapat membuat lubang/liang dalam tanah dapat mencegah pemadatan tanah,
meningkatkan aerasi, penetrasi akar, dan infiltrasi air. Kotoran cacing, yang merupakan
campuran tanah dan sisa organik yang telah tercerna, mengandung berbagai hara yang
tersedia bagi tanaman. Rayap berperan dalam pembentukan struktur tanah dan
dekomposisi bahan organik. Organisme cacing dan rayap ini juga mengangkut dan
mencampur bahan organik dengan bahan mineral (bioturbasi). Dengan demikian cacing
tanah dan rayap dikenal sebagai Ecosistem engineers atau ‘kelompok penggali tanah’.
Collembolab berpengaruh pada dinamika populasi fungi karena kebiasaannya memakan
hifa dan spora fungi. Nematoda dan tungau adalah serangga pemakan jamur dan pemakan
tumbuhan dan hewan busuk. Nematoda memacu dekomposisi bahan organik dengan
memperkecil ukuran dengan ezim selulase yang kemudian dimanfaatkan oleh mikroba
dekomposer lainnya. Selain memperkecil ukuran sisa organik, aktivitas metabolismenya
menghasilkan feses yang mengandung berbagai hara tersedia bagi tanaman maupun
mikrobatanah. Perbedaan jumlah organisme yang terdapat dalam tanah bisa terjadi akibat
habitat yang menjadi lebih kering dengan elevasi atau jarak yang jauh dari sumber air.
Semakin tinggi keanekaragaman organisme tanah pada suatu tempat, maka semakin stabil
ekosistem di tempat tersebut.
Dilihat pada tabel 1 “ekosistem ladang” memiliki jumlah dan rata-rata jenis organisme
yang lebih banyak dibandingkan pada tabel 2 “ekosistem hutan campuran”. Dengan
demikian jika dilihat dari penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa tabel 1
“ekosistem ladang” memiliki kualitas tanah yang lebih baik dari pada tabel 2 “ekosistem
hutan campur”.

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Setiap ekosistem memiliki kualitas tanah yang berbeda jika dilihat dari pengaruh
keanekaragaman organisme yang terdapat dalan tanah ekosistem tersebut. Sesuai
dengan praktikum ini, dilihat bahwa ekosistem ladang memiliki kualitas tanah yang
lebih baik dilihat dari jenis organisme tanah yang lebih banyak dibandingkan dengan
ekosistem hutan campur.

5.2 Saran

Setiap pengamatan praktikum harus dilakukan dengan teliti untuk mendapatkan


hasil yang maximal. Dan untuk para praktikan agar mempersiapkan diri materi-materi
yang akan dipraktekkan dengan sebaik mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/46871/1/A11dda.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/83440-ID-none.pdf

PRAKTIKUM II:
PENILAIAN KUALITAS TANAH BERDASARKAN KANDUNGAN BAHAN
ORGANIK TANAH PADA EKOSISTEM LADANG DAN EKOSISTEM HUTAN
CAMPURAN

I. PENDAHULUAN

I.1 Dasar Teori

Dalam bidang pertanian tanah merupakan salah satu media yang sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman yang
dibudidayakan. Tanah dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman
apabila tanah tersebut dalam keadaan subur. Tanah yang subur tentunya memiliki
kandungan bahan organik. Bahan organik tanah berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan
hewan yang telah terdekomposisi. Bahan organik berpengaruh terhadap pembentukan
sturktur tanah, aerasi pada tanah, dan kondisi pH tanah dan mempengaruhi
ketersediaan unsur hara pada tanah.

Bahan organik tanah yang merupakan hasil dekomposisi dari sisa-sisa tanaman dan
hewan merupakan salah satu bagian yang sangat berpengaruh pada kesuburan suatu
tanah. Keberadaan bahan organik pada tanah berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah. Bahan organik bepengaruh baik terhadap sifat fisik tanah seperti
aerasi tanah dan agregat tanah.

Selain itu akan menjamin pertumbuhan suatu akar tanaman. Bahan organik juga
berpengaruh terhadap sifat kimia tanah. Sifat kimia tanah yang baik akan memiliki
pertukaran ion yang baik dan pH tanah yang stabil untuk pertumbuhan suatu tanaman
terutama penurunan pada pengikatan unsur hara oleh Al dan Fe.

Sedangkan pengaruh bahan organik terhadap sifat biologi tanah yang baik, yakni
akan berpengaruh terhadap aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah akan
meningkat terutama mikroorganisme pengurai dan mineralisasi bahan organik. Dengan
demikian apabila keberadaan bahan organik pada suatu tanah menurun maka tanah
tersebut tidak dapat mendukung pertumbuhan suatu tanaman sehingga akan
mempengaruhi  penurunan produktivitas tanaman yang dibudidayakan. Oleh karena itu
kandungan bahan organik pada suatu tanah harus tetap dijaga agar kualitas suatu tanah
dapat tetap terjaga dengan baik.

Praktikum dilakukan pada ekosistem yang berbeda dikarenakan setiap ekosistem


memiliki bahan organik tanah yang berbeda sehingga kualitas tanahnya juga berbeda-
beda.

I.2 Tujuan Praktikum

Mengetahui nilai kualitas tanah pada lahan ekosistem ladang dan ekosistem hutan
campuran dengan dilihat dari kandungan bahan organik topsoil dan subsoil yang
terkandung dalam tanah.

I.3 Output Praktikum

Mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan dari hasil praktikum ini untuk


meningkatkan hasil pertanian dengan menanam tanaman yang cocok dengan kuliatas
tanah yang ada.

II. METODE PRAKTIKUM

II.1 Waktu: Mei 2020

II.2 Tempat: Lahan ekosistem ladang dan ekosistem hutan campuran

II.3 Metode:

II.3.1 Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm (topsoil) dan >20 cm (sub
soil).. Sampel tanah dibawa ke laboratorium untuk selajutnya dianalisis
kandungan C-organiknya (data sdh ada di tabel 3 dan 4)

II.3.2 Data hasil analisis kemudian dikelompokkan menjadi 5 status berdasarkan


kandungan bahan organik yaitu: a) <1% sangat rendah; b) 1-2% (rendah); c)
2,01-3% (sedang); d) 3,01 – 5% (tinggi) dan e) >5% (sangat tinggi).(data sdh
ada di tabel 3 dan 4)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


III.1 Kualitas tanah ekosistem ladang

Tabel 3. Keragaman Status Kandungan Bahan Organik Tanah Topsoil dan Subsoil
Ekosistem Ladang

Status kandungan bahan organik tanah ekosistem


Lapisan/ Total
ladang
% sampel
<1% 1-2% 2,01 - 3 % 3,01 - 5 % >5%

Topsoil 7 3 0 0 0 10

Persentase 70 30 0,0 0,0 0,0

Subsoil 10 0 0 0 0 10

Persentase 100,0 0,0 0,0 0,0 0,0

III.2 Kualitas tanah ekosistem hutan campuran

Tabel 4.Keragaman Status Kandungan Bahan Organik Tanah Topsoil dan


Subsoil Ekosistem Hutan Campuran

Status kandungan bahan organik tanah Ekosistem hutan

Lapisan/ campuran Total


% 3,01 - 5 sampel
<1% 1-2% 2,01 - 3 % >5%
%

Topsoil 1 6 2 1 0 10

Persentase 10 60 20 10 0,0

Subsoil 4 6 0 0 0 10

Persentase 40 60 0,0 0,0 0,0

Pada tabel 1 dilakukan pengamatan pada ekosistem ladang dan tabel 2 pengamatan
pada ekosistem hutan campuran. Lapisan topsoil adalah lapisan tanah yang berada di
paling atas, topsoil sendiri merupakan bentuk lapisan tanah yang paling subur, tanah ini
memiliki ketebalan kurang lebih 30cm, berwarna coklat kehitam-hitaman dan gembur.
Pada topsoil ini merupakan tempat aktivitas organisme tanah. Warna coklat kehitam-
hitaman pada tanah ini disebabkan karena pengaruh humus, yaitu pencampuran sisa
tumbuhan dan hewan yang telah mati dan membusuk di lapisan topsoil tersebut. Topsoil
juga memiliki sistem urat/saluran yang baik, sehingga memungkinkan sirkulasi udara
berlangsung dengan baik dan membuat tanah mudah ditanami. Subsoil adalah lapisan
tanah yang berada tepat dibawah lapisan topsoil. Sedangkan lapisan subsoil mempunyai
tekstur padat dan memiliki unsur hara yang sedikit yang mengakibatkan tanah ini kurang
subur, subsoil berwarna kemerahan dan terang. Lapisan tanah ini memiliki ketebalan
kurang lebih 50cm-60cm. Pada lapisan tanah ini, aktivitas organisme dalam anah mulai
berkurang, demikian juga dengan sistem perakaran tanaman, hanya tanaman keras yang
berakar tunggang saja yang mampu mencapainya.

Dari pengamatan di atas, sampel akan dikelompokan dalam status kandungan bahan
organik tanah, antara lain :

a. <1% : sangat rendah

b. 1-2% : rendah

c. 2,01-3% : sedang

d. 3,01-5% : tinggi

e. >5% : sangat tinggi

Jika dilihat pada kedua tabel memiliki beberapa perbedaan yaitu presentae status
kandungan bahan organik tanah; (1) <1% pada ekosistem ladang lapisan tropsoil 70% dan
subsoil 100% sedangkan pada ekosistem hutan campuran lapisan tropsoil 10% dan subsoil
40%. (2) 1-2% pada ekosistem hutan campuran lapisan tropsoil 60% dan subsoil 60%
sedangkan pada ekosistem ladang lapisan tropsoil 30% dan subsoil 0%. (3) 2,01-3% pada
ekosistem ladang lapisan tropsoil dan subsoil 0% sedangkan pada ekosistem hutan
campuran lapisan tropsoil 20% dan subsoil 0%. (4) 3,01-5% pada ekosistem ladang lapisan
tropsoil dan subsoil 0% sedangkan pada ekosistem hutan campuran lapisan tropsoil 10%
dan subsoil 0%.

Berdasarkan tabel tersebut, kita dapat mengetahui bahwa kandungan bahan organik
pada ekosistem hutan campuran lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan bahan
organik pada ekosistem ladang. Bahan organik pada tanah hutan merupakan komponen
penting ditinjau dari siklus hara, siklus hidrologi, produktivitas hutan, dan neraca karbon
global. Secara global, tanah mengandung cadangan karbon lebih besar daripada kawasan
daratan lainnya dan bahan organik pada tanah hutan merupakan ekosistem yang sangat
dinamis (Jobággy dan Jackson 2000). Kandungan bahan organik tanah dapat berubah
sebagai akibat proses alami seperti suksesi dan akumulasi biomassa dan adanya faktor
antropogenik, seperti konversi spesies penutup lahan (Sabaruddin et al., 2001; 2003), dan
panen (Mroz et al., 1985). Hasil penelitian Sabaruddin et al.(2001;2003) menunjukkan
bahwa langkah konversi hutan alam menjadi lahan yang dikelola manusia, baik HTI
(Hutan Tanaman Industri) maupun ladang, menyebabkan penurunan kandungan bahan
organik secara signifikan.

IV. SIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Simpulan

Setiap ekosistem memiliki kandungan bahan organik yang berbeda. Sesuai dengan
praktikum ini, dilihat bahwa ekosistem hutan campuran memiliki kandungan bahan
organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan bahan organik pada
ekosistem ladang.

IV.2 Saran

Bahan organik peka terhadap gangguan, maka setiap perubahan yang terjadi pada
suatu ekosistem dapat menyebabkan percepatan perubahan kandungan bahan organik
dalam tanah sehingga dalam jangka panjang dapat mempengaruhi produktivitas lahan.
Pengaruh penebangan hutan sangat besar bagi ekosistem hutan serta kandungan bahan
organiknya. Oleh karena itu, semua tindakan yang dilakukan terhadap suatu ekosistem
harus diatasi dengan sebaik mungkin sehingga tidak merusak lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

kompasiana.com

http://oaji.net/pdf.html?n=2020/4944-1580669440.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/133207-ID-hubungan-antara-kandungan-
bahan-organik.pdf

Anda mungkin juga menyukai