Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN SISTEM PENCERNAAN


(TRAUMA ABDOMEN )

Juliawati, S.Kp,. M.Kep,. Sp.Kep, An.

Disusun oleh :

Amdita BP. 2019082024065


Agakor Wenda 2019082024044
Aknes Simanjuntak 2019082024040
Desti Y. Wally 2019082024041
Hartini Sokoy 2019082024058

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

JAYAPURA

2020

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya
makalah “Keperawatan Kegawatdaruratan Sistem Pencernaan (Trauma Abdomen)” ini dapat
tersusun. Makalah ini memuat mengenai kegeawatdaruratan pada sistem pencernaan yaitu
trauma abdomen. Materi makalah ini diambil dari berbagai sumber, penulisan makalah ini
merupakan tugas Keperawatan Kegawatdaruratan.

Penulis telah berupaya menyelaraskan makalah ini seringkas dan sejelas mungkin
agar mudah untuk dipahami. Namun, tiada gading yang tak retak, telah disadari makalah ini
masih jauh dari yang diharapkan. Untuk itu saran penyempurnaan sangat diharapkan.

Jayapura, 14 Februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman judul..................................................................................................1
Kata Pengantar................................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit ...................................................................... 5
B. Konsep Asuhan Keperawatan……………………………………….20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 27
B. Saran................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….28

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam rumah
sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun
non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan
menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk pertolongan yang lebih lanjut.
Adapun yang disebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang
memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa,
sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, cermat untuk mencegah kematian
maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian pertolongan korban harus
diklasifikasikan termasuk dalam kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak
darurat dan meninggal.
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien
berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah trauma
abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga abdomen adalah organ-
organ pencernaan. Selain trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system
pencernaan salah satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian atas ataupun
saluran cerna bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau
pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami
penanganan kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat,cermat dan tepat
sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.

B.Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep Dasar Penyakit?
2.Aapa saja konsep Asuhan Keperawatan?

C.Tujuan
1. Mengetahui Konsep Dasar Penyakit
2. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi trauma abdomen
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk.
2. Anatomi Fisiologi
Organ mayor dan Struktur dari system pencernaan adalah esophagus,
lambung,usus, hati, pancreas, kandung empedu dan peritoneum.
Esophagus memiliki panjang 25 cm dengan diameter 3 cm dimulai dari
pharyncmsampai dengan lambung. Dinding esophagus sendiri menghasilkan
mucus untuk lubrikasi makanan sehingga memudahkan makanan untuk masuk ke
dalam lambung.Terdapat spincter cardiac yang mencegah terjadinya regurgitasi
makanan dari lambung ke esophagus.
Lambung memiliki bagian yang disebut fundus, body dan antrum.
Fungsilambung adalah mencampur makanan dengan cairan lambung seperti
pepsin, asamlambung mucus, dan intrinsic factor yang semuadnya disekresi oleh
kelenjar diumbukosa. Asam lambung sendiri mempunyai pH 1. Sphincter pyloric
mengkontrolmakanan bergerak masuk dari lambung ke duodenum.
Usus halus dimulari dari sphincter pyloric sampai dengan proximal usus
besar.Sekresi dari pancreas dan hati membuat chime menjadi tekstur yang
semiliquid. Disiniterjadi poses absorbsi nutrient dan produk-produk lain. Segemen
dari usus halus sendiriterdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum
memiliki panjang 25 cm dandiameter 5 cm.
Usus besar memiliki panjang 1.5 m dengan bagian-bagian cecum, colon,
rectumdan anal canal (anus). Sedangkan colon terdiri dari segmen colon ascenden,

transversal,descenden dan sigmoid. Fungsi primer dari usus besar adalah absorpsi
air dan elektrolit.
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen. Hati diperdarahi kurang lebih
1450ml permenit atau 29% dari cardiac output. Memiliki banyak fungsi yaitu
pertamametabolisme, karbohidrat (glycogensis  glucosa menjadi glycogen),
(glycogenolysis glycogen menjadi glucosa), ( gluconeogenesis  pembentukan
glukosa dari asamamino dan asam lemak), metabloisme protein (sintesis asam-
asam amino nonesential,sintesis protein plasma, sintesis faktor pembekuan,
pembentukan urea dari NH3 dimanNH3 merupakan hasil akhir dari asam amino
dan aksi dari bakteria terhadap protein dikolon), detoxifikasi, metabolisme steroid
( ekskresi dan conjugasi dari kelenjar gonaddan adrenal steroid). Fungsi ke dua
adalah sintesis bilirubin, fungsi ketiga adalah sistempagosit mononuklear oleh sel
kupffer dimana terjadi pemecahan sel darah merah, seldarah putih, bakteri dan
partikel lain, memecah hemoglobin dari sel darah merahmenjadi bilirubin dan
biliverdin.
Pankreas memiliki fungsi endokrin dan eksokrin. Fungsi endokrin sel
betapankreas mensekresi pankreas dan mempunyai fungsi regulasi level glukosa
darah.Fungsi eksokrin dimana kelenjar acini menghasilkan getah pancreas dimana
enzympancreas itu lipase dan amylase yang dikeluarkan ke usus halus.
Empedu menghasilkan getah-getah empedu sebanyak 30-60 ml
dimanakomposisi nya 80% air, 10% bilirubin, 4-5% phospholipid dan 1%
kolesterol.
Peritoneum merupakan pelindung dari hati, spleen, lambung, dan usus.
Memilikimembran semipermeabel, memiliki reseptor nyeri dan memiliki
kemampuan proliferatifceluluar proteksi. Peritoneum permeabel terhadap cairan,
elektrolit, urea dan toksin.
Rongga peritoneum ini pada bagian atas dibatasi oleh diafragma, bagian
bawaholeh pelvis, bagian depan oleh dinding depan abdomen, bagian lateral oleh
dindinglateral abdomen dan bagian belakang oleh dinding belakang abdomen
serta tulangbelakang.
Ketika bernafas khususnya pada saat ekspirasi maksimal otot diafragma naik
keatas setinggi kira-kira interkostal ke 4 min klavikula (setinggi papila mamae
pada pria sehingga adanya trauma thoraks perlu dicurigai adanya trauma abdomen
pada sisi kiri hepar, dan sisi kanan pada klien.
Organ-organ di intra abdomen dibagi menjadi organ intra peritoneal dan
organekstra peritoneal. Organ intra peritoneal terdiri dari hepar, lien, gaster, usus
halus,sebagian besar kolon. Organ ekstra peritoneal terdiri dari ginjal, ureter,
pankreas,duodenum, rektum, vesika urinaria, dan uterus (walaupun cenderung
aman karenaterlindung oleh pelvis). Sedangkan dari jenisnya organ-organ di
rongga abdomen inidipilah menjadi organ solid (hepar dan lien) dan organ
berlumen (gaster, usus halus, dankolon).
3. Etiologi
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,
deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.Trauma pada
abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
a. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau
pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan,
ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50%
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Disebabkan oleh: luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar
didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga
diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan
trauma pada organ internal diabdomen.
4. Manifestasi Klinis
a. Trauma tembus abdomen (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium):
1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2) Respon stres simpatis
3) Perdarahan dan pembekuan darah
4) Kontaminasi bakteri
5) Kematian sel
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar
rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara
umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan.
Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila
usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga
akan mengakibatkan peradangan atau infeksi
b. Trauma tumpul abdomen (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium) ditandai dengan:
1) Kehilangan darah.
2) Memar/jejas pada dinding perut.
3) Kerusakan organ-organ.
4) Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut.
5) Iritasi cairan usus.
Secara umum seseorang dengan trauma abdomen menunjukkan manifestasi
sebagai berikut :
1) Laserasi, memar,ekimosis
2) Hipotensi
3) Tidak adanya bising usus
4) Hemoperitoneum
5) Mual dan muntah
6) Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah,
biasanya pd arteri karotis),
7) Nyeri
8) Pendarahan
9) Penurunan kesadaran
10) Sesak
11) Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12) Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
13) Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh (pinggang) pada
perdarahan retroperitoneal.
14) Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia
pada fraktur pelvis
15) Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran
kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe.
5. Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Trauma tumpul (blunt injury)
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu
mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma
kompresi ataupuncrush injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat
merusak organ padat maupun organ berongga, dan bisa mengakibatkan
ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil),
dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis. Trauma tarikan
(shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya adalah crush
injury yang terjadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat belt jenis lap
belt ataupun komponen pengaman bahu) tidak digunakan dengan benar.
Pasien yang cedera pada suatu tabrakan motor bisa mengalami trauma
decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama antara suatu bagian
yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti rupture lien ataupun ruptur
hepar (organ yang bergerak) dibagian ligamentnya (organ yang terfiksir).
Pemakaian air-bag tidak mencegah orang mengalami trauma abdomen.
Pada pasien-pasien yang mengalami laparotomi karena trauma tumpul,
organ yang paling sering kena adalah lien (40-55%), hepar (35-45%), dan
usus (5-10%). Sebagai tambahan, 15% nya mengalami hematoma
retroperitoneal.
b. Trauma tajam (penetration injury)
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak
dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang
lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan
berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang
mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar
(40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak
menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya
perjalanan peluru, dan berapa besar energy kinetiknya maupun
kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan
tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon
(40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).
Trauma pada abdomen dibagi lagi menjadi 2 yaitu trauma pada dinding abdomen
dan trauma pada isi abdomen.
a. Trauma pada dinding abdomen
Trauma dinding abdomen dibagi menjadi kontusio dan laserasi.
1) Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi.
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan
lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2) Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma
penetrasi.
b. Trauma pada isi abdomen
Sedangkan trauma abdomen pada isi abdomenterdiri dari:
1) Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera
pada dinding abdomen.
2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli
bedah.
3) Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma,
atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
6. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor-
faktor fisik  dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan  yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma
juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas
adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun
ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan
tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang
ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme :
a) Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya
tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun
organ berongga.
b) Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c) Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler
7. Pathway

Trauma Tumpul Trauma Tajam


Penetrasi organ abdomen Luka sayat Luka tembus

Perubahan tekanan abdomen Terputusnya jaringan

Cedera organ abdomen MK : kerusakan


integritas kulit

Trauma Abdomen

Organ berongga Organ padat

Cedera organ berongga Ruptur


PK : Syok
Masuknya Peningkatan Perdarahan hipovolemia
mikroorganisme enzim
pencernaan
MK : MK : res.ti
kekurangan Infeksi
Infeksi Distensi volume
Udara masuk
abdomen cairan
Perforasi ke rongga
abdomen

PK : Sepsis Peritonitis Mual muntah

Nyeri hebat abdomen Peningkatan MK : Res.ti


suhu tubuh ketidakseimbangan
MK : Nyeri akut nutrisi
MK :
hypertermi
8. Komplikasi
a) Trombosis Vena
b) Emboli Pulmonar
c) Stress ulserasi dan perdarahan
d) Pneumonia
e) Tekanan ulserasi
f) Atelektasis
g) Sepsis
9. Pemeriksaan diagnostik
a. Trauma Tumpul
1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang
bermakna merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap 98 %
sensitive untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus dilaksanakan oleh
team bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple dengan
hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai :
a) Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol,
kecanduan obat-obatan.
b) Perubahan sensasi trauma spinal
c) Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis
d) Pemeriksaan diagnostik tidak jelas
e) Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam
waktu yang agak lama, pembiusan untuk cedera extraabdominal,
pemeriksaan X-Ray yang lama misalnya Angiografi
f) Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan
trauma usus
DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal nilai
dijumpai hal seperti di atas dan disini tidak memiliiki fasilitas USG
ataupun CT Scan. Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya
indikasi yang jelas untuk laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain
adanya operasi abdomen sebelumnya, morbid obesity, shirrosis yang
lanjut, dan adanya koagulopati sebelumnya. Bisa dipakai tekhnik terbuka
atau tertutup (Seldinger ) di infraumbilikal oleh dokter yang terlatih.
Pada pasien dengan fraktur pelvis atau ibu hamil, lebih baik dilakukan
supraumbilikal untuk mencegah kita mengenai hematoma pelvisnya
ataupun membahayakan uterus yang membesar. Adanya aspirasi darah
segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang keluar,
melalui tube DPL pada pasien dengan henodinamik yang abnormal
menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah segar
(>10 cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer
Laktat (pada anak-anak 10cc/kg). Sesudah cairan tercampur dengan cara
menekan maupun melakukan rogg-oll, cairan ditampung kembali dan
diperiksa di laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal ,serat maupun
empedu. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 :
149-150)Test (+) pada trauma tumpul bila 10 ml atau lebih darah
makroskopis (gross) pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm 3,
leukosit > 500/mm3 atau pengecatan gram (+) untuk bakteri, bakteri atau
serat. Sedangkan bila DPL (+) pada trauma tajam bila 10 ml atau lebih
darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal,sel darah merah 5000/mm3
atau lebih.
2. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk
mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di
tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas,
specifitas dan ketajaman untuk meneteksi adanya cairan intraabdominal
yang sebanding dengan DPL dan CT abdomen Ultrasound memberikan
cara yang tepat, noninvansive, akurat dan murah untuk mendeteksi
hemoperitorium, dan dapat diulang kapanpun. Ultrasound dapat
digunakan sebagai alat diagnostik bedside dikamar resusitasi, yang
secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik
maupun terapeutik lainnya. Indikasi pemakaiannya sama dengan indikasi
DPL.
a) Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang
mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk
mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis yang sulit di
diagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL.
b. Trauma Tajam
1. Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan
struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun
thorax foto berulang, thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan
CT scan.
2. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan DPL
pada luka tusuk abdomen depan. Untuk pasien yang relatif asimtomatik
(kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi pemeriksaan diagnostik yang
tidak invasive adalah pemeriksaan diagnostik serial dalam 24 jam, DPL
maupun laroskopi diagnostik.
3. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau
triple contrast pada cedera flank maupun punggung
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain
pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple contrast, maupun
DPL. Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien yang mula-
mula asimptomatik kemudian menjadi simtomatik, kita peroleh
ketajaman terutama dalam mendeteksi cedera retroperinel maupun
intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries anterior.
c. Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP
dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan
multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah
tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas
dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum,
yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan
laparatomi. Hilangnya bayangan psoas menunjukkan kemungkinan
cedera retroperitoneal
2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak
memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas
umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan
hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak bermanfaat
untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun
untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien
yang hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk
maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan jalannya
peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto
abdomen tidur.
3. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
a) Urethrografi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus dilakukan
urethrografi sebelum pemasangan kateter urine bila kita curigai
adanya ruptur urethra. Pemeriksaan urethrografi digunakan
dengan memakai kateter no.# 8-F dengan balon dipompa 1,5-2cc
di fossa naviculare. Dimasukkan 15-20 cc kontras yang
diencerkan. Dilakukan pengambilan foto dengan projeksi oblik
dengan sedikit tarikan pada pelvis.
b) Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik
ditentukan dengan pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan
sistografi. Dipasang kateter urethra dan kemudian dipasang 300
cc kontras yang larut dalam air pada kolf setinggi 40 cm diatas
pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke dalam bulu-bulu atau
sampai (1) aliran terhenti (2) pasien secara spontan mengedan,
atau (3) pasien merasa sakit. Diambil foto rontgen AP, oblik dan
foto post-voiding. Cara lain adalah dengan pemeriksaan CT Scan
(CT cystogram) yang terutama bermanfaat untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang ginjal maupun tulang pelvisnya.
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 148)
c) CT Scan/IVP
Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan
hematuria dan hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami
sistem urinaria bisa diperiksa dengan CT Scan dengan kontras
dan bisa ditentukan derajat cedera ginjalnya. Bilamana tidak ada
fasilitas CT Scan, alternatifnya adalah pemeriksaan Ivp.Disini
dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras ginjal. Dilakukan injeksi
bolus 100 cc larutan Jodine 60% (standard 1,5 cc/kg, kalau
dipakai 30% 3,0 cc/kg) dengan 2 buah spuit 50 cc yang
disuntikkan dalam 30-60 detik. 20 menit sesudah injeksi bila
akan memperoleh visualisasi calyx pada X-Ray. Bilamana satu
sisi non-visualisasi, kemungkinan adalah agenesis ginjal,
thrombosis maupun tertarik putusnya a.renalis, ataupun
parenchyma yang mengalami kerusakan massif. Nonvisualisasi
keduanya memerlukan pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan +
kontras, ataupun arteriografi renal atau eksplorasi ginjal; yang
mana yang diambil tergantung fasilitas yang dimiliki.
d) Gastrointestinal
Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya
retroperitoneal (duodenum, colon ascendens, colon descendens)
tidak akan menyebabkan peritonitis dan bisa tidak terdeteksi
dengan DPL. Bilamana ada kecurigaan, pemeriksaan dengan CT
Scan dengan kontras ataupun pemeriksaan RO-foto untuk upper
GI Track ataupun GI tract bagian bawah dengan kontras harus
dilakukan.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
2) Penurunan hematokrit/hemoglobin
3) Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
4) Koagulasi : PT,PTT
5) MRI
6) Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
7) CT Scan
8) Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan
pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
9) Scan limfa
10) Ultrasonogram
11) Peningkatan serum atau amylase urine
12) Peningkatan glucose serum
13) Peningkatan lipase serum
14) DPL (+) untuk amylase
15) Penigkatan WBC
16) Peningkatan amylase serum
17) Elektrolit serum
18) AGD

10. Penatalaksanaan gawat darurat


a. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka
trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka
dan bersihkan jalan napas.
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat
dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya
jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak
ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio
kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)


1.     Stop makanan dan minuman
2.    Imobilisasi
3.    Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga
tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban
steril.
4.   Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.     
b. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli
bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk
menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka
masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
b. Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara
intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
d. Uretrografi
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
e. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada :
- fraktur pelvis
- trauma non-penetrasi
2. Penanganan pada trauma benda tumpul:
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus
seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis
adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan
multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal
di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang
keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur .

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Primary survey
a) Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau
obstruksi,
b) Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas teratur,
tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung, dan suara napas vesikuler,
c) Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah dibawah
normal bila terjadi syok, pucat oleh karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah
perdarahan dan lokasi, capillary refill >2detik apabila ada perdarahan.
Penurunan kesadaran.
d) Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila
adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla spinalis.
e) Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada
wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut semakin menegang.
2. Secondary survey
a. Fokus Asesment
Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut.
Temuan yang dianggap kritis:
Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?
Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)?
Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
Cairan serebrospinal di telinga atau di hidung?
Battle sign dan racoon eyes?
Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian
belakang.. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi
trakea atau tugging, emfisema kulit
Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris,
pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka,
sucking chest wound, Flail chest dengan gerakan dada paradoksikal, suara
paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang
tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan
auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap
kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi
dullness.
Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Temuan
yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta
pembengkakan di daerah pubik
Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra da luka laserasi pada
tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik, fungsi
sensorik.Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah atau menghilangnya
denyut nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah.
Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale):
terjadi penurunan kesadaran pada pasien.
b. AMPLE
Allergy : Tidak ada data
Medication : Tidak ada data
Past Medical History : Tidak ada data
Last Meal : Tidak ada data
Event : Seorang laki-laki 34 tahun di bawa ke UGD 2 jam yang lalu
karena kecelakaan, pasien terseret mobil dan terlempar dari
motornya.

Pemeriksaan fisik difokuskan pada daerah abdomen:


Inspeksi: Fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada wajah dan tangan,
memar pada abdomen, perut semakin menegang.
Auskultasi: Bising usus
Perkusi: Bunyi redup bila ada hemoperitoneum.
Palpasi: kekauan dan spasme pada perut karena akumulasi darah atau cairan.

ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 S: Kerusakan atau robekan PK perdarahan
O : Fraktur terbuka di vaskuler akibat trauma
femur dekstra, memar
pada abdomen, perut Perdarahan
semakin menegang,
penurunan kesadaran,
riwayat jatuh dan terseret
mobil.
2 S: Spasme otot, fraktur Nyeri akut
O: Fraktur terbuka,
memar pada abdomen Pelepasan mediator
nyeri

Interpretasi nyeri
Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA KEPERAWATAN

1 PK Perdarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Shock prevention


berhubungan dengan selama 1 x 10-15 menit, diharapkan 1. Monitoring status sirkulasi (Tekanan darah, warna kulit,
kerusakan vaskuler perdarahan berukurang atau teratasi dengan Suhu, bunyi jantung, irama dan frekuensi jantung,
kriteria: keberadaan dan kualitas nadi perifer, CRT)
Respiratory Status: Airway Patency 2. Monitoring tanda-tanda inadekuat oksigenasi jaringan
1. RR dalam batas normal 3. Monitor perubahan status mental
2. Irama pernapasan teratur 4. Monitoring temperature dan status respiratory
3. Tidak ada benda asing atau cairan di 5. Monitoring intake dan output
dalam rongga mulut 6. Monitoring nilai laboratorium, khususnya hemoglobin dan
hematokrit, clotting profile, AGD, dan nilai elektrolit.
Circulation Status 7. Tes urin untuk darah, glukosa dan protein.
1. Nadi dalam batas normal 8. Monitoring distensi abdomen
2. Tekanan vena central normal 9. Monitor respon awal kompensasi kehilangan cairan:
3. Arteri karotis menguat peningkatan HR, penurunan TD, ortostatik hipotensi,
4. Saturasi oksigen normal penurunan urin output, penurunan CRT, pucat dan kulit
5. Urin output dalam batas normal 1-2 dingin, dan diaphoresis.
cc/24 jam 10. Tempatkan pasien pada posisi supinasi dengan kaki elevasi
untuk meningkatkan preload, sesuai kebutuhan.
11. Pertahankan kepatenan jalan napas
12. Berikan cairan intravena, berikan RBC dan atau plasma jika
Blood loss severity diperlukan.
1. Perdarahan yang terlihat 13. Berikan oksigen
berkurang atau tidak ada.
2. Tidak ada distensi abdomen
3. Tekanan darah dalam batas
normal Bleeding Reduction
1. Identifikasi penyebab perdarahan
2. Beri pekananan atau balut daerah yang
luka
3. Monitor jumlah perdarahan yang keluar
4. Pantau hemoglobin dan hematokrit
5. Monitor status keseimbangan cairan
tubuh
6. Pasang dan pertahankan akses pemberian
cairan intravena
7. Kolaborasi pemberian produk darah

2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pain managememnt


berhubungan dengan selama 1x30 menit nyeri berkurang atau 1. Kaji nyeri secara komprehensif: lokasi, karakterristik,
terputusnya dapat terkontrol, dengan kriteria: durasi, kualitas, intensitas dan keparahan nyeri.
kontinuitas jaringan Pain level 2. Observasi ketidaknyamanan nonverbal
1. Pasien 3. Atasi factor yang dapat meninhkatkan nyeri, pasang
melaporkan nyeri berkurang bidai
2. Pasien tidak 4. Kolaborasi pemberian antinyeri.
menringis kesakitan
3. Pasien tenang
4. Tanda tanda vital dalam batas
normal
Evaluasi:

1. Tidak ada perdarahan


2. Tidak ada distensi abdomen
3. Tekanan darah dalam batas normal
4. Nadi dalam batas normal
5. Perdarahan yang terlihat berkurang atau tidak ada.
6. Tidak ada distensi abdomen
7. Tanda tanda vital dalam batas normal
8. Kesadaran baik
9. Nyeri dapat terkontrol
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa


trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja.
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga
terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan fatal
berbagai organ.

B.Saran
Banyak factor yang bisa menyebabkan terjadinya truma
abdomen,factor tertinggi biasanya di sebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas,kemudian karena penganiayaan,kecelakaan olahraga dan jatuh dari
ketinggian.Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di kehendaki,hendaknya
kita harus selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas agar terhindar dari
bahaya trauma maupun cedera.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Ed.
8. EGC: Jakarta.

Docthwrman, Joanne McCloskey. (2004). Nursing Interventions Classification. St


Louis,Mossouri, Elsevier inc.

Herdman, T Heather, dkk. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi &


Klasifikasi. Edisi 10. Jakarta: EGC

Nurarif, A. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


Dan NIC NOC Jilid 3. Jogjakarta: MediAction

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta., E. (2014). Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai