Gigi adalah salah satu aset untuk menunjang penampilan seseorang. Dengan gigi yang putih
dan bersih, maka kita akan tampak lebih percaya diri dihadapan orang lain. Oleh sebab itu,
untuk menjaga agar gigi tetap bersih dan putih salah satunya adalah dengan bersikat gigi
atau dalam dunia pondok pesantren juga dikenal dengan bersiwak. Bahkan, agar lebih
maksimal dalam perawatannya, tidak sedikit orang merawat giginya dengan memeriksakan
gigi mereka ke dokter gigi. Saking pentingnya,bahkan islam pun menganjurkan kita agar
selalu bersiwak. Lalu, bagaimanakah hukum dan cara bersiwak dalam islam?
B. Penjelasan hukum dan cara bersiwak dalam Islam
Pengertian
Siwak menurut lughat (bahasa) adalah menggosok-gosok. Adapun siwak menurut Syara’
adalah: “Menggunakan kayu atau yang lainnya di dalam gigi dan sebelahnya. (I’anatu Ath-
Thaalibiin, cetakan Daarulkutub, juz 1 halaman 77). Yang benar, siwak ketika diucapkan
mempunyai dua pengertian, yaitu: siwak menurut syara’ (telah disebutkan di atas) dan
siwak yang mempunyai ma’na alat yang digunakan untuk bersiwak.
Hukum bersiwak
Bersiwak hukumnya adalah sunnah. Alasan disunnahkannya bersiwak
dikarenakan melanggengkannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dalam
bersiwak. Dalam hadits shahih juga disebutkan: “Andai aku tidak memberatkan atas
umatku, maka aku akan memerintahkan mereka dengan bersiwak setiap akan
berwudlu”. Dalam riwayat lain disebutkan: “Maka aku akan memfardhukan (mewajibkan)
atas mereka dengan bersiwak beserta setiap akan berwudlu”. Dalam hadits lain yang
diriwayatkan oleh Al-Humaidi dengan isnad yang bagus juga disebutkan: “Dua rakaat
(shalat) dengan bersiwak itu lebih utama dari tujuh puluh rakaat tanpa bersiwak”. Hadits
tersebut adalah dalil dari kesunnahan bersiwak sebelum shalat. Kesunnahan bersiwak
berlaku pada setiap tingkah (entah itu tingkah berdiri, tingkah duduk), kecuali
setelah zawaal (matahari condong ke arah barat/masuk waktu dzuhur) bagi orang yang
berpuasa, entah itu puasa sunnah atau fardhu. Sehingga, bagi orang yang berpuasa
dimakruhkan bersiwak setelah zawaal. Namun, Imam An-Nawawi memilih tidak adanya
kemakruhan dalam bersiwak bagi orang yang berpuasa secara mutlak ( entah itu sebelum
atau sesudah zawaal).
Kesunnahan bersiwak menjadi lebih kuat lagi ketika berada dalam situasi atau keadaan
tertentu, seperti:
ketika mulut berubah dikarenakan azm (diam terlalu lama. Ada juga ulama yang
mengatakan sebab makanan).
ketika bangun dari tidur.
Ketika akan melakukan shalat, entah itu shalat fardhu atau sunnah.
ketika akan membaca Al-Qur’an. Lebih tepatnya sebelum membaca ta’awwudz.
Ketika gigi menguning
ketika akan berwudlu
ketika akan membaca hadits
ketika akan mengaji
ketika akan dzikir
ketika akan hendak tidur
ketika akan masuk ka’bah
Pada dasarnya, hukum asal dari bersiwak memang sunnah, namun terkadang bersiwak
diwajibkan, seperti:
ketika nadzar akan bersiwak
tidak bisa menghilangkan najis kecuali dengan cara bersiwak
orang yang bau mulut dalam sebuah jama’ah dan diketahui bahwa bau mulutnya menyakiti
para jamaah.
Bahkan, bersiwak terkadang juga menjadi haram, seperti:
bersiwak dengan menggunakan siwak milik orang lain tanpa izin dan tidak diketahui ridho
atau tidaknya pemilik dari siwak tersebut.
Manfaat bersiwak
Manfaat bersiwak sangatlah banyak, salah satunya adalah:
Membersihkan mulut
memutihkan gigi
membuat punggung menjadi tegap (lurus)
menguatkan gusi
memperlambat uban
memperlipat gandakan pahala
memudahkan sakaratul maut
memudahkan rizki
mulut wangi
menghilangkan segala penyakit di dalam kepala dan menghilangkan balghom (jawa: riyak).
Mempermudah keluarnya ruh ketika sakaratul maut
Ketika kita akan bersiwak, kita dianjurkan untuk berniat agar mendapat kesunnahan
bersiwak. Lafaldz niatnya adalah: Nawaitu Al-Istiyaak (aku niat bersiwak).
C. Penutup.
Demikianlah sedikit tentang masalah hukum dan cara bersiwak dalam islam, semoga
bermanfaat. Share dengan memberikan Like, Twett atau komentar anda di bawah ini agar
bermanfaat bagi teman jejaring sosial anda. Terima kasih