Anda di halaman 1dari 4

Metode umum pembuatan obat-obatan selama ini adalah meraciknya dari unsur aktif yang ada di

alam atau dari unsur sintetisnya yang diproduksi secara kimiawi. Akan tetapi kedua metode ini
memiliki keterbatasan. Misalnya saja, obat-obatan tidak dapat diproduksi dalam jumlah banyak
secara cepat. Atau bahkan obat-obatan tertentu tidak bisa dibuat dengan prosedur tsb. Karena itu
dalam beberapa tahun belakangan ini dikembangkan metode pembuatan obat-obatan dengan cara
rekayasa genetika. Di Eropa saja saat ini tercatat lebih dari 130 jenis obat-obatan yang
mengandung 100 unsur aktif yang dibuat secara rekayasa genetika, yang sudah mendapat izin
pemasaran. Unsur aktifnya diproduksi dengan bantuan bakteri, ragi atau sel binatang memamah
biak dalam bejana dari baja tahan karat atau instalasi fermentasi.

Obat-obatan yang dibuat dari unsur aktif yang diproduksi dengan rekayasa genetika, biasanya
digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan masalah metabolisme dalam tubuh kita
sendiri. Misalnya penyakit diabetes, kanker, anemia, rematik arthritis atau juga psoriasis atau
kulit bersisik. Demikian diungkapkan prof. Gerd Glaeske anggota pakar di dewan penilai untuk
masalah kesehatan di Jerman.
Glaeske mengungkapkan lebih lanjut penyebab penyakit dan mengapa digunakan obat dari
rekayasa genetika : “Obat-obatan yang diproduksi dengan rekayasa genetika terutama digunakan
mengobati penyakit yang diakibatkan gagalnya sistem kekebalan tubuh. Dalam situasi normal ini
adalah sistem perlindungan tubuh yang kita miliki. Dalam kasus ini, sistemnya berubah menjadi
agresif dan menyerang tubuh kita sendiri. Misalnya dalam kasus penyakit Psoriasis atau kulit
bersisik dan rematik Arthritis. Untuk melawan penyakit semacam ini, sekarang terutama
digunakan Biologicals jika pasiennya tidak dapat dirawat dengan cara lain.“

Apa yang disebut Biologicals adalah obat-obatan khusus yang dibuat dengan cara rekayasa
genetika. Istilahnya mengacu pada proses produksinya dengan cara bio-teknologi biasanya
dengan cara kultur jaringan. Obat-obatan jenis ini dipandang amat menjanjikan bagi
penyembuhan penyakit yang disebut auto-imunitas, yang sulit disembuhkan dengan obat-obatan
konvensional. Lebih jauh Glaeske memaparkan: “Biologicals biasanya adalah molekul protein
bervolume besar. Dalam arti, saya mengenali perbedaan besarnya molekulnya. Sejauh ini,
Biologicals adalah bentuk khusus dari unsur yang diproduksi secara rekayasa genetika.“

https://www.dw.com/id/obat-obatan-rekayasa-genetika/a-4177427

https://sumber.com/kesehatan/berita-terkini-kesehatan/sumber/rekayasa-genetik-kini-bisa-
digunakan-untuk-menyembuhkan-leukimia.html (blm dibuka)
http://www.generasibiologi.com/2016/02/aplikasi-teknologi-rekayasa-genetika.html

Antibiotik dan Vaksin


            Produk farmasi lain yang dihasilkan melalui rekayasa genetik adalah berbagai macam
antibiotik yang digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh infeksi mikrobia. Berbeda dengan rekayasa genetik untuk mensintesis hormon
dan protein terapis yang dilakukan dengan cara menyisipkan gen tertentu yang kemudian akan
diekspresikan oleh expression host, antibiotik memang merupakan produk sampingan dari
mikroba secara alami. Rekayasa genetik dilakukan dengan cara menyisipkan promoter dan
sekuen kontrol gen yang sangat aktif sehingga jumlah produk yang diinginkan dapat
ditingkatkan.
            Fungi Acremonium chrysogenum adalah mikrobia yang digunakan dalam industri
antibiotik penicillin N dan cephalosporin. Kedua antibiotik ini merupakan produk yang dibentuk
dari reaksi yang dikatalisis oleh enzim bifungsional DAOC ekpandase-hidroksilase dan DAC
asetiltransferase. Kedua enzim ini dikode oleh gen cefEF dan cefG yang kemudian
diamplifikasi dan diperkuat ekspresinya dengan menggunakan promoter aktif sehingga dapat
menghasilkan produk yang lebih banyak hingga 50% (Hofrichter, 2010).
            Antibiotik lainnya yang disintesis oleh fungi yang diproduksi dalam industri farmasi
adalah erythromycin. Erythromycin adalah antibiotik yang disintesis
oleh Saccharopolyspora erythrae yang digunakan untuk mengobati infeksi
oleh Streptococcus, Staphylococcus, Mycoplasma, Ureaplasma, Chlamydia,
dan Legionella. Peningkatan sintesis erythromycin dapat dilakukan dengan cara meningkatkan
metabolisme oksigen. Metabolisme oksigen dapat ditingkatkan dengan mengekspresikan gen
haemoglobin bakteri Vitreoscilla (vhb). Rekayasa genetik pada Sac. erythreadengan
memasukkan gen vhb yang dikontrol dengan promoter PermE menggunakan vektor pETR432
memperlihatkan hasil produksi erythromycin 60% lebih banyak daripada wild strain Sac.
erythrea (Brunker et. al., 1998).
            Produk lainnya yang dihasilkan melalui rekayasa genetik adalah vaksin. Vaksin
merupakan varian atau derivat patogen tidak berbahaya yang merangsang sistem imun untuk
melawan patogen tersebut. Teknik DNA rekombinan dalam produksi vaksin digunakkan dalam 2
cara. Cara pertama yaitu dengan mensintesis protein khusus yang secara alami terdapat pada
permukaan patogen untuk kemudian memicu respon imunitas terhadap jenis protein tersebut.
Cara kedua adalah dengan memodifikasi genom dari patogen sehingga patogenitasnya melemah
dengan teknik penyambungan gen. Cara yang kedua biasanya lebih efektif karena dapat memicu
respon dari sistem imun yang lebih baik (Campbell dan Reece, 2005).

Bidang Kesehatan
            Selain dalam industri farmasi, pemanfaatan teknologi rekayasa gen dalam bidang
kesehatan yang dianggap paling potensial dan bermanfaat adalah terapi gen. Terapi gen
merupakan penyisipan atau introduksi gen asing ke sel yang cacat untuk memperbaiki kesalahan
fenotip yang ditimbulkan. Terapi gen dikembangkan sebagai jawaban atas masalah penyakit-
penyakit genetis yang frekuensinya semakin meningkat. Percobaan pertama terkait terapi gen
dilakukan pada tahun 1989 di National Institutes of Health (NIH), Maryland oleh tim yang
dipimpin Steven Rosenberg. Rosenberg menandai secara genetik sel-sel yang diperoleh dari
pasien penderita kanker. Sel limfosit T dari lima pasien kanker diambil dari bagian tumornya,
dimana sel-sel tersebut ditransduksi menggunakan retrovirus untuk menyisipkan gen penanda
(marker) secara ex vivo sehingga gen kanker tersebut dapat ditandai. Percobaan inilah yang
kemudian menjadi dasar bagi terapi gen yang sekarang sedang dikembangkan (Giacca, 2010).
            Secara prinsipnya terapi gen terbagi atas dua macam, yaitu terapi gen sel somatik dan
terapi gen sel germinal. Terapi gen yang saat ini dikembangkan difokuskan kepada terapi gen sel
somatik karena terapi gen sel germinal dianggap salah secara etik dan moral karena akan
mengubah genom manusia sejak sebelum dilahirkan, sehingga disebut sebagai usaha
menciptakan manusia transgenik. Terapi gen sel somatik melibatkan stem sel dewasa yang dapat
ditemukan pada beberapa bagian tertentu pada organ khusunya pada sumsum tulang belakang
dan darah. Tujuan dari terapi gen ini adalah untuk menggantikan fungsi dari gen tunggal yang
mengalami mutasi atau kerusakan.
            Metode pelaksanaan terapi gen ada 2 macam, yaitu secara in vivo dan ex vivo. Metode
transferin vivo dilakukan dengan cara langsung menginjeksikan gen target yang baik ke dalam
jaringan tubuh pasien, sedangkan metode transfer ex vivo dilakukan dengan cara mengeluarkan
terlebih dahulu stem sel dari tubuh pasien. Metode yang lebih banyak dilakukan adalah metode
yang kedua. Pertama-tama stem sel diambil dari dalam tubuh pasien. Stem sel dipilih karena
masih memiliki totipotensi dan kemampuan untuk aktif membelah. Kemudian secara terpisah,
retrovirus yang akan digunakan sebagai vektor terlebih dahulu dimodifikasi sehingga tidak dapat
bereproduksi dan gen yang akan disisipkan dipotong dan diisolasi. Tahap selanjutnya retrovirus
yang sudah dimodifikasi disambungkan dengan gen yang akan disisipkan. Kemudian retrovirus
rekombinan dicampurkan ke dalam media bersama stem sel pasien dan diharapkan retrovirus
akan menyerang dan menginjeksikan materi genetiknya ke dalam stem sel pasien sehingga sel
tersebut akan memperoleh gen yang fungsional untuk menggantikan peran gen yang cacat.
Langkah terakhir sel-sel tersebut dikambalikan ke tubuh pasien di bagian atau organ atau
jaringan yang akan mengekspresikan gen yang diintroduksi tersebut. Diharapkan sel yang telah
dimodifikasi tersebut akan mengekspresikan gen yang diintroduksi dan menghasilkan produk
yang dibutuhkan untuk metabolisme normal pasien (Giacca, 2010).

            Salah satu jenis penyakit yang dapat ditangani dengan terapi gen adalah hemofilia.
Hemofilian terbagi atas hemofilia A dan hemofilia B dimana masing-masing merupakan akibat
dari ketidakmampuan mensintesis clotting factor VIII dan clotting factor IX yang berperan dalam
proses pembekuan darah. Protein ini dapat disintesis dengan menyisipkan gen fungsional F8 dan
F9 yang tidak cacat ke dalam sel pasien menggunakan mekanisme yang telah dijelaskan di atas.
Kelainan genetis lain yang dapat ditangani dengan prosedur terapi gen antara lain Adenin
Deaminase Deficiency (ADA), Chronic Granulomatous Disease (CGD), Cystics Fibrosis,
Muscular Dystrophy, dan penyakit-penyakit lainnya yang khususnya sedang diteliti untuk
penanganan kanker dan AIDS serta penyakit-penyakit degenerasi seperti Alzheimer dan
Parkinson (Giacca, 2010).

Anda mungkin juga menyukai