Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

EKOLOGI POPULASI

OLEH

KELOMPOK VII (TUJUH) GENAP


ANGGOTA KELOMPOK :
1. HUSRI MELI (1210421012)
2. GUSMELLY (1210422014)
3. ASIH MAHARANI (1210422016)
4. PUTRI RENO N.P (1210422032)
5. HERMANSYAH (1210422044)
6. HUSNUL MAR’I (1210423032)

LABORATORIUM PENDIDIKAN 4
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2014
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari

berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti :kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk

pembahasannya (Winatasasmita, 1993). Ilmu ekologi pada dasarnya menjelaskan

hubungan antara organisme -tumbuhan maupun hewan- dengan lingkungannya. Sifat

setiap benda hidup dimengerti dari segi hubungannya. Bukan hanya dengan alam

secara fisik -termasuk tanah, air dan iklim- tetapi juga dengan benda hidup lain

dalam suatu pola saling ketergantungan yang dinamakan ekosistem. Ekologi

berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya

(Pratiwi, 2000).

Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan

waktu tertentu. Contoh populasi dari komunitas sungai dapat berupa populasi

rumput, populasi ikan, populasi kepiting, popuasi kerang, populasi sumpil, dan lain-

lain. Contoh populasi dari komunitas sawah dapat berupa populasi padi, populasi

tikus, populasi ular, dan lain-lain. Antara populasi yang satu dengan populasi lain

selalu terjadi interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

komunitasnya (Winatasasmita, 1993).

Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi, ini menciptakan

kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Dapat dikatakan juga bahwa ekosistem

adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara

makhluk hidup dengan lingkungannya dan antara komponen komponen tersebut

terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi, dan produktivitas. Contoh

dari wujud ekosistem di sekitar kita salah satunya adalah ekosistem perairan seperti
sungai, danau atau laut dan ekosistem darat seperti ekosistem sawah ataupun kebun

(Soegianto, 1994).

Pertumbuhan populasi merupakan suatu perubahan dari suatu kondisi ke

kondisi lainnya, yaitu berupa perpindahan status dari sati titik ke titik berikutnya.

Perubahan tersebut adalah suatu proses yang dinamis sepertijuga pada semua proses

dalam semua sisitem biologi. Pertumbuhan populasi mengalami perubahan sepanjang

perjalanan waktu, ada yang berlangsung secara cepat dan ada yang lambat, dan itu

merupakan suatu perubahan yang dinamis (Suin, 2003).

Menurut Molles (2004) laju pertumbuhan populasi dibagi 2 yaitu pertumbuhan

populasi yang berbentuk eksponensial dan pertumbuhan populasi bebentuk sigmoid.

Laju pertumbuhan populasi eksponensial dapat terjadi apabila suatu populasi

mengalami kelimpahan atau cukup dari makanan yang diperolehnya. Untuk

membuktikan bahwa pertumbuhan populasi berbentuk eksponensial dapat dilakukan

dengan uji regresi linear terhadap waktu dan kepadatan populasi. Selain itu

persamaan eksponensial perlu diubah menjadi bentuk persamaan linear yaitu sebagai

berikut :

Nt = N0 . erx

InNt = In Nt + r . t

Sedangkan laju pertumbuhan populasi sigmoid dapat terjadi apabila suatu

populasi mengalami ketersendatan dalam hal memperoleh makanan. Melambatnya

kecepatan pertumbuhan populasi disebabkan tekanan lingkungan yang sudah bekerja,

dimana semakin lama tekanan itu semakin membesar akibat daya dukung lingkungan

sudah semakin dekat. Akhirnya besarnya kepadatan populasi hewan tersebut sampai

pada batas keseimbangan daya dukung habitatnya (Molles, 2004).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan

populasi kumbang beras (Sitophilus oryzae) pada berbagai jenis makanan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Setiap organisme di permukaan bumi selalu dan terus berusaha agar jenisnya lestari.

Hubungan organisme dengan lingkungannya sebenarnya tidak lain adalah

pemanfaatan sunber daya lingkungan. Kelangsungan hidup bagi organisme

menyangkut kelangsungan hidup individu, kelangsungan hidup jenis (populasi) dan

kelangsungan hidup komunitas. Agar tetap lestari organisme mengeksploitasi

lingkungan tetapi mereka juga dipengaruhi oleh factor lingkungan (Ewusi, 1990).

Untuk itu setiap organisme akan berusaha tumbuh dan berkembangbiak dan

mereka akan mencari daerah yang lingkungannya optimum bagi pertumbuhan dan

perkembangan biakannya. Lingkungan yang optimum bagi suatu organisme adalah

tempat yang cocok baginya secara fisik dan tersedianya makanan yang cukup serta

relative ukuran bahayanya yang mengancam (Ewusi, 1990).

Dalam hal ini terjadi interaksi antara spesies tersebut dengan segala factor

lingkungan, baik factor lingkungan biotic maupun abiotik. Dari lingkungannya itulah

spesies tersebut mendapat energi (sumber makanan) untuk dapat bertahan hidup,

tumbuh dan berkembangbiak. Keadaan factor lingkungan itulah yang menentukan

kelimpahan spesies tersebut di lingkungannya itu. Bila semua factor lingkungan itu

optimal baginya maka, dapatlah spesies tersebut tumbuh dan berkembang dengan

optimal pula. Demikian pula sebaliknya jika kompleksitas factor lingkungan tersebut

kurang, pertumbuhan tidak akan optimal (Suin, 2003).

Kepadatan populasi suatu spesies disuatu tempat tidak pernah tetap. Kelahiran

menyebabkan bertambahnya anggota populasi sedangkan kematian menyebabkan

berkurangnya anggota populasi. Kelahiran ditentukan oleh kapasitas organisme

secara genetic untuk menghasilkan keturunan yang terkait dengan fekunditas dan

fertilitas. Selain itu juga ditentukan oleh lingkungan biotis (parasit dan predator) dan
ketersediaan bahan makanan serta tempat berlindung. Juga ditentukan oleh factor

kesanggupan bertemunya spesies organisme jantan dan betina (Odum, 1983).

Banyaknya anggota suatu populasi di suatu daerah merupakan karakteristik

dasar dari suatu populasi yang dikenal dengan kepadatan populasi. Yang ditentukan

oleh natalitas (kelahiran), mortalitas (kematian), imigrasi (masuknya anggota

populasi dari daerah yang lain), dan emigrasi (keluarnya anggota populasi ke daerah

lain). Kepadatan populasi merupakan besarnya ukuran populasi pada areal tertentu

yang dinyatakan sebagai jumlah individu, biomassa populasi persatuan luas atau

volume (Odum, 1983).

Perubahan keadaan lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap organisme

yang hidup disana. Bila karena suatu hal keadaan suatu lingkungan berubah menjadi

ekstrim bagi kehidupan suatu organisme maka organisme terpaksa bermigrasi kearah

lain atau mati. Sebaliknya bila perubahan factor lingkungan sangat optimal bagi

organisme maka kepadatan akan meningkat bahkan mengundang organisme lain

yang sejenis untuk bermigrasi. (Suin, 2002).

Perubahan laju pertumbuhan populasi dapat disajikan dalam bentuk kurva.

Yaitu kurva eksponensial dan sigmoid. Kurva eksponensial dapat dipakai jika laju

pertumbuhan populasi konstan. Yang diasumsikan bahwa dalam waktu dengan

interval yang pendek suatu individu mempunyai kemungkinan untuk kematian. Hal

ini berlaku untuk laju pertumbuhan populasi perkapita. (Suin, 2002).

Perubahan kepadatan merupakan perubahan suatu titik dalam suatu ruang yang

berdimensi banyak dalam selang waktu yang mengikuti suatu lintasan atau trayektori

dari system. Dalam hal ini perubahan terjadi dalam waktu tertentu. Jadi waktu

merupakan salah satu dimensi dari perubahan tersebut. Perubahan dalam dimensi

waktu disebut laju. (Suin, 2003).

Pertumbuhan berbentuk eksponensial menghendaki factor lingkungan yang

konstan dan optimal sebagai pendukung pertumbuhan. Dialam jarang terjadi


pertumbuhan secara eksponensial dalam waktu yang panjang karena factor

pendukung pertumbuhan populasi tidak pernah cukup tersedia dialam. Musuh alami

baik berupa predator maupun bibit penyakit akan makin beroperasi dalam menekan

pertumbuhan populasi bila kepadatan populasi cukup tinggi sehingga pertumbuhan

populasi tidak berbentuk eksponensial (Odum, 1983).

Dengan demikian dialam bentuk pertumbuhan bukan eksponensial tapi ada

batasnya dimana anggota populasi mencapai maksimum pada batas daya dukung.

Hal ini menyebabkan berkurangnya laju pertumbuhan populasi sampai akhirnya

berhenti tumbuh. Dan kurva dalam kondisi ini disebut sigmoid yang serupa huruf S.

Pada kurva dikenal fase tersendat (liog), fase pertumbuhan menanjak naik

(accelerating growth), fase pertumbuhan melambat (diaccelerating growth) dan

perioda keseimbangan (equilibrium period). (Suin, 2002).

Mortalitas adalah kematian individu di alam populasi. Laju mortalitas setara

dengan kelahiran. Selain mortalitas juga dikenal migrasi atau perpindahan individu

dalam populasi. Migrasi dapat dilakukan sebagai bagian dari pemencaran.

Pemencaran merupakan bagian yang penting dalam siklus hidup organisme. Hal ini

dapat mencegah inbreeding dan proses ekologi yang menghasilkan aliran gen antara

populasi local. Pemencaran ini diatur oleh pembatasan distribusi geografik dan

komposisi komunitas (Soegianto, 1994).

Natalitas adalah munculnya individu muda, baik berupa lahirnya anak,

peneluran telur, perbanyakan secara aseksual, produksi spora serta biji. Laju natalitas

adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh satu induk per satuan waktu. Natalitas

tergantung pada ukuran per sarang (clutch size) atau jumlah dihasilkan pada tiap

kelahiran, waktu antara satu kejadian reproduksi dengan kejadian selanjutnya dan

umur reproduksi yang pertama (Soegianto, 1994).


III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 18 Maret 2014, pada

pukul 08.00 WIB – 11.00 WIB, bertempat di Laboratorium Pendidikan 4, Jurusan

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas,

Padang.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol selai sebanyak 5 buah,

kain kasa untuk penutup botol dan karet gelang. Sedangkan bahan yang digunakan

adalah kutu beras (Sitophylus oryzae) sebanyak 50 pasang, beras, ketan hitam, ketan

putih, kacang padi dan jagung sebanyak 100 g.

3.3 Cara Kerja

Beras, ketan hitam, ketan putih, kacang padi dan jagung ditimbang masing-

masing 100 gram dan dimasukkan masing-masing kebotol selai. Selanjutnya ke

dalam masing-masing media dimasukkan 10 pasang Sitophylus oryzae dan ditutup

dengan beberapa lapis kain kasa dan diikat dengan karet gelang , kemudian disimpan

ditempat yang gelap. Setiap minggunya dihitung jumlah Sitophylus oryzae yang

terdapat dalam masing-masing botol, baik itu yang hidup maupun yang mati. Dan

pengamatan ini dilakukan selama 8 minggu. Data yang didapat dimasukkan ke kurva

laju pertumbuhan populasi.

Dari table 1 dapat dilihat bahwa ada perbedaan laju populasi dari setiap perlakuan
yang diberikan kepada kumbang beras. Dengan begini berarti jenis makanan yang
didapat juga mempengaruhi laju pertumbuhan populasi. Kumbang beras yang
diletakkan pada botol yang berisi ketan hitam memiliki jumlah kumbang beras yang
paling banyak diantara botol yang diberi jenis makanan yang berbeda lainnya, yaitu
sebanyak 515 ekor. Lalu diikuti oleh beras sebanyak 200 ekor. Sedangkan pada jenis
makanan berupa jagung, maka kumbang beras yang hidup hanya satu ekor saja dan
mengalami pengurangan individu setiap minggunya.
Selanjutnya pada pemberian makanna berupa kacang hijau, jumlah individu
terus berkurang setiap minggunya dan seluruh kumbang beras ini mati setelah tiga
minggu pengamatan. Sedangkan pada pemberian makanan berupa kacang kedelai,
kumbang beras seluruhnya mati pada minggu ke dua. Ini dikarenakan struktur
makanan pada kacang hijau dan kacang kedelai sanh=gatlah keras sehinga kutu beras
tidak mampu bertahan lama. Sedangkan pada ketan hitam yang memiliki struktur
yang lunak maka kumbang beras dapat bertahan hidup lebih lama dan mampu
bereproduksi hinga laju pertumbuhan populasi semakin banyak.
Kumbang beras yang biasanya hidup didalam beras, ketika diberi ekosistem
yang berbeda maka akan menunjukan reaksi yang berbeda pula. Ada yang meningkat
dan adapula yang menurun, ini tergantung pada jenis makanan yang diberikan.
Menurut Odum (1971) populasi akan memperlihatkan suatu peningkatan atau
penyusutan secara terus menerus, kecuali jika lingkungannya berubah dengan sangat
cepat atau terjadi perubahan populasi secara drastis. Pada umumnya populasi akan
menunjukkan perubahan yang stabil, apabila lingkungan yang mendukung untuk
kehidupan organisme.
Preferensi sejenis serangga terhadap jenis makanan dipengaruhi oleh stimuli zat
kimia chemotropisme yang terutama menentukan bau dan rasa, mutu gizi dan
adaptasi struktur. Tersedianya makanan yang cukup maksudnya adalah yang cocok
bagi kehidupan serangga, bila makanan tidak cocok bagi hama dengan sendirinya
populasi hama tidak akan dapat berkembang sebagaimana biasanya. Ketidak cocokan
makanan dapat timbul karena kurangnya kandungan unsur yang diperlukan,
rendahnya kadar air dalam kandungan makanan, permukaan material yang keras dan
bentuk materialnya. Sudah merupakan hukum alam walaupun semua faktor
lingkungan cukup baik bagi kehidupan sarangga, pada akhirnya kehidupan dan
perkembangan serangga ditentukan oleh ada tidaknya faktor makanan.Syarat agar
makanan dapat memberikan pengaruh yang baik adalah tersedianya makanan dalam
jumlah yang cukup dan cocok untuk pertumbuhan serangga (Kartasapoetra, 1991).
Makanan yang cukup sangat diperlukan pada tingkat hidup yang aktif,
terutama sejak penetasan telur berlanjut pada stadium larva dan kadang-kadang pada
tingkat setelah menjadi imago. Kumbang bubuk beras menyukai biji yang kasar dan
tidak dapat berkembang biak pada bahan makanan yang berbentuk tepung.
Kumbang ini tidak akan meletakkan telur pada material yang halus karena imago
tidak dapat merayap dan akan mati di tempat tersebut (Kartasapoetra, 1991).
Berkembangnya serangga hama gudang berhubungan dengan kadar amilosa,
bentuk beras, kekerasan dan kandungan nutrisi beras. Menurut Damardjati dan Siwi
(1982) kadar amilosa yang tinggi akan menurunkan daya cerna pati oleh α-amilase
yang terdapat dalam air liur serangga. Dengan menurunnya daya cerna pati maka,
kandungan gula perduksi yang dihasilkan melalui pemecahan pati oleh α-amilase dan
β-amilase menjadi rendah. Berdasarkan hal ini, maka gula yang dikonversi oleh
serangga untuk menjadi energi menjadi rendah, maka perkembangan serangga
menjadi lambat dan populasi serangga menjadi rendah.
Perkembangan serangga, kumbang beras sangat menyukai beras pecah kulit
yang masih memiliki lapisan aleuron yang kaya akan protein. Ketebalan lapisan ini
tergantung pada varietas. Varietas yang memiliki bentuk beras yang lebih pendek dan
bulat cenderung mempunyai lapisan sel yang banyak dibandingkan dengan varietas
yang panjang dan lonjong. Perkembangan telur sampai dewasa dari Sitophillus
oryzae di dalam biji beras sehingga hama ini akan memilih beras dengan ukuran dan
bentuk yang mampu menjadi tempat perkembangnya serta tempat makannya,
sehingga kumbang beras lebih bisa bertahan lama pada beras ketan hitam daripada
yang lainnya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum kali ini adalah sebagai

berikut :

1. Laju pertumbuhan pada setiap perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda-

beda.

2. Laju pertumbuhan kumbang beras yang paling banyak adalah pada pemberian

makanan beras ketan hitam.

3. Laju pertumbuhan kumbang beras yang paling rendah adalah pada pemberian

makanan berupa kacang hijau dan kacang kedelai.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat saya berikan adalah agar praktikan lebih hati-hati lagi

dalam praktikum dan mengerjakan praktikum sesuai dengan apa yang telah

diintruksikan. Dan agar praktikan menghitung jumlah populasinya setiap minggu

pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Damardjati, D.S. & B.H. Siwi. 1982. Kadar dan Mutu Protein Beras serta
Permasalahannya. Makalah yang disampaikan dalam Simposium Nasional
Pangan dan Gizi.26-28 Nopember. Yogyakarta
Ewusi, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. PT. Bumi Aksara. Jakarta

Kertasapoetra. 1991. Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang. PT RINKA CIPTA:


Jakarta.

Molles, Manuel C,Jr. 2004. Ecology Concepts And Applications. Third Edition. Mc
Grow Hill. New Mexico

Odum, E.P .1971. Fudamental Of Ecology.W.B.Sounder Company London

Odum, EP. 1983. Fundamentals of Ecology third Edition. Georgia: Saunders


College Publishing
Pratiwi, D.A. 2000. Biologi Jilid 3 edisi Kelima. Jakarta : PT. Gelora Aksara
Pratama, Erlangga

Soegianto, Agus. 1994. Ekologi Kuantitatif Metode Analisis Populasi Komunitas.


Usaha Nasional. Surabaya
Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Andalas University Press. Padang
Suin, N.M. 2003. Ekologi Populasi. Andalas University Press. Padang
Winatasasmita, Djamur.1993.Biologi I.Jakarta: Balai Pustaka

Anda mungkin juga menyukai