Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan, tentunya


harus disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan terhindar dari
masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh.

Pola hidup modern menuntut segala sesuatu dilakukan secara cepat dan instan.
Hal ini berdampak juga pada pola makan misalnya sarapan didalam kendaraan,
makan siang serba tergesah-gesah, dan malam karena kelelahan jadi tidak ada
nafsu makan. Belum lagi kualitas makanan yang dikonsumsi, polusi udara, kurang
berolahraga dan stres. Apabila terus berlanjut maka daya tahan tubuh akan terus
menurun, lesu, cepat lelah dan mudah terserang penyakit. Sehingga saat ini
banyak orang yang masih muda banyak yang mengidap penyakit degeneratif.
Kondisi stres dan pola hidup modern serta polusi, diet tidak seimbang dan
kelelahan menurunkan daya tahan tubuh sehingga menurunkan kecukupan
antibodi. Gejala menurunnya daya tahan tubuh seringkali terabaikan sehingga
timbul berbagai penyakit infeksi, penuaan dini pada usia dini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Antibodi?

2. Apa itu Antibodi Monoklonal?

3. Apa itu Antibodi Poliklonal

4. Bagaimana peranan Antibodi Monoklonal dan Antibodi Poliklonal?

1.3 Tujuan

1
1. Tujuan Khusus: Adapun tujuan khusus pembuatan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunologi Seriologi

2. Tujuan Umum : Untuk mengetahui apa itu Antibodi dan apa itu Antibodi
Monoklonal dan Antibodi Poliklonal

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Umum Antibodi

Antibodi adalah sejenis protein berukuran kecil yang beredar di aliran


darah, dan termasuk sebagai bagian dari sistem imunitas atau kekebalan tubuh.
Antibodi memiliki fungsi penting bagi tubuh sebagai benteng pertahanan terhadap
berbagai penyebab penyakit.

Antibodi dibuat oleh sel darah putih sebagai respons untuk membantu
tubuh melawan bakteri, virus, dan racun, serta menjaga tubuh dari berbagai
penyakit dan infeksi. Antibodi bekerja spesifik dengan menempel pada antigen,
yaitu benda asing di dalam tubuh yang dicurigai sebagai ancaman oleh sistem
pertahanan tubuh.

2.2 Antibodi Monoklonal

a. Pengertian

Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang dapat mengikat


satu epitop saja, yang merupakan zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe
tunggal yang memiliki kekhususan tambahan (Hamdani, 2013). Ini adalah
komponen penting dari sistem kekebalan tubuh. Antibodi monoklonal dapat
mengenali dan mengikat ke antigen yang spesifik. Antibodi monoklonal adalah
antibodi sejenis yang diproduksi oleh sel plasma klon sel-sel positif sejenis.
Antibodi inidibuat oleh sel-sel hibridoma (hasil fusi 2 sel berbeda; penghasil sel
positif limpa dan sel mieloma) yang dikultur. Bertindak sebagai antigen yang akan
menghasilkan anti bodiadalah limpa. Fungsi antara lain diagnosis penyakit dan
kehamilan. Antibodi monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan
tipe tunggal yang memiliki kekhususan tambahan. Inia dalah komponen penting
dari sistem kekebalan tubuh. Mereka dapat mengenali dan mengikatke antigen
yang spesifik (Sarmoko, 2010).

3
b. Pembuatan Antibodi Monoklonal

Cara Pembuatan antibodi monoklonal untuk mendapatkan antibodi yang


homogen:

 Imunisasi mencit

Antigen berupa protein atau polisakarida yang berasal dari bakteri atau virus,
disuntikkan secara subkutan pada beberapa tempat atau secara intra peritoneal.
Setelah 23 minggu disusul suntikan antigen sekali atau beberapa kali suntikan.
Mencit dengan kekebalan terbaik dipilih, 12 hari setelah suntikan terakhir,
antibodi yang terbentuk pada mencit diperiksa dan diukur titer antibodinya,
mencit dimatikan dan limpanya diambil secara aseptis, kemudian dibuat suspensi
sel atau limpa untuk memisahkan sel B yang mengandung antibodi. Cara ini
dianggap cukup baik dan banyak dipakai, walaupun kadangkala dipengaruhi oleh
sifat antigen atau respon imun binatang yang berbeda-beda.

Cara imunisasi lain yang juga sering dilakukan adalah imunisasi sekali suntik
intralimpa (single-shot intrasplenic immunization). Pada cara imunisasi
konvensional antigen dipengaruhi bermacam-macam factor. Bila disuntikkan ke
dalam darah sebagian besar akan dieliminasi secara alami, sedangkana melalui
kulit akan tersaring oleh kelenjar limfe, makrofag, dan sel retikuler. Hanya
sebagian kecil antigen yang terlibat dalam proses imun. Oleh sebab itu, untuk
mencegah eliminasi antigen oleh tubuh dilakukan suntikan imunisasi langsung
pada limpa dan ternyata hasilnya lebih baik dari cara konvensional. Menyuntik
hewan laboratorium (mencit) dengan antigen dan kemudian, setelah antibodi telah
terbentuk, mengumpulkan antibodi dari serum darah hewan tersebut (antibodi
yang mengandung serum darah disebut antiserum).

 Fusi sel limpa kebal dan sel mieloma

Pada kondisi biakan jaringan biasa, sel limpa yang membuat antibodi akan cepat
mati, sedangkan sel mieloma yang dapat dibiakan terus menerus. Fusi sel dapat
menciptakan sel hibrid yang terdiri-dari gabungan sel limpa yang dapat membuat

4
antibodi dan sel mieloma yang dapat dibiakan terus-menerus, sehingga sel hibrid
dapat memproduksi antibodi secara terus-menerus dalam jumlah yang tidak
terbatas secara in vitro.

Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga menghasilkan sel besar
dengan dua atau lebih inti sel, yang berasal dari kedua induk sel yang berbeda
jenis yang dibut heterokarion. Pada waktu tumbuh dan membelah diri terbentuk
satu inti yang nengandung kromosom kedua induk yang disebut sel hibrid.
Frekuensi fusi dipengaruhi beberapa factor antara lainjenis medium; perbandingan
jumlah sel limpa dengan sel mieloma; jenis sel mieloma yang digunakan; dan
bahan yang mendorong timbulnya fusi (fusogen). Penambahan polietilen glikol
(PEG) dan dimetilsulfoksida (DMSO) dapat menaikkan efisiensi fusi sel.
Mentransfer campuran fusi sel (sel limfosit B dan sel mieloma ke medium kultur
yang disebut medium HAT (karena mengandung Hipoxantin Aminopterin
Timidin).

 Sel mieloma (sel-sel tumor sum-sum tulang yang akan tumbuh tanpa batas
di laboratorium dan menghasilkan imunoglobulin) yang tidak mengalami
fusi tidak dapat tumbuh karena kekurangan HGPRT
 Sel limfosit B (limpa mencit yang telah terkena antigen sehingga
memproduksi antibodi X) yang tidak mengalami fusi tidak dapat tumbuh
terus karena punya batas waktu hidup.
 Sel hibridoma (dihasilkan oleh fusi yang berhasil) dapat tumbuh tanpa
batas karena sel limpa dapat memproduksi HGPRT dan sel mieloma dapat
membantu sel limpa.
 Fusi ini mengabungkan kemampuan untuk tumbuh terus menerus dari sel
mieloma dan kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar antibodi
dari sel limfosit B murni.
 Eliminasi Sel Induk yang Tidak Berfusi

Frekuensi terjadinya hibrid sel limpa-sel mieloma biasanya rendah, karena itu
penting untuk mematikan sel yang tidak fusi yang jumlahnya lebih banyak agar
sel hibrid mempunyai kesempatan untuk tumbuh dengan cara membiakkan sel

5
hibrid dalam media selektif yang mengandung hypoxanthine, aminopterin, dan
thymidine (HAT).

Aminopterin menghambat jalur biosintesis purin dan pirimidin sehingga memaksa


sel menggunakan salvage pathway. Seperti kita ketahui bahwa sel mieloma
mempunyai kelainan untuk mensintesis nukleotida yaitu sel mieloma yang tidak
mempunyai enzim timidin kinase atau hypoxanthine phosphoribosyl transferase,
sehingga sel mieloma yang tidak berfusi, karena tidak mempunyai enzim timidin
kinase atau hypoxanthine phosphonibosyltransferase akan mati, sedangkan sel
hibrid karena mendapatkan enzim tersebut dan sel mamalia yang difusikan dapat
menggunakan salvage pathway, sehingga tetap hidup dan berkembang.

 Isolasi dan Pemilihan Klon Hibridoma

Sel hibrid dikembangbiakkan sedemikian rupa, sehingga tiap sel hibrid akan
membentuk koloni homogen yang disebut hibridoma. Tiap koloni kemudian
dipelihara terpisah satu sama lain. Hibridoma yang tumbuh diharapkan
mensekresi antibodi ke dalam medium, sehingga antibodi yang terbentuk bisa
diisolasi.

Umumnya penentuan antibodi yang diinginkan dilakukan dengan cara enzyme


linked immunosorbent assay (EL1SA) atau radioimmunoassay (RIA). Pemilihan
klon hibridoma dilakukan dua kali, pertama adalah dilakukan untuk memperoleh
hibridoma yang dapat menghasilkan antibodi; dan yang kedua adalah memilih sel
hibridoma penghasil antibodi monoklonal yang potensial menghasilkan antibodi
monoklonal yang
tinggi dan stabil
(Sarmoko, 2010).

6
Gambar Cara Memproduksi Antibodi Monoklonal

c. Mekanisme kerja

Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk


meningkatkan efek sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun
adalah antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC), complement dependent
cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi sel tumor atau menghilangkan
sel permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan
(radioisotop, obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi
prodrug di tumor, antibody directed enzyme prodrug therapy (ADEPT). Antibodi
monoklonal digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi
untuk melawan tumor (Hanafi dan Syahrudin, 2012).

1. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)


Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) terjadi jika antibodi
mengikat antigen sel tumor dan Fc antibodi melekat dengan reseptor Fc
pada permukaan sel imun efektor. Interaksi Fc reseptor ini berdasarkan
kemanjuran antitumor dan sangat penting pada pemilihan suatu antibodi
monoklonal. Sel efektor yang berperan masih belum jelas tapi diasumsikan
sel fagosit mononuklear dan atau natural killer (NK).
Struktur Fc domain dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak antibodi dan
interaksi dengan Fc reseptor. Antibody dependent cellular cytotoxicity
(ADCC) dapat meningkatkan respons klinis secara langsung menginduksi
destruksi tumor melalui presentasi antigen dan menginduksi respons sel T
tumor.
Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen permukaan sel tumor
melalui Fc reseptor permukaan sel NK. Hal ini memicu penglepasan
perforin dan granzymes untuk menghancurkan sel tumor. Sel - sel yang
hancur ditangkap antigen presenting cell (APC) lalu dipresentasikan pada
sel B sehingga memicu penglepasan antibodi kemudian antibodi ini akan

7
berikatan dengan target antigen. Sel cytotoxic T lymphocytes (CTLs)
dapat mengenali dan membunuh sel target antigen.

Gambar Antibodi dependent cellular (ADCC)


2. Complement dependent cytotoxicity (CDC)
Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel akan
mengawali kaskade komplement. Complement dependent cytotoxicity
(CDC) merupakan suatu metode pembunuh sel tumor yang lain dari
antibodi. Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada CDC melalui jalur
klasik aktivasi komplemen. Formasi kompleks antigen antibodi merupakan
komplemen C1q berikatan dengan IgG sehingga memicu komplemen
protein lain untuk mengawali penglepasan proteolitik sel efektor
kemotaktik / agen aktivasi C3a dan C5a. Kaskade komplemen ini diakhiri
dengan formasi membrane attack complex (MAC) (Gambar 4c) sehingga
terbentuk suatu lubang pada sel membran. Membrane attack complex
(MAC) memfasilitasi keluar masuknya air dan Na++ yang akan
menyababkan sel target lisis.

8
Gambar Complement dependent cytotoxicity (CDC)
3. Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT)
Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT) menggunakan
antibodi monoklonal sebagai penghantar untuk sampai ke sel tumor
kemudian enzim mengaktifkan prodrug pada tumor, hal ini dapat
meningkatkan dosis active drug di dalam tumor. Konjugasi antibodi
monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor kemudian
zat sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan mengikat konjugasi
antibodi monoklonal dan enzim permukaan sel tumor akhirnya inaktivasi
prodrug terpecah dan melepaskan active drug di dalam tumor (Hanafi dan
Syahrudin, 2012).

d. Antibodi monoclonal generasi baru

Antibodi monoklonal telah banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan,


baik untuk diagnostik maupun untuk pengobatan, terutama untuk mengatasi
kanker tertentu. Beberapa antibodi monoklonal yang digunakan untuk pengobatan
berasal dari sel mencit atau tikus, sehingga sering menimbulkan reaksi alergi pada
pasien yang menerima terapi antibodi monoklonal tersebut. Hal ini disebabkan
karena protein mencit dikenal sebagai antigen asing oleh tubuh pasien sehingga

9
menimbulkan reaksi respon imun antara lain berupa alergi, inflamasi, dan
penghancuran atau destruksi dari antibodi monoklonal itu sendiri.

Untuk mengatasi masalah tersebut, beberapa peneliti telah


mengembangkan pembuatan antibodi monoklonal generasi baru, yaitu
monoklonal antibodi yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari protein yang
berasal dari manusia. Sehingga dapat mengurangi efek penolakan oleh sistem
imun pasien (Kumaji,2012).

Beberapa jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah dikembangkan


antara lain adalah :

1. Murine Monoklonal Antibodies


Antibodi ini murni didapat dari tikus dapat menyebabkan human anti
mouse antibodies (HAMA) (Kumaji,2012).
2. Chimaric Monoklonal Antibodies
Antibodi ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk
menciptakan suatu mencit atau tikus yang dapat memproduksi sel hibrid
mencit-manusia. Bagian variabel dari molekul antibodi, termasuk antigen
binding site berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya yaitu bagian
yang konstan berasal dari manusia (Kumaji,2012).
Antibodi chimeric mengambil nama mereka dari Chimera, sebuah
binatang mistis dengan kepala singa, tubuh seekor kambing dan ekor naga.
Rituxan atau Rituximab adalah jenis tertentu obat yang dikenal sebagai
antibodi monoklonal chimeric. Rituxan merupakan hibrida dari antibodi
dari dua sumber, yaitu manusia dan tikus. Antigen CD20 disuntikkan ke
tikus, mendorong produksi antibodi. Antibodi sel kemudian diisolasi dari
limpa hewan kemudian digabungkan dengan sel myeloma (Kumaji,2012).
Hal ini menghasilkan baris sel yang akan terus memproduksi antibodi
tanpa batas. Rekayasa genetika lebih lanjut menghilangkan unsur-unsur sel
tikus yang biasanya akan menghasilkan reaksi (alergi) kekebalan jika
disuntikkan ke manusia (Kumaji,2012).
Terapi antibodi monoklonal basis awal untuk kanker terganggu
dengan sejumlah masalah. Pada eksperimen awal, terdapat reaksi alergi

10
dari bagian asing antibodi eksperimental dari tikus, yang disebut HAMA
(human anti-mouse antibodi) yang membatasi kegunaan dan mencegah
digunakan lebih dari sekali (Kumaji,2012).
3. Humanized Monoklonal Antibodies
Antibodi ini dibuat sedemikian rupa sehingga bagian protein yang
berasal dari mencit hanya terbatas pada antigen binding site saja.
Sedangkan bagian yang lainya yaitu bagian variabel dan bagian konstan
berasal dari manusia. Antibodi monoklonal yang struktur molekulnya
terdiri dari 90% manusia diantaranya adalah Alemtuzumab (Kumaji,2012).
Proses "humanisasi" biasanya diterapkan untuk antibodi
monoklonal yang dikembangkan untuk manusia (misalnya, antibodi yang
dikembangkan sebagai obat anti-kanker). Humanisasi ini diperlukan pada
saat proses pengembangan antibodi spesifik yang melibatkan makhluk
hidup lain dalam sistem kekebalan tubuh manusia , seperti pada tikus
(Kumaji,2012).
Urutan protein antibodi yang diproduksi dengan cara ini adalah
sedikit berbeda dari homolog antibodi yang terjadi secara alami pada
manusia, oleh karenanya berpotensi imunogenik jika diberikan kepada
pasien manusia. Tidak semua antibodi monoklonal dirancang untuk
administrasi manusia perlu dilakuakn proses humanized karena banyak
yang merupakan terapi intervensi jangka pendek (Kumaji,2012).
Proses ini mempunyai keuntungan yang dapat dibuktikan dari fakta
bahwa produksi antibodi monoklonal dapat dicapai dengan menggunakan
DNA rekombinan untuk membuat konstruksi yang mampu berekspresi
pada kultur sel mamalia. Artinya, segmen gen yang mampu memproduksi
antibodi diisolasi dan dikloning ke dalam sel yang dapat tumbuh dalam
sebuah tangki sehingga protein antibodi yang dihasilkan dari DNA dari
gen kloning dapat dipanen secara missal (Kumaji,2012).

11
Gambar Humanize Antibodies Monoclonal
4. Fully Human Monoklonal Antibodies
Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk
menghindari terjadinya respon imun karena protein antibodi yang
disuntikkan ke dalam tubuh seluruhnya merupakan protein yang berasal
dari manusia (Kumaji,2012).
Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk merancang
pembentukan antibodi ini adalah dengan teknik rekayasa genetika untuk
menciptakan mencit transgenik yang membawa gen yang berasal dari
manusia. Sehingga mampu memproduksi antibodi yang (Kumaji,2012).

2.3 Antibodi Poliklonal

a. Pengertian

Antibodi poliklonal adalah antibodi dimana di dalam suatu populasi


terdapat lebih dari satu macam antibodi, atau campuran antibodi yang mengenal
epitop yang berbeda pada antigen yang sama. Dalam antibodi poliklonal jumlah
antibodi yang spesifik sangat sedikit, sangat heterogen karena dapat mengikat
bermacam-macam epitop dan sangat sulit menghilanagkan antibodi lain yang
tidak diinginkan (Radji, 2010).

b. Pembuatan

Proses yang terjadi pada antibodi poliklonal:

1) Diproduksi dengan imunisasi hewan dengan antigen yang tepat.

12
2) Imunisasi atau vaksinasi adalah suatu prosedur untuk meningkatkan derajat
imunitas seseorang terhadap patogen tertentu atau toksin. Imunisasi yang
ideal adalah yang dapat mengaktifkan sistem pengenalan imun dan sistem
efektor yang diperlukan. Hal tersebut dapat diperoleh dengan pemberian
antigen yang tidak patogenik.
3) Serum dari hewan terimunisasi dikumpulkan
4) Antibodi dalam serum dapat dimurnikan lebih lanjut.
5) Karena satu antigen menginduksi produksi banyak antibodi maka hasilnya
berupa ‘polyclonal’ /campuran antibodi.

2.4 Mengenali Jenis Antibodi

Terdapat beberapa jenis antibodi, yang masing-masing memiliki fungsi


tersendiri, dikenal juga sebagai immunoglobulin. Berikut adalah jenis-jenis
antibodi tersebut:

1. Immunoglobulin A (IgA)
Antibodi IgA merupakan jenis antibodi yang paling umum ditemukan
dalam tubuh, memiliki peran dalam timbulnya reaksi alergi. IgA
ditemukan dengan konsentrasi tinggi di lapisan mukosa (selaput lendir)
tubuh, terutama yang melapisi saluran pernapasan dan saluran pencernaan,
serta pada air liur dan air mata. Pemeriksaan untuk antibodi ini dapat
membantu dokter mendiagnosa gangguan ginjal, usus dan sistem imunitas.
2. Immunoglobulin E (IgE)
Antibodi IgE ditemukan di paru-paru, kulit, dan selaput lendir. IgE juga
berperan dalam reaksi alergi. Pemeriksaan IgE seringkali menjadi
pemeriksaan awal untuk alergi.
3. Immunoglobulin G (IgG)
Antibodi IgG adalah jenis antibodi yang paling banyak dalam darah dan cairan
tubuh lainnya. Antibodi ini melindungi Anda dari infeksi dengan "mengingat"
kuman yang telah Anda hadapi sebelumnya. Jika kuman tersebut kembali,
maka sistem kekebalan tubuh Anda akan menyerang mereka.
4. Immunoglobulin M (IgM)

13
Tubuh Anda membuat antibodi IgM saat Anda pertama kali terinfeksi bakteri
atau kuman lainnya, sebagai garis pertahanan pertama tubuh untuk melawan
infeksi. Tingkat IgM akan meningkat dalam waktu singkat saat terjadi infeksi,
kemudian perlahan men Oleh sebab itu, hasil pemeriksaan IgM dengan nilai
yang tinggi, menandakan adanya infeksi yang masih aktif.
IgA, IgG, dan IgM sering diukur bersamaan untuk memberi dokter informasi
penting mengenai fungsi sistem kekebalan tubuh, terutama yang berkaitan
dengan infeksi atau penyakit autoimun.

2.5 Kondisi yang Memerlukan Tes Antibodi

Manfaat dari tes antibodi adalah untuk membantu mendiagnosa adanya


infeksi pada berbagai organ tubuh, terutama infeksi saluran pernapasan dan organ
pencernaan, juga untuk mengetahui adanya gangguan sistem kekebalan tubuh.

Selain itu, tes antibodi juga dapat dilakukan jika Anda memiliki beberapa gejala
berikut ini:

1. Ruam kulit
2. Alergi
3. Sakit setelah bepergian
4. Diare yang tak kunjung hilang
5. Penurunan berat badan tanpa sebab
6. Demam yang tidak ditemukan penyebabnya
7. HIV/AIDS

Tes antibodi juga memiliki manfaat lainnya, seperti untuk mendiagnosa


myeloma, yaitu suatu kondisi di mana sumsum tulang membuat terlalu banyak
limfosit, sehingga jumlah antibodi tidak normal. Tes antibodi dapat membantu
dalam mendiagnosa beberapa jenis kanker, serta dapat digunakan untuk
mendeteksi penyakit tertentu pada kehamilan, misalnya pemeriksaan TORCH,
sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penanganan.

14
Antibodi merupakan faktor penting dalam sistem imunitas tubuh. Mintalah
rekomendasi dokter untuk pemeriksaan antibodi, jika Anda sering mengalami
infeksi atau gangguan kesehatan lain yang berkaitan dengan imunitas tubuh.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Antibodi monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal
yang memiliki kekhususan tambahan. Ini adalah komponen penting dari sistem
kekebalan tubuh. Mereka dapat mengenali dan mengikat ke antigen yang spesifik

Antibody monoklonal adalah antibody yang melawan protein di daerah dan atau
sel kanker. Antibodi monoklonal dibuat di laboratorium khusus untuk melawan
antigen tertentu. Karena tiap jenis kanker mengeluarkan antigen yang berbeda,
maka berbeda pula antibody yang digunakan.

Antibodi monoklonal juga dapat mempengaruhi cell growth factors, karenanya


dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel-sel tumor. Jika dipadu
dengan radioisotop, obat kemoterapi, atau imunotoksin, setelah menemukan
antigen yang dicari antibodi monoklonal langsung membunuh sel pembuatnya
(kanker).

3.2 Saran

Setelah mengetahui teori dasar tentang Antibodi, kita diharapkan mampu


meningkatkan atau mempertahankan kekebalan tubuh kita dengan menjalankan
gaya hidup yang sehat agar terhindar dari berbagai macam penyakit.

16
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.alodokter.com/memahami-jenis-dan-fungsi-tes-antibodi

 Devi, Fitria. 2013. Antibodi Monoklonal dan Poliklonal. Universitas


Padjadjaran Jatinangor

17

Anda mungkin juga menyukai