Anda di halaman 1dari 9

Nama Pemeriksaan :

Tubex TF (Tubex Thypoid Fever)

Tujuan :

Untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap antigen Salmonella typhi O9 dalam serum atau
plasma pasien secara semikuantitatif guna membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
akut.

Metode :

IMBI (Inhibition Magnetic Binding Immunoassay)

Prinsip :

Tubex TF mendeteksi adanya antibodi terhadap antigen Salmonella thypi O9 dalam serum
pasien dengan mengukur kemampuannya menghambat reaksi antara antigen yang terikat
pada reagen coklat dengan antibodi yang terikat pada reagen biru. Tingkat penghambatan
tersebut sebanding dengan konsentrasi antibodi anti-O9 pada sampel. Hasil dibaca secara
visual dan bandingkan dengan standar skala warna.

Dasar Teori :

Tubex TF adalah suatu tes diagnostic in vitro semi kuantitatif untuk deteksi Demam Tifoid
akut yang disebabkan oleh salmonella typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi
lgM tersebut dalam menghambat (inhibasi) reaksi antara antigen berlabel partikel lateks
magnetik (reagen warna coklat) dan monoklonal antibodi berlabel lateks warna (reagen
warna biru), selanjutnya ikatan inhibasi tersebut diseparasikan oleh suatu daya magnetik.
Tingkat inhibasi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi lgM S. Typhi
dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir reaksi
terhadap skala warna.

TUBEX merupakan alat diagnostik demam tifoid yang diperoduksi oleh IDL Biotech,
Sollentuna, Sweden. Tes ini sangat cepat 5-10 min, simpel, dan akurat. Tes TUBEX ini
menggunakan sistem pemeriksaan yang unik dimana tes ini mendeteksi serum antibody
immunoglobulin M (Ig M) terhadap antigen O9 (LPS) yang sangat spesifik terhadap bakteri
salmonella typhi. Metode dari tes TUBEX ini adalah mendeteksi antibody melalui
kemampuannya untuk memblok ikatan antara reagent monoclonal anti-O9 s.typhi (antibody-
coated indicator particle) dengan reagent antigen O9 s.typhi (antigen-coated magnetic
particle) sehingga terjadi pengendapan dan pada akhirnya tidak terjadi perubahan warna.

Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan. Antigen ini dapat merangsang respons
imun secara independen terhadap timus, pada bayi, dan merangsang mitosis sel B tanpa
bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat ini, respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat
sehingga deteksi terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk
infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder.

Dasar konsep antibodi lgM spesifik terhadap salmonella typhi digunakan sebagai marker
penanda TUBEX TF menurut beberapa peneliti: kadar ketiga kelas immunoglobin anti
Lipopolisakarida (lgA, lgG dan lgM) lebih tinggi pada pasien tifoid dibandingkan
kontirol;pengujian lgM antipolisakarida memberikan hasil yang berbeda bermakna antara
tifoid dan non tifoid.

Dalam diagnosis serologis Demam Tifoid, deteksi antibodi lgM adalah lebih baik karena
tidak hanya meningkat lebih awal tetapi juga lebih cepat menurun sesuai dengan fase akut
infeksi, sedangkan antibodi lgG tetap bertahan pada fase penyembuhan. TUBEX TF
mendeteksi antibodi lgM dan bukan lgG. Hal ini membuat sangat bernilai dalam menunjang
diagnosa akut.

Prinsip kerja dari tes TUBEX adalah sebagai berikut yaitu ketika partikel magnet yang
diselimuti oleh antigen (s.typhi LPS) dicampurkan dengan blue latex antibody-coated
indicator particle yang diselimuti oleh anti-s typhi LPS (O9) antibody, maka kedua jenis
partikel ini akan berikatan satu dengan yang lain. Ketika pada akhir eksperimen tabung
berbentuk V tempat terjadinya proses reaksi diatas diletakan diatas magnet stand, maka
antigen-coated magnetic particle akan tersedimentasi dibawa tabung. Begitu juga blue latek
particle yang telah berikatan dengan antigen-coated magnetic particle akan ikut
tersedimentasi pada bagian bawah tabung. Sehingga terjadi perubahan warna dari biru
menjadi merah. Hal ini menunjukan tidak adanya anti-s typhi O9 antibody pada serum milik
pasien dan hasil reaksi dikatakan negative (pasien tidak terindikasi menderita demam tifoid).
Prinsip Tubex

Sebelah Kiri, Negative result; sebelah Kanan, Positive result ( Lim,


et al, 1998)

Seperti yang telah disinggung diatas bahwa kini tes TUBEX tidak hanya mendeteksi adanya
antibody anti-O9 spesifik s.typhi saja, melainkan juga dapat mendeteksi antigen O9 spesifik
s.typhi. Hal ini membuat TUBEX menjadi sangat unik karena kemampuannya untuk
mendeteksi baik antibody maupun antigen. Secara teoritis hal ini sangatlah penting untuk
dignostik serologi pada fase akut. Mengingat bahwa secara teori antigenlah yang terlebih
dahulu muncul daripada antibody diawal mulainya terjadi infeksi. Sangatlah penting untuk
mengambil sampel serum pada hari-hari awal saat onset panas mulai muncul. Mengingat
pada saat itulah antigen banyak terdapat pada serum pasien, jika telat dilakukan pengambilan
sampel maka antigen didalam serum akan menghilang karena terjadinya ikatan terhadap
antibody yang terbentuk dan selanjutnya membentuk antibody-antigen komplek.

Urine memberikan hasil yang lebih menjanjikan daripada serum dalam mendeteksi antigen,
dikarenakan antigen sangat cepat hilang didalam sirkulasi. Sebaliknya antigen secara
berkesinambungan diekskresikan melalui urin sebagai free antigen. Keuntungan lain
menggunakan urine adalah konsentrasi antigen dapat ditingkatkan beberapa kali lipat dengan
cara yang sederhana. Metode yang digunakan adalah sama dengan tes TUBEX yang asli yaitu
memblok ikatan antara reagent anti-O9 s.typhi (antibody-coated indicator particle) dengan
reagent antigen O9 s.typhi (antigen-coated magnetic particle), tetapi yang berperan memblok
disini adalah antigen (lihat gambar 5). Protokol kerja utuk mendeteksi antigen pun sama
dengan protokol kerja untuk mendeteksi antibody, hanya saja serum specimen terlebih dahulu
dicampurkan dengan blue reagent dan dicampur dalam 2 menit, barulah setelah itu
ditambahkan brown reagent. Proses selajutnya dan pembacaan hasilnya menggunakan cara
yang sama.

Ilustrasi bagaimana kerja tes TUBEX dalam mendeteksi anti-O9 antibody

atau mendeteksi antigen O9 s.typhi (Tam, et al, 2008)

Untuk menilai pengaruh efek dari pendeteksian antigen terhadap sensitivitas dan spesifisitas
dari uji TUBEX, telah dilakukan penelitian oleh Tam, et al, 2008. Ia membandingkan antara
protokol asli untuk mendeteksi antibody dan protokol baru untuk mendeteksi antigen. Ia
menggunakan beberapa level antigen yang dicampurkan pada serum sempel. Hal yang
didapatkan adalah peningkatan sensitivitas sebanyak 2-4 kali lipat
Diagram Perbandingan Tes Tubex TF

Diagram perbandingan tes TUBEX.

Menujukan bahwa protokol baru antigen detection memberikan hasil yang lebih tinggi pada
TUBEX score pada kadar antigen serum yang sama (Tam, et al, 2008)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen, meliputi:

 Tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas.

 Reagen A (brown), yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan


antigen S. typhi O9

 Reagen B (blue), yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi
dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen 09.

Komponen-komponen ini stabil disimpan selama 1 tahun dalam suhu 40C dan selama
beberapa minggu dalam suhu kamar.

Jika dibandingakan antara tes TUBEX dengan uji Widal akan ditemukan beberapa hal
sebagai berikut:

 Antigen yang digunakan pada tes TUBEX adalah anti-O9 s.typhi yang mampu
membedakan organisme ini dari >99% serotype bakteri salmonella lainnya,
sedangkan uji Widal menggunakan antigen yang tidak begitu spesifik terhadap s.typhi
sehingga dapat terjadi cross-reaction dengan kuman salmonella lainnya misalnya pada
pasien yang pernah menderita enteric fever lainnya. Reaksi ini dinamakan anamnestic
response dan dapat menimbulkan tingginya nilai false positive. Hal ini menjawab
alasan dari kurang spesifiknya uji Widal.
 Dilihat dari metode yang digunakan oleh kedua tes, dimana TUBEX menggunakan
kemampuan inhibitor activities dari antibody dan uji Widal menggunakan reaksi
agglutinasi. Inhibitor activities memiliki keuntungan karena lebih mudah dideteksi
walaupun dengan kadar antibody yang rendah. Hal ini memberikan alasan mengapa
TUBEX lebih sensitive daripada uji Widal.
 Single test pada uji Widal tidak begitu bermakna. Idealnya uji widal dilakukan dua
kali yaitu pada fase akut dan 7-10 hari setelahnya. Hal ini dikarenakan agglutinin O
dan H meningkat dengan tajam ±8 hari setelah onset panas pertama. Jika terjadi empat
kali peningkatan titer agglutinin baru dapat dikatakan hasilnya positive secara
signifikan. Sayangnya hal ini jarang ditemukan karena penggunaan antibiotik pada
awal penyakit bisa mencegah meningkatnya titer agglutinin. Hal ini berbeda dengan
tes TUBEX yang fokus mendeteksi Ig M yang secara teoritis muncul lebih awal
daripada Ig G. Bahkan penelitian terbaru mengatakan bahwa tes TUBEX yang
dimodifikasi mampu mendeteksi bukan hanya antibody melainkan antigen s.typhi ,
sehingga tes ini sangat berguna pada fase akut. Hal ini menyebabkan tingginya angka
sensitivitas tes TUBEX.
 Meningkatnya penggunaan vaksin typhoid menyebabkan meningkatnya angka false
positive pada uji Widal. Hal ini terjadi karena meninggkatnya agglutinin level secara
persisten pada H agglutinin dan transient pada O agglutinin, yang terjadi baik pada
non-infected population maupun pada febrile non-typhoid patients karena anamnestic
response. Hal ini belum pernah dilaporkan pada pemeriksaan dengan menggunakan
tes TUBEX. Tentu saja ini sangat berpengaruh pada penggunaan antibiotik yang tidak
tepat dan meningkatkan angka resistensi obat. Untungnya hal ini dapat diatasi dengan
mengulangi tes Widal pada minggu berikutnya, karena tidak akan terjadi
peninggkatan lagi pada hasil tes ulangan tersebut.
 Sensitivitas dan spesifistas yang cukup berbeda, pada suatu penelitain oleh Olsen,
Sonja et al, 2004 menyebutkan perbedaan antara tes TUBEX dan uji Widal yaitu;
sensitivitas (78/64); spesifisitas (94/76); positive predictive value (98/88); dan
negative predictive value (59/43). beberapa penelitian lain menunjukan sensitivitas
dan spesifisitas TUBEX yang lebih tinggi lagi yaitu 94,7% dan 80,4%-93%.
 Persamaan yang dimiliki oleh kedua tes ini dan sangatlah penting adalah proses
pengerjaan yang relatif mudah; simpel (one-step); tidak membutuhkan alat-alat
canggih dan mahal, sehingga kedua tes ini dapat diterapkan pada daerah edemik yang
cenderung merupakan negara berkembang.
Masih banyak lagi kelemahan uji widal seperti nilai dari uji ini yang sangat dipengaruhi oleh
operator yang bekerja dll. Beberapa hal diatas menunjukan bahwa tes TUBEX dapat
menutupi kelemahan dari uji Widal dan memiliki keunggulan dari tes Widal.
Alat dan Bahan :

 Alat
1. Mikropipet (40 dan 90 µl)
2. Yellow tip
3. Tubex Tf test
 Bahan
1. Sampel serum
2. Tubex TF reagen
3. Reagen biru
4. Reagen coklat
5. Kontrol positif dan negative
6. Skala warna strip wall reaction
7. Tape sealing

Cara Kerja Tes Tubex TF

 Masukkan 45 µl antigen coated magnetic particle (brown reagent) pada reaction


caontainer yang disediakan (satu set yang terdiri dari enam tabung berbentuk V).
Reagen dimasukkan ke sumur 1,2 dan 3.

 Masukan 45µl serum sampel (serum harus jernih) ke dalam sumur yang sudah berisi
reagen, lalu campurkan keduanya dengan menggunakan pipette tip.

 Inkubasi dalam 2 menit.

 Tambahan 90 µl antibody coated indikator partikel (blue reagent)

 Tutup tempat reaksi tersebut dengan menggunakan strip, lalu ubah posisi tabung dari
vertical menjadi horizontal dengan sudut 90º.

 Goyang-goyangkan tabung kedepan dan kebelakang selama 2 menit.

 Pada akhir proses reaksi ini tabung berbentuk V ini diletakkan diatas magnet stand.

 Didiamkan 5 menit untuk terjadi proses pemisahan (pengendapan).

 Pembacaan hasil dari reaksi ini dilakukan dengan cara mencocokkan warna yang
terbentuk pada akhir reaksi dengan skor yang tertera pada color scale.
Interpretasi Hasil:
≤ 2       : Negatif (tidak menunjukkan indikasi demam tifoid)
3          : Border line skor (tidak meyakinkan, analisis perlu diulang)
4          : Positif lemah (indikasi demam tifoid)
6-10     : Positif kuat (indikasi kuat demam tifoid)

Referensi :

 https://www.scribd.com/document/326460220/027-Dian-Purnama-Dewi-Tubex-TF
 https://teknologilaboratoriummedik.blogspot.com/2016/09/tes-tubex-tf.html?m=1
 www.academia.edu./37054530/laporan_imunologi_pemeriksaan_tubes.docx
 Afifi, Salma, et al. Hospital-Based Surveillance for Acute Febrile Illness in Egypt: A
Focus on Community-Acquired Bloodstream Infections.  Am. J. Trop. Med. Hyg.
2005:73(2):392-399.
 Dimitrov, Tsonyo. Clinical and Microbiological Investigation of Typhoid Fever in an
Infectious Disease Hospital in Kuwait.  Journal of Medical Microbiology. 2007:56:538-
544.
 Kelly-Hope, Louise A, et al. Geographical Distribution and Risk Factor Associeted with
Enteric Disease in Vietnam. Am. J. Trop. Med. Hyg. 2007:76(4):706-712.
 Olsen, Sonja J, et al. Evaluation of Rapid Diagnostic Tests for Typhoid Fever. Journal of
Medical Microbiology. 2004:1885-1889.
 Parry, M Christopher, et al. A Rivew of Thyphoid Fever. N Engl J Med. Vol. 347. 2002:
22;1770-1782.
 Willke, Ayse. Widal Test in Diagnosis of Typhoid Fever in Turkey.Clinical and
Diagnostic Laboratory Immunology. 2002:938-941.

Anda mungkin juga menyukai